Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Narkoba dan Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kalau ada orang pemakai narkoba dan menjadi korban narkoba, seringkali yang terkena dampaknya itu bukan hanya dirinya sendiri tapi juga keluarga dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Kemudian bagaimana cara mengatasinya ?
PG : Betul sekali yang Pak Gunawan katakan, waktu narkoba menyerang satu orang dalam keluarga maka yang terkena dampaknya adalah satu keluarga itu. Jadi kita harus mencegahnya jangan sampai naroba itu memasuki keluarga kita.
Untuk bisa mencegahnya dengan baik, kita mesti menyadari beberapa faktor yang akhirnya membuat orang memakai narkoba. Ada beberapa yang akan saya paparkan dan yang pertama adalah penghargaan diri yang lemah. Jadi seorang anak yang tidak mempunyai penilaian diri yang positif, minder melihat bahwa dirinya memiliki begitu banyak kekurangan, akhirnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk diterima teman, karena begitu besar keinginannya diterima teman maka susah sekali menolak ajakan teman. Waktu teman meminta ini dan itu, dia mau saja bahkan waktu teman mengajak untuk menggunakan narkoba. Anak kita mempunyai masalah dengan penghargaan diri terutama di usia remaja, kita mesti benar-benar mengawasi pergaulannya sebab ini penting, jangan sampai karena dia tidak diterima dalam lingkungannya maka dia masuk ke lingkungan yang buruk, yang memang mau menerima dia. Tapi kalau lingkungan itu buruk berarti mereka bukan hanya menerima dia, tapi mereka juga akan memberikan pengaruh yang buruk pula kepadanya.
GS : Jadi sebenarnya pengguna narkoba, adalah juga korban ketidakharmonisan atau pendidikan yang salah dari orang tuanya. Kalau nanti terjadi masalah dan menimbulkan kerugian di keluarganya, itu sebenarnya impas, Pak Paul.
PG : Jadi sebenarnya, Pak Gunawan, pengguna narkoba dalam keluarga itu tidak dipisahkan dari kondisi rumah tangga itu sendiri. Misalnya ada faktor pendukung yang lain yaitu pengawasan orang tuayang lemah karena orang tua banyak masalah atau terlalu sibuk di luar sehingga tidak memberikan pengawasan yang memadai kepada anak-anaknya, akhirnya mereka luput melihat gejala penggunaannya, gagal memagari ruang gerak si anak.
Dan misalnya juga metode mendisiplin anak tidak tepat atau bahkan berlebihan. Jadi faktor-faktor seperti itu membuat si anak akhirnya lebih mudah untuk jatuh ke dalam narkoba. Kalau misalkan papanya marah maka dia akan dipukuli habis-habisan, hal seperti itu akhirnya akan menimbulkan sakit hati, kepahitan dalam hidupnya dan dia akan lari kepada teman dan lari dengan menggunakan narkoba.
GS : Jadi dari awalnya adalah merupakan hubungan yang tidak harmonis antara anak dan orang tuanya ?
PG : Betul sekali, sebab kalau hubungan orang tua dengan anak tidak harmonis, maka anak tidak akan merasa susah hati kalau dia harus merugikan orang tuanya, sebaliknya dalam hubungan orang tua anak yang harmonis, si anak akan berpikir panjang melakukan hal-hal yang akan merugikan orang tuanya.
Kalau hubungannya rusak, sering terjadi kemarahan, dituntut habis-habisan, anak tidak merasa disayangi apa adanya, maka dia akan merasa, "Kenapa saya harus peduli dengan nama baik orang tua saya ? Kenapa saya harus peduli dengan hati orang tua saya yang terluka? Mereka sendiri tidak peduli bagaimana rasanya hati saya terluka, mereka tidak pedulikan." Perasaan-perasaan seperti itu lebih memudahkan si anak terlibat narkoba, karena dia tahu apa pun yang terjadi pada orang tuanya, dia tidak peduli, dia tidak akan mempersoalkannya. Jadi hubungan orang tua - anak memang harus harmonis, sehingga kalau anak-anak akan melakukan hal yang salah, dia akan berpikir dua kali karena tidak mau menyakiti hari orang tuanya.
GS : Selain faktor ekstern seperti itu yaitu hubungan orang tua dan sebagainya, tapi faktor dirinya sendiri itu cukup besar, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Ada sekurang-kurangnya dua faktor dalam dirinya. Yang pertama adalah kehidupan rohani yang lemah, artinya anak ini sendiri tidak menikmati kedekatan dengan Tuhan, tidak memilki rasa takut dengan Tuhan, tidak peduli dengan kehendak Tuhan.
Kalau anak sudah tidak mempunyai rasa takut akan Tuhan, tidak peduli akan kehendak Tuhan, maka tidak ada lagi yang bisa memagarinya untuk menggunakan narkoba. Dia akan dengan leluasa memakai dan dia tidak pedulikan dampaknya baik untuk dirinya maupun juga dampaknya dengan Tuhan. Jadi itu satu hal yang kita mesti fokuskan. Dan yang kedua adalah makna hidup yang lemah. Jadi di dalam diri si anak, dia sendiri tidak begitu mempunyai tujuan yang jelas kenapa dia ada di dalam dunia ini, untuk apakah dia hidup, sehingga hidup berorientasi pada masa sekarang dan pada kenikmatan. Yang penting hari ini dan besok tidak tahu, yang penting sekarang senang, yang penting sekarang menikmati hidup. Gaya hidup seperti itu memang memperlihatkan hampanya makna hidup atau hampanya tujuan hidup. Kalau orang sudah seperti itu pasti tidak akan ada lagi penguasaan diri, tidak bisa lagi berdisiplin diri, tidak bisa lagi berkata, "Saya jangan seperti ini, sebab kalau saya seperti ini nanti tujuan hidup saya tidak bisa tercapai," dia tidak ingin mempedulikan dan yang penting adalah dia melakukan yang dia ingin lakukan, dia tidak memiliki target sehingga untuk apa dia harus pusingkan. Jadi kalau ada anak yang hidupnya seperti itu terombang-ambing, tidak punya arah, kita memang harus lebih berhati-hati.
GS : Mungkin ada suatu konsep yang keliru di dalam diri anak, bahwa Tuhan tidak mau menerima dia kalau dia hidup di dalam dosa, baik narkoba maupun di dalam dosa-dosa yang lain.
PG : Bisa jadi, Pak Gunawan. Ada anak-anak yang akhirnya mengembangkan konsep bahwa, "Ya sudahlah saya sudah kotor, saya sudah tidak layak lagi datang kepada Tuhan, saya sudah tenggelam dalam lmpur dosa, Tuhan pun tidak peduli".
Sudah tentu ini pemikiran yang salah, pemikiran yang dibisiki oleh si iblis supaya kita tidak datang kepada Tuhan, tapi kita justru menghindar dari Tuhan. Justru si anak harus percaya bahwa Tuhan ingin dia kembali, Tuhan justru tidak jijik kepadanya. Justru Tuhan mau mendengar suaranya, Tuhan mau mendengarkan doanya meskipun hidupnya terikat oleh narkoba. Datang dulu kepada Tuhan, berdamai dengan Tuhan dan setelah itu minta pertolongan Tuhan.
GS : Tapi sebenarnya jauh dari dalam lubuk hatinya, ada suatu keinginan bahwa dia ingin keluar dari jerat narkoba itu.
GS : Tetapi mengapa itu sulit sekali dilakukan, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa faktornya Pak Gunawan, misalnya faktor penyebab dan pendukung, si pengguna narkoba itu masih tinggal di rumah tangga yang masih berantakan, hubungan orang tua dan anak masih bgitu buruk, penghargaan dirinya masih sangat lemah, makna hidupnya itu tidak ada, dan kalau semua itu masih ada maka akan susah sekali menghentikannya.
Hari ini berjanji sudah tidak lagi menggunakan narkoba, namun besoknya dia merasa anjlok lagi, tidak ada tujuan hidup lagi maka dia akan kembali lagi ke sana. Hari ini berjanji tidak akan lagi ke sana, tapi besok hidup itu kosong lagi, mereka ini memfokuskan pada yang sekarang dan tidak lagi memikirkan yang masa depan, "Nanti terserah, dan sekarang yang penting adalah menikmati hidup" dan akhirnya dia balik lagi ke pola semula yang seperti itu. Yang lain, Pak Gunawan, ada orang-orang yang memakai narkoba, sehingga dia sudah mengembangkan ketergantungan fisik, sehingga tubuhnya begitu membutuhkan narkoba untuk dia bisa berfungsi, kalau tidak memakai narkoba maka tubuhnya itu benar-benar akan terganggu istilahnya adalah sakau, sakit tidak nyaman, menderita gara-gara tubuh tidak mendapatkan narkoba itu sendiri. Meskipun dia sudah bertekad untuk tidak memakai kembali, tapi tubuhnya itu akan mengerang kesakitan dan untuk mengurangi rasa sakit itu dia harus mengonsumsi narkoba lagi. Yang lain juga yang membuat dia susah untuk berhenti adalah ketergantungan mentalnya. Jadi otak sudah terprogram untuk terus membutuhkan narkoba kendati tubuh tidak lagi membutuhkannya setelah beberapa hari melewati proses intoksifikasi, tubuh dibersihkan dari narkoba, memang tubuh sudah tidak lagi membutuhkan narkoba tapi otak masih membutuhkan sehingga otak terus berkata kepada kita, "Kamu perlu, kamu tidak bisa hidup tanpa narkoba" akhirnya bergantung lagi. Yang lain adalah stigma masyarakat yaitu banyak orang yang menolak, merendahkan dan tidak mau merangkul mantan pengguna narkoba, mereka dianggap sebagai sampah. Dalam kesendirian sebagai sampah maka dia akan mencari sesama sampah, yang dianggap sampah oleh masyarakat itu. Dan yang terakhir yang saya bisa pikirkan adalah kurang tersedianya fasilitas tempat rehabilitasi narkoba yang memadai, sehingga banyak problem narkoba berkelanjutan tidak bisa diselesaikan.
GS : Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan seseorang itu sulit melepaskan diri, menurut Pak Paul yang paling sering dialami itu yang mana, Pak Paul ?
PG : Memang yang paling berat adalah ketergantungan mental, jadi otak kita itu sudah terprogram bahwa, "Kita harus hidup bergantung pada narkoba dan kalau tidak ada narkoba maka kita tidak bisahidup."
Begitu terprogram dan terpola dalam hidup kita, maka akan susah menghilangkannya. Saya masih ingat kesaksian dari seseorang yang pernah memakai narkoba dengan waktu yang lama, dia menceritakan waktu dia baru lepas dari Panti Rehabilitasi dan pulang diantar oleh ibunya naik bus, kemudian dia melewati gang atau daerah dimana dia biasa membeli narkoba, padahalnya tubuhnya itu sudah lepas sudah tidak butuh lagi, dia sudah melewati proses detoksifikasi dan sebagainya, begitu dia melihat gang tersebut, dia langsung melompat dan turun dari bus, dia lari dan masuk ke sana untuk mendapatkan lagi narkoba. Sampai seperti itu dan memang inilah pengalaman yang diceritakan kepada saya oleh para pengguna atau mantan pengguna narkoba bahwa kebutuhan mental itu begitu besar. Jadi mau apa-apa dia larinya ke sana, kalau dia susah sedikit, dia inginnya lari ke sana, kalau merasa hidup ini tidak berarti dia inginnya lari ke sana, ada tekanan hidup yang besar, inginnya lari ke sana, hidup ini tidak ada artinya kosong, tidak ada kegiatan maka inginnya lari ke sana. Jadi apa pun kesusahan atau gangguan, inginnya lari ke sana, sebab dia sudah meyakinkan diri tidak bisa hidup tanpa narkoba.
GS : Jadi sebenarnya membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga mental seseorang itu bisa terprogram seperti itu, karena tidak mungkin hal ini terjadi dalam waktu singkat. Jadi sebaiknya seseorang itu tidak terlalu berlarut-larut untuk membiarkan dirinya dijerat oleh narkoba.
PG : Masalahnya kita manusia ini mempunyai memori, karena kita mempunyai memori maka kita mengingat dan memori inilah yang terus menerus memanggil untuk kembali memakai, karena memori kita itu kan mengingatkan kita, "Ingat tidak waktu memakai ini, ingat tidak pengalamannya waktu memakai ini, ingat tidak perasaan kamu waktu sedang memakai."
Itu adalah panggilan yang begitu kuat untuk kembali mencicipi, untuk bisa lagi menikmati sesuatu yang dia harus lepaskan. Jadi panggilan itu yang memang kuat sekali. Namun yang sudah pasti adalah makin dia menolak untuk mengikuti panggilan itu maka makin panggilan itu melemah, sebaliknya makin dia turuti panggilan untuk memakai kembali narkoba, maka makin panggilan itu menguat dalam dirinya. Jadi memang dia harus melawan sampai ke titik dimana meskipun memori masih ada sehingga memori itu masih tetap mengingatkan dan memanggilnya untuk menggunakan narkoba kembali, tapi karena kekuatannya itu sudah melemah maka dia lebih bisa melawannya. Tapi sekali lagi Pak Gunawan, ini adalah sesuatu yang harus dihadapinya seumur hidup, maka pengguna narkoba tidak akan bisa berkata bahwa saya telah sembuh total. Mereka selalu mengatakan, "Saya adalah seorang pemakai dalam tahap penyembuhan, saya adalah seorang pengguna narkoba dalam tahap penyembuhan," itulah istilah yang digunakan karena ingin disadarkan bahwa ada waktu dia lemah, dia bisa langsung memakai lagi, ada waktu dimana dia tidak bisa menguasai diri dia bisa jatuh lagi dan kalau dia sudah jatuh lagi, untuk keluar dari jerat itu bukanlah hal yang gampang. Jadi dia harus selalu mengingatkan diri bahwa dia itu tetap mempunyai masalah dengan narkoba, sampai kapan pun dia tidak boleh berkata saya sudah bebas dari narkoba.
GS : Jadi yang penting di sini adalah bagaimana menanganinya, sedini mungkin pasti lebih baik dan ini bagaimana penanganannya ?
PG : Sudah tentu Pak Gunawan, terbaik adalah pencegahan, jadi kita sebagai keluarga dan terutama sebagai orang tua kita harus memperhatikan faktor-faktor penyebab yang telah dibahas tadi. Misalan pengawasan terhadap anak, kita harus tahu siapakah teman anak-anak kita, kita juga harus tahu kondisi mental anak-anak kita, apakah anak-anak kita mempunyai mental penghargaan diri yang baik atau penghargaan dirinya lemah, apakah anak-anak kita adalah anak yang mudah sekali tersedot oleh teman-temannya, apakah anak-anak kita anak yang tidak bisa memilih teman sehingga mau saja berteman dengan siapa pun termasuk teman-teman bermasalah.
Kita juga mesti melihat apakah hubungan kita dengan mereka baik, apakah ada komunikasi yang terbuka, kejujuran, apakah mereka percaya kepada kita untuk membagikan masalah mereka, kita juga mesti melihat hubungan kita satu sama lain, suami istri apakah harmonis ataukah kebalikannya penuh ketegangan sehingga anak tidak mendapati rumah sebagai tempat berteduh. Kita juga mesti menyadari bahwa kalau anak tidak mempunyai tujuan hidup, tidak ada arahnya, mereka lebih banyak mengalami kegagalan, anak ini adalah anak yang frustrasi dan anak yang frustrasi mudah jatuh ke pengguna narkoba pula. Jadi sebagai orang tua kita mesti melihat faktor pencegah, faktor-faktor penyebab dan pendukung dari pengguna narkoba, sehingga kita bisa mencegah sebelum masalah ini muncul dalam keluarga kita.
GS : Perlu juga pada masa-masa seperti itu, anak diberikan nilai-nilai moral atau nilai-nilai Kristen yang benar Pak Paul, sehingga dia tidak mudah terjebak oleh godaan narkoba ini.
PG : Betul sekali. Tadi kita sudah bahas bahwa anak yang tidak mempunyai hubungan dekat dengan Tuhan, tidak akrab dengan Tuhan maka dia tidak akan peduli bahwa Tuhan itu setuju atau tidak, dia idak memusingkan apa yang menjadi kehendak Tuhan, dia akan melakukan apa saja.
Maka kita harus perhatikan kehidupan rohani anak kita, sudah tentu kita harus menjadi panutan, contoh rohani bagi anak-anak bahwa kita di dalam bertindak ingin mengindahkan kehendak Tuhan, tidak hanya melakukan apa yang kita anggap baik.
GS : Selain pencegahan Pak Paul, apa yang bisa kita lakukan ?
PG : Kedua adalah kita harus melakukan pengamanan kalau anak kita sudah terlibat dan jatuh ke dalam narkoba. Misalkan kita harus mengamankan harta benda dari jangkauannya, karena mereka akan buuh uang untuk membeli narkoba.
Maka kita harus menjaga barang yang bisa kita amankan, misalkan saja uang maka kita harus benar-benar menyimpan uang itu sehingga tidak bisa dijangkau olehnya. Barang-barang pun juga harus kita lihat karena pada awalnya barang mulai hilang, uang mulai hilang, kalau ditanya selalu jawabnya "Tidak tahu", tetapi tidak ada orang lain di sana selain dari anak kita. Jadi kita harus amankan, bukannya kita sayang harta tapi kita sayang nyawa dia, kita sayang hidup dia karena dengan dia mempunyai uang maka dia akan menjerumuskan diri masuk dalam ikatan narkoba. Kemudian kita juga harus mengamankan si pengguna dari teman atau lingkungannya. Jadi kita memang mesti tegas melarang dia bergaul dengan teman-temannya yang kita tahu menggunakan narkoba. Selama kita tahu dia masih kontak dengan mereka maka dia akan tetap terus pakai, walaupun dia berkata, "Tidak, saya tidak akan terpengaruh. Saya bisa berkata 'tidak' dan sebagainya," tidak bisa! Dia akan mudah sekali tersedot, maka kita mesti mengamankan dia dari teman-teman atau lingkungannya yang tidak baik itu, kalau perlu kita pindahkan ke tempat lain. Ada seorang pengguna narkoba yang terus berkecimpung dalam narkoba meskipun dia ingin berhenti tapi dia tidak bisa karena lingkungannya masih sama, maka akhirnya dia dipindahkan ke kota lain. Setelah dipindahkan kemudian dia berkesempatan lepas dan bisa bertobat sepenuhnya. Kalau dulu ingin bertobat namun kembali lagi karena temannya selalu menunggu, dengan dia dipindahkan jauh dari rumah ke kota yang berbeda dan tidak ada lagi kontak dengan teman-temannya, secara otomatis keinginannya itu makin hari makin berkurang pula. Dan yang ketiga pengamanan, kita juga harus mengamankan keluarga dari kerusakan psikologis yang lebih parah. Maksudnya seperti ini, anak yang bermasalah dengan narkoba akan menimbulkan rasa sakit seperti kekacauan, kebingungan, kemarahan dalam keluarga sendiri, sehingga relasi anak dengan orang tua dan dengan anggota keluarga lainnya cenderung lebih bermasalah lagi, tambah kacau semuanya. Nah, kita harus melindungi keluarga kita bukan dengan cara menyalahkan si anak ini saja, memang anak ini adalah bagian dari keluarga kita tapi kita mau melindungi mereka dengan cara, "mari kita carikan bantuan" kita datangi seorang konselor atau rohaniwan, kita bereskan masalah kita supaya masing-masing kita tahu bagaimana mengatasi anak yang bermasalah ini sehingga tidak menjadi korban selanjutnya, karena dalam banyak kasus, Pak Gunawan, si pengguna narkoba ini nanti bisa menyiksa atau menyakiti hati adik-adiknya atau kakaknya dengan cara mengancamnya, menakut-nakuti, mengintimidasi. Jadi kita juga mesti melindungi mereka dari ancaman-ancaman yang dilakukan oleh si pengguna narkoba itu.
GS : Jadi memberikan uang saku secara berlebihan kepada anak khususnya remaja ini cukup berbahaya, Pak Paul ?
PG : Apalagi kalau kita tahu anak kita adalah anak yang tidak bisa memakai uang dengan bijaksana, kita jangan sampai malah menjerumuskan dia.
GS : Dalam hal melindungi keluarga yang lain terhadap sikap anggota keluarga yang terkena narkoba, maka bagaimana kita melindunginya ? Karena setiap hari mereka berkomunikasi, dan kadang-kadang pengguna narkoba ini menjadi pemarah karena menjadi mudah marah.
PG : Nantinya konselor dalam konseling keluarga harus membahas misalnya hal-hal yang mestinya mereka lakukan bersama-sama untuk melindungi satu sama lain dari si pengguna narkoba. Misalkan kala si pengguna narkoba itu ingin mengancam dan sebagainya maka satu keluarga harus bersatu, harus bisa melindungi anak tersebut.
Jangan tiba-tiba lepas atau cuci tangan tidak mau tahu, makin kita terbelah-belah maka akan semakin repot. Jadi kita harus mau menolong dia, tapi sekaligus juga mesti melindungi jangan sampai dia menimbulkan kerusakan yang lebih besar lagi dalam keluarga, kita mesti merangkulnya tapi sekaligus juga membatasi ruang geraknya.
GS : Jadi langkah berikutnya setelah pencegahan dan pengamanan, apa yang bisa dilakukan, Pak Paul ?
PG : Kita memang harus memulai perawatan artinya misalkan kita sebagai orang tua harus sehati dan berkomitmen dalam proses perawatan anak dan bersedia terlibat dan mendukung, bukan saja dari sei keuangan tapi juga dari segi psikologis dan spiritual.
Jadi kita berkomitmen mau menjalani proses ini, jangan di tengah jalan kita berhenti dan tidak mau lagi. Memang kadang-kadang ini menyakitkan dan kadang-kadang ini juga mencederai ego kita. Dalam konseling kita harus melihat masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan kita, memang tidak enak tapi mari kita jalani bersama. Sebab sekali lagi saya mau tekankan seringkali masalah narkoba anak itu terkait dengan masalah kita sebagai suami istri. Kita pun harus bercermin diri waktu anak kita menggunakan narkoba dan kita terbuka, kita mau mengakui kesalahan, kita tidak menyalahkan dia sebagai sumber masalah keluarga tapi kita sebagai orang tua juga mengakui bahwa kita berandil besar dalam masalah keluarga ini termasuk masalah narkobanya. Si anak akan melihat hal yang indah dan dia akan juga tergerak untuk membereskannya tapi kalau kita defensif membenarkan diri, maka dia makin marah dan dia akan berkata, "Masa bodoh dengan Papa Mama, mereka tidak mau tahu apa kesalahannya dan bisanya hanya menyalahkan anak saja, ya sudah buat apa diteruskan." Jadi kita harus menunjukkan kesediaan kita untuk berubah.
GS : Kalau seseorang di dalam keluarga kita itu menggunakan narkoba lalu sampai dipublikasikan, maka keluarga itu akan terkena dampak yang sangat serius sekali. Mereka merasa malu, misalkan di sekolah adik-adiknya pasti diolok-olok teman-temannya dengan mengatakan, "Kakakmu pengguna narkoba, kemarin di tangkap polisi saya lihat di televisi." Hal ini pastilah menjadi sesuatu luka yang sangat dalam.
PG : Maka di sini kita sebagai orang tua kita berperan untuk bisa membalut luka-luka anak-anak kita yang lain. Tadi saya sudah singgung kita harus mengakui andil kita sebagai orang tua, jangan anya mengisolasi masalah pada diri si anak yang terkena narkoba, seolah-olah dialah penyebab semua masalah.
Kepada anak-anak yang lain kita mengakui kalau kita berandil sebab mungkin saja anak-anak yang lain pun menyimpan luka, menyimpan kepahitan terhadap kita, kita mesti akui kalau perlu kita meminta maaf kepada mereka, setelah itu kita mencoba untuk melindungi, memberikan penghiburan kepadanya sewaktu mereka malu karena di sekolah semua anak-anak membicarakan tentang kakaknya atau di luar, seperti di gereja semua orang membicarakan hal-hal seperti itu. Jadi orang tua mesti berperan menghimpun anak-anaknya yang tertekan itu sehingga si anak tahu, "Memang benar kita harus menghadapi bersama, yang penting adalah kita dan Tuhan, bukan penilaian manusia yang penting, tapi penilaian Tuhan."
GS : Mungkin ada hal yang lain yang bisa dilakukan dalam rangka perawatan ini, Pak Paul ?
PG : Jadi pada akhirnya, Pak Gunawan, kita harus membereskan penyebab munculnya masalah ini. Misalkan sekolah si anak tentang prestasi akademinya, dia tidak sanggup karena tuntutan-tuntutan yan berlebihan kepadanya, masalah kita sebagai suami istri, masalah kerohanian dan yang lainnya yang menjadi pokok masalah kita harus lihat dan kita harus akui, jangan lagi limpahkan kesalahan kepada yang lain, tapi kita lihat akarnya dan kita sembuhkan, itu awalnya Pak Gunawan.
Kalau anak kembali pulang ke rumah dan melihat rumahnya berbeda, orang tuanya berbeda, relasi orang tua dengan anak pun berbeda maka dia lebih berkesempatan untuk sembuh.
GS : Kalau proses perawatan itu sudah dilakukan Pak Paul, apakah berarti tugasnya itu sudah selesai ?
PG : Belum, sebab setelah dia selesai, pulang ke rumah, kita sekali lagi harus membuka pintu menerimanya, kita harus bersikap seperti perumpamaan anak yang hilang, waktu si anak pulang, si bapa telah menunggu dan merangkulnya.
Kita pun juga harus seperti itu memberinya kesempatan untuk memulai kembali dan menerima dia apa adanya. Dan kita harus menolongnya untuk mengintegrasikan diri ke dalam lingkungan, jangan sampai dia nanti terus dicap oleh orang sebagai orang yang bermasalah. Kita justru mau menolong dia agar dia kembali ke jalur yang benar dalam hidup ini.
GS : Jadi memang harus benar-benar dikondisikan bahwa dia hidup di dalam kondisi yang baru, Pak Paul ?
PG : Betul. Misalkan ke sekolah yang baru atau pindah ke wilayah yang baru, kita benar-benar harus berani berkorban supaya anak ini berkesempatan untuk memulai hidup yang baru.
GS : Dalam kondisi seperti ini, memang firman Tuhanlah yang akan menjadi pegangan khususnya bagi pengguna narkoba yang sudah ditolong untuk disembuhkan. Dalam hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Di Lukas 17:3,4 firman Tuhan berkata, "Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau ujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."
Jadi ini yang Tuhan minta dari kita, anak kita telah jatuh maka kita tegor yang penting dia bertobat kemudian terima dia kembali, ampuni dan kita memulai lembaran yang baru. Sikap seperti inilah yang bisa untuk merestorasi seorang anak yang telah jatuh ke dalam narkoba.
GS : Jadi selamanya itu tetap ada harapan bagi mereka yang telah jatuh di dalam dosa penggunaan narkoba ini ?
PG : Ada dan sudah pasti ada.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Narkoba dan Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
)