Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Memahami dan Mencegah Pemerkosaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, belakangan ini kita mendengar banyak sekali korban pemerkosaan. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan pemerkosaan itu ?
SK : Pemerkosaan bisa kita pahami sebagai segala tindak kekerasan seksual yang berupa pemaksaan hubungan seksual dengan tanpa persetujuan sukarela, baik berupa penetrasi genital dimana penis masuk ke vagina atau menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam organ kelamin. Pemerkosaan bisa mencakup sesama orang dewasa, orang dewasa terhadap anak-anak, dalam relasi hubungan darah (inses), ataupun pemerkosaan satu jenis kelamin.
St : Apakah pemerkosaan ini dilakukan tiba-tiba ? Misalkan ketika kita berjalan tiba-tiba disergap dan diperkosa ? Apakah bisa seperti itu ?
SK : Ya. Dari berbagai media dan berita kita tahu pemerkosaan ada yang berbentuk sergapan-sergapan seperti itu. Mungkin kita pernah tahu ada pemerkosaan di jembatan penyeberangan yang sepi, di stasiun kereta api yang sepi, gelap dan temaram. Tetapi nyatanya pemerkosaan juga bisa terjadi dalam proses yang sepertinya alamiah.
St : Maksudnya alamiah ?
SK : Dalam bentuk pertemuan dengan orang yang dikenal. Misalnya secara khusus dalam relasi berpacaran, pergi ke suatu tempat berdua, mereka mungkin sudah saling mengenal satu sama lain dan sudah terbentuk rasa aman. Tapi ternyata terjadi pemerkosaan itu !
St : Maksud Bapak, pemerkosaan itu sebenarnya lebih banyak tidak terjadi secara spontan tapi memang sudah ada niat sebelumnya ?
SK : Ya! Dalam beberapa kasus pemerkosaan itu tidak spontan. Jadi, ada kelompok orang yang memiliki niat jahat, sudah memiliki rencana akan melakukan pemaksaan hubungan seksual, hanya bergantung soal kapan, dimana, ada kesempatan atau tidak.
St : Jadi, itu realitasnya ya, bahwa pemerkosaan itu umumnya tidak terjadi secara spontan tetapi sudah ada niat dari si pelaku ?
SK : Betul.
St : Selain itu apalagi realitasnya ?
SK : Realitas kedua, pelakunya itu bisa pacar atau anggota keluarga, termasuk ayah terhadap anak perempuan, guru sekolah atau guru les terhadap muridnya, atau pembimbing rohani atau rohaniwan terhadap umat atau jemaatnya, terhadap teman atau tetangga. Realitasnya adalah pada umumnya pelaku bukan orang asing melainkan orang yang telah dikenal.
St : Kalau begitu sangat bahaya ya, Pak. Kadang-kadang orang yang kita rasa aman dan cukup dekat ternyata pelaku dari pemerkosaan itu.
SK : Betul.
St : Bagaimana dengan tempat terjadinya ? Apakah memang hanya terjadi di tempat-tempat sepi seperti di gang yang tidak ada orang atau di kuburan ?
SK : Ya. Peristiwanya bisa seperti yang Bu Stella sampaikan yaitu di tempat-tempat yang sepi, gelap, temaram. Tetapi ternyata realitasnya juga banyak pemerkosaan yang terjadi justru di tempat yang terang benderang, tempat yang kita kenal akrab dan merasa aman, termasuk di rumah, di kamar pribadi, di sekolah, di tempat kerja. Jadi, bukan di tempat yang sunyi, gelap, tempat yang asing, tapi di tempat-tempat yang kita rasa akrab, aman, familiar, juga bisa terjadi pemerkosaan.
St : Apakah pemerkosaan hanya dapat dialami oleh orang dewasa saja, Pak ?
SK : Fakta yang memprihatinkan adalah banyak anak-anak yang mengalami pemerkosaan, Bu Stella. Baik itu diperkosa ataupun disodomi. Laki-laki dewasa terhadap gadis kecil, laki-laki dewasa terhadap bocah laki-laki dalam bentuk sodomi, ataupun terhadap remaja, bahkan terhadap orang yang usianya sudah lanjut pun – terutama nenek-nenek – mereka juga bisa menjadi korban pemerkosaan.
St : Dengan kata lain semua orang bisa menjadi korban pemerkosaan ?
SK : Tepat! Khususnya perempuan ya. Masyarakat Indonesia, Asia, ataupun dunia pada umumnya memandang wanita pada derajat atau hierarki yang lebih rendah dan mudah terjadi proses penindasan, pengabaian hak, ataupun pemaksaan-pemaksaan termasuk pemaksaan seksual. Ini yang memprihatinkan. Tidak memandang soal penampilan, "Oh, ini karena wanita itu pakai baju terlalu minim ! Dandanannya terlalu menor. Suku tertentu. Ras tertentu." Tidak! Bahkan wanita berhijab pun ada yang menjadi korban pemerkosaan. "Yang berpendidikan tinggi tidak mengalami pemerkosaan, hanya yang berpendidikan rendah." Tidak juga. Yang berpendidikan tinggi juga mengalami. Pemerkosaan juga tidak mengenal batasan, kaya atau miskin juga bisa menjadi korban pemerkosaan.
St : Kalau begitu apakah pelaku pemerkosaan ini adalah orang-orang yang bisa dibilang sakit jiwa, Pak ?
SK : Sayangnya tidak hanya sebatas itu, Bu Stella. Fakta membuktikan bahwa pelakunya banyak juga adalah laki-laki yang normal, bisa berfungsi, bekerja, bisa tampil baik - termasuk sebagai rohaniwan, status ekonominya baik, usianya matang. Jadi, pelakunya tidak bisa kita kategorikan dengan jenis tingkat tertentu seperti status kesehatan fisik, kesehatan jiwa, atau status sosial ekonomi dan pendidikannya, tidak bisa dibatasi. Semua bisa menjadi pelaku.
St : Kalau begitu apakah pemerkosaan ini ada jenis-jenisnya, Pak ?
SK : Ada. Lebih dulu saya simpulkan, dengan memahami realitas tadi yaitu pemerkosaan itu bisa terjadi pada siapa saja, bisa dilakukan oleh siapa saja, dan bisa terjadi dimana saja. Bukannya ini agar kita paranoid yang curiga tanpa alasan ya, tapi maksudnya agar kita patut waspada. Waspada terhadap diri sebagai calon korban atau waspada terhadap diri sebagai pelaku. Jangan merasa, "Oh, tidak mungkin saya jadi korban. Tidak mungkin saya jadi pelaku!" Oh, tidak sesederhana itu. Setiap orang berpotensi menjadi korban dan menjadi pelaku. Jadi, kita perlu mengenali dan waspada. Kembali pada pertanyaan Bu Stella mengenai jenis pemerkosaan, yang pertama bisa kita lihat berdasarkan jenis pelakunya.
St : Maksudnya siapa saja pelaku pemerkosaan itu ?
SK : Betul. Pelakunya bisa jadi orang yang sudah dikenal, anggota keluarga, teman atau kenalan dari keluarga, guru, rohaniwan, termasuk ayah kandung, ayah tiri, paman, saudara sepupu, semua itu bisa menjadi pelaku dari antara orang-orang yang sudah dikenal.
St : Tadi Bapak sempat menyebutkan pemerkosaan oleh pacar. Maksudnya bagaimana ?
SK : Ya. Pelaku adalah orang yang dikenal, di antaranya oleh pacar atau kekasih. Makanya muncul istilah pemerkosaan dalam berpacaran (date rape) – pemerkosaan yang terjadi saat kencan. Umumnya diawali dengan pergi bersama, situasi yang biasa lalu mulai bercumbu rayu sampai akhirnya mencapai rangsangan tertinggi sehingga si pria memaksa melakukan hubungan seksual - penetrasi penis masuk vagina. Sekalipun si perempuan menolaknya, tetapi karena si pria sudah begitu terangsang sehingga akhirnya memaksakan terjadi penetrasi itu. Terjadilah pemaksaan hubungan seksual atau pemerkosaan dalam kondisi berpacaran.
St : Misalnya berpacaran bisa seperti itu, apakah dalam pernikahan juga bisa begitu, Pak ?
SK : Iya. Rupanya pernikahan tidak bersih dari kasus pemerkosaan ya. Suami memperkosa istri rupanya ada pasal hukumnya. Seringkali di masa lalu istri lapor ke kantor polisi, "Pak, saya diperkosa!" "Siapa pelakunya, Bu ?" "Suami saya, Pak." Dia ditertawakan, "Hahahaha! Kok suami ? Ya biasa! Laki-laki ya seperti itu. Dilayani saja kok mengatakan diperkosa." Ternyata tidak begitu. Hubungan seksual tanpa kesukarelaan, persetujuan sukarela, termasuk pemerkosaan. Jadi, pemerkosaan dalam perkawinan pun bisa terjadi ketika hubungan seksual terhadap istri tidak dikehendaki atau tidak ada persetujuan sukarela.
St : Kalau dari tadi yang kita bicarakan pelakunya adalah orang yang dikenal, baik itu keluarga, kenalan, termasuk pacar atau suami, apakah ada juga pemerkosaan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal ?
SK : Ya. Bisa juga dilakukan oleh orang asing yang seringkali didahului atau diikuti oleh tindak kejahatan lain, Bu Stella. Perampokan, pencurian, penganiayaan, pembunuhan.
St : Jadi, pelakunya bisa orang yang dikenal bisa juga orang asing ?
SK : Tepat.
St : Selain menurut pelakunya, ada jenis pemerkosaan apa lagi ?
Sk : Kedua, jenis pemerkosaan bisa dilihat dari jalan masuk atau proses yang mendahuluinya. Yang pertama, pemerkosaan didahului oleh janji-janji. "Nanti kamu akan kunikahi. Tidak apa-apa kita berpacaran dan berhubungan seksual, toh kamu akan kunikahi". Atau, "Nanti kamu akan saya beri pekerjaan. Saya akan bayar. Saya akan penuhi permintaanmu. Tapi ada timbal baliknya lah, ayo berhubungan seksual dengan saya." Nah, pemerkosaan diawali dengan janji-janji, yang sebagian janji-janji palsu yang tidak ditepati.
St : Adakah yang seperti ancaman, Pak ?
SK : Ya. Banyak kita baca di media dia diancam, "Kalau kamu tidak mau, nanti kamu tidak lulus ya!", "Kalau kamu tidak mau, kamu saya kutuk ! Kamu akan mengalami musibah !", atau misalnya pimpinan sekolah, "Kalau kamu tidak mau, saya akan hentikan dukungan finansialmu! Pilih mana ? Saya akan keluarkan anakmu dari sekolah ini" atau, "Saya akan siarkan rahasiamu kalau kamu tidak mau!" Dari ancaman halus sampai yang kasar.
St : Selain janji ada ancaman, apakah ada yang lain kalau menurut prosesnya ?
SK : Juga bisa lewat paksaan fisik, ancaman senjata, kekuatan fisik atau pemerkosaan dengan melumpuhkan terlebih dahulu menggunakan obat bius, obat perangsang, kuasa gelap atau guna-guna, atau menggunakan hipnosis.
St : Seperti yang kita saksikan di film-film lebih pada paksaan fisik dan melumpuhkan ya, Pak ?
SK : Ya. Bisa demikian.
St : Tapi kalau saya tidak salah, kebanyakan kasus pemerkosaan tidak dilaporkan kepada pihak berwajib atau kepada orang-orang yang bisa menegakkan hukum ?
SK : Betul. Ini yang memprihatinkan. Tapi memang beralasan, karena takut makin malu. Sudah jatuh ditimpa tangga. Lapor kepada pihak keluarga, kepada pihak lain apalagi kepolisian, ya kalau ditolong, kalau semakin dipersalahkan atau disiarkan bagaimana ? Dia makin malu. Bagaimana kalau lapor, pelakunya diciduk polisi, tapi nanti dia membalas dengan kekuatan ekonomi atau kekuasaannya ? Memang tidak mudah sehingga jauh lebih banyak kasus dimana korban pemerkosaan tutup mulut, Bu Stella.
St : Kalau menurut Pak Sindu apa yang patut dilakukan ketika mengalami pemerkosaan ?
SK : Mengatakan ini bukan karena berharap ya, tapi kita mengantisipasi. Kalau sampai kita mengalami musibah pemerkosaan, yang pertama kali harus kita lakukan adalah pergi ke Rumah Sakit atau ke puskesmas terdekat. Tujuannya adalah agar dokter memeriksa secara keseluruhan, termasuk dampak atau sisa-sisa yang muncul – misalnya cairan sperma, specimen cairan dalam tubuh, atau hal-hal lain – supaya dokter bisa membuat surat keterangan visum. Ini untuk menolong kalau nanti kita maju ke penegak hukum. Jadi, ada yang namanya visum, pembuktian secara medis. Ini penting. Kebanyakan secara alami begitu ditinggal pelakunya, korban pemerkosaan merasa jijik atau hina. Sehingga apa yang dilakukan ? Mandi, cuci badan, membuang pakaian yang robek dan barang-barang yang bisa menjadi barang bukti. Ini sebuah kekeliruan. Sekalipun dimaklumi, tapi justru denagn pengungkapan hal ini akan menolong kalau seseorang menjadi korban pemerkosaan sebaiknya jangan membuang barang bukti ini, tapi disimpan dan kita jalani pemeriksaan kesehatan. Dari rumah sakit atau dokter akan memberikan antibiotik untuk mencegah penularan penyakit seksual, termasuk pemberian obat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
St : Jadi, hal pertama yang patut dilakukan adalah segera ke Rumah Sakit. Yang kedua, Bapak bilang tentang menyimpan barang bukti ya ?
SK : Ya. Barang bukti ini penting karena sperma hanya hidup 2 x 24 jam. Jadi, ini penting untuk diperiksa dokter. Barang bukti termasuk sperma yang tertinggal pada tubuh termasuk pakaian atau benda-benda lain dari diri kita atau dari pelaku. Yang ketiga yang perlu dilakukan bila mengalami pemerkosaan adalah kita perlu menjalani proses konseling mendalam, terapi psikis oleh orang yang memang professional – baik itu psikiater, terutama psikolog dan konselor. Ini untuk menolong proses terapi jiwa kita yang sudah terkoyak begitu mendalam.
St : Kalau kita datang ke psikolog atau konselor yang professional, kerahasiaan kita pasti terjamin ya ?
SK : Betul. Kalau terbukti setelah pemerkosaan itu kita mengalami kehamilan, inilah titik yang tidak mudah. Tapi dengan didampingi oleh psikolog, konselor termasuk hamba Tuhan, orang-orang terdekat yang bisa dipercayai, kita sebagai korban perlu mendoakan, memertimbangkan apakah kehamilan itu akan dijalani sampai kepada kelahiran sang bayi ataukah dengan amat sangat terpaksa karena ketidaksiapan diri dalam segala pertimbangan akhirnya melakukan upaya aborsi. Upaya ini tidak mudah tetapi keputusan itu perlu dibuat. Dalam hal ini memang jauh lebih baik untuk menyelamatkan kehamilan, tetapi ini sangat berpulang kembali kepada kesiapan atau kesediaan sang calon ibu. Makanya perlu rekanan baik dari keluarga terdekat, hamba Tuhan, konselor atau psikolog untuk menolong proses pengambilan keputusan ini.
St : Misalnya kita atau teman kita mengalami pemerkosaan sebaiknya jangan mengisolasi diri ya, tetapi menceritakan hal tersebut kepada keluarga dan konselor ?
SK : Betul. Ceritakan kepada keluarga, teman, sahabat yang bisa kita percayai dan bersedia untuk merahasiakannya. Itu menolong kita. yang juga penting, perlu dipertimbangkan sejauh mana akan meneruskan ke level hukum. Melaporkan ke pihak kepolisian. Dalam hal ini kalau kita lapor ke kepolisian sebaiknya tidak sendirian. Mintalah pendampingan dari konselor, psikolog, hamba Tuhan, atau akan lebih baik lagi kalau ada orang yang mengerti hukum seperti pengacara. Bila kita tidak memunyai dana untuk menyewa jasa pengacara, kita bisa ke Lembaga Bantuan Hukum, LSM-LSM anak dan perempuan, atau yang biasanya ada di layanan perguruan tinggi di fakultas hukum. Karena proses hukum di Indonesia itu tidak mudah, malah bisa merugikan korban pemerkosaan karena pertanyaan dan perlakuan yang kurang tepat. Kalau ada pendampingan oleh orang yang tepat maka proses di kepolisian tidak akan terlalu menekan kita sebagai korban.
St : Pak Sindu, kalau sampai terjadi pemerkosaan bukankah itu seperti ada sesuatu yang paling berharga pada perempuan yang dirampas begitu saja ? Hidup seperti tidak ada gunanya lagi, hidup sudah berakhir, mungkin juga ada pikiran bunuh diri. Bagaimana realitas tentang hal ini, Pak ?
SK : Realitasnya adalah kehormatan itu memang penting, termasuk kehormatan secara seksual. Ketika mengalami pemerkosaan, berarti kita mengalami penghinaan yang begitu dalam. Namun fakta di dalam Kristus, dari sudut pandang kekekalan kita melihat hidup bukan hanya soal itu. Ada hal yang bernilai. Orang bisa merebut kehormatan kita sebagai perempuan atau laki-laki yang diperkosa tetapi dia tidak bisa merebut status kita sebagai anak Allah, kehormatan kita sebagai anak-anak Allah. Inilah yang menjadi alasan pokok bahwa hidup belum berakhir. Masih banyak hal yang patut kita hidupi dan jalani untuk membuat hidup bermakna dan kita pertanggungjawabkan pada Tuhan pemberi hidup.
St : Bagaimana cara menghindari terjadinya pemerkosaan ?
Sk : Yang pertama, kita perlu peka terhadap batasan-batasan fisik dan seksual. Peka dan sekaligus tegas. Kenapa orang ini terlalu dekat padahal hubungan kita tidak terlalu dekat, maka kita mundur atau, "Maaf ya, dudukmu terlalu dekat." Tegas. Termasuk terhadap pacar! "Kok pacarannya sudah menyentuh ke organ tubuh yang sensitif ? Saya tidak mau !" Peka dan tegas! Bahkan kalau berpacaran, saya usul harus ada kesepakatan sebelum pacaran dimulai. Hari pertama jadian, bahas dulu batasan fisik dalam berpacaran. Apakah boleh berciuman, bercumbu, berhubungan seks atau tidak ? Dari awal sudah disepakati batasan jelas sehingga kita tegas ketika bentuk-bentuk intervensi seksual terjadi melampaui kesepakatan.
St : Tapi sebagai perempuan kadang sudah merasa, Pak. Misalnya tidak nyaman berada di tempat itu dan biasanya langsung rasionalisasi, "Oh, tidak apa-apa kok."
SK : Kondisi itu memang ambigu ya. Ada rasa sungkan, rasa bersalah, kita mencoba berpikir positif. Kebenarannya adalah dengarlah dan percayalah pada perasaan tidak nyaman yang muncul dalam hati kecil kita. Kalau tidak nyaman, percayai itu, lakukan tindakan menegakkan batasan secara tegas. Baik terhadap orang yang sudah dikenal, yang baru dikenal, ataupun yang belum dikenal. Berani memberi batasan.
St : Jadi, perlu juga untuk lari dari bahaya yang sudah kita rasakan sebelumnya.
SK : Betul. Menghindari sedini mungkin. Kita perlu menolak dan membatasi diri untuk tidak menumpang kendaraan dari orang yang baru kita kenal, apalagi yang belum dikenal. jangan mudah menumpang kendaraan. Kalaupun kita menumpang kendaraan orang yang sudah dikenal, kenalilah tempat tujuannya kemana, rutenya seperti apa kita kenali. Jadi, ini bagian dari tindakan pencegahan ya. Sekali lagi bukannya kita serba curiga tanpa alasan, tapi bagian dari upaya pencegahan.
St : Mungkin kita juga perlu punya ilmu beladiri untuk mencegah niat jahat orang ?
SK : Bisa. Belajar beladiri untuk sebatas pertahanan diri ya. Kalaupun kita tidak belajar beladiri pun, poinnya adalah kalau memang kita sudah tegas dan dia tetap memaksa, apapun kita bisa lakukan. Dengan tangan, kaki, dengan benda-benda sekitar kita, lawanlah, teriak sekeras mungkin, lari sekencang mungkin cari pertolongan. Upaya-upaya itu akan menyelamatkan kita, sekalipun yang dihadapi mungkin ayah kandung, ayah tiri, kakek, pacar, teman, guru, bahkan suami, siapapun, kita perlu tegas melindungi diri, menolak hal-hal yang memaksa dan mengandung ancaman pemaksaan hubungan seksual.
St : Kalau begitu sebenarnya peran gereja juga penting untuk mengedukasi seksualitas yang kudus ?
SK : Ya. Gereja perlu mengedukasi umat dan jemaatnya pemahaman tentang seksualitas, fenomena kekerasan, termasuk ancaman-ancaman pemerkosaan.
St : Pak Sindu, adakah ayat firman Tuhan yang meneguhkan kita ?
SK : Saya bacakan dari Roma 8:38 dan 39, "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Firman Tuhan ini meneguhkan kita bahwa sekalipun ada ancaman, bayang-bayang dan bahaya pemerkosaan, satu hal yang pasti Allah ada bersama kita, kasih-Nya nyata apapun yang kita hadapi, mengancam ataupun membahayakan kita. Inilah identitas rasa aman sejati yang perlu kita pegang terus menerus menghadapi berbagai tantangan, tentangan, dan bahaya.
St : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami dan Mencegah Pemerkosaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.