Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang- bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang Membingkai Seks Secara Tepat. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, membicarakan tentang seks ini mudah-mudah sukar bagi orang tua terutama bicara dengan anaknya, anak juga merasa enggan bertanya kepada orang tua dan orang tua juga merasa enggan membicarakan seks kepada anaknya. Tapi sebagai anak kepingin tahu segala sesuatu termasuk seks. Kalaupun dia tidak mendapat tanggapan dari orang tua dia akan mendapat informasi dari tempat-tempat lain dan itu seringkali menyesatkan. Orang tua baru terkejut ketika pengertian anak tentang seks itu agak bertentangan dengan yang dipikirkan oleh orang tua. Dan bagaimana menjembataninya, Pak Paul ?
PG : Saya setuju dengan yang Pak Gunawan katakan kalau kita sebagai orang tua tidak membicarakannya si anak juga pasti akan tahu, masalahnya adalah darimana dia tahunya kalau kebetulan tahunya dari sumber yang tepat dan baik dan benar maka tidak apa-apa, tapi kalau tahunya dari sumber yang tidak baik maka itu akan mengotori si anak itu sendiri. Jadi inilah yang harus kita lakukan, kita harus berani membicarakan seks kepada anak-anak kita dan juga pentingnya kita membicarakan dengan anak-anak kita adalah kita tidak bermasalah untuk membahas pembicaraan tentang seks kepada anak supaya lain kali kalau dia sampai ada pertanyaan atau dia bingung, dia tahu kalau tidak apa-apa bicara dengan kita soal seks, kalau kita sama sekali tidak bicara dan ketika kita ditanya memberikan respons yang tidak senang membicarakan tentang seks, si anak nanti akan berpikir, Nanti kalau saya punya masalah, saya tidak perlu bicara dengan orang tua saya. Jadi dengan kata lain kalau kita beranikan diri bicara soal seks dengan anak, itu seolah-olah membuka pintu komunikasi untuk selanjutnya sehingga waktu si anak membutuhkan nasehat kita untuk masalah ini, dia tahu dia akan bisa bicara dengan kita soal ini.
GS : Sumber orang tua untuk mendapatkan modal bicara tentang ini darimana, Pak
Paul ?
PG : Sudah tentu orang tua bisa membaca buku-buku yang baik, dari situ anak- anak nanti bisa belajar dari orang tua tentang bimbingan yang juga baik atau orang tua juga bisa berbicara misalnya dengan rohaniwan di gereja minta nasehat-nasehat, dari situ juga anak-anak nanti mendapatkan informasi yang baik dari orang tua.
GS : Sebagai keluarga Kristen tentunya kita punya pandangan yang khusus tentang seks ini, dalam hal ini seperti apa, Pak Paul ?
PG : Kita adalah anak-anak Tuhan jadi kita mendasari semua kehidupan kita ini, termasuk soal seksual ini pada pandangan Alkitab. Ada beberapa yang harus kita ajarkan kepada anak-anak supaya mereka memunyai pandangan yang tepat tentang seks. Ada tiga yang akan saya angkat, yang pertama adalah kita perlu mengajarkan kepada anak bahwa seks itu mulia dan kudus. Coba saya jelaskan apa yang saya maksud dengan kata mulia dan kudus. Mulia dalam pengertian seks bukan hanya aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti makan dan minum, lebih dari sekadar pemenuh kebutuhan, seks adalah sarana yang digunakan Tuhan untuk meneruskan proses penciptaan manusia. Kita tahu bahwa penciptaan adalah tindakan Tuhan yang mulia untuk melahirkan karya yang mulia pula yang sesuai dengan gambar Allah sendiri yaitu adalah kita manusia. Dalam artian inilah seks merupakan sesuatu yang mulia. Saya juga berkata seks itu kudus, artinya Tuhan memisahkan seks (karena menguduskan artinya adalah memisahkan) dari perbuatan lainnya dan menempatkannya di dalam naungan pernikahan. Sebagaimana pernikahan adalah kudus dalam pengertian pernikahan merupakan relasi yang eksklusif maka seks pun kudus dalam pengertian yang sama sebagaimana kita ini tidak menikah dengan siapapun yang kita jumpai demikian pulalah kita tidak berhubungan seks dengan siapa pun yang kita sukai. Jadi inilah yang saya maksud dengan seks itu mulia dan kudus berdasarkan pandangan Alkitab.
GS : Bagaimana kita sebagai orang tua menjelaskan hal ini kepada anak-anak supaya jangan dianggap bahwa pandangan itu kuno, pandangan itu ketinggalan zaman, itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Kita bisa memulai dengan mengatakan apa yang sekarang ini diyakini atau diikuti oleh kebanyakan orang-orang muda, yang akhirnya keluar dari jalur Tuhan. Jadi kita bisa memulai dengan berkata bahwa di dunia ini konsep bahwa seks adalah mulia dan kudus bertolak belakang dengan apa yang dikatakan oleh dunia ini. Kita perlu menyadarkan anak bahwa besar kemungkinan dia akan dibombardir dengan pelbagai pandangan tentang seks yang pada intinya mengingatkan bahwa seks adalah aktifitas fisik belaka, sama seperti makan dan minum, atau bahwa seks untuk orang yang telah saling suka. Maka kita akan katakan kepada anak ada pertentangan antara apa yang Alkitab katakan dan apa yang dunia katakan. Jadi kita yang ingin menaati Tuhan tidak bisa tidak, harus bergumul melawan gempuran-gempuran dari luar ini. Jadi kita ingatkan anak-anak bahwa hampir semua elemen di luar Tuhan akan membujuknya untuk menjadikan seks lebih rendah daripada mulia dan kudus. Jadi sekali lagi dalam pembicaraan dengan anak, kita mulai dengan apa yang dia ketahui atau dengar, atau yang mungkin dia lihat, dari situ baru kita masuk ke dalam apa yang sebetulnya Alkitab ajarkan.
GS : Disini ketika anak diajarkan dikaitkan dengan Alkitab mereka mulai menjauh karena tidak terbiasa atau menganggap, Itu 'kan ajaran Alkitab, tapi faktanya yang dia jumpai tiap-tiap hari berbeda dengan yang yang diajarkan oleh orang tuanya berdasarkan Alkitab itu tadi.
PG : Memang akhirnya tidak ada yang lebih kuat daripada kenyataan. Jadi anak itu tidak akan bisa melawan kenyataan. Saya masih ingat salah satu anak kami berkata begini, Saya melihat sendiri Papa Mama bahwa orang yang hidup sesuai dengan apa yang firman Tuhan katakan akhirnya lebih bisa menikmati hidup sebab hidup mereka itu berada di jalur yang benar dan saya melihat bahwa siapa, siapa yang hidupnya tidak di jalur Tuhan, sembarangan dan penuh dengan dosa akhirnya menuai masalah dalam hidup mereka. Jadi sekali lagi waktu anak-anak melihat kita ini sebagai orang tua menerapkan prinsip ini bahwa seks itu adalah mulia dan kudus, maka anak-anak akan melihat Papa dan Mama setia satu sama lain, Papa dan Mama tidak berbuat macam-macam. Ini menjadi sebuah kesaksian yang sangat-sangat kuat sekali. Jadi lewat kehidupan pribadi kita menunjukkan bahwa seks adalah mulia dan kudus, misalnya karena seks itu mulia maka kita tidak melihat video atau film porno yang menjadikan seks sebagai komoditas murahan. Karena kudus maka kita juga tidak berhubungan dengan pria atau wanita lain secara seksual, sebaliknya kita hidup setia kepada suami atau istri kita. Lewat perbuatan nyata ini, anak berkesempatan melihat bahwa seks itu mulia dan kudus dan layak dipertahankan sebagai sesuatu yang mulia dan kudus, sebaliknya kalau orang tua hidupnya sembarangan gonta-ganti pacar atau nonton film-film porno, apa yang anak-anak nantinya pelajari ? Seks itu tidak mulia dan tidak kudus. Jadi nanti setelah dia besar dia juga akan memerlakukan seks seperti itu pula, tidak mulia dan tidak kudus. Jadi sekali lagi penting sekali orang tua menunjukkan contoh.
GS : Disitu kita mengharapkan agar anak menghargai seks sebagai karunia Tuhan yang luar biasa, jadi sesuatu yang sangat berharga dan harus dijaga dan digunakan dengan hati-hati.
PG : Betul sekali. Jadi waktu kita memerlakukan seks sebagai sesuatu yang mulia dan kudus anak juga akhirnya akan belajar untuk memerlakukannya secara mulia dan kudus. Saya tidak berkata bahwa kalau kita hidup benar memerlakukan seks sebagai sesuatu yang mulia dan kudus maka anak-anak pasti akan mengikuti jejak kita, memang tidak. Sebab saya juga mengerti bahwa anak-anak kita nantinya akan memunyai kehendak sendiri dan pilihan sendiri, dia bisa ikuti teladan kita atau dia bisa ikuti keinginan hatinya yang bisa saja bertolak belakang, tapi setidak-tidaknya kalau anak itu diberikan kesempatan melihat kenyataan dan kita menunjukkan lewat perbuatan kita bahwa seks adalah mulia dan kudus, anak itu lebih terdorong untuk mengikuti contoh itu.
GS : Hal kedua yang perlu kita ajarkan apa, Pak Paul ?
PG : Hal kedua adalah bahwa seks itu berbobot sangat berat. Maksudnya saya menyadari bahwa semua dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan namun pada kenyataannya dosa tidak memunyai bobot dampak yang sama, itu sebab dampak dosa perkosaan sebagai contoh tidak sama dengan dampak dosa pencurian. Korban perkosaan acapkali harus mengalami trauma berat yang berkepanjangan, itu juga sebab mengapa dampak dosa perzinahan tidak sama dengan dampak dosa dusta lainnya, memang perzinahan mengandung
dusta tapi itu tidak sama dengan dusta yang lainnya misalnya pulang terlambat, dan itupun sebab orang yang berpacaran kemudian putus namun sudah terlibat hubungan seksual akan mengalami dampak emosional yang jauh berbeda (lebih berat) daripada orang yang putus pacaran tanpa hubungan seksual. Lewat contoh-contoh ini kita tekankan kepada anak bahwa semua perintah Tuhan berasal dari hati Tuhan dan hati Tuhan berisikan kebaikan. Tuhan senantiasa memikirkan apa yang baik bagi kita anak-anak-Nya. Tuhan melarang kita untuk berhubungan seksual di luar pernikahan oleh karena Dia tahu dampak perbuatan ini adalah berat. Jadi kepada anak kita ingatkan agar dia berhati-hati bukan saja supaya dia tidak menjadi korban tapi supaya dia tidak menjadikan orang lain korban perbuatannya. Sebab sekali lagi seks itu berbobot berat, orang yang di luar Tuhan inilah yang mencoba untuk menyebarkan gagasan bahwa seks itu ringan, gampang, tidak apa-apa, tidak ada efeknya. Itu salah! Tadi saya sudah berikan contohnya, perkosaan tidak sama dengan pencurian, dampaknya itu sangat berbeda, perzinahan tidak sama dengan dusta lainnya, contoh yang klasik adalah kalau orang sudah berhubungan seksual dan kemudian putus pacar dampak emosionalnya lebih berat dibanding dengan orang yang putus pacaran tapi tidak pernah berhubungan seksual. Jadi tidak ada yang ringan tentang seks, maka inilah yang harus kita ajarkan kepada anak-anak, tidak ada yang ringan tentang seks dampaknya berat jadi berhati-hati jangan sampai menjadi korban dan jangan sampai menjadikan orang lain korban.
GS : Ini sangat berkaitan dengan hal yang pertama tadi, jadi kalau seseorang sudah menyadari bahwa seks itu mulia dan kudus maka ia akan bisa mengerti apa yang Pak Paul uraikan pada bagian yang kedua ini tapi sebelum dia menghargai seks itu sebagai sesuatu yang mulai dan kudus mungkin akibatnya juga dia tidak menghargai dampaknya dan menganggap dampaknya ringan.
PG : Tepat sekali. Memang semua berpulang pada yang pertama tadi, pandangan kita tentang seks itu apa, kalau kita sudah meremehkannya, aktifitas belaka, ungkapan cinta sama suka dan tidak lagi mulia dan kudus, maka kita akan gunakan seks semaunya tapi dampaknya itu tidak pernah ringan. Kalau orang berkata, Tidak ada dampaknya sama sekali itu tidak benar! Karena saya sudah berikan contoh-contoh tadi itu perkosaan dampak emosionalnya tidak sama dengan pencurian. Itu menunjukkan seks berbobot berat dan bukan sesuatu yang ringan.
GS : Mungkin kita bisa memberikan contoh konkret kepada anak yang kepadanya
kita bisa beritahukan tentang akibat-akibat penyalahgunaan seks ini, Pak Paul. PG : Betul. Berapa banyak orang yang mau menikah berdebat menimbang-nimbang
cerita atau tidak cerita, cerita apa ? Karena sudah pernah berbuat. Laki-laki
juga sama, kadang laki-laki berpikir, Saya tidak apa-apa tapi kalau sampai istrinya tahu bahwa sebelum menikah suami saya juga pergi ke sana ke sini berhubungan seksual dengan orang lain, itu menimbulkan suatu prasangka buruk pada diri si istri sebab ini menjadi catatan gelap, kalau suami saya dulu gampang berbuat begitu, nanti setelah menikah bisa saja dia berbuat yang
sama. Jadi sekali lagi tidak ada yang ringan tentang seks, kalau kita mengatakan itu ringan maka kita sedang mendustai diri sendiri.
GS : Memang berat buat kaum muda pada saat ini karena lingkungan itu sangat tidak mendukung bahwa seks itu adalah sesuatu yang kudus dan mulia.
PG : Betul sekali. Begitu banyak ide-ide yang bertebaran, yang mencoba untuk menghancurkan sesuatu yang sebetulnya mulia dan kudus sebagaimana dimaksudkan oleh Tuhan. Jadi kita sebagai orang beriman kita harus menjaganya, sudah tentu tadi saya sudah katakan tugas kita sebagai orang tua adalah menanamkan hal ini pada diri anak dan tidak ada jaminan anak pasti akan menuruti apa yang kita katakan, tapi setidak-tidaknya kita sudah katakan atau ajarkan dan tunjukkan lewat kehidupan kita dan mudah-mudahan nanti akan menjadi bekal yang akan diingat oleh anak.
GS : Mungkin kita bisa beritahukan kepada anak justru disitulah letak perbedaan
antara manusia dengan binatang, Pak Paul.
PG : Tapi memang anak sekarang ini apalagi kalau sudah dipengaruhi oleh lingkungannya seringkali tidak dipikirkannya sejauh itu maka kitalah sebagai orang tua yang harus mengajak anak melihatnya sejauh itu karena lingkungan dia itu tidak akan mengajarkan mereka untuk melihat seks sejauh itu.
GS : Masih banyak orang tua yang hanya menekankan hal ini pada anak perempuannya tapi pada anak laki-lakinya tidak, sebab dipikir tidak ada resikonya atau resikonya kecil padahal dampaknya sama.
PG : Sama sebab misalkan anak-anak yang akhirnya boleh berbuat hubungan seksual meskipun dia laki-laki nanti setelah menikah rem itu sudah jebol, meskipun dia sudah menikah karena rem itu sudah jebol maka dia lebih gampang, tapi laki-laki yang bisa menjaga diri dan tidak melakukannya sebelum dia menikah maka rem itu ada bahkan sampai setelah menikah. Saya tidak berkata, Pasti tidak bisa jatuh ke dalam pencobaan orang yang seperti ini tidak ada yang pasti, karena kita manusia bisa jatuh ke dalam pencobaan, tapi kalau kita dari awal sudah memunyai rem itu maka rem itu yang juga akan kita bawa setelah menikah, tapi kalau dari muda kita tidak punya rem itu dan berbuat semaunya dengan orang maka nanti setelah menikah karena kita memang tidak pernah punya rem itu, maka kita akan sulit menahan diri kita.
GS : Hal ketiga yang bisa kita ajarkan apa, Pak Paul ?
PG : Seks bukanlah tujuan melainkan hasil dari tujuan yang telah dicapai. Di dunia anak akan mendengar gagasan bahwa seks adalah tujuan, misalnya tujuan berpacaran, bagi sebagian orang seks bahkan telah menjadi tujuan hidup itu sendiri, pikirannya terisi hanya oleh seks dan tidak ada yang terlebih penting daripada seks, ada orang-orang yang benar-benar terobsesi oleh seks. Seks dimaksudkan oleh Tuhan untuk menjadi hasil atau akibat dan perayaan dari suatu kemenangan, itu sebab dalam konteks pernikahan seks menjadi wujud puncak dan perayaan kasih itu sendiri, seks bukan kendaraan yang membawa kita kepada kasih sebagaimana didengungkan oleh orang di dunia. Jadi berhubunganlah nanti kamu akan lebih mengasihi, tidak! Seks juga tidak membawa kita kepada komitmen, berhubunganlah nanti dia akan berkomitmen dengan kamu, tidak! Sebaliknya komitmen membawa kita
kepada seks, itu yang seharusnya, kita menikah itu adalah komitmen maka baru kita berhubungan. Jadi sekali lagi kita mengerti kenapa Tuhan menghendaki seks dilakukan dalam pernikahan, karena di dalam pernikahanlah terdapat komitmen yang terdalam. Jadi mungkin di dunia anak kita akan mendengar omongan teman yang mengajarkan bahwa seks akan membuat pria atau wanita itu lebih mengasihinya, lebih berkomitmen kepadanya, itu menurut saya adalah dusta iblis. Jadi kita harus mengajarkan anak-anak untuk tidak meyakini atau memeluk keyakinan yang seperti itu.
GS : Memang di sini ada dua pandangan yang saling bertolak belakang, satu sisi begitu mengagungkan seks tapi di sisi lain tidak menghargai seks sama sekali, seolah-olah itu hanya sebuah kegiatan yang rutin yang dilakukan sebagai pasangan suami istri atau semacam kesukaan atau senang-senang saja tanpa ikatan apa-apa.
PG : Kalau orang memang menempatkan seks hanyalah sebagai aktifitas fisik
kebanyakan nantinya seks itu akan kehilangan daya tariknya, pada akhirnya setelah usia tertentu benar-benar tidak ada lagi suatu keinginan bahkan menolak, justru kalau kita menempatkannya dalam posisi yang tepat bahwa ini adalah mulia dan kudus, maka kita akan berusaha untuk menuju ke sana, lain perkara saya mengerti adakalanya memang ada masalah, ini sesuatu yang harus kita terima di dalam kehidupan bahwa tidak semua orang akan bisa karena kadang-kadang ada masalah tertentu yang menghalangi kita untuk melakukannya. Dalam kasus dimana memang tidak ada masalah sama sekali pandangan bahwa seks adalah mulia dan kudus, yang tepat itu justru akan membuat pasangan suami istri itu akan terus melakukannya sampai panjang sebab saya mendengar berapa banyak kasus seperti ini waktu masih muda, baru menikah ada juga yang karena sudah berbuat sebelum menikah, tapi setelah menikah atau berapa lama setelah menikah padam semuanya. Itu adalah contoh orang-orang yang memang melihat seks hanyalah sebagai pemuas atau hanyalah aktifitas fisik belaka. Jadi sekali lagi yang seperti itu akhirnya runtuhnya cepat sekali.
GS : Kalau seks itu bukan suatu tujuan, tentu anak akan bertanya kalau begitu apa tujuannya ? Jadi apa yang harus kita jawab, Pak Paul ?
PG : Jadi memang seks itu adalah sebuah akibat dari penyatuan dua manusia, jiwa dengan jiwa, hati dengan hati, kasih dengan kasih yang menyatu. Barulah seks itu merupakan akibatnya sekaligus merupakan perayaan karena dua-dua menjaga diri, dua-dua berjuang keras membela kesucian dan setia kepada satu sama lain sehingga seks merupakan sebuah perayaan terhadap hubungan mereka yang kuat itu. Jadi memang seks tidak pernah dimaksudkan sebagai tujuan, Tuhan tidak pernah memaksudkan seks sebagai tujuan sehingga kalau di Alkitab apakah pernah Tuhan berkata berkali-kali berhubungan sekslah tidak! Di Alkitab hanya satu kali tercantum yaitu di 1 Korintus 7 waktu Paulus menasehati istri dan suami untuk menunaikan kewajibannya, hanya itu saja, tapi selain itu tidak ada karena memang tidak pernah seks menjadi sangat besar yang harus dikejar-kejar karena seks bukanlah tujuan.
GS : Lengkapnya apa firman Tuhan yang ada pada 1 Korintus 7, Pak Paul ?
PG : Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Jadinya tunaikanlah kewajiban jangan sampai tidak menunaikan kewajiban tapi sebetulnya ayat ini kita bisa melihat adanya penyerahan kepercayaan dan komitmen terdalam di antara manusia, tidak ada penyerahan kepercayaan dan komitmen sedalam ini di antara semua ikatan di dunia. Jadi waktu Tuhan berkata, Istri tidak berkata atas tubuhnya sendiri tapi suaminya demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri tapi istrinya ini benar-benar penyerahan. Tubuhku kuserahkan kepadamu dan kepercayaan, Aku mempercayakan tubuhku kepadamu dan komitmen, Aku tidak memberikan tubuhku kepada yang lain tapi hanya kepada engkau jadi benar-benar firman Tuhan ini melukiskan ketiga unsur ini, di dalam penyerahan, kepercayaan dan komitmen terdalam inilah seks berada dengan aman, di luar ini tidak ada tempat yang aman. Inilah rencana Tuhan mengaruniakan seks kepada kita.
GS : Jadi ini sesuatu hal yang harus disadari betul dan harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh karena untuk menyerahkan diri kepada orang lain kadang- kadang orang juga masih pikir-pikir, demikian juga dengan kepercayaan dan komitmen, kalau hal-hal ini mungkin ada tapi hanya porsinya kecil sekali sehingga orang tidak bisa menikmati seks secara benar di hadapan Tuhan.
PG : Betul sekali, jadi ketiga unsur ini memang harus ada di dalam pernikahan barulah seks bisa dilakukan, adanya penyerahan, adanya kepercayaan dan adanya komitmen.
GS : Biasanya kalau kita bicara dengan anak-anak kita maka mereka akan sulit
memahami hal ini karena bentuk penyerahan atau kepercayaan atau komitmen ini butuh waktu untuk ada di dalam diri seseorang.
PG : Betul sekali. Oleh sebab itu kita tidak bisa sekaligus mengajarkan anak-anak untuk bisa menerimanya, tapi kita harus menyiapkannya dulu, misalnya supaya anak bisa menerima bahwa apa yang firman Tuhan katakan itu adalah baik dan itu perlu dituruti. Kalau anak tidak bisa menerima itu sudah tentu apa yang akan kita ajarkan tentang seks ini tidak bisa lagi diterima oleh anak.
GS : Jadi 1 Korintus7:4 memang menjadi kunci pembicaraan kita pada saat ini. PG : Betul.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan saat ini, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang Membingkai Seks Secara Tepat. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56
Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.