Beban Anak Baik

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T598B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Pertama menyenangkan hati orang tua, kedua memikul tanggungjawab orang tua, ketiga menyerap derita orang tua, keempat tidak boleh ada cacat cela, terimalah latar belakang kita sebagai penetapan dan dalam rencana Tuhan, seimbangkan hidup bukan hanya untuk orang tua atau orang lain tetapi juga untuk kita sendiri, teruslah mengabdi kepada orang tua dan menjadi berkat, tetapi lakukanlah demi Tuhan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Beban pertama adalah beban menyenangkan hati orang tua. Anak yang baik berusaha, bukan saja untuk tidak mendukakan hati orang tua, tetapi juga untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi, bukan saja ia berusaha keras untuk tidak melanggar perintah atau larangan orang tua, ia pun berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang ia tahu akan menyenangkan hati orang tua. Di satu pihak ini bukanlah keharusan sebab ia sendiri yang memilih untuk melakukannya, tetapi di lain pihak, akhirnya ini menjadi kewajiban baginya. Ia tidak memunyai pilihan lain; ia harus selalu menyenangkan orang tua. Di satu pihak menyenangkan hati orang tua membawa sukacita tersendiri baginya namun di lain pihak, ini menjadi beban yang menindihnya. Sebab, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, ia mesti selalu menyenangkan hati orang tua. Dampak negatif bagi pertumbuhannya adalah bukan saja ia jarang menyenangkan hatinya sendiri, tetapi juga ia tidak tahu apa dan bagaimana menyenangkan hatinya. Selama hidupnya ia hanya menyenangkan hati orang lain—dalam hal ini, orang tua—akhirnya ia tidak tahu apa yang menyenangkan hatinya. Ia menjadi orang yang tahu memberi, tidak tahu menerima.

Beban ketiga adalah beban menyerap derita orang tua. Hidup tidak sempurna; ada pernikahan yang sehat dan ada yang tidak sehat. Bila anak baik dibesarkan oleh orang tua yang tidak memunyai pernikahan yang sehat, maka ia akan menyerap derita orang tua. Sering kali anak yang baik menjadi tumpahan keluh kesah derita orang tua. Kadang ia pun diharapkan atau bahkan difungsikan menjadi penengah dan penyelaras relasi orang tua yang buruk. Sebagai akibatnya ia bertumbuh-kembang secara tidak utuh dan tidak merata. Dalam hal tertentu ia matang; dalam hal lain, ia tidak bertumbuh. Ia cepat dan cakap menangkap derita tetapi ia tidak cepat dan cakap melepaskannya. Pola pikirnya cenderung negatif dan pesimis. Dalam hal tertentu ia penyabar dan penyayang namun dalam hal lainnya, ia bisa begitu cepat beremosi dan tidak berempati. Dalam hal tertentu ia bisa kuat dan tahan banting, tetapi dalam hal lain, ia begitu rentan dan mudah putus asa. Akhirnya ia kerap membingungkan orang.

Apakah yang mesti kita perbuat bila kita adalah tipe anak baik seperti yang dijabarkan ini?

Kedua, mulailah menyeimbangkan hidup, bukan hanya untuk orang tua atau orang lain tetapi juga untuk kita. Matius 22:39 mengingatkan, -Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.- Tuhan menghendaki kita mengasihi sesama dan ukuran kasih itu adalah kasih terhadap diri sendiri. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa bukan saja Tuhan tidak melarang kita mengasihi diri, Ia pun menghendaki kita menyayangi diri. Terpenting adalah Tuhan menempati tempat utama dalam hidup kita.