Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. Beliau adalah seorang dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang “Seni Memberi”. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Heman, dikatakan bahwa memberi itu lebih baik dari pada menerima ini kutipan yang diambil dari Alkitab. Tetapi pada kenyataannya ada beberapa persoalan yang menghambat kita ketika kita ingin memberi orang lain. Salah satu persoalannya adalah mengenai manfaat kita memberi, apakah dengan memberi kita dapat memperoleh manfaat.
HE : Ada banyak manfaat, ketika kita memberi kepada orang lain. Tuhan kita itu murah hati dan suka memberi dan ketika memberi kita percaya Tuhan menyukainya. Hidup kita pun menjadi lebih bermaka karena kita diciptakan bukan sekadar hidup buat diri kita sendiri tetapi juga hidup buat orang lain.
Manfaat lain adalah didalam hal berelasi, orang yang memberi dengan tulus hati akan mempunyai relasi yang lebih baik dengan orang lain.
GS : Kalau melihat uraian ini, memberi bukan hanya terbatas secara materi atau keuangan jadi bisa memberi tenaga, memberikan pikiran, memberikan apa yang kita miliki. Banyak orang yang senang dekat dengan orang yang suka memberi dan kita juga cenderung menuntut orang lain untuk memberi. Tetapi seringkali kita sendiri enggan untuk memberi. Apakah ada sebabnya kenapa kita sukar untuk memberi pada orang lain.
HE : Karena kita ini manusia yang berdosa, kita yang percaya kepada Kristus telah ditebus dan hutang dosa sudah dihapus tetapi kecenderungan berdosa masih ada dalam diri kita. Dan kecenderungankita adalah mementingkan diri sendiri.
Terus terang kita tidak rela orang lain lebih beruntung, artinya kalau kita memberi kelihatan orang lain lebih beruntung dari kita, orang lain lebih menikmati hidup dan kita kurang senang karena mereka lebih baik dari kita. Padahal memberi menuntut pengorbanan dari kita, sering memberi berarti mengorbankan hak yang kita miliki. Misalnya saya berhak atas gaji saya sepenuhnya karena hasil kerja saya, saya tidak perlu berbagi dengan orang lain. Memberi berarti mengorbankan hak atas penghasilan saya demi orang lain dan saya tidak suka akan hal itu karena saya lebih terpaku pada hak dan kepentingan diri saya sendiri. Ini beberapa hambatan membuat orang enggan memberi.
GS : Kalau kita memberi berarti kita harus memahami dulu bagaimana Tuhan Yesus telah berkorban untuk kita artinya kalau kita belum bisa menghayati pengorbanan Tuhan Yesus hampir mustahil kita bisa memberi sesuatu kepada orang lain.
HE : Betul, ini benar sekali. Jadi kita harus menghayati bagaimana Tuhan sudah berkorban sedemikian besar buat kita. Dikatakan tidak menganggap kedudukannya yang setara dengan Allah itu sebagaihak yang perlu dipertahankan.
GS : Berarti dalam hal ini ketika kita memberi kepada seseorang ini harus dilandasi oleh kasih Kristus sendiri jadi bukan sekadar memberi.
GS : Karena kadang-kadang kita bisa memberi pada seseorang dan kita merasa wajar kita memberikan hal ini, karena kita mengasihi dia. Jadi memang pada dasarnya kasih itu.
HE : Ya tentu saja kita boleh melakukan hal seperti itu, jadi memberi itu memang mengenal tingkatan-tingkatan. Seperti memberi kepada orang yang memang berhak menerimanya. Tapi dalam hal ini kaang-kadang dituntut juga ada pengorbanan dari diri kita dan kadang-kadang ada orang yang memang tidak tahu berterima kasih.
Disitu letak masalahnya membuat kita juga akhirnya enggan memberi.
GS : Seringkali kita memberikan sesuatu kepada orang yang kita kasihi dan kita tidak merasa itu sesuatu yang berat buat kita. Dan bagaimana kita bisa menjelaskan hal ini, mengingat kita ini secara natur adalah orang berdosa yang selalu mementingkan diri sendiri.
HE : Kita juga mengingat bahwa selain kita berdosa, sebetulnya awalnya kita diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Jadi sebetulnya kita juga sedikit banyak memiliki kemampuan untuk mengasihi. Tuhan Yesus juga menggunakan perumpamaan seorang ayah yang memberi kepada anaknya, kalau anaknya minta roti orang tua tidak memberikan batu kepada dia, dsb. Ini adalah suatu petunjuk bahwa memang kita sebagai manusia mempunyai kebutuhan atau pun suatu kemampuan untuk mengasihi dan memberi. Masalahnya adalah dengan kemampuan ini, tidak dengan sendirinya kita kehilangan keinginan untuk terus memikirkan diri sendiri. Sebagai contoh ada orangtua meskipun mengasihi anaknya tetapi pada keadaan yang mendesak sekali secara ekonomi, dia sampai rela menjual anaknya sendiri. Ada orangtua yang bisa mengeksploitasi anaknya. Juga ada orangtua demi kariernya dia mengorbankan anaknya dengan menyibukkan diri di luar keluarga sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi dan ini sebetulnya ditujukan untuk kepentingan dirinya.
GS : Sebenarnya sekali pun kita punya natur sebagai orang berdosa tetapi kita juga diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Memberi itu sendiri pada dasarnya sesuatu yang mudah atau yang sukar, Pak?
HE : Ini sesuatu yang sukar.
GS : Jadi bagaimana supaya kita bisa melakukan hal memberi?
HE : Kita belajar meneladani Allah. Memang hati kita perlu dipenuhi oleh kasih Allah dan seperti Pak Gunawan sudah sebut tentang penghayatan kepada kasih dan pengorbanan dari Yesus Kristus. Dalm firman Tuhan, Tuhan Yesus juga memerintahkan supaya kita mengasihi artinya memang kasih itu bukan sesuatu yang natural dan perlu mendapatkan perintah dari Tuhan untuk kita melakukannya.
GS : Dan kalau kita membaca di kitab Galatia, kasih merupakan suatu buah roh bukan sesuatu yang natural keluar dari diri seseorang.
HE : Jadi ada gabungan yaitu menuntut diri kita untuk melakukannya dan menaati firman Tuhan tetapi juga kita harus taat dan membiarkan Roh Kudus mengendalikan dan menguasai kita.
GS : Itu membutuhkan suatu usaha yang sungguh-sungguh atau ekstra keras didalam diri seseorang. Dalam hal memberi kalau kita berbicara mengenai memberi itu banyak seginya, kalau diawal kita sudah katakan bukan hanya uang tetapi bisa waktu, bisa tenaga, bisa pikiran dan sebagainya. Tetapi masalahnya seberapa banyak kita harus memberi dan sampai seberapa jauh kita itu harus berkorban.
HE : Disinilah seni memberi itu yaitu mengatur keseimbangan dan dikatakan bahwa hukum yang terutama dan yang utama adalah perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi, hati dan jiwa ita, serta juga mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri.
Saya garis bawahi mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Berarti disini menunjukkan bahwa ada saatnya kita juga memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Kita juga ingat bahwa Yesus sendiri memerlukan waktu istirahat, tidur, makan, minum dan juga menyendiri untuk berdoa kepada Allah Bapa ketika Dia hidup di dunia ini. Yesus juga membiarkan orang melayani dia tetapi tidak seorang pun menyangka bahwa Yesus kurang memberi, sampai saat ini pun kita yang percaya kepadaNya dapat merasakan pemberiannya yang tidak terkatakan besarnya karena Ia memberi hidupnya sendiri untuk kita. Satu hal lagi kita ingat kisah dari Petrus dan Yohanes dari Kisah Para Rasul pasal 3, mereka Petrus dan Yohanes ini bertemu dengan seorang pengemis yang lumpuh sejak lahir tidak bisa jalan dekat pintu gerbang Bait Allah. Petrus berkata, “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang aku punyai kuberikan kepadamu, demi nama Yesus Kristus orang Nazaret itu berjalanlah”. Dengan demikian disini ada satu catatan, memberi tidak bisa dari yang kita tidak punya karena kita ingin menyenangkan hati orang, lalu kita berkorban dengan memaksakan diri memberi yang kita sebetulnya tidak sanggup berikan.
GS : Jadi kalau kita memberi kepada seseorang tetapi kita berhutang kepada orang lain, itu sebetulnya salah, Pak?
HE : Ya, itu adalah perilaku yang kurang sehat.
GS : Atau kalau kita begitu mudah memberikan uang atau harta kita kepada orang lain sedangkan orangtua kita sendiri kekurangan. Itu pun suatu sisi yang tidak betul Pak?
HE : Betul, jadi kita harus melihat keseimbangan tetapi kembali lagi yaitu waktu memberi tentunya ada pengorbanan.
GS : Disini dalam perbincangan ini diberi judul “Seni Memberi”, seninya itu justru menjaga keseimbangan.
HE : Tepat sekali, Pak Gunawan.
GS : Kalau mengingat akan Tuhan Yesus sendiri Dia memberi pengampunan kepada orang-orang yang menyakiti hatinya, bahkan yang menganiaya Dia. Apa ada pelajaran yang bisa kita ambil atau kita petik dari tindakan Tuhan Yesus yang juga memberikan kasih untuk orang yang sebenarnya tidak layak untuk diberi kasih.
HE : Disini ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik misalnya yang pertama tindakan Tuhan Yesus yang bisa kita pelajari adalah pemberian itu didasarkan atas kasih artinya bukan bersifat timbl balik “Kamu baik dengan saya jadi saya juga memberikan sesuatu kepada kamu”, bukan begitu.
Tetapi pemberian kasih ini tidak didasarkan kepada sifat mementingkan diri sendiri. Hal yang kedua yaitu memberi juga kadang-kadang berarti ditujukan kepada orang-orang yang memang bertentangan dengan kita, termasuk orang-orang yang tidak menyukai kita. Yang ketiga ketika pemberian kita ditolak bahkan dibalas dengan kejahatan kita perlu mengingat bahwa ini adalah bagian dari batu uji untuk kita mengasihi Tuhan dan sesama kita. Kasih kita menjadi nyata justru ketika kita tidak menjadi marah dan membalas kejahatan dengan kejahatan pula.
GS : Memang seringkali kita memberi kepada orang lain menurut kepentingan kita. Tadi Pak Heman katakan “Kita memberi supaya kita diberi“, dan seringkali juga kita memberi menurut apa yang kita anggap baik untuk orang itu. Padahal belum tentu dia membutuhkan itu, apa yang kita berikan kepadanya itu belum tentu menjadi kebutuhan pokoknya. Dia malah membutuhkan kita memberikan sesuatu yang lain dari pada hal itu. Apakah hal itu bisa terjadi, Pak Heman?
HE : Bisa terjadi juga, dan kita tidak harus memberikan sesuai dengan permintaan orang lain. Jadi kita tidak harus menyenangkan semua orang tetapi kita ingat Tuhan Yesus selalu memberikan sesuau yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh orang lain berdasarkan belas kasihan.
GS : Memang resikonya seperti Tuhan Yesus sendiri adalah apa yang diberikan kepada orang lain itu justru ditolak dan hal itu juga bisa terjadi dalam diri kita. Kita sudah memberi sesuatu dianggap menghina, dianggap memberikan sesuatu yang tidak pas untuk dia, dan bagaimana sikap kita?
HE : Inilah resikonya. Dan disini dibutuhkan kelapangan hati dan kita juga belajar untuk mengampuni. Karena pengorbanan Tuhan Yesus tidak diterima oleh semua orang. Ada orang-orang yang sampai apan pun tidak menerima kasih Tuhan Yesus itu.
Sebetulnya Tuhan Yesus itu memberikan nyawaNya dan itulah yang paling berharga yang Tuhan Yesus berikan kepada semua manusia, tetapi masalahnya adalah tidak semua orang menerimanya. Kalau ada orang yang tidak menerimanya ya apa boleh buat.
GS : Tetapi kadang-kadang Tuhan Yesus juga memberikan contoh suatu sikap yang sangat tegas yang mengatakan kepada para murid kalau kamu memberi salam dan orang itu tidak menyambut kamu, maka kebaskan debu di kakimu supaya salam itu kembali kepadamu. Artinya harus ada suatu sikap yang tegas yang harus ditunjukkan kepada orang yang menolak pemberian kasih itu.
HE : Betul, dan ini memang membutuhkan hikmat karena kadang-kadang memberi itu menjadi suatu hal yang dilematis yaitu serba salah. Sehingga ada kata-kata dari Tuhan Yesus yang sangat keras jugamisalnya dari Matius 7:6 Tuhan Yesus mengatakan, “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu”.
Jadi kadang-kadang Tuhan Yesus juga tidak mengadakan mujizat ditengah-tengah orang yang tidak percaya kepadanya, disini perlu hikmat dan perlu seni.
GS : Berarti kadang-kadang tidak memberi pun merupakan hal yang bisa dibenarkan.
HE : Betul, misalnya kita terhadap anak. Anak meminta sesuatu tidak tentu harus kita ikuti sebab kalau kita memberikan semua hal yang diminta anak, itu berarti memanjakan dan justru merusak ana itu.
GS : Dalam kehidupan kita sehari-hari kadang ada orang-orang tertentu yang menyalah gunakan jabatannya atau kedudukannya untuk memeras kita. Sehingga kita harus dengan tegas mengatakan, “Tidak bisa.”
GS : Jadi memang tepat apa yang menjadi judul pembicaraan kita ini merupakan seni dan ini dibutuhkan waktu untuk kita belajar. Kadang-kadang kita mudah saja memberi dan memberi, tetapi tanggapannya biasa-biasa saja.
HE : Itu sebabnya memberi itu bukan pekerjaan yang mudah kadang-kadang juga menuntut pemikiran kita, ada energi, ada yang kita harus gumulkan.
GS : Jadi kita harus memikirkan manfaat dari memberi bagi diri kita sendiri. Apakah hal ini bisa dibenarkan, Pak?
HE : Sebetulnya tidak sepenuhnya kita bisa membenarkan diri kita kalau misalnya memberi kemudian selalu mengingat akan apa yang kita dapatkan. Kalau itu yang kita lakukan maka kita kehilangan ktulusan kita.
Tetapi kadang-kadang kita bisa menerima hal yang positif ketika kita memberi dan kalau memang pemberian kita itu dihargai dan diketahui maka tidak apa-apa kita terima saja. Tetapi terlepas dari semuanya itu kita juga perlu ingat akan suatu pengajaran Yesus seperti yang saya kutip dari Matius 6:3-4, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
GS : Maknanya seperti apa Pak? Karena sekarang ini orang justru berlomba-lomba memberi dan minta namanya dicantumkan bahkan ada jemaat yang marah-marah ketika dia memberikan persembahan dan namanya tidak tercantum dalam warta jemaat misalnya, seolah-olah hilang begitu saja. Itu bagaimana Pak?
HE : Tentu saja kita tidak bisa mencegah hal-hal seperti itu dan kita tidak bisa melarang orang untuk berbuat seperti. Mungkin saja ada orang-orang tertentu yang memang meminta tanggung jawab bhwa dia sudah mempercayakan kepada kita.
Tidak ada salahnya untuk kita penuhi, tetapi untuk kita sendiri waktu memberi kita perlu mengingat akan prinsip ini yaitu memberikan dengan tersembunyi dan ini hadiahnya besar / pahalanya besar yaitu Bapa sendiri. Allah kita akan memberikan kepada kita. Jadi bukan orang lain yang bisa kita lihat secara langsung tetapi justru Bapa kita dan ini luar biasa.
GS : Jadi kembali lagi kepada motivasi itu tadi. Ketika kita memberi sebenarnya motivasi kita itu apa. Untuk mengharapkan balasan dari Tuhan bahkan ada orang yang memberi dengan sikap seperti itu, supaya Tuhan membalasnya dengan berlipat-lipat ganda, pemberian seperti itu sebenarnya tidak bisa dibenarkan.
HE : Betul, jadi sebenarnya Tuhan akan membalas menurut firman Tuhan dan ini janji dari firman Tuhan. Tetapi dari kita sendiri memberi itu bukan sekadar pahala atau hadiah yang akan kita dapatkn tetapi ini adalah pernyataan kasih sebagaimana yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus.
GS : Kalau pun kita katakan sebagai balas jasa kita kepada Tuhan, maka kita tidak akan bisa membalas jasa yang sudah Tuhan diberikan kepada kita, Pak?
HE : Betul, sama sekali tidak sepadan. Kita bisa melihat Tuhan sudah begitu baik kepada kita tetapi kita melakukan hal seperti itu hanya kecil saja dan itu sangat tidak berarti.
GS : Jadi satu-satunya alasan adalah ini pengucapan syukur kita kepada Tuhan dan kepada sesama yang sudah memungkinkan kita sampai berada seperti sekarang ini.
HE : Ini ungkapan yang baik sekali, sebagai pengucapan syukur.
GS : Biasanya pemberian itu banyak dilakukan di hari-hari tertentu. Pada hari ulang tahun, Natal atau Tahun Baru atau ada moment-moment khusus seperti itu. Gejala apa yang dapat disimpulkan dalam hal seperti ini.
HE : Ini menunjukkan antara lain pada hari tertentu, sebagian orang memperoleh keuntungan yang lebih besar atau memperoleh misalnya dua bulan gaji, ada bonus dari perusahaan dan sebagainya. Sehngga lebih mudah dan lebih banyak memberi pada hari-hari tertentu.
Selain itu ada tradisi yang seolah mengharuskan kita untuk memberi kepada orang-orang yang kita sukai dan kita kasihi pada hari-hari tersebut. Tradisi demikian tentunya sangat baik dan dapat melatih atau mengingatkan kita untuk memberi dan mengingat saudara-saudara kita yang lain, terutama yang berada dalam kekurangan. Tetapi kiranya tradisi demikian juga boleh menjadi sikap hidup keseharian kita, sehingga kita senantiasa rela untuk memberi pada hari-hari yang lain juga.
GS : Ini memang suatu sikap yang baik sekali, kebiasaan memberi pada hari-hari tertentu tetapi juga tiap-tiap hari kita juga bisa memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan.
GS : Hal yang positif seperti ini memberi kepada orang lain, bagaimana kita bisa mengajarkannya kepada anak-anak supaya mereka juga terlatih untuk bisa memberi kepada orang lain.
HE : Yang paling penting adalah teladan, anak-anak sering melihat teladan orang tuanya bagaimana sikapnya terhadap orang lain. Misalnya terhadap orang yang membantu di rumahnya, terhadap karyawn atau bawahannya, bagaimana memperlakukan orang yang berkekurangan di sekitarnya, yang berkekurangan, orang yang sedang kedukaan, orang yang mengalami bencana dan sebagainya.
Kalau orang tuanya ini tidak segan untuk memberi, saya kira anak-anak akan menirunya.
GS : Dan itu sebaiknya diambilkan dari apa yang mereka miliki. Jadi misalnya dari tabungan mereka sendiri atau kita yang memberi supaya disalurkan.
HE : Tentu dua cara ini bisa dipakai. Pada saat anak-anak masih sangat kecil, mereka tidak tahu artinya uang lalu mereka tidak memiliki tabungan sendiri maka kita memberikan kepada mereka dan mngatakan, ini untuk kepentingan memberikan kepada orang yang membutuhkan lalu kita bersama-sama mendoakan orang tersebut.
Tetapi bisa juga dalam contoh sehari-hari melalui orangtua sendiri, orangtua memberikan milik mereka sendiri. Dan pada waktu anak semakin besar, kita bisa memberikan uang jajan dengan pesan sebagian kita sisakan untuk orang-orang yang memerlukannya.
GS : Memang dalam melatih anak untuk memberi dibutuhkan teladan supaya anak bisa melihat bagaimana orangtua tidak hanya mengajar tetapi juga melakukannya. Tetapi dalam hal ini anak juga perlu dilatih supaya tidak menghamburkan uangnya hanya untuk kepentingan orang lain, tetapi mereka sendiri menjadi kesulitan didalam kehidupannya.
HE : Ya dan ini perlu diajarkan tahap demi tahap.
GS : Tetap kita mengacu pada pengorbanan Tuhan Yesus. Jadi dasarnya memberi adalah kasih kalau tidak ada kasih maka akan percuma saja. Jadi kita melatih anak-anak ini bagaimana mereka bisa peka terhadap kebutuhan orang lain.
HE : Dan bagaimana mengenali seni memberi.
GS : Itu membutuhkan waktu yang cukup panjang. Bagaimana mereka sedini mungkin diajarkan seni memberi ini.
HE : Dan tidak harus dalam bentuk uang mungkin dalam tenaga mereka, makanan yang mereka sukai.
GS : Itu suatu pengorbanan yang saya lihat. Setiap kali kita memberi kalau motifnya benar, itu pasti ada rasa pengorbanan, ada sesuatu yang hilang dari tubuh kita.
GS : Ada sukacita dan itu yang tidak bisa dibeli sebenarnya. Pak Heman, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin disampaikan ?
HE : Saya ingin bacakan dari 2 Korintus 8:9 “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu mejadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.”
Jadi sudah dicatatkan disini, pengertian dari kaya adalah kaya di dalam iman, di dalam perkataan, di dalam pengetahuan dan di dalam kesungguhan untuk membantu dan di dalam kasih, ini ada di ayat ke-7. Jadi memang kasih karunia Tuhan Yesus itu sungguh-sungguh kaya, dan dengan kekayaanNya Dia menjadi miskin supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya dan ini luar biasa.
GS : Kalau kita perhatikan ayat-ayat ini sebenarnya setelah kita percaya kepada Tuhan Yesus dan menjadi milik Tuhan, itu tidak ada alasan untuk kita tidak memberi. Karena Tuhan sudah memberikan yang terbaik dan terbanyak buat kita.
GS : Terima kasih Pak Heman untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Heman Elia, M.Psi. dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Seni Memberi”. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.