Orang Percaya dan Toleransi Antar Umat Beragama

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T561C
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Toleransi adalah suatu keniscayaan, kita bertoleransi terhadap pelakunya bukan ajarannya, ada titik temu dalam masalah etika dan moral, untuk membangun toleransi antar umat beragama kita perlu mengembangkan sikap dasar untuk saling terbuka, menghargai dan mau berdialog satu dengan yang lain.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan
Latar Belakang

Kita hidup di tengah masyarakat yang majemuk dan kaya dengan pelbagai perbedaan: suku, daerah, etnis, budaya, adat kebiasaan dan juga iman kepercayaan serta agama. Apakah toleransi antar umat beragama Alkitabiah dan selaras dengan panggilan memberitakan Injil? Dapatkah orang percaya berpegang teguh pada iman eksklusifnya sekaligus hidup bertoleransi dengan orang beragama lain. Bagaimanakah kedua hal itu bisa berjalan bersamaan dan tidak saling meniadakan?

Pengertian

Toleransi berasal dari kata Latin tolere. Tolere artinya memikul beban yang seharusnya tidak ia pikul. Toleransi dapat diartikan sebagai sikap menahan diri, bersikap sabar, berhati lapang dan membebaskan orang atau kelompok lain memiliki pendapat berbeda maupun melakukan hal yang berbeda, tanpa kita melakukan intimidasi terhadap orang atau kelompok tersebut.

Manfaat Toleransi - tercipta kedamaian, ketenangan, keharmonisan, rasa aman dan rasa kekeluargaan.

Fondasi Alkitab :

Kejadian 1:26-27, ayat 26, berfirmanlah Allah: "Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi," ay.27 "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka".

Setiap manusia diciptakan menurut gambar Allah. Sama-sama patut diperlakukan dengan kehormatan yang sama karena mereka memunyai martabat yang melekat sebagai gambar Allah.

Ulangan 10:17-19

Ayat 17, "Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; ay.18, "yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian". Ayat 19, "Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir."

Istilah "orang asing" di sini berasal dari kata Ibrani ger, yaitu suatu istilah teknis bagi orang asing yang telah meninggalkan bangsanya sendiri dan diam bersama Israel. Teks Alkitab ini menginstruksikan bagaimana perlakuan umat Allah yang semestinya terhadap kelompok orang yang berbeda dari mereka, yaitu dengan menyatakan kasih persaudaraan kepada mereka.

Pernyataan Tuhan Yesus

Matius 5:44-45, ayat 44,"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu"; ayat 45, "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar."

Satu-satunya alasan untuk mengasihi orang di luar lingkaran yang kita sukai dalam konteks tersebut ialah karena Allah juga memelihara setiap orang melalui providensia-Nya dalam anugerah umum. Jadi dalam pengajaran Yesus tentang kasih terdapat unsur pengakuan terhadap keterikatan umat manusia secara keseluruhan sebagai anak-anak Bapa. Kasih memikirkan yang baik bagi orang lain, bukan hanya mementingkan diri sendiri. Ini adalah pernyataan yang fundamental mengenai kasih dalam Alkitab yang didasari pada pengorbanan Yesus Kristus.

Roma 5:6-10, ayat 6, "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.... ayat 8, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa"

Melalui ayat-ayat ini, kita juga melihat betapa manusia itu berharga di mata Allah.

Galatia 6:10, "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."

Menunjukkan bahwa kata-kata "semua orang" itu termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang tidak seiman. Jadi orang yang tidak seiman pun layak untuk mendapatkan perbuatan baik kita sekalipun mereka bukanlah yang terutama.

Dari pembahasan teks Alkitab tadi, kita mendapati Alkitab memberikan alasan yang kuat tentang toleransi antar umat beragama. Kesamaan derajat semua manusia mengarahkan kita bahwa toleransi sepatutnya tidak hanya terbatas pada kesediaan untuk bersabar terhadap praktik iman kepercayaan yang berbeda. Lebih dari itu, sewajarnya menjadi suatu perhatian yang aktif dan penghormatan yang tulus kepada mereka yang berbeda dari kita.

Apakah Toleransi kepada Yang Berbeda Iman Kepercayaan Sama Dengan Menyetujui Iman Tersebut?

Ide dasar dari kata toleransi itu sendiri sudah merangkum pengertian adanya penerimaan terhadap sesuatu yang kurang disetujui. Hal yang aneh apabila kita bertoleransi terhadap sesuatu yang memang sudah diterima sebagai kebenaran. Dari satu sisi, toleransi melibatkan unsur penerimaan terhadap sesuatu di mana seseorang tersebut punya penilaian yang negatif. Tidak ada artinya kalau dikatakan bahwa seseorang menoleransi sesuatu yang dia setujui dengan setulus hati.

Misalnya dikatakan, orang percaya bertoleransi terhadap ibadah dan perayaan Natal. Ini merupakan pernyataan yang tidak sinkron.

Jadi, di dalam hal toleransi antar umat beragama, kita perlu membedakan antara menerima seseorang yang berbeda pandangan atau agama dengan menerima isi kepercayaannya sebagai kebenaran.

Dengan dipahami secara benar, maka toleransi berarti penghormatan terhadap hak seseorang untuk berpegang pada suatu pandangan walaupun kita tidak setuju dengan isi pandangan tersebut. Jadi, toleransi adalah suatu sikap terhadap seseorang bukan terhadap suatu ide. Yang menentukan apakah seseorang itu toleransi atau tidak ialah cara seseorang menyatakan ketidaksetujuannya. Kalau dinyatakan dengan arogan, pemaksaan atau manipulatif, maka hal tersebut menjadi tidak toleran.

Berita Injil itu Sendiri Mengandung Toleransi

Jalan yang ditempuh oleh Yesus adalah dengan mengosongkan diri dan melepaskan hak diri-Nya. Ini adalah jalan yang memberikan kebebasan dan kemerdekaan melalui pengampunan. Hal ini dicapai dengan kasih karunia bukan dengan penindasan agar orang lain dipaksa untuk mengikuti tuntutan Allah yang mustahil dalam hidup mereka. Ini berarti berita Injil itu sendiri sudah mengandung implikasi adanya suatu penghormatan hakiki terhadap integritas dari nurani seseorang. Adalah hal yang lucu dan tulalit ketika Kabar Baik tentang kasih karunia dan penebusan disampaikan dengan cara yang bertentangan dengan prinsip kasih itu sendiri sehingga merugikan integritas nurani seseorang.

Jadi, bagaimanakah kita melihat relasi antara toleransi dan pemberitaan Injil? Apakah ide toleransi bertentangan dengan Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya?

Hal pertama perlu dibedakan antara pemberitaan Injil dan kristenisasi. Kristenisasi sering diasosiasikan dengan imperialisme dari negara-negara Eropa pada masa lampau yang sering memanipulasi dan memanfaatkan berbagai macam cara untuk menobatkan pengikut agama lain menjadi pemeluk agama Kristen. Sedangkan pemberitaan Injil adalah menyaksikan Kabar Baik tentang keselamatan di dalam Kristus. Isu yang sesungguhnya di sini lebih berupa masalah metode dari pada soal prinsipiil, karena mengomunikasikan Kabar Baik itu sendiri adalah sesuatu yang netral. Memang hal itu bisa menjadi kekeliruan kalau dilaksanakannya dengan cara yang manipulatif atau pola yang meremehkan martabat seseorang.

Semua orang percaya patut mengaminkan bahwa umat manusia diciptakan menurut gambar Allah dan karenanya diberikan kebebasan untuk memilih komitmen mereka. Karena itu, pemberitaan Injil sepatutnya dilakukan dengan kerendahan hati, kasih dan kepekaan untuk menjaga martabat dari pendengarnya. Mengenai responsnya, itu berada di tangan kasih karunia Tuhan.

Dengan kata lain, pemberitaan Injil sebagai membagikan Kabar Baik dari Injil Yesus pada dirinya sendiri tidak dapat dikatakan toleran atau tidak. Pendekatan dan metodenya yang bisa dinilai apakah toleran atau tidak. Sekali lagi, bersikap toleran terhadap orang dengan iman kepercayaan berbeda tidak berarti kita menerima bahwa pandangannya benar. Sebaliknya kemampuan untuk hidup secara harmonis dan saling berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda keyakinan dan iman kepercayaan merupakan perwujudan dari kedewasaan seseorang. Inilah hal yang dibutuhkan dalam era globalisasi di mana masyarakat dunia ini semakin lama semakin majemuk.

Cara membangun toleransi umat beragama

  1. Membangun kesadaran bahwa kepelbagaian agama dan iman kepercayaan memiliki titik temu pada persoalan-persoalan etika dan moral
  2. Mengembangkan sikap saling terbuka, mengaku, menghargai dan berdialog satu sama lain
  3. Meningkatkan pemahaman pihak lain melalui studi bersama dan saling bertukar informasi
  4. Melakukan program bersama: doa bagi kota dan bangsa, studi praktik keagamaan, karya sosial kemasyarakatan.