Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Gaya Hidup yang dikuasai Target". Perbincangan ini tentu akan memakan waktu sekitar 30 menit dan kami mengharap Anda bisa mengikutinya dengan saksama. Maka dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, banyak orang mengeluh akhir-akhir ini yang sakit jantung, yang tekanan darah tinggi dan sebagainya. Yang dikeluhkan adalah dia merasa tertekan karena oleh atasannya itu ditentukan suatu target, suatu batas waktu di mana dia harus mencapainya atau harus menyelesaikan tugas. Nah pola seperti itu Pak Paul, pola ditetapkan suatu target tertentu itu kadang-kadang memang menolong, memotivasi seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Tetapi di lain pihak itu tadi menimbulkan sakit penyakit yang akhir-akhir ini makin banyak saja. Sebenarnya bagaimana itu Pak Paul?
PG : Pak Gunawan, saya kira mulai dari tahun 80-an, mulailah suatu trend atau gaya hidup yang sangat dipengaruhi oleh konsep produksi yaitu produktif. Bukankah dalam setiap perusahaan ada suatupengharapan bahwa karyawan itu akan produktif, jadi yang diutamakan adalah menghasilkan sebanyak-banyaknya dengan waktu sedikit mungkin supaya hasilnya optimal.
Nah akhirnya berangkat dari pemikiran seperti itu yaitu menghasilkan produk masuk ke dalam benak orang secara umum, sehingga rata-rata sekarang para pekerja juga mempunyai konsep pikir seperti itu. Kalau sebelumnya pabrik yang harus produktif menghasilkan banyak produk, sekarang pindah ke dalam diri manusia, bahwa saya yang harus produktif menghasilkan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Jadi dengan kata lain, pola pikir ini memang akhirnya merasuki atau mempengaruhi pola pikir manusia secara umum. Bukan saja di sini negara kita tapi saya kira di negara-negara yang lain juga.
GS : Tapi Pak Paul, pola seperti itu sebenarnya sudah mereka kenal sejak di bangku sekolah dengan target-target tertentu bahkan mungkin di dalam keluarga, ibunya atau ayahnya juga menargetkan "kamu harus dapat nilai sekian, kamu harus selesai pada tahun sekian dan sebagainya", semacam itu Pak Paul?
PG : Betul, jadi benih-benihnya saya kira sudah mulai ditanamkan sejak dari bangku sekolah dan juga dari orang tua di rumah. Namun yang berbeda adalah skala dan penghargaannya masih jauh lebih ecil.
Kalau kita misalkan di sekolah mendapat nilai yang baik, imbalannya adalah nilai yang baik itu sendiri, sedangkan kalau kita sudah bekerja kita berhasil misalnya menjual sesuai target, kita akan dipilih misalnya menjadi 'employee of the month' ya pekerja teladan dan kita diberikan bonus bisa pergi ke mana belum lagi nanti kedudukan kita akan dipromosikan, jadi skala imbalan itu jauh lebih besar jauh lebih gegap gempita. Akibatnya orang juga makin lebih terdorong, nah ada satu istilah yang populer akhir-akhir ini yaitu gaya hidup 'driven'. Driven itu dikemudikan, jadi tadi Pak Gunawan menerjemahkannya gaya hidup orang yang dikejar-kejar target, sangat dikuasai oleh target. Bukan saja pabrik yang harus memenuhi target, manusianya sekarang juga harus memenuhi target.
(1) ET : Mungkin sebagian pendengar ada yang bertanya-tanya juga Pak Paul, apakah itu salah? Karena sepertinya orang mengkontraskan hal ini memang hidup itu harusnya begitu, karena kalau tidak esannya malas.
Tidak produktif itu kaitannya dengan kemalasan, jadi orang merasa memang inilah yang seharusnya dia lakukan itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Saya sedikit mundur ke belakang, dulupun misalnya 30 tahun ke belakang, orang pun banyak yang bekerja, kita tahu yang ada membuka toko dari pagi sampai malam. Namun kalau kita perhatikan 3 tahun ke atas itu 30 tahun ke belakang, maksud saya itu orang tidak terlalu dikejar-kejar oleh target, mereka memang giat bekerja artinya kerja sebisanya namun targetnya hanyalah kerja, tidak ada target-target dalam bentuk numerik, dalam bentuk matematis.
Saya akan ekspansi ke sini, saya akan tambah lagi usaha saya, saya akan kembangkan ini, sedikit sekali yang mempunyai pemikiran seperti itu. Saya kira 20 tahun terakhir inilah konsep produktifitas itu lebih digalakkan, sangat digalakkan dan mulai mengena pada manusianya sendiri sehingga pikiran-pikiran bahwa saya harus lebih lagi, saya tahun depan harus begini, saya 2 minggu lagi harus begini, saya 2 tahun lagi harus begini juga mulai lebih banyak mempengaruhi pola pikir kita. Karena di dalam pekerjaan itulah yang mereka terima, dan pada diri merekalah sekarang mereka terapkan standar yang sama. Seolah-olah memang tidak ada salahnya Bu Esther, karena terbiasa sekali sebab di tempat pekerjaan itulah yang dilakukan, jadi mereka terapkan standar yang sama pada diri mereka seolah-olah sinkron saja semuanya. Kenapa saya mau membawakan masalah ini ke permukaan, karena dampaknya yang akan menggerogoti orang, belum lagi nanti kita akan bicarakan dampaknya pada keluarga. Tapi pada orang itu sendiri memang dia akan menemukan sukacita waktu dia berhasil mencapai target, dia naik lagi, dia naik lagi, dia naik lagi. Tapi apakah arti hidupnya, apakah hidupnya hanyalah memenuhi target-target itu dan itulah yang membuat dia bahagia dan apakah itu hidup, nah ini yang ingin saya pertanyakan. Yang saya harapkan adalah hal-hal yang kita bicarakan bisa mulai menggelitik sebagian pendengar kita dan mulai memikir ulang apakah tujuan hidup mereka, apakah inilah yang membuat mereka hadir di dunia, apakah mereka mesin, apakah diri mereka pabrik, itu yang harus mereka tanyakan, apakah mereka manusia, atau mereka benda atau pabrik yang bisa dimanipulasi dan dioptimalkan terus-menerus.
ET : Tapi ini rasanya memang satu pilihan yang sulit, karena saya melihat beberapa teman-teman di Jakarta khususnya yang memang terjepit. Di satu sisi mereka kadang-kadang juga mempertanyakan auh hidup ini sperti begini, tetapi di sisi lain kembali lagi masalah uang rasanya semakin produktif seorang karyawan peluangnya semakin besar buat dia dipromosikan dan membuat dia mendapatkan gaji yang lebih besar.
Jadinya antara menyadari hal ini sama juga tidak mau melepaskan peluang-peluang yang di depan itu, jadi selalu mengeluh tetapi juga tidak bisa lepas, mengeluh tapi tidak bisa lepas itu yang saya lihat, Pak Paul.
PG : Ya pilihan yang memang sangat berat, nah saya juga mau memaklumi ada sebagian orang yang terpaksa tidak mempunyai pilihan. Misalkan suatu kali saya lagi menunggu mobil dibetulkan di Jakart, saya bercakap-cakap dengan seorang sopir yang rumahnya di Bogor.
Pagi-pagi jam 04.00 dia pasti berangkat sehingga bisa tiba di Jakarta jam 06.00-an kalau tidak salah, karena dia harus naik kereta api. Sudah begitu saya tanya pulang jam berapa, pulangnya itu dari Jakartanya saja sudah malam, dia bilang jam 08.00 atau jam 09.00, jadi sampai di Bogor itu berarti sudah tengah malam. Dan pagi-pagi jam 04.00, jam 05.00 pagi dia harus berangkat lagi. Dan dia lakukan itu bukannya 5 hari seminggu, 7 hari seminggu, sebab dia bilang dia harus kerja hari Minggu juga. Nah kita langsung bertanya siapa yang menggunakan dia sampai seperti itu, ya majikannya yang bekerja seperti itu. Majikannya pagi sampai malam baru pulang jadi dia harus bekerja seperti itu pula. Malangnya dia bukan orang Jakarta dan tinggal di Bogor. Nah ada orang-orang yang tidak punya pilihan dan saya memang simpati dengan mereka, kasihan sekali, namun juga ada orang-orang yang punya pilihan. Ada orang-orang yang punya pilihan untuk melepaskan dan berkorban demi sesuatu yang lebih penting. Sudah tentu akan ada orang yang kehilangan kesempatan untuk dipromosikan karena dia tidak rela bekerja sampai jam 09.00, jam 10.00 malam. Dia akan kehilangan kesempatan mendapatkan gaji yang lebih besar, betul sekali. Tapi sekali lagi orang-orang ini harus bertanya apakah tujuan hidupnya, apakah dia mau menjadikan dirinya sebagai mesin. Apakah kebahagiaan-kebahagiaan mendapatkan uang dan kedudukan ialah yang dia cari di dalam hidup ini, apakah itu hidup, nah saya kira hanya orang-orang tersebut yang bisa menjawabnya dengan jujur, apakah dia sungguh-sungguh menikmati. Saya takutnya mereka sendiri pun sebetulnya melihat diri mereka sebagai mesin yang dipakai orang, dipakai perusahaan, mereka hanya berguna kalau produktif, sekali lagi konsep produktif di sini. Mereka tidak lagi produktif, mereka tidak ada lagi gunanya berarti harga diri mereka didefinisikan oleh itu saja, produktifitas.
GS : Memang kalau kita melihat kenyataan itu, itu adalah suatu persaingan Pak Paul. Kalau tadi Pak Paul katakan mungkin 30 tahun yang lalu tidak seperti itu karena persaingannya tidak seketat sekarang. Jadi bukan cuma tidak bisa dipromosikan mungkin dia tersingkir, kehilangan pekerjaannya karena itu. Jadi memang tadi Bu Esther katakan, serba sulit kadang-kadang Pak Paul, orang terkondisi untuk harus ditentukan dengan target-target.
PG : Betul, jadi pilihan itu selalu sulit. Kita ini bicara secara realistik, tidak mau memudahkan masalah dan perlu pengorbanan kadang-kadang untuk menolak ajakan teman, menolak ajakan bos dan erlu hikmat.
Tidak selalu kita berhasil, adakalanya terpaksa kita pergi juga, kita kerjakan juga tugas kita sampai malam dan sebagainya. Jadi memang tidak selalu hitam putih, saya kira ini harus kita pahami namun sebisanya kitanya sendiri yang terlibat sadar bahwa kalaupun saya keluar malam, kalaupun saya harus bekerja ekstra ini bukanlah tujuan saya, saya hanya lakukan karena terpaksa, kalau tidak saya tidak akan lakukan begitu.
GS : Apakah gejala seperti itu bukan hanya di dunia bisnis, juga di dalam hal-hal orang yang mengatakan ini pekerjaan rohani? Apakah Pak Paul melihat hal yang sama?
PG : Sama betul sekali pengamatan Pak Gunawan, makanya ada contoh gereja yang menargetkan jumlah anggota, nah saya kira maksudnya baik supaya para hamba Tuhan itu rajin tidak malas-malasan OK! da target untuk lebih memotivasi orang untuk bekerja keras.
Tapi bukankah itu urusan Tuhan dalam hal datangnya orang kepada Tuhan, tugas kita adalah mengerjakan jangan sampai kita melalaikan kewajiban. Tapi itu urusan Tuhan nantinya menambahkan atau tidak orang-orang yang datang kepada Dia. Jadi betul Pak Gunawan ini juga sudah mulai merasuki dunia Kristen.
ET : Dan juga mungkin itu untuk hamba Tuhannya, tapi untuk orang-orang yang mengatakan terlibat dalam pelayanan rasanya ukuran produktifitas ini mulai merasuki juga. Lebih banyak pelayanan yangsaya lakukan seolah-olah lebih diterima oleh Tuhan, begitu.
PG : Tepat sekali, saya pernah berbicara dengan seorang hamba Tuhan dan menanyakan mengapa begitu banyak program di gereja. Kapan orang-orang ini bisa ada waktu di rumah karena banyak program d gereja, nah hamba Tuhan ini berkata kalau kami tidak membuat banyak program, majelis akan mengeluh, malas kalian ini tidak banyak kerja.
Memang ini sudah menjadi suatu lingkaran setan, yang dari luar itu masuk ke dalam gereja. Nah bahayanya adalah begini ya, Pak Gunawan dan Ibu Esther, akhirnya kita ini terlibat dalam hidup yang diisi oleh target menjadi orang-orang yang susah beristirahat, susah kendur. Mungkin pernah Bu Esther sama Pak Gunawan, merasakan sudah capek karena banyak kesibukan mau istirahat, mau bisa rileks, mau bisa tidur tidak bisa tidur, karena tubuh itu seperti mesin yang masih panas begitu. Waktu kita matikan perlu waktu lama sekali untuk mendinginkan kembali mesin kita itu, nah bayangkan kalau kita lakukan terus-menerus minggu demi minggu, demi minggu, demi minggu nah akhirnya apa yang terjadi kita sangat susah beristirahat, justru waktu pingin diam beristirahat tidak bisa, akhirnya apa yang kita lakukan kerja lagi, kerja lagi. Nah tubuh kita beradaptasi itu artinya, tubuh kita beradaptasi dengan jadwal dan aktifitas tersebut seperti candu, seperti kita ini menyuntikkan heroin atau menghisap sabu-sabu, artinya kalau kita tidak terlibat dalam aktifitas yang seperti mesin itu justru tubuh kita merasa tidak enak. Kalau tidak keluar malam tidak capek, tidak repot, jadi tidak enak tubuh ini. Justru akhirnya kita mendapatkan kesenangan dari pekerjaan-pekerjaan dan kesibukan-kesibukan itu. Nah ini yang menjadi bahaya karena apa jadinya istirahat kita.
ET : Makanya mungkin ada ungkapan tidak kerja malah sakit.
PG : Tepat, tidak kerja malah sakit, sebab tubuh ini menjadi tidak enak. Nah itu yang terjadi sebetulnya, tubuh kita akhirnya beradaptasi dengan ritme kerja yang seperti itu, yang dikuasai, yan dikejar-kejar oleh target terus-menerus.
(2) GS : Jadi mungkin yang sulit itu adalah menetapkan target supaya kita jangan sampai kecanduan kerja ini. Bagaimana Pak Paul kita mengukurnya, bahwa target ini mampu memotivasi kita untuk produktif, tetapi tidak menjadi candu buat kita?
PG : Sekali lagi awalnya adalah kita harus jelas dengan apa isi prioritas hidup kita ini, apa yang ingin kita cari dalam hidup. Nah saya suka katakan ada 3 pertanyaan yang harus kita jawab dengn baik dalam hidup ini, yang pertama adalah siapakah yang kita sembah dalam hidup ini, harus jelas siapa yang kita sembah.
Kita menyembah Tuhankah, kita menyembah manusiakah, kita menyembah uangkah, kita menyembah pekerjaan kitakah, nah saya berharap kita semua menyembah Tuhan kita Yesus Kristus. Yang kedua, kita juga bertanya bagaimanakah kita hidup, ini penting sekali kita jawab, mau hidup kita seperti mesinkah, mau memanipulasi orangkah, mau tinju-tinju orang supaya mendapat yang kita inginkan, mau menipu orang atau kita mau hidup jujur, kita mau hidup seperti yang Tuhan mau kehendaki. Dan yang terakhir dengan siapakah kita hidup maksudnya dengan istri atau suami kita, kalau keliru memilih kehidupan kita akan merana seumur hidup. Nah jadi prioritaskanlah hidup itu dengan lebih sederhana, apa tujuannya kita hidup ini, kenapa kita ada di sini, siapa yang kita sembah dalam hidup ini, masih adakah yang kita sembah dalam hidup ini, nah itu perlu kita tanyakan dan itu akan menolong kita memprioritaskan hidup. Buat saya misalnya dengan siapakah saya hidup ini sangat penting juga, saya hidup dengan istri saya dengan anak-anak saya, dan saya menikmati mereka, sebab saya tahu mereka memberikan saya banyak sukacita dalam hidup ini. Yang membuat saya sukacita bukannya pekerjaan saya di luar, saya seorang konselor, saya senang bisa menolong orang dalam konseling tapi yang membawa sukacita saya terdalam adalah bersama dengan keluarga saya, jadi itu yang akhirnya akan saya prioritaskan dalam hidup ini. Kalau saya terlalu capek di luar saya akan merugikan keluarga saya, nah jadi akhirnya saya menjaga di situ juga. Dan Tuhan menghendaki kita mempunyai kehidupan yang berimbang, kita tidak mungkin menyenangkan hati Tuhan kalau hidup kita seperti itu. Kita akhirnya tidak akan ada waktu untuk Tuhan dan Tuhan sudah bicara jelas yang Dia senangi dari kita bukannya korban bakaran tapi hati, hati yang taat mau mendengarkan Dia, itu yang Dia lebih minta dari kita.
ET : Mungkin saya jadi teringat tentang Marta dan Maria tentang memilih yang terbaik di dalam kehidupan. Tapi rasanya memang kembali lagi ke implikasinya, penerapannya yang buat orang-orang munkin memang dibesarkan dengan filsafat hidup tidak ngoyo itu lebih mudah untuk bisa menerapkan hal ini, karena memang tidak terlalu banyak target.
Tetapi buat orang-orang yang memang dari kecil itu sudah dibesarkan di keluarga dengan target-target, rasanya memang harus memutuskan istilahnya mengendorkan. Saya rasa itu pilihan yang tidak mudah untuk mereka lakukan.
PG : Dan makin banyak kegiatan, Bu Esther, belum berarti makin efisien. Kita ambil contoh misalnya budaya Asia memang menekankan etos kerja yang terus dikuasai target-target, tapi kalau kita pehatikan di antara semua negara di dunia bukankah kita mengakui bahwa yang memimpin di depan itu negara Barat.
Dan kita tahu negara Barat itu negara yang paling menghargai liburan. Amerika kalau kita sudah bekerja sekitar 5 tahun, sebulan dikasih 3 minggu hari libur setelah lebih daripada berapa tahun lagi saya lupa, kita dapat sebulan hari libur, kebanyakan begitu di Amerika. Di Jerman saya diberitahu dalam setahun hari liburnya itu bisa 2, 3 bulan, lebih lama lagi, jadi saya akhirnya melihat mereka itu yang lebih banyak libur lebih efisien dan memimpin dunia ini. Kita yang lebih jarang libur kerjanya pagi sampai malam tetap di belakang, jadi saya makin melihat efisiensi itu tidak sama dengan target-target sebanyak-banyaknya. Banyak orang yang bisa mengerjakan dengan efesien, tapi menikmati hidup juga dengan lebih berimbang. Saya kebetulan dulu tinggal di Amerika, saya melihat etos kerja mereka sangat serius waktu bekerja, kerja; kerja, main; main begitu. Waktu kerja profesional sekali di sana tapi waktu harusnya pulang mereka pulang, sungguh-sungguh pulang dan tidak mau diganggu. Dan hari Sabtu, hari Minggu itu adalah hari keramat orang Amerika karena mereka ingin bisa pergi, mancing, ke pantai, olah raga, ke gunung, benar-benar menikmati. Jadi memisahkan dunia kerja dan dunia rekreasi, nah yang saya takuti kita-kita di sini ini mencampurkan keduanya rekreasi adalah kerja, kerja adalah rekreasi begitu. Nah saya takut akhirnya karena tubuh kita sudah beradaptasi dan kita tidak bisa lagi menikmati kehidupan di luar pekerjaan, akhirnya kita mengalami keletihan mental. Karena mesin itu dipakai terus-menerus tidak berhenti aus, lama-kelamaan waktu aus dia bukannya lagi berhenti diam, putus, patah, rusak, macet, nah pada saat itu apa yang terjadi? Orang kalau sudah mulai aus tidak lagi bisa menikmati hidup tapi terus terlibat dia harus kerja, kerja, kerja, lama-lama dia akan seperti daun kering yang butuh sekali hiburan tertentu, makanya ini berkaitan dengan tema kita yang sebelumnya. Makin banyak orang yang lari ke club-club malam untuk dihibur dan dihibur sebab hidup menjadi begitu tidak menyenangkan, menjenuhkan, perlu hiburan-hiburan terus-menerus. Dari situlah akhirnya muncul godaan-godaan dan karena kelegaan itu tidak lagi diperoleh dengan cara yang normal. Kelegaan itu harus diperoleh dengan cara-cara yang lebih tidak normal yaitu perselingkuhan karena seru, minum-minuman keras, pakai sabu-sabu atau berjudi. Jadi tingkat keseruan, ketegangan harus ditambah agar menambah derajat hiburannya itu. Kalau hiburannya bermain bersama anak-anak dengan keluarga, itu bukan hiburan buat mereka, nah kita melihat ini benar-benar makin merusakkan sistem kehidupan dan keluarga. Jadi saya benar-benar berharap kita berpikir baik-baik mengenai tingkah laku kita ini.
GS : Tapi ada juga yang mendapatkan ketenangan katakan itu ya, mereka mencarinya itu dalam bentuk-bentuk spiritual Pak Paul. Dalam meditasi, ya semacam itulah nah itu bagaimana Pak?
PG : Ya ada orang yang akhirnya lari ke situ, saya ini mempunyai pengamatan terhadap orang Amerika juga ya sebagian dari mereka. Saya bingung kenapa di antara mereka itu bisa masuk kelompok-kelmpok ajaran agama yang begitu menyesatkan mereka.
Yang kita pernah dengar sampai membunuh diri dan sebagainya. Karena memang haus rohani itu Pak Gunawan, kehidupan yang seperti ini kehidupan yang dikejar target, dikejar target, membuat mereka haus, benar-benar hampa hidup ini, jadi perlu variasi. Ada yang larinya ke variasinya itu ke hal-hal yang bersifat spiritual, nah kalau tidak hati-hati malahan disesatkan oleh orang, dimanfaatkan oleh orang lain, menjadi tidak benar lagi.
(3) GS : Jadi bagaimana Pak Paul, sebenarnya peran keluarga atau diri orang itu sendiri untuk secara bijaksana menetapkan targetnya?
PG : Saya akan meminta pada mereka-mereka ini yang terlibat dalam kehidupan yang dikejar target untuk duduk berdiam diri dengan tenang dan bertanya, untuk apakah saya ada di sini, untuk apakah aya ada di sini.
Berikutnya saya minta dia untuk bertanya nanti sebelum saya menutup mata, meninggalkan dunia ini, pikiran terakhir apakah yang saya akan bawa. Nah saya menduga dia tidak akan memikirkan harta sebelum dia menutup mata. Saya akan menduga dia akan memikirkan orang yang ada di sekitarnya, yang dekat dengannya, yang dicintainya dan mencintainya dan dia akan memikirkan Tuhan, karena itulah yang akan dia temui nanti setelah dia menyeberang. Nah jadi mulai dari sekarang tanyakan dulu pertanyaan itu untuk apakah saya ada di sini. Sebab kita tidak datang kebetulan, banyak orang yang ingin punya anak tidak bisa punya anak dan kita tahu dalam hubungan suami dan istri ada sekitar 100 juta sperma yang dikeluarkan dengan satu sel telur. Kenapa harus satu yang bertemu, kalau bukan Tuhan yang menentukan. Jadi kehadirannya itu dikehendaki Tuhan dan kalau Tuhan menciptakan dia untuk harus ada di sini sekarang ini, itu bukan karena Tuhan kebablasan atau kelepasan, ya nanti saya pikirkan untuk apa kamu di sini, tidak. Tuhan itu mempunyai rencana atas hidup kita, Tuhan mempunyai rencana dan tugas kitalah untuk mengetahui apa rencana Tuhan bagi hidup kita. Nah Tuhan jelas berkata kita diciptakan olehNya di sini untuk memuliakan Dia, mengenal Dia, mempunyai hubungan dengan Dia. Tuhan Yesus pernah ditanya apa hidup yang kekal itu? Dan Dia menjawab mengenal Tuhan, mengenal Allah Bapa itu adalah hidup yang kekal, nah itu yang kita bawa. Ini bukannya berarti orang tidak boleh hidup produktif, silakan sesuai dengan kemampuan. Tapi kalau sudah tidak berimbang lagi dan merugikan diri atau keluarga, itu pertanda harus berhenti, harus mengurangi karena ada yang lebih penting dari semuanya ini.
GS : Jadi firman Tuhan itulah yang akan memberikan tuntunan kepada kita semua khususnya di dalam menetapkan target, supaya kita jangan diperbudak oleh target-target itu. Nah dalam hal ini firman Tuhan apa yang Pak Paul ingin bacakan kepada kita?
PG : Saya akan bacakan Matius 6:19-21 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi, di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya tetapi kumpulanlah bagimu harta di sorga, di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Karena di mana hartamu berada di situ juga hatimu berada." Ini perkataan dari Tuhan kita Yesus Kristus di mana hartamu berada di situlah hatimu berada. Jadi kita harus tetapkan bahwa harta kita bukan yang ada di dunia ini, ini sementara, hanya sarana kita hidup dan Tuhan senang kita bisa hidup dengan bahagia. Tapi ini bukan dewa kita, harta kita yang harus kita kumpulkan adalah di sorga. Kita hidup hanya beberapa puluh tahun di dunia ini setelah itu akan lama di sorga nanti. Nah itu yang kita harus selalu targetkan, bukan yang di bawah ini yang menjadi target utama kita.
GS : Jadi terima kasih sekali, Pak Paul dan juga Ibu Esther, yang sudah mengisi perbincangan kita pada kali ini. Saudara-saudara pendengar demikianlah tadi, anda telah mendengarkan sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan juga Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Gaya Hidup yang dikuasai Target". Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.