Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Yosie akan berbincang-bincang dengan Bp. Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Kepribadian Dependen". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, kalau kita bicara tentang kepribadian dependen, apa ciri-ciri dan apa yang dimaksud dengan kepribadian dependen, mohon Pak Sindu menjelaskan kepada kami.
SK : Gangguan kepribadian dependen dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kebutuhan berlebih untuk diperhatikan sehingga hal ini mendorong orang tersebut menjadi patuh, tergantung dan takut terhadap perpisahan.
Y : Contohnya dalam kehidupan sehari-hari seperti apa, Pak?
SK : Misalnya ada seorang wanita yang seumur hidupnya tumbuh dari sejak lahir sampai dia dewasa bersama orang tua dan kemudian dia berpisah dari orang tua karena pernikahan dan tinggal bersama suami, dikenal sepanjang masa sekolah, teman-teman sekolahnya mengenal dia sebagai orang yang bergantung misalnya meminta orang lain untuk memilihkan mata kuliah, memilih jurusan selalu ikut teman dan ketika sekolah selalu meminta pendapat teman. Sehingga setelah menikah selalu ikut kata suami meskipun sebenarnya tidak setuju. Demikian gambaran orang dependen.
Y : Jadi dependen itu adalah orang yang punya kecenderungan bergantung dan kata kuncinya adalah berlebihan. Karena kalau bergantung dalam porsi yang tepat tentunya tidak akan menjadi masalah.
SK : Betul.
Y : Yang menarik apakah identik dengan wanita yang memang dikenal dengan makhluk yang lemah yang takut inisiatif dan sebagainya?
SK : Jadi gangguan kepribadian dependen ini tidak mengenal batasan gender, jadi bisa pria atau wanita, sama-sama punya kemungkinan.
Y : Kalau misalkan dengan pria, seperti apa contohnya? Karena pria itu sebagai pemimpin.
SK : Sama misalkan, soal memilih baju apa? Memilih sekolah dimana? Memilih jurusan mana? Memilih pekerjaan apa? Memilih makanan apa? Jadi tidak ada perbedaan secara bentuk pria dan wanita.
Y : Yang penting dalam mengambil keputusan, dia hanya menunjukkan bergantung dalam figur lain.
SK : Tepat, Bu Yosie. Jadi orang yang ditengarai dengan kepribadian dependen minimal ditunjukkan oleh 5 dari 8 ciri-ciri berikut yang akan kita bahas ini.
Y : Menarik sepertinya. Jadi silakan dijelaskan supaya kita lebih tahu.
SK : Ciri yang pertama yaitu kesulitan membuat keputusan sehari-hari tanpa nasehat dan kepastian.
Y : Yang tadi sempat dicontohkan.
SK : Ya, jadi orang tersebut sangat bergantung dan pasif sehingga akhirnya membuat orang lain pun menjadi tidak sabar menghadapi ketidak mandiriannya karena apa-apa selalu bertanya dan menunggu instruksi, tidak ada inisiatif, menunggu dorongan. Orang mungkin awalnya kasihan, melindungi, tapi lama-lama jengkel dengan sikap seperti ini. Karena memang latar belakangnya orang dependen ini merasa meyakini mereka tidak cukup baik.
Y : Takut salah mungkin.
SK : Tepat. Tidak cukup baik dan meyakini salah kalau mengambil keputusan sendiri. Termasuk keputusan yang sepele, misalkan suami "Ma, tolong pilihkan enaknya pakai baju yang mana?" istrinya berkata "Ya terserah kamu". Suami berkata, "Tidak kamu saja yang pilihkan". Sehingga ada tugas istri untuk memilihkan baju.
Y : Iya memang ada suami-suami yang harus dipilihkan baju oleh istrinya.
SK : Termasuk ketika berhenti dari pekerjaan, "Enaknya kerjaan apa ya?" jadi bingung dan takut salah. Artinya minta istri memilihkan atau meminta tolong orang tua, teman. Yang kedua, orang yang berkepribadian dependen ditandai dengan kebutuhan terhadap orang lain untuk mengambil alih tanggung jawab atas sebagian besar karya kehidupan.
Y : Yang karena intinya takut salah, sehingga dia takut mengambil tanggung jawab ya?
SK : Ya, termasuk di dalamnya. Jadi dia tidak mau mengambil tanggung jawab daripada nanti dipersalahkan, ataupun dia memang terlatih untuk tidak mengambil tanggung jawab dalam kehidupannya sejak kecil sehingga dia bergantung dan kalau tidak ada orang lain di sekitarnya dia merasa sangat bingung, sedih, tertekan, terabaikan, terperangkap dengan rasa takut bahwa orang di dekatnya akan meninggalkannya dan dia tidak bisa memulai kegiatan baru seorang diri karena meyakini, "Aku akan membuat kesalahan kalau tidak ada orang yang membimbing aku".
Y : Mungkin ini karena pola asuh dimana sejak kecil tidak dilatih tanggung jawab dalam kapasitas yang tepat sehingga akhirnya bertumbuh menjadi seorang yang dependen.
SK : Tepat. Jadi berbicara tentang gangguan kepribadian dalam rangkaian atau topik lain tidak terjadi semalam, seminggu atau setahun tapi terjadi lewat proses panjang tumbuh kembang anak, sejak lahir sampai usia belasan tahun. Riwayat yang panjang inilah yang membuat seseorang masuk dalam kategori gangguan kepribadian jenis-jenis apapun, latar belakangnya demikian.
Y : Semakin mengerti. Silakan dilanjutkan ciri ketiga dan keempat.
SK : Yang ketiga, orang yang berkepribadian dependen kesulitan mengekspresikan ketidaksetujuan dengan orang lain karena takut kehilangan dukungan atau penerimaan. Jadi dia sangat ekstrem menghindari tidak disukai orang lain, akan setuju saja dengan pendapat orang lain walaupun sebenarnya pikirannya berkata, "Pendapat orang itu salah".
Y : Berarti ini cukup berlawanan dengan yang kita sudah bahas tentang kepribadian anti sosial ya, Pak? Kalau kepribadian anti sosial cenderung melawan sosial. Tapi kalau ini justru sangat mengharapkan penerimaan dan dukungan sosial.
SK : Tepat. Ini bisa menjadi seperti bentuk lawan katanya.
Y : Dari ciri-cirinya juga.
SK : Yang satu kutub Utaranya adalah orang anti sosial, kutub Selatannya adalah orang dependen.
Y : Yang sangat mengharapkan dukungan, penerimaan, ketakutan apabila tidak mendapatkannya.
SK : Jadi sangat mungkin sebagian orang-orang dependen adalah orang yang cerdas intelektualnya.
Y : Sebetulnya memiliki pendapat pribadi.
SK : Betul. Tapi tidak berani mengungkapkan karena khawatir ketika dia memberi kritik, memberi pendapat yang berseberangan nanti takut dinilai buruk dan "Dia tidak ingin menjadi teman dekat, tidak mau membantu aku lagi bagaimana? Nanti dunia kiamat!" jadi dia 'shut down’ tutup mulut untuk setuju. Yang keempat yaitu kesulitan memulai suatu tugas atau proyek karena rendahnya kepercayaan diri dalam hal menilai, dalam hal kemampuan. Jadi dalam hal ini lebih memilih pasif sebagai pimpinan proyek, pimpinan produksi, sebagai pimpinan gugus tugas, tapi pasif.
Y : Cenderung jadi pengikut atau 'followers'.
SK : Iya, cenderung jadi pengikut. Dan itu yang membuat mati kutu teman-teman atau orang-orang yang menjadi bawahannya. "Ini bagaimana bosnya, bagaimana pimpinannya kenapa tidak memimpin, nanti kalau aku yang memimpin nanti bisa bersalah".
Y : Dan biasanya masalah terjadi disini ya pak, gangguannya terjadi disini ketika berada di posisi-posisi pekerjaan atau posisi tugas tadi dan itu bisa menghambat ya, Pak?
SK : Iya.
Y : Yang berikutnya ciri-cirinya?
SK : Yang kelima, yaitu kecenderungan untuk mendapatkan dukungan dan pemeliharaan dari orang lain hingga tingkatan ketika ia bersedia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan. Jadi sangat mungkin, kalau yang keempat yang kesulitan memulai tugas atau proyek yang menjadi tanggung jawabnya, malah yang kelima ini dia mengambil alih tanggung jawabnya yang dihindari orang lain agar orang lain senang dan menerima dirinya.
Y : Baik.
SK : "Saya tidak mau mengerjakan laporan keuangan itu, terlalu banyak, menyusahkan, saya ingin jalan-jalan dan tidak mau mengerjakan tugas ini", karena saya bergantung pada teman yang demikian ini maka saya mengatakan, "Tidak apa-apa, kamu jalan-jalan saja biar aku yang kerjakan", padahal bukan tanggung jawabnya, dia rela berkorban, menderita, supaya teman senang dan dia bisa bergantung pada temannya.
Y : Baik, kelihatannya satu sisi baik mau berkorban, setia kawan tetapi ternyata itu ada kebutuhan yang tidak dia sadari.
SK : Benar. Termasuk orang-orang seperti ini akhirnya bisa dimanipulasi oleh teman-temannya yang berniat jahat, jadi dia dimanfaatkan. "Dia saja yang kerjakan" dan dia tidak dihargai.
Y : Tapi sebenarnya dia semakin menikmati dan merasa berarti di lingkungan sosial dimana dia dibutuhkan.
SK : Benar. Itu paradoksnya artinya bahwa satu sisi menikmati karena kebutuhannya akan teman tapi di sisi lain menderita karena mengerjakan yang bukan bagiannya. Rela lelah, jatuh sakit menghabiskan waktu, atau bahkan melakukan tugas-tugas yang tidak disenanginya.
Y : Disini juga konflik batinnya, semakin menambah gejolak hatinya. Kasihan juga sebetulnya.
SK : Betul.
Y : Yang berikutnya ciri yang keenam?
SK : Yang keenam, merasa tidak nyaman atau tidak mampu ketika sendirian karena merasa takut atau tidak mampu merawat orang lain. Jadi dalam hal ini kembali soal sendirian itu menjadi mimpi buruk bagi dirinya, sangat membutuhkan orang lain. Yang ketujuh mencari hubungan lain sebagai sumber harapan dan dukungan begitu segera setelah suatu hubungan berakhir.
Y : Cukup membingungkan, ini maksudnya bagaimana ya, Pak?
SK : Jadi begini, ketika hubungan berakhir yaitu teman dimana dia bergantung itu pergi, maka dia merasa hatinya hancur, terasa melayang, maka dalam hal itu dia akan segera mencari hubungan yang lain dimana dia bisa bergantung kepada orang yang lain tersebut. Jadi dia benar-benar tidak bisa sendiri ketika orang lain meninggalkan dia maka dia pun tidak bisa menghadapi ketertekanan itu.
Y : Jadi dia segera mencari ketergantungan yang lain. Dan itu tidak sehat ya, Pak?
SK : Betul.
Y : Yang akhirnya bisa terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, bergaul dengan orang yang salah karena besarnya kebutuhan untuk bergantung tadi.
SK : Betul. Yang ke delapan yaitu terjebak dalam ketakutan untuk ditinggalkan dan harus mengurus dirinya sendiri. Jadi masih nyambung dengan yang kita bahas tadi. Jadi kesendirian, mandiri, itu sebuah bentuk hukuman yang sangat berat bagi dirinya dan dia akan berusaha mencari orang-orang lain yang dia bisa bergantung.
Y : Dan kembali ke ciri-ciri yang ada ini sepertinya berlebihan kalau kita melihat, apa asal muasal atau dinamika seorang bisa mengalami gangguan kepribadian dependen ini?
SK : Jadi memang dari percakapan kita tadi, bu Yosie menyinggung tentang pola asuh. Memang muncul dari orang tua dalam beberapa model. Yang pertama orang tua yang selalu terlibat dalam kehidupan anaknya dan tidak memandirikan.
Y : Terlalu mengontrol berarti.
SK : Betul. Jadi kontrol yang terlalu tinggi membuat anak akhirnya tidak terbentuk rasa otonomi, rasa kebebasan untuk mengatur dirinya. Akhirnya anak itu tidak punya rasa percaya diri yang sehat. Misalnya orang tua selalu menentukan pakaian, kemudian buku atau alat tulis saja yang dipakai merk apa, makan harus seperti ini, memilih ini dan itu tidak boleh "Kamu tidak mengerti, papa dan mama yang mengerti kamu belum waktunya memilih". Dan itu ternyata dibawa terus-menerus sampai anak itu pun masa SMP, masa SMA. "Ketika kamu ambil keputusan sendiri dan salah, makanya turuti kata ibu dan bapak, bapak ibu pasti benar, pasti cocok dan ikuti saja". Termasuk memilih pacar, menikah, semua ditentukan. Dan ini yang membuat tumbuh suburnya kepribadian dependen.
Y : Mungkin yang menjadi garis bawah ini adalah usia. Mungkin kalau anak masih kecil atau balita memang tidak tahu memilih yang tepat untuk dirinya, peran orang tua untuk mengontrol itu besar dan itu masih wajar. Tetapi yang Pak Sindu bilang ini remaja dan mungkin disini permasalahannya, sejauh apa dan kapan kita kontrol kepada anak-anak kita seharusnya lepas.
SK : Sesungguhnya memberikan otonomi atau anak untuk memilih dan memutuskan dimulai saat remaja. Jadi lebih dini.
Y : Kira-kira umur berapa?
SK : Kira-kira umur 2 atau 3 tahun, anak sudah punya kehendak dan dalam hal ini ada yang namanya tahapan otonomi. Jadi kita bisa membantu "Baik kamu pilih yang mana, ini mama pilihkan baju warna kuning, hijau, merah". Orang tua sudah memilihkan lebih dahulu jenis kain yang cocok dan kita berikan pilihan kepada anak-anak untuk menentukan warna mana yang dia pilih misalkan merah, kuning atau biru.
Y : Hal-hal yang seperti ini yang kita ijinkan anak boleh memilih untuk melatih otonominya.
SK : Termasuk dalam hal itu misalnya, "Aku tidak suka ini, makanannya tidak enak, aku tidak suka, aku ingin yang manis-manis seperti permen" Orang tua berkata, "Baik, kamu ingin permen ya, boleh kamu makan permen tapi makan nasi dulu nanti setelah itu makan permen". Jadi negosiasi ini tidak mematikan dan tetap diakomodasi.
Y : Jadi tidak dimatikan keinginannya tapi juga tidak berlebihan maksudnya anak tidak diluaskan sebebas-bebaskan memilih apa saja yang dia mau.
SK : Dan sisi yang lain orangtua tidak terlalu terlibat sebaliknya ekstrem yang lain menciptakan anak yang bergantung kepada kepribadian yang dependen. Jadi orangtua yang melalaikan kebutuhan anak, "Jadi terserah kamu" atau kebutuhannya dilalaikan, diabaikan, tidak dihargai, tidak diurus. Jadi akhirnya anak ini tidak pernah mendapatkan peneguhan untuk apa yang dipilihnya. Ada kekosongan sehingga akhirnya dia mencarinya ke teman, seharusnya injeksi penghargaan kemantapan diri itu kemampuan, ujian, penghargaan secara verbal didapat dari kata-kata ayah ibu kandungnya Tapi karena diabaikan sehingga dia mencari pengakuan dari orang-orang lain sehingga akhirnya dia merasa kurang kreatif untuk terbuka mengungkapkan perasaannya karena tidak dibiasakan oleh orang tuanya.
Y : Takut ditolak.
SK : Dalam menghadapi masalah juga harus dibimbing. Jangan seperti ini "Sudah nanti papa yang hadapi temanmu, papa yang akan ketemu dengan gurumu"
Y : Jadi mengambil alih tanggung jawabnya.
SK : Sehingga dia tidak terlatih menghadapi masalah yang harusnya bisa dilatih ke anak, jadi dibimbing dari belakang. Dengan cara seperti itu anak tidak akan dependen dan dia akan menjadi berani. Misalnya juga dalam hal membeli barang, anak umur 6 atau 7 tahun sudah bisa dilatih membeli sesuatu, "Permisi, saya mau beli kue, penghapus harganya berapa?" Kemudian membayar dan berkata, "Terima kasih" jadi orang tua di belakang anak ini.
Y : Itu berarti dilihat dari cara mengasuhnya, cara mengasuhnya bisa membuat seorang terhindar dari kepribadian dependen?
SK : Tepat.
Y : Sekaligus penanganannya pak, apa yang bisa kita lakukan?
SK : Jadi berbeda dengan kepribadian yang lain Bu Yosie, penanganan kepribadian dependen lebih menjanjikan perubahan positif, jadi kebanyakan orang berkepribadian dependen termotivasi untuk berubah. Jadi lewat proses konseling yang terstruktur, klien ini bisa meningkatkan level kemandiriannya dalam kegiatan sehari-hari, tapi sisi yang lain konselor perlu berhati-hati agar tidak jatuh pada pengalihan menjadi figur otoritas baru dimana klien dependen itu akan bergantung. Jadi lebih memberikan kemungkinan.
Y : Mungkin konselor harus melatih seperti kasus orang tua membimbing dari belakang, bagaimana klien mengambil keputusan, mengambil tanggung jawab.
SK : Betul. Kalau saya melihat sisi yang lain, orang tersebut punya sejarah keterlukaan karena dimatikan oleh orang tuanya atau tangki peneguhannya tidak diisi oleh orang tuanya, sisi kekosongan ini pun perlu disembuhkan dengan proses membuang sampah-sampah jiwanya sehingga luka hati yang melandasi keyakinan yang salah tentang kemandiriannya pun bisa diruntuhkan sejalan dengan latihan.
Y : Dibangun hal baru dalam jiwanya.
SK : Tepat. Jadi dilatih dari hal-hal sederhana, ditinjau ulang apa yang menjadi konsekuensinya karena tidak begitu mengerikan seperti yang dia kira. Dari satu hal kecil, dihargai, diberikan 'reward’ bahkan dia bisa masuk kepada pengambilan keputusan untuk hal yang lebih besar lagi.
Y : Jadi dengan kata lain penanganan kasus ini jauh lebih mudah, jadi memungkinkan perubahan.
SK : Betul.
Y : Apa langkah antisipasinya supaya anak-anak tidak menjadi pribadi dependent ketika dewasa nanti?
SK : Dalam hal ini sekaligus saya mau menyampaikan firman Tuhan yang relevan dengan bahasan kita. Saya bacakan dari Mazmur 127:4, "Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikian anak-anak pada masa muda". Jadi pemazmur menggambarkan dengan tepat anak-anak yang dalam masa pengasuhan orang tua seperti anak panah, namanya anak panah apakah selalu harus disimpan?
Y : Tidak.
SK : Justru harus dilesatkan atau ditembakkan di tangan pahlawan atau pejuang yaitu ayah dan ibunya. Tugas ayah dan ibu terlebih lagi seorang ayah untuk mengajar anaknya keluar, biasanya ibu itu melindungi, sehat, memberi rasa aman dan stabil. Tugas ayah mengajak anak keluar dari rangkulan ibu, "Ayo nak kita jalan pelan-pelan" diajar mengambil keputusan. Termasuk nanti diantar, ditinggal, dijemput lagi. Termasuk ketika sekolah saya usul beranilah kalaupun anak kita usia SMA mau sekolah di kota yang berbeda, diijinkan apalagi kalau kuliah. Jadi pengalaman berpisah secara geografis, fisik atau tempat tinggal, itu akan menyehatkan anak kita dari sisi kemandirian, kepercayaan, keyakinan dalam mengambil keputusan untuk dirinya. Tentunya bertahap, dari anak-anak sudah dilatih termasuk di dalamnya adalah nilai moral, iman sudah ditamatkan dan nanti masa SMA sudah bisa dilepaskan.
Y : Menarik sekali, Pak. Sangat bermanfaat. Terima kasih Pak Sindu sudah menjelaskan dan memberi langkah antisipasi bagaimana mengasuh anak. Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Ev. Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kepribadian dependen". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.