Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen selama ± 30 menit akan menemani anda dalam acara perbincangan seputar kehidupan keluarga. Sebagaimana biasa telah hadir bersama saya Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang bimbingan dan konseling yang kini juga aktif mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Juga telah hadir bersama kami Ibu Idajanti Raharjo salah seorang pengurus di LBKK; ikutilah perbincangan kami karena kami percaya acara Telaga ini pasti sangat menarik dan bermanfaat bagi kita semua.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, pada perbincangan kali ini saya ingin menanyakan sikap atau keadaan dari seorang istri atau wanita pada umumnya, tapi karena ini perbincangan keluarga mungkin lebih baik saya memfokuskan pada kehidupan istri. Yang kadang-kadang sukar saya mengerti, di saat-saat yang tidak terduga seorang istri itu bisa murung bahkan bisa uring-uringan, seolah-olah ada sesuatu yang menekan kehidupannya, tapi kalau ditanyakan dia sulit menerangkan itu. Sebenarnya itu gejala apa Pak Paul?
PG : OK! Sebelum saya jawab mungkin saya bisa langsung bertanya kepada Ibu Ida, apakah betul begitu Ibu Ida?
IR : Ya benar, kadang-kadang tidak tahu alasannya kenapa kita itu tidak enak, rasanya serba salah, melihat situasi itu serba salah sehingga mau tidak mau kita itu jadi murung, Pak Paul.
PG : Begitu ya, OK! Saya teringat satu ayat Pak Gunawan yang kita semua sudah kenal, diambil dari Matius 6:25, "Karena itu Aku berkata kepadamu, janganlah khawatir akan hidupm, akan apa yang hendak kamu makan atau minum dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.
Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian." Pak Gunawan dan Ibu Ida, ternyata memang meskipun Tuhan memberikan ayat ini atau FirmanNya kepada semua manusia, tapi ternyata dapat disimpulkan wanita itu lebih rawan terhadap kekhawatiran. Jadi dikatakan bahwa misalkan kalau kita bicara mengenai kemurungan atau depresi secara klinisnya dipanggil depresi, ternyata perempuan lebih mudah menderita depresi dibandingkan pria dan bahkan angka perbandingannya itu 2 : 1. Jadi cukup banyak ya kenapa perempuan itu lebih mudah terkena depresi, sebab begini Pak Gunawan dan Ibu Ida, wanita itu lebih mudah khawatir dibandingkan dengan pria, kecemasan adalah faktor yang benar-benar membawa seseorang akhirnya masuk ke lembah depresi. Jadi kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya "anxiety" itu sangat dikaitkan dengan gangguan depresi, karena wanita itu lebih rawan merasa cemas, otomatis wanita juga lebih mudah dirundung oleh depresi itu sendiri.
GS : Jadi depresi itu semacam gejala kejiwaan begitu?
PG : Ya jadi memang dari hasil studi yang dilakukan, yang saya pernah baca juga di Amerika Serikat, ternyata memang wanita itu lebih banyak menderita depresi dibandingkan dengan pria. Dan tadi aya sudah sebut 2 : 1.
IR : Atau karena ciri seorang wanita main perasaan Pak Paul?
PG : Saya kira itu berpengaruh besar sekali Ibu Ida, bahwa tidak bisa tidak kecemasan itu berkaitan sekali dengan perasaan, unsur cemas memang adalah unsur emosi jadi karena wanita lebih peka dngan emosinya, wanita juga akhirnya lebih peka terhadap perasaan-perasaan cemasnya.
Tapi sebetulnya perbedaan ini atau kerawanan wanita terhadap depresi bukan saja dipengaruhi oleh faktor emosi. Wanita secara kognitif atau cara berpikirnya memang memiliki keunikan dan berlainan dengan pria. Jadi wanita itu memang cenderung melihat hidup atau peristiwa atau apa yang dialaminya dari segi detail, wanita akhirnya cenderung melihat lebih banyak, sedangkan pria kita katakan cara berpikirnya cenderung global tidak detail. Jadi misalkan kalau saya gunakan perumpamaan, pria itu akan melihat kebun sedangkan wanita akan melihat pohon mangga, akan melihat ada bunga mawar, ada bunga anggrek tapi kalau pria memang cenderung melihat secara keseluruhan. Nah otomatis kita bisa simpulkan bahwa orang yang melihat lebih detail, dalam-dalamnya, isi-isinya akan juga lebih mudah dirundung oleh kekhawatiran karena informasi yang dia miliki lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan perasaan dia. Sedangkan pria kurang begitu peka terhadap yang kecil-kecil itu tadi.
GS : Apakah ada pengaruh luar atau pun pengaruh dari dalam dirinya sendiri yang membuat seorang wanita atau istri itu tiba-tiba bisa depresi Pak Paul?
PG : Biasanya tidak, meskipun saya pernah membaca ada suatu riset yang mengatakan bahwa anak yang dikandung oleh ibu yang sedang depresi, anak itu cenderung lebih rawan terhadap depresi sewaktudia sudah dewasa.
Dengan kata lain, memang rupanya ada pengaruh yang cukup kuat, pengaruh genetik waktu ibu depresi dan mengandung si anak, rupanya pengaruh itu juga dibawa kepada si anak, sehingga waktu si anak besar entah mengapa dia juga lebih rawan terhadap kecemasan, kesedihan dan akhirnya juga keputusasaan atau depresi. Jadi ada pengaruh dalamnya, juga ada pengaruh genetiknya, namun saya kira pada umumnya pengaruh genetik ini tidaklah berpengaruh terlalu besar, tidaklah berperan terlalu besar. Yang lebih berpengaruh besar adalah yang tadi saya sudah sebut yaitu wanita memang mudah melihat hal-hal yang detail, yang kecil sehingga hal-hal yang kecil itu lebih mudah untuk menghimpitnya, dia lebih mudah khawatir karena lebih tahu dan lebih melihat banyak. Sehingga kalau kita katakan pria itu tidak khawatir bukannya karena dia tidak khawatir sebab dia beriman besar, belum tentu, tapi karena memang dia tidak melihat, bagaimana dia khawatir.
(2) GS : Kalau begitu apa peran kita sebagai suami untuk menolong agar istri bisa cepat menyelesaikan depresinya itu Pak Paul. Karena itu akan mengganggu sekali hubungan suami-istri kalau si istri sedang depresi dan sebagainya.
PG : Ya saya kira nomor satu kita sebagai suami jangan mengkategorikan istri kita kurang beriman, tadi memang saya sengaja menggunakan istilah beriman. Karena kalau tidak hati-hati kita akan bia cepat menuduh istri kita "Kok engkau yang rajin ke gereja, engkau yang rajin berdoa kok yang lebih mudah khawatir," nah seolah-olah kita-kita ini yang pria lebih memiliki iman yang kuat, belum tentu! Kita bukannya beriman kuat, mungkin sekali karena kita tidak melihat dengan detail, jadi tidak dicemaskan oleh banyak hal.
Jadi jangan terlalu cepat menuduh wanita itu lemah dalam imannya, saya kira itu tidak tepat. Berikutnya adalah kita memang perlu memahami wanita; salah satu yang juga membedakan wanita dan pria adalah wanita itu cenderung melihat jauh ke depan, pria lebih berorientasi pada masa sekarang, kalau wanita itu berpikir tentang masa depan. Itu sebabnya cukup banyak wanita yang menyimpan uang, takut ada apa-apa nanti di masa depan, sedangkan yang misalkan lebih mudah menghamburkan uang adalah kaum pria. Nah, di sini kadang kala timbul cekcok Pak Gunawan dan Ibu Ida karena si suami merasa istri terlalu pelit (GS :Menahan uangnya) menahan uangnya gitu, kok sepertinya tidak bisa royal sedikit. Nah ini dikarenakan wanita memang cenderung melihat jauh ke depan sedangkan pria lebih hanya melihat masa sekarang. Apakah Ibu Ida juga merasakan yang sama?
(3) IR : Ya, kemudian bagaimana Pak Paul, langkah-langkah apa sebenarnya yang harus kita ambil kalau seorang istri mengalami depresi?
PG : Saya menganjurkan istri itu mesti mendapatkan kesempatan bicara, jadi si suami perlu menyediakan telinga dan waktu untuk menerima keluhan-keluhan dari si istri. Nah ini kadang kala sukar utuk dilakukan oleh si suami sebab suami akan berkata: "Kenapa hal kecil seperti ini engkau pikirkan, kenapa engkau risaukan hal yang tidak ada artinya ini, nah salahmu sendiri."
Jadi seolah-olah si suami secara tidak langsung berkata: "Ini akibat ulahmu sendiri, engkau ini depresi." Nah saya kira suami perlu memahami bahwa memang inilah komposisi wanita secara jasmani, secara kognitif, secara pikiran, wanita itu memang akan lebih dimudahkan menderita gangguan depresi. Nah yang paling tepat dan yang paling penting adalah langkah pertama, si istri harus bisa bicara, harus bisa mengeluarkan. Mungkin Ibu akan bertanya: "Bagaimana kalau suaminya tidak mau mendengarkan?" Ya kalau si suami tidak bersedia mendengarkan dan kalau berbicara dengan suami akhirnya memicu pertengkaran yang lebih hebat, saya sarankan istri berbicara dengan teman wanita yang lainnya, jangan bicara dengan teman pria tapi bicaralah dengan teman wanita yang lain atau dengan hamba Tuhan di gereja kita. Ceritakan, sebab waktu kita mengeluarkan uneg-uneg itu, sangat besar sekali dampaknya bagi kita, bagi yang sedang mengalami himpitan. Tegangan yang dirasakan sebelumnya akan menurun dan itu akhirnya akan menolong wanita untuk berpikir lebih jernih, sewaktu perasaannya dihimpit oleh kekhawatiran, ketegangan dan tidak bisa diungkapkan keluar dia makin panik, sebab dia tidak dapat melihat dengan jernih apa masalah yang dihadapinya dan akibatnya adalah cara pikirnya makin tidak rasional. Nah penting sekali bagi wanita untuk dapat mengeluarkan perasaannya, sewaktu perasaannya keluar, dia merasa lebih lega. Dan sewaktu dia merasa lebih lega dia akan lebih tenang dan hasilnya adalah dia bisa melihat juga dengan lebih jernih.
IR : Atau mungkin juga cara yang lain Pak Paul, misalnya bersekutu dengan Tuhan, membaca Firman Tuhan, apakah itu juga baik Pak Paul?
PG : Sangat-sangat baik Bu Ida, jadi Tuhan sendiripun sudah berkata: "Carilah dahulu kerajaan sorga dan kebenaranNya maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Dengan kata lain wanta tidak boleh juga bersukacita di dalam kelemahannya dengan mengatakan: "Memang saya begini, memang saya wanita mudah cemas, 'kan kamu sebagai suami juga sudah mengerti bahwa wanita ini memang rawan terhadap kecemasan karena lebih melihat yang detail dan lebih memandang yang jauh, nah seharusnya kamu mengerti saya dong!" Ya betul suami harus mengerti tapi di pihak lain jangan juga terjebak di dalam kelemahan ini, wanita juga harus mengalahkannya dengan cara tadi Ibu sudah mengatakan, lebih menyerahkan semuanya di dalam doa, lebih menyerahkan bahwa Tuhan itu adalah Tuhan yang perkasa dan bisa membantu kita.
IR : Saya pun juga mengalami Pak Paul, sering kali kalau mencari teman saya masih khawatir, takut kalau tidak bisa menyimpan rahasia, kalau bersekutu dengan Tuhan, membaca Firman, sering Tuhan itu memberikan ayat Firman Tuhan yang pas, sehingga itu menguatkan.
PG : Betul sekali jadi sewaktu kita bisa benar-benar mencurahkan perasaan kita dalam doa saya yakin sekali jamahan Tuhan juga akan lebih nyata Bu Ida.
GS : Memang ada banyak istri-istri, yang tidak semudah itu bisa keluar dari depresinya Pak Paul, nah yang ingin saya tanyakan kalau itu berlarut-larut, apakah dampaknya terhadap istri itu sendiri dan terutama terhadap hubungan sebagai suami-istri?
PG : Sudah tentu Pak Gunawan orang yang dirundung kesedihan akan juga mempengaruhi lingkungannya, sehingga keluarga itu akan menjadi keluarga yang murung, tidak ada lagi cahaya sinar kehidupan i dalam keluarga itu.
Anak-anak juga akan terpengaruh sehingga anak-anak juga suami akan merasa canggung bicara dengannya, tidak tahu harus bicara apa karena salah satu ciri depresi adalah mudah tersinggung. Jadi memang susah sekali berkomunikasi dengan orang yang sedang depresi, nah di sini suami bisa merasa frustrasi akhirnya: "Kok saya hanya begini engkau marah, kok saya bicara begitu engkau tersinggung, sedangkan saya tidak bermaksud melukai hatimu." Nah, akhirnya komunikasi makin putus, si suami bisa berkata: "Ya saya tidak mau banyak ngomong denganmu," dan si anak pun bisa mengatakan hal yang serupa; "Jangan bicara dengan mama karena mama sedikit-sedikit marah." Jadi akhirnya si istri atau si ibu ini makin terkucil, masalahnya adalah semakin terkucil semakin bertambah depresinya, itu dampak yang diakibatkan kepada orang lain Pak Gunawan; pada dirinya sendiri apa? Pada dirinya sendiri adalah semakin dia merasa terkucil karena orang di rumahnya tidak lagi bisa berkomunikasi dengannya, dia makin merasa bahwa tidak ada yang bisa memahami dia, tidak ada yang bisa mengerti isi hatinya, itu akan menambah depresinya lagi. Jadi memang dampaknya bisa seperti lingkaran setan yang makin hari makin ke dalam. Nah apa yang bisa kita lakukan Pak Guawan? Nomor satu, saya minta mesti bicara, kalau tidak bisa berkomunikasi dengan suami carilah orang lain misalnya hamba Tuhan atau teman wanita yang lain. Tadi Ibu Ida berkata hal yang penting ya, Ibu Ida berkata bahwa kadang kala Ibu juga susah untuk bicara dengan orang lain karena khawatir orang lain tidak bisa memegang rahasia atau apa. Saya kira kekhawatiran ini memang lebih banyak dimiliki oleh para wanita, pria itu lebih bisa terbuka tentang masalahnya, keluarganya atau apa, wanita agak sungkan bicara dengan temannya. Nah, saya kira jangan sampai wanita juga terbelenggu oleh perasaan ah....nanti orang lain juga akan cerita kepada siapa lagi, nanti rahasia rumah tangga saya ketahuan, tidak ya. Kalau kita mulai dirundung depresi dan kita sadari ini tidak benar, harus mulai mencari bantuan, harus bicara dengan orang lain, itu saya pikir langkah yang paling penting yang harus dilakukan. Nah setelah itu dengan bantuan orang lain si istri dan suami mencoba mencari tahu duduk masalahnya, nah ini pasti bergantung pada problem apa yang sedang dihadapi sebab bisa jadi problem itu berasal dari si suami atau dari si anak-anak dan sebagainya.
GS : Ya ada beberapa istri atau wanita yang saat-saat menjelang haid dia mengalami depresi Pak Paul, tapi setelah itu dia bisa mengatasinya, apakah memang ada kaitannya Pak Paul, antara masa haid seorang wanita dan rasa depresi yang dia alami?
PG : Ada Pak Gunawan, jadi ada kecenderungan sebelum masa haid emosi wanita itu lebih labil, jadi ada istri yang berani terbuka dan berkata: "Saya sedang labil karena hampir mendekati masamenstruasi."
Jadi di titik itu si suami lebih peka dan lebih mencoba memahami si istri. Namun di sini juga istri tetap dituntut untuk belajar mengalahkan perasaannya itu, meskipun labil, meskipun mudah marah tapi dia harus belajar untuk mengontrolnya.
GS : Karena sebenarnya kalau memang dia tahu dan itu siklusnya tiap-tiap bulan Pak Paul, sebenarnya dia lebih siap, dan tidak dijadikan semacam alasan untuk membuat atau menarik perhatian Pak Paul..
PG : Ya, saya setuju Pak Gunawan jadi ada tempatnya bagi wanita untuk mengalahkan kelemahan-kelemahannya ini. Tapi saya juga harus berkata, mengalahkan semuanya ini tidaklah terlalu mudah juga ak Gunawan.
Misalkan ada sebagian wanita yang menderita yang disebut PMS (Pre-menstrual Syndrome), nah ini memang bisa dirawat dengan perawatan hormonal yaitu ditambahkan hormon. Wanita-wanita yang memang terganggu oleh gangguan PMS ini akan lebih sukar sekali Pak Gunawan untuk bisa mengalahkan emosinya yang turun naik ini. Sebab saya berikan contoh, kalau kita harus berdiam diri, tenang sewaktu misalnya perut kita sakit, saya kira itu bukanlah hal yang mudah, kita cenderung akan mudah jengkel, akan mudah tidak sabar, mudah marah karena di satu pihak kita ingin menahan diri jangan sampai sakit tapi di pihak lain kita ingin mencetuskannya, nah itu mungkin gambarannya seperti itu Pak Gunawan. Jadi wanita itu sewaktu mendekati mens apalagi yang memang menderita PMS dari dalam tubuhnya itu terjadi pergolakan, terjadilah ketidaktenangan, ketidakserasian, ketidakseimbangan sehingga waktu ada peristiwa yang terjadi di luar, lebih mudah memancing emosi marahnya. Kita-kita yang pria ini kalau lagi capek, terus waktu kita pulang anak kita berteriak sedikit mungkin kita akan marah karena kita sedang lelah sekali, nah kira-kira seperti itulah yang dialami oleh wanita, Pak Gunawan.
GS : Ada lagi yang ini Pak Paul setelah melahirkan, jadi setelah melahirkan itu dia merasa murung. Tidak semua mungkin, istri saya juga tidak mengalami hal itu setelah melahirkan tapi saya mendengar itu ada yang mengalami.
PG : Ada ya itu istilah medisnya disebut atau istilah resminya disebut "Post Partum Depression", jadi depresi pasca kelahiran Pak Gunawan. Itu memang diakui ada Pak Gunawan, ada sebagan wanita yang entah mengapa saya juga tidak tahu pasti secara fisiknya, namun mereka itu rawan terhadap depresi setelah melahirkan anak dan itu bisa berlangsung beberapa bulan.
Saya masih ingat ada suatu kasus di Amerika Serikat di mana si ibu ini akhirnya menabrakkan anaknya sampai mati, itu beberapa tahun yang lalu terjadi dan dia membela dirinya dan dibela juga oleh para dokter yang merawatnya bahwa dia menderita "Post Partum Depression", jadi seolah-olah dia dalam keadaan yang sangat terganggu pada waktu dia membunuh anak-anaknya itu. Jadi bukannya para wanita silakan berbuat hal yang melewati batas pada waktu habis melahirkan, sama sekali bukan itu maksud saya, tapi untuk mengakui memang adanya gangguan yang disebut "Post Partum Depression".
GS : Ya jadi memang disadari bahwa itu sesuatu yang sangat serius tentang depresi itu Pak Paul ya, karena akibatnya bisa kompleks sekali.
IR : Bagaimana Pak Paul kalau seorang ibu mengalami depresi, kemudian untuk keluar dari depresi itu dia melayani apakah itu sebagai pelarian atau bagaimana Pak Paul?
PG : Saya tidak terlalu berkeberatan ya dengan para ibu yang melayani karena mempunyai masalah misalnya di rumah tangga, kenapa sebab tetap pelarian itu adalah pelarian yang sehat. Saya menyadai ada kaum wanita yang sangat menderita di rumah tangganya, hubungan dengan suami yang sangat buruk atau suami yang memang mempunyai masalah yang serius, anak-anak yang juga tidak menghormati dia dan masalah yang besar sekali.
nah saya berpikir ya tidak apa-apa daripada dia tambah tertekan dan akhirnya jatuh, biarkan dia melayani, biarkan dia keluar, dia mendapatkan juga outlet ya. Asal yang penting dia tidak melarikan diri dari problem itu, dia menyadari problem yang ada dan dia berusaha menyelesaikannya, jangan sampai dia menyangkali problem itu. Jadi saya membedakan orang yang keluar menghirup udara segar dan orang yang menyangkali bahwa dia ada masalah, jadi saya tidak apa-apa kalau ada orang yang harus keluar pelayanan karena di rumah begitu sumpek, asalkan dia hadapi problem itu.
GS : Ya memang Firman Tuhan yang tadi Pak Paul bacakan tentang jaminan Tuhan kalau kita terlebih dahulu mencari kerajaan Allah dan kebenaranNya itu memang sangat penting untuk dihayati dan kita lakukan. Cuma masalah terbesarnya adalah bagaimana kita itu menyerahkan kekhawatiran kita itu, kita mempunyai kecenderungan justru memegang erat-erat kekhawatiran itu sebagai bagian dari kehidupan ini.
PG : Dan ini memang lebih dikaitkan dengan sifat kewanitaan, Pak Gunawan. Sifat kewanitaan adalah merawat, memastikan semuanya sejahtera dan baik. Jadi wanita kalau tidak hati-hati dia akan menambil tempat Allah di situ, dia harus menjaga diri jangan sampai melewati batas, bahwa masih ada Allah yang sanggup merawat dan menyelesaikan segalanya.
Wanita kadang-kadang merasa peranannya adalah sebagai "care-taker", perawat semua harus senang dan sejahtera karena apa yang dia sumbangsihkan, ya tidak bisa selalu begitu, ada Tuhan dan dia harus berikan ruangan itu untuk Tuhan.
GS : Mengambil kekhawatiran itu yang sebenarnya tidak perlu, yang sebenarnya sudah Tuhan minta dari kita, tetapi belajar itu tidak ada putus-putusnya jadi bagaimana kita harus menyerahkan kekhawatiran karena kekhawatiran itu tiap-tiap hari ada begitu Pak Paul. Terutama pergumulan di dalam kehidupan kita khususnya untuk ibu-ibu atau istri yang sering kali mengalami depresi. Mungkin ada sesuatu hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan sebelum kita mengakhiri perbincangan kita Pak Paul?
PG : Saya hanya menyarankan kepada para istri yang memang mengalami masalah dalam rumah tangganya dan hal ini mengkhawatirkan diri saudara, saya sarankan jangan tinggalkan persekutuan, jangan tnggalkan anak-anak Tuhan yang lainnya.
Terus bersekutu, terus mendapatkan kekuatan dari persekutuan dengan sesama anak Tuhan. Adakalanya dalam depresi kita tidak mau bersekutu, tidak mau bertemu dengan orang, menyendiri saja di rumah jangan sampai begitu, terus paksakan diri keluar karena melalui persekutuanlah Tuhan akan bersabda kepada kita semua.
GS : Terima kasih Pak Paul, demikianlah tadi kami telah persembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga masa kini, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan juga Ibu Idajanti Raharjo. Apabila Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini kami persilakan Anda menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) di Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan dukungan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.