Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kendala Berkomunikasi," kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, setiap hari kita melakukan yang namanya komunikasi berbicara dengan orang lain dan sebagainya, tetapi berdasarkan pengalaman saya di dalam hidup pernikahan ini kita lebih sulit berkomunikasi dengan partner kita dibandingkan mungkin waktu masih pacaran atau juga dengan orang-orang lain, itu sebenarnya kenapa Pak Paul?
PG : Memang kita ini sering kali mengidentikkan berbicara dengan berkomunikasi, pada halnya dua hal ini adalah dua hal yang berbeda Pak Gunawan. Kata komunikasi dalam bahasa Inggris berasal ari kata to communited, kata to communited berasal dari satu kata yang digunakan untuk kata komunitas, communion.
Jadi kalau kita mendengar kata komunitas, to communion, kita tahu artinya adalah bersekutu. Jadi kata komunikasi itu sendiri sesungguhnya mempunyai makna yang dalam yang mempunyai makna keakraban, di mana dua orang waktu berkomunikasi sebetulnya mereka itu sedang mendekatkan diri satu dengan yang lain. Jadi sekali lagi kita adalah orang-orang yang tidak terlatih untuk berkomunikasi, kita mungkin bisa berbicara dengan baik tapi belum tentu kita ini cakap berkomunikasi. Sejak kecil kita hanya belajar berbicara, kita mungkin sekali tidak pernah mendapatkan pelajaran bagaimanakah berkomunikasi dengan efektif, nah itu sebabnya dalam pernikahan salah satu kendala yang sering kali dihadapi oleh banyak pasangan adalah bagaimanakah berkomunikasi dengan efektif.
GS : Ya jadi di dalam pengertian komunikasi yang tadi Pak Paul sampaikan itu ada unsur mendengarkan begitu Pak Paul?
PG : Tepat sekali, jadi komunikasi bukan saja kita ini menyampaikan sesuatu, tapi bagaimanakah kita bisa mendengarkan sesuatu sehingga apa yang disampaikan oleh orang lain atau pasangan kitadapat kita terima dengan tepat pula.
Nah sekali lagi ini adalah sebuah seni, sebuah keterampilan. Nah kebanyakan kita menganggap remeh, menganggap saya bisa berbicara pasti saya bisa berkomunikasi, tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Komunikasi dapat kita ibaratkan seperti darah dalam tubuh kita, tanpa adanya darah kita akhirnya akan meninggal dunia karena tidak ada oksigen yang bisa disebarkan ke seluruh tubuh kita ini, komunikasi pun seperti itu. Tanpa komunikasi pernikahan itu pada akhirnya akan mati.
(1) GS : Pak Paul, di dalam hal komunikasi itu sering kali apa yang saya utarakan atau kadang-kadang juga istri saya mengutarakan sesuatu itu, kita menangkapnya bisa berbeda dengan apa yang dimaksudkan, sebenarnya itu penyebabnya apa Pak Paul?
PG : Ada banyak atau ada beberapa penyebabnya Pak Gunawan, nah yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah ada 3 saja Pak Gunawan, mengapa sampai terjadi masalah dalam berkomunikasi. Yan pertama adalah nada suara, jadi adakalanya kita ingin menyampaikan sesuatu namun nada suara kita itu tidaklah pas, tidaklah mendukung.
Atau kalau saya boleh ibaratkan kita ini hendak menyampaikan sesuatu dengan kemasan yang tidak cocok, sehingga waktu disampaikan kepada pasangan kita yang dilihatnya pertama-tama adalah kemasannya sebelum melihat apa isi bungkusan itu. Nah kalau kemasannya sudah tidak menyenangkan, tidak ada lagi keinginan untuk menyimak apa yang ada dalam kemasan itu atau mendengarkan apa yang disampaikan. Jadi salah satu kendala yang besar dalam berkomunikasi adalah nada suara, ini pernah juga disampaikan oleh Dr. James Dobson yang mengatakan bahwa kalau saja kita bisa mengontrol nada suara kita dengan tepat sehingga mendukung apa itu yang kita sampaikan sebetulnya kita bisa menghindarkan banyak pertengkaran.
GS : Ya sering kali juga ini Pak Paul, memang kita itu waktu mau ngomong itu sudah kesal dulu, sedang ada masalah di luar entah itu di kantor atau apa atau di jalan sehingga penyampaiannya berbeda, Pak Paul?
PG : Betul, jadi nada suara itu memang mencerminkan emosi kita tapi di pihak lain kita juga harus mengakui bahwa nada suara kadang-kadang tidak dengan tepat mencerminkan emosi kita. Maksud sya begini, bukankah adakalanya kita jengkel tapi sebetulnya tidaklah sejengkel itu.
Namun waktu kita menyampaikan sesuatu kepada pasangan kita, yang ditangkap oleh pasangan kita adalah suatu kejengkelan yang sangat besar nah akibatnya dia bereaksi langsung kepada emosi tersebut, emosi kejengkelan. Nah kita akhirnya marah karena kok baru saja kita menyampaikan hal itu dia bereaksi begitu keras terhadap kita. Sesungguhnya yang terjadi adalah pasangan kita bereaksi keras terhadap tafsirannya akan emosi kita yang dimunculkan oleh nada suara kita. Jadi sekali lagi saya mau ulang, nada suara memang mencerminkan emosi kita, tapi nada suara tidak selalu tepat mencerminkan intensitas emosi kita itu. Nah kalau tidak tepat dan ditangkap oleh pasangan kita itu yang sering kali menjadi masalah.
GS : Sudah begitu kadang-kadang kita itu masih menekankan lagi dengan bahasa tubuh kita, sehingga pengertiannya bisa lebih kabur lagi, Pak Paul?
PG : Betul, dengan bahasa tubuh misalnya wajah yang paling umum, kita menunjukkan tidak senang, kita menunjukkan marah, atau menunjukkan rasa hendak memutuskan percakapan, nah hal-hal itulahyang juga dilihat oleh pasangan kita.
Jadi intinya Pak Gunawan, kita mesti lebih menyadari nada suara kita, jangan sampai nada suara kita itu merusakkan hal yang ingin kita sampaikan kepada pasangan kita. Kebalikannya sama betulnya Pak Gunawan, misalnya kita ingin memberikan ketegasan bahwa kita tidak suka dengan yang dilakukan oleh pasangan kita. Namun kita tidak bisa mendukung perkataan kita itu dengan nada yang tepat, misalnya kita nadanya terlalu mengambang sehingga waktu pasangan kita menanggapi dengan ringan ya...ya...ya misalnya seperti itu dan kita jengkel luar biasa dan kita berkata kepada dia: "Kenapa kamu tidak menanggapi dengan serius yang saya katakan, bukankah engkau tahu hal ini sangat serius buatku?" Nah masalahnya adalah pasangan kita tidak tahu bahwa kita sedang benar-benar serius, dengan nada suara kita yang mengambang, yang ditangkap oleh pasangan kita adalah ini percakapan asal lewat. Jadi memang bisa ada dua sisi dalam hal ini, bisa kita ini dengan nada suara memperbesar yang seharusnya tidak besar atau dengan nada suara yang kurang tepat malah memperkecil yang seharusnya besar.
GS : Nah kalau kita sadari bahwa kita memang sedang tidak siap untuk menyampaikan berita atau perintah atau apapun juga tidak siap untuk berkomunikasi dengan partner kita, apakah sebaiknya kita tidak usah berbicara pada waktu itu, Pak Paul?
PG : Saya kira ada waktunya memang kita tidak berbicara untuk menyampaikan sesuatu itu, apalagi kalau kita tahu, apa yang kita sampaikan ini hanyalah akan memancing keributan yang terlalu bear yang kita tidak mau hadapi saat itu.
Atau kita melihat memang timingnya tidak cocok dia dalam mood yang tidak begitu baik, sehingga yang kita sampaikan hanyalah akan memancing kemarahan, sehingga bukannya berkomunikasi malahan hanyalah melampiaskan kemarahan-kemarahan. Jadi memang perlu sekali kita bersikap bijaksana, nah firman Tuhan di
Amsal 10:32 memberikan kita nasihat yang indah, "Bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan, tetapi mulut orang-orang fasik hanya tahu tipu muslihat." Kata bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan, yang menyenangkan itu dalam bahasa Inggrisnya ditulisnya 'what is fitting' artinya bibir orang benar tahu hal yang pas, tahu apa yang disampaikan dengan pas. Saya kira bukan saja perkataannya yang pas tapi juga nada suara kita, jadi samakanlah nada suara kita dengan emosi dan maksud hati kita agar kita ini bisa menyampaikan dengan tepat apa itu yang kita ingin sampaikan. Dan yang kedua adalah sebisanya kita mengurangi atau melembutkan nada suara kita agar berita yang kita ingin sampaikan lebih dapat diterima. Sebab pada dasarnya orang akan bereaksi dengan defensif, dengan marah terhadap emosi marah, nah waktu kita berhasil menyampaikan sesuatu dengan nada yang lembut meskipun isinya tidak enak dia dengar tapi reaksinya biasanya tidak akan sekeras itu.
GS : Selain kendala nada suara itu tadi Pak Paul yang tidak pas dengan isinya, apakah ada kendala yang lain?
PG : Yang kedua adalah ini Pak Gunawan, meng-iakan yang memang ya, meng-iakan yang memang ia. Nah ini hal yang mudah-mudah gampang karena kita ini cenderung lebih berkata tidak daripada berkta ya, berkata tidak dalam pengertian kita menyangkal atau menolak.
Kita ini lebih jauh mudah dah menolak atau menyangkal dari pada mengakui. Nah mengakui apa, sudah tentu mengakui yang memang benar, yang memang kita lakukan. Misalnya adakalanya pasangan kita menuduhkan hal-hal yang memang benar namun kita tidak suka mendengarnya. Nah yang kita lakukan adalah kita mencoba mengelak dengan cara mempersoalkan cara penyampaiannya atau misalnya kekurangtepatan kwantitas yang dituduhkannya. Saya akan jelaskan, cara penyampaiannya mungkin kurang tepat mungkin terlalu keras atau misalnya terlalu tergesa-gesa OK! Timingnya kurang pas OK! Namun kita harus mengakui kebenaran perkataannya kalau memang itu benar, meskipun kita tidak suka, kita terusik, kita hendak marah kembali tapi kalau memang itu benar ya benar. Misalnya kita memang terlambat, kita berjanji akan pulang jam 06.00 kita pulang jam 07.30, dan kita lalai menelepon nah pasangan kita marah ya kita akui, "maaf saya salah" nah meskipun dia marah atau kita tidak suka reaksinya, yang benar harus kita akui benar. Atau yang berikutnya tadi saya maksudkan kekurangtepatan kwantitas, artinya begini kadang-kadang misalnya dalam contoh tadi pasangan kita marah dan berkata: "Setiap kali engkau berjanji engkau selalu ingkar," nah kita langsung marah. "Bukankah saya pernah berjanji dan tidak saya ingkari," contohnya mana? Nah akhirnya yang kita ributkan soal kwantitasnya, kita mengerti bahwa yang ingin disampaikan oleh pasangan kita adalah kita itu tidak menepati janji, itu benar.
GS : Jadi dalam hal ini kita berada pada pihak yang mendengar Pak Paul, mendengar seseorang yang menyampaikan berita kepada kita, itu yang Pak Paul maksudkan untuk ini?
PG : Ya betul, jadi misalkan kita menyampaikan sesuatu dan disanggah olehnya, jangan buru-buru kita menyanggah balik, jangan buru-buru mengelak, akui yang memangbenar. Makanya saya katakan klau 'ia' ya 'ia', jangan kita akhirnya dari masalah pokok beranjak ke masalah pinggiran, masalah-masalah kecil lainnya dan mempeributkan hal-hal itu, nah itu akhirnya tidak produktif, menguras lebih banyak tenaga dan sudah pasti membuat pasangan kita frustrasi.
Akhirnya dia tidak bisa menyampaikan sesuatu itu kepada kita.
GS : Atau memang kita sudah mempersiapkan suatu jawaban Pak Paul, karena kita sudah tahu kalau kita berbicara ini pasti akan disanggah lalu kita sudah siapkan jawaban kita dan ini terjadi semacam perdebatan yang nantinya tidak ada ujung pangkalnya.
PG : Sering kali dalam perdebatan Pak Gunawan, tujuan akhirnya bukan lagi mencari kebenaran. Dalam perdebatan sering kali yang kita cari adalah kita diakui bahwa kita benar atau kita menang,jadi tidak lagi masalah kita ini dianggap caranya tepat atau tidak tepat tapi yang penting kita diakui kebenarannya.
Jadi memang perlulah berhati-hati dalam perdebatan seperti ini dan perlulah kita ini membuka telinga dengan baik serta mempunyai hati yang lapang, sehingga waktu pasangan kita berkata: Kamu 'kan memang begini ya sudah akui, memang benar ya benar. Firman Tuhan di
Amsal 10:31 memberikan nasihat yang indah "Mulut orang benar mengeluarkan hikmat, tetapi lidah bercabang akan dikerat." Nah lidah bercabang artinya lidah yang tidak bisa berkata 'ia' ya 'ia', benar ya benar, salah ya salah, jadi lidah yang memang selalu berkelit nah itu Tuhan tidak suka dengan lidah seperti itu.
GS : Ya kadang-kadang pembicaraan itu pada awalnya tidak apa-apa Pak Paul, kita bisa berbicara dengan enak, tapi tiba-tiba karena suatu persoalan tertentu yang masuk dalam pembicaraan itu, pembicaraan ini menjadi memanas Pak Paul.
PG : Biasanya memang ada hal-hal yang kita dengar yang tidak kita sukai dan kita anggap ini adalah penghinaan, pemojokan, meremehkan atau penyerangan langsung kepada kita. Nah hal-hal yang kta rasakan itu yang akhirnya menciptakan perisai, perisai yang tidak lagi mau mengakui apa yang kita lakukan itu benar atau salah, pokoknya kita tangkis atau kita coba lontarkan atau lemparkan kembali serangan kita kepada pasangan kita.
Jadi akhirnya tidak ada komunikasi, tidak ada suatu komunitas, tidak ada suatu persekutuan antara kita dengan pasangan kita.
GS : Nah, Pak Paul sudah sampaikan ada 2 kendala besar yang menghambat komunikasi itu, apakah ada yang lain, Pak Paul?
PG : Yang ketiga, ini sering terjadi Pak Gunawan yaitu memotong percakapan, ini adalah salah satu hoby kita yaitu memotong percakapan. Saya kira ada beberapa alasan kenapa kita cenderung memtong percakapan orang.
Yang pertama yang paling umum adalah kita tidak sabar, karena sudah tahu arah percakapan itu. Meskipun kita sudah tahu sebaiknya kita membiarkan orang menyelesaikan perkataannya apalagi dengan pasangan sendiri. Kalau kita menginginkan terciptanya komunikasi persekutuan antara kita dengan pasangan kita, mesti ada kesediaan dari pihak kita membiarkan dia berbicara sampai selesai. Nah misalkan kita berkata sudah selesai, nah baru kita bicara atau dia sudah diam baru kita nanti menanggapi, jangan belum selesai kita langsung potong.
GS : Tapi nanti kalau kita diam saja dikira tidak merespons apa yang dia katakan Pak Paul.
PG : Maka yang penting adalah waktu pasangan kita berbicara kita memberikan wajah, mata kepada pasangan kita sehingga dia tahu kita sedang menyimak. Kalau misalkan dia berbicara terus sementra kita sibuk mengerjakan yang lain, menengok ke sana ke sini nah dia tahu apakah kita ini sedang mendengarkan dia atau tidak.
Jadi penting secara nonverbal kita menunjukkan kita bersama dia sewaktu dia sedang berbicara. Alasan lainnya adalah ini Pak Gunawan, kenapa kita memotong percakapan, yaitu kita tidak ingin dia mengatakan hal-hal yang akan disampaikannya, jadi kita sudah tahu kira-kira dia akan ke mana dan kita tidak suka. Tidak suka mungkin banyak alasan ya, kita tahu ini bisa digunakan untuk menyerang kita, nanti ujung-ujungnya kita lagi disalahkan, bermacam-macam nah akibatnya kita langsung memotong percakapan dia. Nah sekali lagi memotong percakapan orang itu mempunyai dua dampak, pertama membuat orang frustrasi, kedua ini yang paling penting orang tidak akan merasa dihargai kalau sebelum selesai berbicara dipotong-potong oleh kita. Dan tidak merasa dihargai ini menjadi bahan untuk menambah amunisi kemarahan orang.
GS : Ya kadang-kadang memang kita sebenarnya malas mendengarkan sesuatu yang tidak terkait dengan kita Pak Paul, kita ini menganggap buat apa kamu cerita ini, begitu Pak Paul?
PG : Nah kita bisa, biarkan dia selesai setelah dia menyelesaikan baru kita katakan atau bisa beritahukan apa kaitannya dengan saya. Nah dengan cara itu pasangan kita terpaksa lebih mempertaam, lebih memikirkan relevansi ucapannya itu dengan kita.
Jangan sampai dia hanya asal melempar-lempar bom kepada kita tanpa ada arahnya jadi silakan kalau memang tidak berkenaan dengan kita, kita juga boleh menyanggah, kita memang tidak harus selalu menerima yang dia katakan.
GS : Apakah ada alasan lain kenapa kita itu kadang-kadang memotong pembicaraan?
PG : Kadang kala kita sengaja memotong percakapan pasangan kita karena kita ingin merendahkannya. Dan kita tidak merasa harus mendengarkannya nah ini memang fatal, ini memang berarti kita suah tidak ada respek sama dia, waktu dia berbicara kita sengaja potong.
Kita sengaja potong karena kita memang lagi dalam misi membalas dendam misalnya begitu. Misi untuk menghancurkan dia, jadi apapun yang dia katakan kita pokoknya sudah tidak mau mendengarkan dan sengaja kita memotong supaya dia merasa terluka dan terhina. Dan ini sudah tentu hal yang memang buruk dan kalau kita memang melakukan ini saya yakin tidak akan ada hasil yang positif.
GS : Apalagi kalau itu dilakukan di depan anak atau di depan orang lain, mungkin dia akan lebih tersinggung lagi Pak?
PG : Akan lebih sangat tersinggung, sebab benar-benar dia akan merasa tidak ada harganya di hadapan kita dan ini akan menghancurkan sekali lagi persekutuan dalam rumah tangga. Komunikasi adaah sesuatu yang bertujuan mengakrabkan, dengan tindakan seperti ini kita tidak akan mengakrabkan malah akan menjauhkan diri.
GS : Alasan yang lain apa Pak Paul, kenapa kita itu memotong pembicaraan partner kita?
PG : Kita terlalu emosional, dan ingin melampiaskan emosi kita sampai puas. Jadi dia mau berbicara kita potong lagi, pokoknya marah kita sudah keluar semua, kita puas baru kita diam. Saya raa ini juga bukan hal yang produktif, bukan hal yang positif, karena sering kali saya katakan jangan perlakukan pasangan kita seperti keranjang sampah kita langsung buang sampah ke dalamnya, ke dalam diri pasangan kita nah setelah itu kita berkata nah.....saya
lega. Ya memang kita lega karena kita tidak lagi mempunyai sampah di hati kita, tapi ke mana sampah itu ya sudah kita lempar semua, kita buang ke pasangan kita. Dan orang tidak suka menjadi keranjang sampah, takutnya kalau dia bisa membalas dia akan melempar lagi keranjang sampah yang lain kepada kita atau karena dia tidak bisa membalas kita, nah sampah itu nanti dia lempar kepada anak-anak kita. Jadi akhirnya kita memperpanjang pembuangan sampah dari satu diri ke diri yang lain.
GS : Kadang-kadang memang ini Pak Paul, kita sedang sibuk-sibuknya melakukan sesuatu kemudian pasangan kita itu berbicara kepada kita.
PG : Kalau memang kita tidak bisa mendengarkan dengan baik saat itu, silakan berkata: "Boleh tidak tunda dulu, nanti setelah saya selesai ini kita berbicara," atau kita bisa langsung berkata "Boleh tidak nanti malam kita sambung lagi, anak-anak sudah tidur kita akan berbicara dengan lebih bebas."
Jadi janjikan waktu dan tepati janji itu, sebab kalau kita hanya bisa berjanji dan terus tidak ditepati akan menimbulkan kesan kepada pasangan kita memang kita sengaja menghindar. Jadi kalau sudah berjanji ya tepati. Pak Gunawan, yang kita bicarakan ini sebetulnya sangat-sangatlah sederhana, tapi justru itulah yang ingin kita sampaikan kepada para pendengar kita bahwa ternyata kita adalah orang yang tidak begitu terlatih berkomunikasi. Kita bisa saja cakap berbicara tapi belum tentu mahir berkomunikasi ya mahir untuk memainkan nada suara kita, mengontrolnya sehingga tepat bobotnya tidak berlebihan, tidak kekurangan. Kita tidak mudah meng-iakan yang memang bagian kita, kesalahan kita. Kita cenderung mau berkelit, menyangkal, nah itu adalah komunikasi yang buruk. Dan yang berikutnya adalah kita tidak terlatih untuk diam mendengarkan waktu pasangan kita berbicara, kita buru-buru memotong-motong hal-hal yang sebetulnya bisa kita kontrol. Nah hal-hal ini tadi tidak susah Pak Gunawan, kalau kita bisa lakukan sebetulnya ini sudah menambah komunikasi mungkin berapa puluh derajat dan mengurangi kemungkinan kita bertengkar berapa puluh derajat juga. Jadi hal yang sederhana tapi sebetulnya sangat-sangat penting dilakukan.
GS : Apakah nasihat firman Tuhan dalam hubungan ini Pak?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 10:8, "Siapa bijak hati, memperhatikan perintah-perintah, tetapi siapa bodoh bicaranya akan jatuh." Jadi Tuhan menekankan sekali pada apa yang e luar dari hati kita, apa yang kita ucapkan, komunikasi kita.
Orang yang bijaksana justru bangun, orang yang bodoh tidak bijaksana dalam berkomunikasi akan jatuh. Nah jadi hendaklah kita mencamkan firman Tuhan ini dan menjadi orang yang bijaksana dalam berkomunikasi.
GS : Saya melihat komunikasi ini sebenarnya suatu keterampilan atau bahkan suatu seni yang bisa dikembangkan Pak Paul, tetapi masalahnya kita harus mau melatih diri dengan terus berkomunikasi dan kita mengharapkan partner kita, pasangan kita, bisa mengoreksi kalau kita salah.
PG : Betul, perlu kerja keras memang Pak Gunawan, kita bisa menanyakan: "Kenapa engkau marah?" nah dia harus menjelaskan "Sebab nadamu tadi begini, begini." ; "Oh......nada saya begini engka tidak senang?" ; "Ya, sebab rasanya engkau itu sedang menghakimi aku" ; "OK! Itu bukan maksudku, aku hanya ingin mengatakan ini."
OK! Jadi perlu kesediaan untuk merendahkan diri dan berdialog.
GS : Jadi dibutuhkan kerja sama, sehingga masing-masing mempunyai keterampilan komunikasi yang baik. Dan kita percaya bahwa pembicaraan ini akan sangat menolong para pendengar kita untuk meningkatkan kemampuannya berkomunikasi khususnya dengan pasangannya itu. Terima kasih banyak Pak Paul, para pendengar sekalian yang kami kasihi kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kendala dalam Berkomunikasi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.