TELAGA
Dipublikasikan pada TELAGA (https://m.telaga.org)

Depan > Orang Percaya dan Toleransi Antar Umat Beragama

Orang Percaya dan Toleransi Antar Umat Beragama

Kode Kaset: 
T561C
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Toleransi adalah suatu keniscayaan, kita bertoleransi terhadap pelakunya bukan ajarannya, ada titik temu dalam masalah etika dan moral, untuk membangun toleransi antar umat beragama kita perlu mengembangkan sikap dasar untuk saling terbuka, menghargai dan mau berdialog satu dengan yang lain.
Audio
MP3: 
3.4 MB [1]
Play Audio: 
Your browser does not support the audio element.


Transkrip

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Dan perbincangan kami kali ini tentang "Orang Percaya dan Toleransi Antar Umat Beragama". Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Y : Nah, Pak Sindu, apakah yang dimaksud dengan toleransi dan bagaimana kita sebagai orang percaya boleh menjaga dan menumbuhkan toleransi antar umat beragama ?

SK : Terima kasih, Bu Yosie, untuk bagian awal ini saya ingin memberi satu konteks mengapa topik ini kita angkat, karena kita memang hidup di tengah masyarakat yang majemuk dan kaya dengan pelbagai keberbedaan suku, daerah, etnis, budaya, adat kebiasaan termasuk keberbedaan iman kepercayaan dan agama. Jadi memang dalam hal ini toleransi itu sebuah keniscayaan, sebuah kenyataan, kenormalan di tengah masyarakat yang berbagai ini. Kalau berbicara tentang toleransi, toleransi sendiri sesungguhnya berasal dari satu istilah Latin, kata dari bahasa Latin yaitu tolere artinya memikul beban atau mengangkat beban yang seharusnya tidak dipikul. Dari kata tolere kita bisa artikan, toleransi antar umat beragama berarti sikap menahan diri, sikap bersabar, sikap berhati lapang, sikap membebaskan orang atau kelompok lain yang memiliki pendapat berbeda atau pun orang membebaskan orang atau kelompok lain yang melakukan hal yang berbeda tanpa kita melakukan intimidasi terhadap orang atau kelompok tersebut.

Y : Baik, Pak Sindu. Tapi pertanyaannya, apakah toleransi antar umat beragama itu Alkitabiah dan selaras dengan panggilan kita memberitakan Injil? Dapatkah orang percaya berpegang teguh pada iman eksklusifnya sekaligus hidup bertoleransi dengan agama lain? Bagaimana kedua hal itu bisa berjalan bersamaan dan tidak saling meniadakan ?

SK : Yang Bu Yosie tanyakan memang hal-hal yang sangat mendasar dan sangat penting untuk kita jawab. Untuk bagian pertama, saya akan jawab, "Apakah toleransi antar umat beragama itu Alkitabiah? Ya. Jadi kita bisa mendasari yang pertama dari Kejadian 1:26-27. Kalau kita cermati 2 ayat ini, kita dengan mudah dapat melihat bahwa fondasi, toleransi antar umat beragama yang paling hakiki dan paling mendasar adalah karena kita semua, umat manusia di muka bumi ini dalam pelbagai agama dan kepercayaan, memiliki satu kesamaan yang tidak dapat disangkal. Kita sama-sama manusia yang menyandang gambar dan rupa Allah. Kita membawa kemuliaan Allah sejak penciptaan. Maka ketika kita bertoleransi dengan orang yang berbeda, termasuk berbeda iman kepercayaan, sesungguhnya kita sedang menghormati mereka yang membawa gambar Allah juga. Yang memiliki kehormatan yang Allah berikan. Inilah fondasi yang tidak bisa kita abaikan, Bu Yosie.

Y : Karena kita sama-sama ciptaan Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, ya Pak.

SK : Benar dan itu juga kemudian dipertegas dalam Hukum Taurat ketika dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel hendak memasuki negeri perjanjian, Tanah Kanaan. Allah memberikan Hukum Taurat, salah satunya terdapat di Ulangan 10:17-19 [2], "Tuhan Allahmulah, Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian. Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir". Dalam konteks ini Tuhan mengingatkan identitas orang Israel sebagai pendatang, perantau, orang asing di negeri Mesir selama sekian ratus tahun dan diterima oleh orang-orang Mesir dengan cukup baik. Jangan lupa kamu pun dulu perantau, orang asing, maka ketika kamu tinggal di satu tempat, ada orang asing, dengan kata lain, orang yang berbeda dengan kamu, perlakukan juga dengan baik, dengan kasih. Tunjukkanlah kasih persaudaraan kepada mereka, termasuk dalam konteks kita berarti kita juga bertoleransi kepada yang berbeda, termasuk berbeda iman dan kepercayaan sekalipun.

Y : Menarik, ya Pak. Bagaimana dengan pernyataan Tuhan Yesus sendiri yang menegaskan bagian ini juga ?

SK : Tuhan Yesus sendiri juga mengingatkan kita tentang hukum kasih, bukankah itu yang paling mendasar? Dia meringkas seluruh Hukum Taurat dalam 2 hukum, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan yang setara dengan itu kasihilah sesamamu manusia seperti diri sendiri", bahkan dalam Khotbah di Bukit dalam Matius 5:44-45 [3], Tuhan menegaskan "Kasihilah musuhmu, berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar". Maka sebagai anak-anak Bapa di sorga, lakukanlah hal-hal yang sama, tidak melakukan diskriminasi, membeda-bedakan kepada yang seiman maupun tidak seiman, mari berikan doa yang baik, tunjukkan kasih dan perbuatan yang baik kepada mereka.

Y : Saya juga jadi ingat kisah orang Samaria yang murah hati, yang menolong orang yang dirampok, tidak melihat dulu siapa dia, identitasnya siapa ? Justru orang Yahudi yang pada waktu itu musuh.

SK : Benar jadi Bu Yosie menyinggung juga tentang pernyataan Yesus dalam perumpamaan dalam Injil Lukas 10:29-37 [4] dimana lewat perumpamaan itu Yesus mau menegaskan siapakah sesamaku manusia ? Sesamaku manusia justru orang yang paling berbeda dengan kita. Orang yang secara kedagingan, manusia lahiriah adalah orang yang paling mudah tidak kita sukai atau mungkin yang orang menyakiti kita. Justru kepada orang-orang seperti ini, mereka juga sesama kita dimana kita patut mengasihi tanpa syarat. Dalam hal ini kalau bahasa teologi ada istilah anugerah umum dan anugerah khusus. Anugerah umum adalah pemeliharaan Allah kepada semua orang tanpa pandang bulu, tanpa membeda-bedakan. Demikian juga anugerah umum ini kita berikan kepada siapa pun sekalipun orang itu membenci, menyakiti, musuh kita, orang yang memusuhi kita. Orang yang membenci, kita pun tetap menunjukkan rasa hormat, termasuk sikap bertoleransi terhadap perbedaan iman, kepercayaan dan ajaran agama ini.

Y : Ajaran Tuhan Yesus sangat indah, ya Pak. Mungkin ada penekanan-penekanan lain tentang toleransi ini dalam Perjanjian Baru.

SK : Dalam surat Roma 12:18 [5], juga dikatakan "Sedapat-dapatnya,………… hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang" , kemudian dalam Galatia 6:10 [6], "Karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman". Dengan kata lain, yang tidak seiman kita didorong oleh Firman Tuhan, dipanggil untuk berbuat baik. Jadi disini dengan kata lain, Bu Yosie, kita bisa rangkum dari seluruh kutipan-kutipan Firman Allah dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, memang kita dapati Alkitab memberikan alasan yang sangat solid, sangat kuat tentang toleransi antar umat beragama bahwa kesamaan derajat semua manusia inilah mengarahkan kita pada toleransi yang sepatutnya membuat kita tidak hanya terbatas pada kesediaan untuk bersabar terhadap praktek iman yang berbeda, tapi lebih daripada itu sepatutnya toleransi itu dalam wujud perhatian yang aktif, penghormatan yang tulus kepada mereka yang berbeda dengan diri kita.

Y : Menarik sekali, ya Pak karena seringkali kita lebih sempit pandangannya sehingga sulit bertoleransi. Kemudian ada pertanyaan yang muncul, apakah toleransi kepada yang berbeda iman kepercayaan itu sama dengan menyetujui iman tersebut ?

SK : Ide dasar dari kata toleransi itu sendiri sudah merangkum pemahaman, pengertian adanya penerimaan terhadap sesuatu hal yang kurang kita setujui. Jadi dalam hal ini hal yang aneh kalau kita katakan, kita bertoleransi terhadap sesuatu yang kita memang terima sebagai kebenaran misalnya, "Saya sebagai orang percaya bertoleransi dengan penyelenggaraan Ibadah dan Perayaan Natal". Kalimatnya aneh atau kalimatnya logis ?

Y : Aneh, karena kita sendiri merayakan Natal.

SK : Benar, jadi toleransi kata itu sendiri menunjukkan bahwa kita memberi tempat kepada yang berbeda dengan kita atau yang tidak kita setujui atau kurang kita setujui. Dengan kata lain, bertoleransi bukan menyetujui iman karena kata toleransi itu artinya "aku tidak setuju", tapi aku menghormati kepada yang berbeda. Dalam hal ini toleransi bukan terhadap ajarannya, tapi terhadap pelakunya. Aku tidak setuju dengan kepercayaanmu, aku tidak setuju dengan pendapatmu, tapi aku bertoleransi terhadap kamu yang memiliki gagasan itu. Kita bertoleransi bukan terhadap iman kepercayaan, gagasan, pemikiran, tapi kita bertoleransi terhadap orangnya. Aku karena menghormati kamu sebagai sesama manusia yang diciptakan oleh Allah, maka aku mengizinkan kamu untuk berpendapat, mengizinkan kamu untuk melakukan apa yang kamu yakini. Kita tidak menyetujui sesungguhnya kepada apa yang dipercayai, tapi kita menghormati orang itu. Itulah artinya toleransi.

Y : Jadi dapat dipahami, toleransi berarti penghormatan terhadap hak orang lain untuk berpegang pada satu pandangan, meskipun kita tidak setuju pada pandangan itu.

SK : Memang toleransi adalah suatu sikap terhadap seseorang, bukan sikap terhadap sebuah paham.

Y : Bagaimana dengan berita Injil, Pak ? Berita Injil sebetulnya eksklusif, bagaimana bisa beriringan dengan ide toleransi yang merangkul orang yang berbeda ?

SK : Benar jadi yang disampaikan Bu Yosie, satu pertanyaan yang sangat penting. Bukankah Injil itu Kabar Baik yang menyatakan bahwa keselamatan telah Allah berikan kepada semua umat manusia dan hanya bisa diraih lewat iman yang sepenuh hati kepada Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat. Berita Injil sendiri memang benar mengandung pengertian yang sangat eksklusif, bukan inklusif. Jadi keliru kalau kita katakan bahwa keselamatan ada pada semua jalan, iman apa pun, tidak ! Injil itu identik bahwa keselamatan hanya ada dalam nama Kristus. Dalam hal ini, Injil itu sendiri sesungguhnya mengandung toleransi.

Y : Dimananya Pak ?

SK : Berita Injil sudah mengandung sebuah pemahaman mendasar, penghormatan terhadap nurani orang bahwa ketika Yesus memberikan Diri-Nya untuk menyelamatkan manusia, Dia mengosongkan diri-Nya, melepaskan hak kedudukannya yang setara dengan Allah dengan begitu Dia dengan sukarela menanggung hukuman maut dan kemudian bisa menjadi Penebus. Disinilah Yesus sesungguhnya, Jalan Keselamatan yang Yesus lakukan adalah jalan kebebasan, jalan kemerdekaan, jalan kasih karunia, bukan jalan pemaksaan, bukan jalan penindasan. Yesus menjadi Juruselamat itu dalam kesukarelaan. Dia bukan dipaksa atau ditindas oleh Allah Bapa. Sebagai Allah Putra Dia memilih untuk menyerahkan Dirinya dengan sukarela mengosongkan Dirinya mengambil rupa seorang hamba menjadi manusia dan dihukum mati di kayu salib, bangkit pada hari yang ketiga. Demikian juga akhirnya Yesus Allah yang menjadi manusia dilakukan dalam kesukarelaan, dalam kemerdekaan memilih, maka kemudian Berita Injil itu sendiri juga diterima orang harus dalam konteks kesukarelaan, harus dalam konteks kemerdekaan kebebasan untuk memutuskan bagi dirinya sendiri. Ada kasih karunia, kamu mau menerima kasih karunia itu atau tidak. Maka dalam hal ini Berita Injil itu sendiri mengandung pengertian bahwa aku memberitakan Injil dan kamu silakan yang memutuskan. Apakah kamu mau menerimanya atau tidak? Berita Injil itu sendiri sudah mengandung toleransi, dilakukan oleh Allah yang menjadi manusia lewat pribadi Yesus Kristus. Ketika diberikan kepada manusia, Allah memberikan toleransi, memberikan kebebasan, mau diterima oleh tidak, tidak ada paksaan. Sebuah penawaran merdeka.

Y : Disitulah ide toleransinya dalam Berita Injil. Jadi bagaimana kita melihat relasi antara toleransi dengan pemberitaan Injil? Apakah ide toleransi bertentangan dengan Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya ?

SK : Untuk menjawab pertanyaan ini, Bu Yosie, yang pertama perlu kita bedakan dengan tegas antara pemberitaan Injil dan kristenisasi. Keduanya sangat berbeda; Kristenisasi seringkali dikaitkan dengan penjajahan oleh negara-negara Barat di masa lampau terhadap benua Afrika, benua Asia dimana penjajah dari kalangan negara-negara Barat ini, terutama dari konteks negara-negara Eropa, mereka melakukan pemaksaan. Malah saya mendengar sebuah kisah nyata di sebuah pulau, di sebuah negara dipaksa oleh penjajah dari Eropa, kalau kamu tidak mau beragama ini maka kamu keluar dari pulau ini. Akhirnya seluruh pulau itu terpaksa karena tidak mau keluar dari pulau itu, sehingga akhirnya mereka dipaksa menjadi Kristen, sampai hari ini turun temurun tapi itu pun sebagian kualitasnya rendah, terjadi sinkretisme karena produk pemaksaan. Minta maaf di dalam nama Yesus, tindakan itu salah, tindakan itu sesat. Bahwa tidak boleh pemberitaan Injil dikaitkan dengan pemaksaan. Saya sebagai orang percaya, saya pribadi menentang adanya kristenisasi, karena kristenisasi bukan ide Allah tapi ide penjajah.

Y : Yang memanipulasi, memanfaatkan berbagai macam cara untuk membuat orang hanya jadi Kristen saja, belum tentu membuat orang jadi anak Tuhan yang menerima Tuhan Yesus.

SK : Semangat pemberitaan Injil sebagaimana semangat Kristus yang adalah Allah menjadi manusia adalah semangat kesukarelaan, semangat toleransi, semangat kebebasan untuk memilih secara sadar dan sengaja. Apakah saya mau memercayai Kristus, menerima Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat atau saya tidak memilih demikian karena saya memilih iman dan kepercayaan yang lain. Itulah Injil yang sesungguhnya memberikan toleransi, kemerdekaan kepada setiap manusia.

Y : Jadi seharusnya kita tetap melakukan bagian kita, melakukan pemberitaan Injil tapi hasilnya bukan bagian kita, apakah orang itu pasti mau percaya Tuhan atau tidak.

SK : Betul, jadi penginjilan adalah upaya membagikan Kabar Baik tentang Injil Kristus dan metodenya dengan cara yang bebas, cara yang menghormati hak orang lain tanpa ada tekanan, manipulasi, intimidasi, pemaksaan.

Y : Sebagai kesimpulan, pemberitaan Injil seharusnya hanya memberitakan Kabar Baik. Tergantung pilihannya sendiri-sendiri, ya Pak ?

SK : Ya. Dengan perkataan lain, bertoleransi itu, Bu Yosie, dalam konteks kita berarti berlandaskan kasih Kristus dan kebenaran Injil Kristus dan pada saat yang sama menolak intimidasi dan pemaksaan, menolak diskriminasi atau pembedaan perlakuan terhadap yang berbeda, menolak sekaligus kompromi terhadap kebenaran Firman.

Y : Kalau begitu, bagaimana cara membangun toleransi antar umat beragama yang benar, bagaimana kita juga harus memberitakan kebenaran Injil tapi juga harus membangun toleransi ?

SK : Yang pertama, Bu Yosie, kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa antar agama dan iman kepercayaan manapun sesungguhnya memiliki titik temu dalam persoalan etika dan moral. Jadi kita memang berbeda dalam iman, Tuhan yang bagaimana, diselamatkan dengan cara bagaimana, tapi dalam soal kebaikan, kebajikan, moralitas, etika hidup kita memiliki kesamaan. Di tengah landasan yang sama persoalan-persoalan cara pandang terhadap etika dan moral, kita bisa membangun kerjasama aktif antar umat beragama, antar berbagai iman kepercayaan.

Y : Untuk kebaikan masyarakat pada umumnya.

SK : Yang kedua, untuk membangun toleransi antar umat beragama kita perlu mengembangkan sikap dasar untuk saling terbuka, menghargai dan mau berdialog satu dengan yang lain.

Y : Jauhi sikap tertutup, merasa takut atau merasa apatis.

SK : Justru kita sesungguhnya punya keunggulan didalam Kristus, karena kita punya Berita Injil dimana Yesus sendiri melakukan toleransi dalam proses Injil itu tersendiri, sesungguhnya kita tidak perlu merasa terancam, ketika berjumpa, berdialog, bekerjasama dengan umat beragama atau iman kepercayaan yang berbeda. Dalam hal ini maka toleransi juga kita kembangkan didalam meningkatkan pemahaman melalui studi bersama, melalui saling tukar informasi. Kita bisa mengundang diri kita sendiri, belajar tentang iman yang berbeda, agama-agama yang berbeda. Kita buat kelas bersama belajar tentang iman yang berbeda, kepercayaan yang berbeda sementara orang-orang dari agama dan kepercayaan yang berbeda juga belajar tentang iman didalam Kristus yang kita percayai. Tidak perlu terancam, karena kita sudah memiliki keyakinan di dalam Kristus. Disinilah terjadi sebuah upaya yang sehat, terbuka, dialogis dan termasuk intelektual.

Y : Tapi kadang-kadang tidak mudah juga berdialog dengan iman yang lain, bahkan bisa memicu perdebatan ataukah lebih positif melakukan aksi bersama antar umat beragama untuk kebaikan masyarakat, Pak ?

SK : Jadi begini, Bu Yosie, benar bisa terjadi perdebatan. Kalau terjadi perdebatan masih bisa diberi ruang, wajar, justru ini bagian dari dialog ada perbedaan pendapat, ada argumentasi. Tergantung konteksnya, kalau konteksnya adalah dialog ini dalam konteks berbagi iman, pemahaman tidak apa-apa, adakan memang dalam konteks saling berbagi tentang sumber-sumber informasi, Kitab Suci yang kita percayai, kita dialogkan, debat itu sendiri sebenarnya sesuatu yang sehat. Yang keliru debat kusir.

Y : Emosi, pak.

SK : Debat kusir mengandung sikap emosional, marah, pokoknya kamu salah aku benar. Aku tidak mau mendengar, aku yang bicara terus sambil tutup telinga. Ini yang salah. Debat kusir, sikap emosional. Dalam konteks ini perdebatan yang sehat, aku jelaskan coba kamu pahami. Kamu jelaskan, aku pahami. Kita berdialog dalam konteks berbagi ide intelektual. Itu sehat. Didalam konteks bertoleransi mungkin kita belum sampai ke perdebatan itu, tapi kita boleh memaparkan, "Ini lho imanku seperti ini, kepercayaanku seperti ini, tradisi kebiasaanku seperti ini; imanmu seperti apa? Saling memaparkan. Malah saya dengar di daerah sekitar Palestina, Suriah dan sebagainya, pelajaran agama di sekolah-sekolah bukan pelajaran agamanya sendiri, yang kita anut. Tapi pelajaran agama dilakukan bersama, misalnya disana ada agama Islam, agama Yahudi, ada agama Kristen. Tiga agama ini dipelajari bersama dan disanalah akhirnya siswa-siswa sejak kecil terlatih untuk memahami, "Oh agamamu, kepercayaanmu seperti ini; agamaku dan kepercayaanku seperti ini", saling memahami tanpa harus mengolok-olok. Kalau tidak ada seperti itu apa yang terjadi ? Kita hormat…hormat tapi di belakang menyerang, memaki-maki. Ini bagi saya sesuatu yang sangat tidak sehat, tidak tulus akhirnya. Lebih baik seperti yang saya dengar langsung presentasi dari negara seperti di Palestina atau Suriah. Itu cara yang sehat dan dengan ini kembali aksi-aksi kebersamaan yang dilakukan. Aksi kebersihan, pengentasan kemiskinan, pembangunan lingkungan fisik, pembangunan ekonomi, dilakukan dengan hati yang tulus, hati yang damai karena memang menghormati keberbedaan itu bukan karena ada rasa terancam akhirnya tidak dengan tulus dan leluasa melakukan aksi-aksi, program-program nyata di masyarakat ini.

Y : Benar sekali, Pak. Biarlah sikap hati kita yang toleransi dapat melandasi perbuatan kita untuk membagikan kasih Kristus. Terima kasih, Pak Sindu untuk materi yang sudah disampaikan. Para pendengar sekalian, terima kasih. Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Orang Percaya dan Toleransi Antar Umat Beragama". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org [7]. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org [8]. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan
Latar Belakang

Kita hidup di tengah masyarakat yang majemuk dan kaya dengan pelbagai perbedaan: suku, daerah, etnis, budaya, adat kebiasaan dan juga iman kepercayaan serta agama. Apakah toleransi antar umat beragama Alkitabiah dan selaras dengan panggilan memberitakan Injil? Dapatkah orang percaya berpegang teguh pada iman eksklusifnya sekaligus hidup bertoleransi dengan orang beragama lain. Bagaimanakah kedua hal itu bisa berjalan bersamaan dan tidak saling meniadakan?

Pengertian

Toleransi berasal dari kata Latin tolere. Tolere artinya memikul beban yang seharusnya tidak ia pikul. Toleransi dapat diartikan sebagai sikap menahan diri, bersikap sabar, berhati lapang dan membebaskan orang atau kelompok lain memiliki pendapat berbeda maupun melakukan hal yang berbeda, tanpa kita melakukan intimidasi terhadap orang atau kelompok tersebut.

Manfaat Toleransi - tercipta kedamaian, ketenangan, keharmonisan, rasa aman dan rasa kekeluargaan.

Fondasi Alkitab :

Kejadian 1:26-27 [9], ayat 26, berfirmanlah Allah: "Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi," ay.27 "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka".

Setiap manusia diciptakan menurut gambar Allah. Sama-sama patut diperlakukan dengan kehormatan yang sama karena mereka memunyai martabat yang melekat sebagai gambar Allah.

Ulangan 10:17-19 [2]

Ayat 17, "Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; ay.18, "yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian". Ayat 19, "Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir."

Istilah "orang asing" di sini berasal dari kata Ibrani ger, yaitu suatu istilah teknis bagi orang asing yang telah meninggalkan bangsanya sendiri dan diam bersama Israel. Teks Alkitab ini menginstruksikan bagaimana perlakuan umat Allah yang semestinya terhadap kelompok orang yang berbeda dari mereka, yaitu dengan menyatakan kasih persaudaraan kepada mereka.

Pernyataan Tuhan Yesus

Matius 5:44-45 [10], ayat 44,"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu"; ayat 45, "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar."

Satu-satunya alasan untuk mengasihi orang di luar lingkaran yang kita sukai dalam konteks tersebut ialah karena Allah juga memelihara setiap orang melalui providensia-Nya dalam anugerah umum. Jadi dalam pengajaran Yesus tentang kasih terdapat unsur pengakuan terhadap keterikatan umat manusia secara keseluruhan sebagai anak-anak Bapa. Kasih memikirkan yang baik bagi orang lain, bukan hanya mementingkan diri sendiri. Ini adalah pernyataan yang fundamental mengenai kasih dalam Alkitab yang didasari pada pengorbanan Yesus Kristus.

Roma 5:6-10 [11], ayat 6, "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.... ayat 8, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa"

Melalui ayat-ayat ini, kita juga melihat betapa manusia itu berharga di mata Allah.

Galatia 6:10 [6], "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."

Menunjukkan bahwa kata-kata "semua orang" itu termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang tidak seiman. Jadi orang yang tidak seiman pun layak untuk mendapatkan perbuatan baik kita sekalipun mereka bukanlah yang terutama.

Dari pembahasan teks Alkitab tadi, kita mendapati Alkitab memberikan alasan yang kuat tentang toleransi antar umat beragama. Kesamaan derajat semua manusia mengarahkan kita bahwa toleransi sepatutnya tidak hanya terbatas pada kesediaan untuk bersabar terhadap praktik iman kepercayaan yang berbeda. Lebih dari itu, sewajarnya menjadi suatu perhatian yang aktif dan penghormatan yang tulus kepada mereka yang berbeda dari kita.

Apakah Toleransi kepada Yang Berbeda Iman Kepercayaan Sama Dengan Menyetujui Iman Tersebut?

Ide dasar dari kata toleransi itu sendiri sudah merangkum pengertian adanya penerimaan terhadap sesuatu yang kurang disetujui. Hal yang aneh apabila kita bertoleransi terhadap sesuatu yang memang sudah diterima sebagai kebenaran. Dari satu sisi, toleransi melibatkan unsur penerimaan terhadap sesuatu di mana seseorang tersebut punya penilaian yang negatif. Tidak ada artinya kalau dikatakan bahwa seseorang menoleransi sesuatu yang dia setujui dengan setulus hati.

Misalnya dikatakan, orang percaya bertoleransi terhadap ibadah dan perayaan Natal. Ini merupakan pernyataan yang tidak sinkron.

Jadi, di dalam hal toleransi antar umat beragama, kita perlu membedakan antara menerima seseorang yang berbeda pandangan atau agama dengan menerima isi kepercayaannya sebagai kebenaran.

Dengan dipahami secara benar, maka toleransi berarti penghormatan terhadap hak seseorang untuk berpegang pada suatu pandangan walaupun kita tidak setuju dengan isi pandangan tersebut. Jadi, toleransi adalah suatu sikap terhadap seseorang bukan terhadap suatu ide. Yang menentukan apakah seseorang itu toleransi atau tidak ialah cara seseorang menyatakan ketidaksetujuannya. Kalau dinyatakan dengan arogan, pemaksaan atau manipulatif, maka hal tersebut menjadi tidak toleran.

Berita Injil itu Sendiri Mengandung Toleransi

Jalan yang ditempuh oleh Yesus adalah dengan mengosongkan diri dan melepaskan hak diri-Nya. Ini adalah jalan yang memberikan kebebasan dan kemerdekaan melalui pengampunan. Hal ini dicapai dengan kasih karunia bukan dengan penindasan agar orang lain dipaksa untuk mengikuti tuntutan Allah yang mustahil dalam hidup mereka. Ini berarti berita Injil itu sendiri sudah mengandung implikasi adanya suatu penghormatan hakiki terhadap integritas dari nurani seseorang. Adalah hal yang lucu dan tulalit ketika Kabar Baik tentang kasih karunia dan penebusan disampaikan dengan cara yang bertentangan dengan prinsip kasih itu sendiri sehingga merugikan integritas nurani seseorang.

Jadi, bagaimanakah kita melihat relasi antara toleransi dan pemberitaan Injil? Apakah ide toleransi bertentangan dengan Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya?

Hal pertama perlu dibedakan antara pemberitaan Injil dan kristenisasi. Kristenisasi sering diasosiasikan dengan imperialisme dari negara-negara Eropa pada masa lampau yang sering memanipulasi dan memanfaatkan berbagai macam cara untuk menobatkan pengikut agama lain menjadi pemeluk agama Kristen. Sedangkan pemberitaan Injil adalah menyaksikan Kabar Baik tentang keselamatan di dalam Kristus. Isu yang sesungguhnya di sini lebih berupa masalah metode dari pada soal prinsipiil, karena mengomunikasikan Kabar Baik itu sendiri adalah sesuatu yang netral. Memang hal itu bisa menjadi kekeliruan kalau dilaksanakannya dengan cara yang manipulatif atau pola yang meremehkan martabat seseorang.

Semua orang percaya patut mengaminkan bahwa umat manusia diciptakan menurut gambar Allah dan karenanya diberikan kebebasan untuk memilih komitmen mereka. Karena itu, pemberitaan Injil sepatutnya dilakukan dengan kerendahan hati, kasih dan kepekaan untuk menjaga martabat dari pendengarnya. Mengenai responsnya, itu berada di tangan kasih karunia Tuhan.

Dengan kata lain, pemberitaan Injil sebagai membagikan Kabar Baik dari Injil Yesus pada dirinya sendiri tidak dapat dikatakan toleran atau tidak. Pendekatan dan metodenya yang bisa dinilai apakah toleran atau tidak. Sekali lagi, bersikap toleran terhadap orang dengan iman kepercayaan berbeda tidak berarti kita menerima bahwa pandangannya benar. Sebaliknya kemampuan untuk hidup secara harmonis dan saling berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda keyakinan dan iman kepercayaan merupakan perwujudan dari kedewasaan seseorang. Inilah hal yang dibutuhkan dalam era globalisasi di mana masyarakat dunia ini semakin lama semakin majemuk.

Cara membangun toleransi umat beragama

  1. Membangun kesadaran bahwa kepelbagaian agama dan iman kepercayaan memiliki titik temu pada persoalan-persoalan etika dan moral
  2. Mengembangkan sikap saling terbuka, mengaku, menghargai dan berdialog satu sama lain
  3. Meningkatkan pemahaman pihak lain melalui studi bersama dan saling bertukar informasi
  4. Melakukan program bersama: doa bagi kota dan bangsa, studi praktik keagamaan, karya sosial kemasyarakatan.
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K. [12]
Audio [13]
Pengembangan Diri [14]
T561C [15]

URL sumber: https://m.telaga.org/audio/orang_percaya_dan_toleransi_antar_umat_beragama

Links
[1] http://media.sabda.org/telaga/mp3/T561C.mp3
[2] https://alkitab.mobi/tb/passage/ulangan+10%3A17-19
[3] https://m.telaga.org/Matius%205%3A44-45
[4] https://alkitab.mobi/tb/passage/lukas+10%3A29-37
[5] https://alkitab.mobi/tb/Rom/12/18/
[6] https://alkitab.mobi/tb/Gal/6/10/
[7] mailto:telaga@telaga.org
[8] http://www.telaga.org
[9] https://alkitab.mobi/tb/passage/kejadian+1%3A26-27
[10] https://alkitab.mobi/tb/passage/matius+5%3A44-45
[11] https://alkitab.mobi/tb/passage/roma+5%3A6-10
[12] https://m.telaga.org/nara_sumber/ev_sindunata_kurniawan_mk
[13] https://m.telaga.org/jenis_bahan/audio
[14] https://m.telaga.org/kategori/pengembangan_diri_0
[15] https://m.telaga.org/kode_kaset/t561c