Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idayanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang topik bagaimana "Mengajar Anak Menggunakan Uang". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, kita sebagai orang dewasa tahu bahwa mencari uang itu sulit. Tetapi menggunakan uang pun bukan sesuatu hal yang mudah, nah karenanya kita sebagai orang yang sudah lebih dewasa tentu ingin mengajarkan, mempersiapkan anak-anak ini supaya mereka bisa menggunakan uang yang mereka miliki secara tepat guna. Tetapi masalahnya kita sebagai orang tua juga tidak pernah menerima pendidikan untuk itu Pak Paul. Nah melalui acara TELAGA ini Pak Paul mungkin bisa memberikan saran-saran tentang bagaimana orang tua mengajarkan kepada anaknya di dalam menggunakan uang yang dipercayakan kepadanya.
PG : Sebelum kita masuk ke saran-saran praktisnya Pak Gunawan, saya ingin membawa kita semua kembali kepada firman Tuhan. Kalau kita teliti dalam firman Tuhan ada satu tema yang mengalir denan sangat kuat terutama di Perjanjian Baru yaitu tentang uang.
Dan bahkan kita tahu Tuhan pernah berkata: "Engkau tak bisa melayani Tuhan dan Mamon." Nah Mamon itu adalah representasi atau perlambangan dari uang, dengan kata lain ada satu hal yang Tuhan setarakan dengan diri-Nya dalam pengertian begitu mengancam manusia, begitu berpengaruh terhadap manusia selain Tuhan yakni uang. Jadi kalau kita menyadari bahwa Alkitab sendiri memberi begitu banyak peringatan tentang harta dan tentang uang, nah saya kira sudah pada tempatnyalah kita sebagai orang tua juga memperhatikan aspek ini. Nah saya perhatikan ini adalah aspek kehidupan atau aspek dalam mendidik anak yang cukup sering terabaikan, nah sedangkan sekarang kita baru disadarkan bahwa ini adalah hal yang sangat penting sekali. Jadi Tuhan tahu bahwa hal ini hal yang justru bisa mengerosi iman seseorang. Kalau kita ingat perumpamaan penabur benih yang tercatat di Injil Lukas, nah benih yang jatuh di tanah yang mempunyai banyak semak duri diibaratkan dengan orang yang sudah mulai bertumbuh dalam Tuhan tapi akhirnya tidak bisa bertumbuh dan berbuah dengan lebat, karena apa? Himpitan-himpitan apa yang dikatakan di Alkitab, kekhawatiran, kenikmatan dan juga kekayaan. Jadi dengan kata lain sekali lagi di situ ditekankan meskipun digunakan tiga istilah sebetulnya apa yang sering kali mengawatirkan kita, apa itu yang namanya kenikmatan dunia, bukankah itu semuanya berkaitan dengan uang. Jadi sekali lagi yang akan bisa menghambat pertumbuhan rohani kita juga adalah uang, jadi sudah pada tempatnyalah kita sekarang sebagai anak-anak Tuhan memberi perhatian yang lebih besar terhadap uang dalam rumah kita. Bagaimana kita bisa mengajar anak-anak kita bersikap terhadap uang dan memakai uang dengan lebih bijaksana.
(2) GS : Lagi pula saya tiba-tiba teringat akan firman Tuhan yang mengatakan bahwa akar segala kejahatan itu cinta akan uang, padahal kita juga membutuhkan uang itu tapi tidak boleh cinta, nah ini sesuatu yang mungkin Pak Paul perlu jelaskan?
PG : Dan cinta akan uang itu Pak Gunawan, bisa muncul dari dua situasi yang bertolak belakang. Yang pertama adalah kita dibesarkan di rumah di mana uang terlalu berlimpah sehingga kita bisa enikmati hidup dengan mudah karena tersedia banyak uang.
Oleh karena itu kita menjadi terbiasa dengan keberadaan uang di kantong kita, nah tanpa disadari terbentuklah hubungan cinta antara kita dan uang itu. Namun ada situasi yang lain yang juga bisa menelorkan perilaku yang sama atau kecintaan terhadap uang yaitu hidup yang sangat sulit. Di mana susah sekali membeli kenikmatan hidup karena tidak tersedianya uang, nah dua kondisi ini sama-sama berpotensi menumbuhkan cinta akan uang yang berlebihan. Nah ini yang sangat berbahaya, sebab Tuhan berkata: "ini adalah akar, akar dari segala yang jahat."
(3) IR : Bagaimana sebaiknya Pak Paul, cara mengatur untuk memberikan uang jajan kepada anak-anak itu?
PG : Jadi anak-anak itu Bu Ida, tidak lepas dari uang jajan, biasanya pada masa-masa kecil kita ini mulai memperkenalkan uang pada anak dalam bentuk uang jajan. Sebelumnya uang itu dipegang leh kita, dan barang-barang yang dia butuhkan kita yang membelikannya.
Pada waktu anak-anak sudah berusia misalnya 6 tahun dan sebagainya mulailah kita memberikan dia uang jajan. Nah saya sangat setuju dengan konsep uang jajan, karena apa? Konsep uang jajan menolong anak belajar mengatur uang, nah ini aspek pertama yang kita harus ajarkan kepada anak. Yakni bagaimana mengatur uang, nah anak hanya bisa mengatur uang karena dia memegang uang, tanpa uang di tangannya tidak ada yang harus diatur. Jadi orang tua yang tidak memberi uang jajan sama sekali dan punya uang saya kira itu bukan tindakan yang tepat, karena tidak mendidik anak mengatur uang. Bagaimanakah kita mendidik anak mengatur uang melalui uang jajan ini. Pada masa anak-anak kecil, misalkan yang di bawah umur 8 tahun, kita memberikan uang jajan itu sehari demi hari, mungkin kita bisa terapkan ini sampai SD, sampai kelas 6 SD hari lepas hari. Dan kita berikan uang jajan pas untuk yang dia ingin beli, nah anak-anak akan secara alamiah memberitahukan kita, tadi mau beli ini, kita bawa jalan keluar sekolah dia akan berhenti di tempat ini, di tempat itu dengan berkata: "Ma.. beli ini", "Ma..beli itu", nah kita mulai tahu kira-kira apa yang dia ingin beli setiap hari misalkan gambar tempel atau apa. Nah kita perkirakan kira-kira berapa uang yang dia butuhkan atau misalkan kita mau dia membeli makanan di kantin sekolah, kita juga perhitungkan secara pas berapa uang yang dia butuhkan membeli makanan itu, itu yang kita berikan kepada dia. Jadi uang yang sangat pas sehingga dia tidak usah berpikir lagi bagaimana dia mengatur uangnya, dia hanya tahu beli ini, beli itu, itu tahap pertama dalam pengaturan uang. Waktu anak-anak sudah SMP saya sarankan, sudah waktunya anak-anak diberikan uang yang lebih banyak. Misalkan kita berikan dia uang jajan untuk selama 3 hari dan dia mulai mengaturnya pula, misalkan dia beli barang makanan atau apa, kita sudah perhitungkan juga dan kita lebihkan sedikit untuk yang dia ingin beli. Nah di situ dia mulai bisa juga belajar mengatur uangnya. Nah pada waktu anak-anak SMA kita bisa berikan dia uang jajan untuk 1 minggu berarti ini termasuk uang dia pergi dengan temannya pada hari Sabtu atau hari Minggu. Itu tidak lagi kita berikan satu kali, kita berikan dia 1 minggu, dan dia harus belajar mengatur uang untuk keperluannya, dia tidak bisa lagi meminta dari kita, karena itu adalah alokasi dana yang kita berikan kepadanya.
(4) IR : Pada usia berapa Pak Paul anak diberi uang saku itu?
PG : Saya kira uang saku itu kita bisa mulai berikan pada waktu anak-anak itu kelas 0 (nol), jadi uang saku untuk membeli sesuatu yang memang dia inginkan atau perlukan pada jam sekolah. Dantidak ada sisanya sama sekali, pada masa-masa taman kanak-kanak itu.
Setelah dia mulai misalnya usia 11, 12 tahun kita bisa mulai lebihkan uang itu, supaya dia bisa mulai nantinya menggunakan uang itu untuk keperluan yang lain.
GS : Sering kali anak bertanya Pak Paul, "saya mau beli ini boleh tidak, beli ini boleh tidak?" pada tahap-tahap awal kita memang bisa mengerti tetapi kalau dia makin dewasa masih terus tanya seperti itu, itu agak mengganggu sifatnya Pak Paul. Nah yang kita mau ajarkan kepada anak tentunya adalah prinsipnya, supaya dia mempunyai semacam pedoman di dalam menggunakan uang itu. Nah prinsip apa Pak Paul sebetulnya yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak ini?
PG : Kita bisa mengajarkan prinsip pemakaian uang yakni membedakan antara yang perlu dan yang tidak perlu. Membedakan antara yang menyenangkan hati dan membedakan antara yang sedang model atu yang benar-benar dia butuhkan.
Jadi adakalanya anak membeli sesuatu bukan karena dia perlukan, tapi menyenangkan hatinya, dia suka. Atau adakalanya dia beli karena barang itu sedang model, teman-temannya membelinya jadi dia juga mau membelinya. Nah saya tidak berkata kita hanya belikan barang yang dia butuhkan tidak. Sebab kita harus mengakui hidup itu tidaklah sesederhana itu, kita pun kadang-kadang membeli barang yang kita sukai dan tidak terlalu perlu. Tapi yang penting adalah kita mulai mengajar dia melihat berapa uang yang dia punya, kalau uang itu jumlahnya misalnya hanya sekian dan dia hanya bisa membeli barang yang dibutuhkan, itu yang harus dia utamakan. Tingkatan kedua adalah setelah barang yang ia sukai. Terakhir yang ketiga barulah kalau masih ada uang sisa dia bisa membeli barang yang memang sedang model, dengan kata lain memang itu yang dimiliki oleh teman-temannya dan dia ingin sama seperti teman-temannya. Nah urutan ini jangan terbalik-balik, ada kecenderungan anak-anak kalau tidak kita ajarkan hal seperti ini begitu ada uang dia akan buru-buru membeli barang yang menjadi model. Nah sedangkan dia sendiri tidak suka barang itu tapi sudah model, nah kita ajarkan "tidak, kalau engkau masih punya uang estra setelah engkau membeli yang engkau butuhkan engkau harus utamakan yang engkau sukai. Engkau sukai tidak? Memang ini sesuai seleramu tidak? Menyenangkan hatimu tidak?" Kalau dia bilang: "Sebetulnya tidak, cuma teman-teman pada pakai", nah kita katakan: "Belilah barang yang engkau sukai." Nah terakhir kalau engkau tidak punya uang lagi ya sudah jangan beli tapi masih ada sisa uang barulah engkau sisakan itu uang untuk membeli barang yang sedang model, yang sedang trend. Saya kira prinsip ini perlu kita ajarkan kepada anak-anak sehingga nanti setelah dia dewasa, dia mulai berpikir seperti itu pula. Waktu ada sejumlah uang dia harus prioritaskan mengeluarkan uang itu untuk yang dia butuhkan dulu, baru setelah itu yang ia sukai dan terakhir baru yang sedang model.
IR : Pak Paul, apakah orang tua juga harus memberikan teladan?
PG : Saya kira itu penting sekali, itu point yang bagus sekali Bu Ida, jadi kalau kita mengajar kan itu kepada anak, tapi tidak melakukannya ya percuma. Dia akan berkata papa atau mama kok jga membeli barang ini mentang-mentang lagi modelnya.
Misalnya contoh yang gampang kita tahu sekarang televisi itu keluar model-model yang baru-baru apalagi sekarang itu yang flat tron ya yang rata, nah televisi kita masih bagus kita baru beli misalnya 2 tahun yang lalu tapi tidak flat namun bagus sekali suaranya seperti home teader dan sebagainya, tapi gara-gara keluar yang flat tron kita langsung membelinya. Nah saya tidak melarang orang membeli barang yang sedang model tapi kalau begitu keluar kita langsung menyambar saya kira kita mengajarkan kepada anak, model itu terlalu penting buat kita. Nah ada baiknya kalau misalnya kita punya uang dan memang kualitasnya bagus kita tetap perlu menunggu sehingga anak-anak sudah melihat: "Pa, ini ada yang baru, Pa, Ma, televisinya ada yang baru flat tron" dan sebagainya, kita tidak langsung membelinya. Nah jedah ini atau jarak waktu ini mengajarkan kepada anak bahwa orang tua tidak langsung membelinya. Nah jedah ini atau jarak waktu ini mengajarkan kepada anak bahwa orang tua tidak langsung membeli gara-gara modelnya itu yang sedang trend.
IR : Saya pernah menemukan satu keluarga Pak Paul, orang ini mampu, mempunyai uang sehingga anaknya ini sering menuntut, dia bisa beli apa saja toh orang tuanya ada uang. Tapi orang tuanya selalu mengajarkan bahwa uang yang dimiliki itu adalah uang milik Tuhan, sehingga setiap pengeluaran uang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, jadi hanya membeli apa yang perlu dan tahapan seperti tadi itu yang diajarkan. Tapi dia selalu mengembalikan bahwa uang itu bukan milik orang tuanya tapi milik Tuhan jadi akhirnya juga tidak memaksa.
PG : Itu bagus, jadi dari kecil si anak diajarkan bahwa kita adalah juru kunci yang Tuhan percayakan, jadi jangan sampai kita sembarangan dengan kepercayaan yang Tuhan telah berikan kepada kta.
Itu bagus sekali Bu Ida.
GS : Kembali ke uang saku Pak Paul, itu biasanya anak tetap punya tabungan, entah pada hari ulang tahun diberi oleh orang tua atau neneknya dan sebagainya. Nah apakah mereka itu boleh menggunakan uang tabungannya itu menurut apa yang dia inginkan?
PG : Tetap kita harus memantau, jadi tidak bisa pada anak-anak yang terutama masih remaja, kita izinkan mebeli apa saja semaunya, tetap kita harus beritahukan dia. Nah jadi meski anak berkat : "Ini uang tabungan saya, saya mau pakai untuk beli ini" tetap kita gunakan prinsip yang tadi, "engkau butuh atau tidak?" Misalkan dia bilang, yang mudah sekali saja mainan games atau playstation.
Dia bilang "ya saya sudah beli ini tapi saya sudah mainkan dan sudah habis," nah kita harus tetap berikan jarak yaitu kapan dia belinya. Meskipun dia sudah mainkan habis tapi kalau misalkan dia baru beli dua hari yang lalu. Kita bisa berkata: "jangan! Engkau baru beli barang itu dua hari yang lalu." Jadi salah satu cara menolong anak mengatur uang termasuk uang jajan itu adalah dengan cara menjatahkan. Kita menjatahkan dia sehingga dia lama-lama juga belajar menjatahkan untuk dirinya, tidak setiap saat dia inginkan sesuatu dia mesti mendapatkannya, dia harus tunggu waktu yang berikutnya. Misalkan di rumah kami untuk barang-barang yang kami anggap bernilai lebih mahal kami selalu harus minta anak-anak menunggu sampai hari besar. Hari besar itu apa, di rumah kami ada 2 hari yaitu hari ulang tahun dan hari Natal, sudah kalau untuk barang-barang yang bernilai tinggi, tapi biasanya memang hari ulang tahun. Jadi biasanya kami hanya membelikan barang yang sedikit lebih mahal pada 2 hari itu atau biasanya hanya pada 1 hari, hari ulang tahun. Selain itu biasanya kami hanya membelikan barang-barang yang relatif murah, tapi itu misalkan seperti video games, playstation games kami hanya izinkan membeli seminggu sekali. Jadi dia ada waktu 1 minggu untuk main, memang barang yang sama itu, tidak bisa dia beli setiap hari atau 2 hari sekali.
GS : Mengajar anak menabung itu sampai berapa jauh Pak Paul?
PG : Saya kira kita mesti juga mengajar pada anak-anak usia belasan ya SMP, SMA. Jadi kita beritahukan dia kamu sudah punya uang sekian, nah engkau perlu menabung. Tapi anak-anak itu sering ali tidak bisa menabung dengan begitu saja, perlu ada objeknya, tujuannya.
Misalkan dia mulai berkata saya senang sekali dengan ini atau apa gitu, tapi kita tahu harganya sangat tinggi, nah kita bisa berkata setiap minggu engkau tabung sekian nanti setelah misalnya 2 bulan uangmu itu akan mencapai ½ harga barang itu ½ nya kami akan tambahkan, tapi 1/2 nya dari uang tabunganmu. Nah ini menolong anak bermotivasi menabung, sekali lagi anak-anak belum mengerti arti menabung seperti kita ini, kalau kita menabung karena kita memikirkan jauh ke depan. Jadi kita bisa tekankan tentang barang yang dia mau beli, dia bisa mulai menabung untuk membeli barang tersebut.
IR : Di sekolah itu diajarkan Pak Paul, anak-anak itu menabung lewat ibu guru mereka, itu baik atau tidak, meski tidak melihat untuk apanya. Jadi berapa besar sangat dikaitkan untuk apanya, kadang-kadang anak-anak rela sengaja makan makanan yang lebih kecil atau lebih murah atau bahkan tidak makan sama sekali di sekolah untuk menabung sebab dia ingin membeli barang tersebut. Jadi sekali lagi berapa besar sangat dikaitkan dengan untuk apa, tapi kalau dia menabung tidak tahu tujuannya sering kali dia akan kehilangan motivasi.
GS : Bagaimana halnya dengan memberikan persembahan pada hari minggu Pak Paul, khususnya dalam kebaktian. Ada orang tua yang langsung memberikan sudah ini nanti masukkan ke kantong persembahan, ada yang diberikan seperti tadi uang saku lalu anak boleh menentukan sendiri persembahannya berapa. Yang mana yang seharusnya?
PG : Saya kira sampai anak-anak itu berusia sekitar misalnya 12, 13 tahun tidak apa-apa orang tua memberikan uang kemudian ditaruh di dalam persembahan. Tapi setelah itu sekitar SMP 2 ke ata anak-anak perlu diajar memberikan persembahan dari uang sakunya.
Kenapa? Di situlah anak-anak belajar memberi. Kalau dia hanya memberikan uang yang sudah kita berikan kepadanya, dia itu tidak memberikan dia hanya mentransfer, dia hanya sebagai medium menyalurkan saja. Jadi perlu dia memberikan dari uang sakunya, ini mutlak harus diajarkan kepada anak. Dan di sini kita bisa melihat betapa susahnya si anak memberikan di sinilah kita mulai bisa memberikan kepada anak itu prinsip-prinsip rohani, bahwa Tuhan akan membukakan tingkap-tingkap langit dan menurunkan berkatNya atas kamu, kita bisa membacakan Matius pasal 6 kesusahan hari ini untuk hari ini jangan khawatir untuk hari esok dan sebagainya. Nah di situ kita juga bisa menolong dia misalkan dia tahu uangnya tinggal segini, tapi dia tahu dia harus berikan persembahan dan kita katakan hari ini untuk hari ini, nanti akan ada berkat, nah dia berikan dengan iman. Nah hari-hari lainnya waktu dia perlu sesuatu kita bisa berikan uang itu kepadanya uang yang lain kita gantikan. Jadi kita mengajarkan prinsip bahwa memang Tuhan akan mencukupi kebutuhan dia.
(5) IR : Sekarang mendidik anak untuk menolong teman Pak Paul, itu sejauh mana Pak Paul?
PG : Ini point yang bagus sekali Bu Ida, sebab anak-anak kadang kala tidak bijaksana memakai uang, gara-gara soal teman. Teman minjam lagi, tidak diberikan susah, takut dimusuhi, takut diangap pelit, nah jadi kita perlu mengajarkan anak membedakan antara menolong teman dan menyenangkan hati teman.
Kita tidak memberikan uang hanya untuk menyenangkan hati teman, yang kita perlu ajarkan anak adalah memberikan uang guna menolong teman yang memang memerlukan uang. Dengan kata lain kita harus mengajarkan anak membedakan teman ini, teman yang seperti apa. Apakah dia memang sering meminjam uang dari orang-orang, apakah dia mengembalikan uang yang dia pinjam, jadi kita mau mengajar anak juga memberikan uang kepada orang yang memang sepatutnya menerima uang itu, sehingga tidak disalahgunakan. Jadi prinsip memberikan menjadi suatu prinsip yang sangat konstektual, kita bisa benar-benar ajarkan dia dengan lengkap, bukan saja soal jumlahnya tapi soal siapa yang meminjam itu kita harus juga perhatikan. Digunakan untuk apa oleh dia dan apakah memang dia orang yang bertanggung jawab dengan pinjamannya dan apakah dia ini maksudnya memberikan untuk menyenangkan hati temannya atau menolong teman, jadi semua ini kita bisa ajarkan.
GS : Bagaimana kalau sebaliknya kita sebagai orang tua mengetahui karena anak yang cerita bahwa dia meminjam uang temannya untuk membeli sesuatu barang?
PG : Nah di sini kita bisa tanyakan kepada anak, nomor 1, apa yang membuat engkau tidak meminta kepada kami, kok meminjam kepada teman. Nah biasanya anak meminjam kepada teman karena dia tah dia tidak bisa mendapatkannya dari kita, karena dia akan membeli barang yang akan kita larang itu biasanya terjadi.
Nah kalau kita tahu dia meminjam uang dari teman, saya pribadi akan mengatakan itu bukan kebiasaan yang baik, ini juga Akitab, Alkitab memang pernah berkata: "Jangan berhutang kepada siapapun kecuali berhutang kasih." Jadi memang Alkitab sangat menekankan bahwa kita sebagai anak Tuhan perlu mandiri jangan mudah bergantung pada orang dalam hal finansial ini. Nah kita bisa katakan kepada si anak itu bukan kebiasaan baik, meskipun engkau bisa membayarnya nanti, kalau belum bisa beli karena tidak punya uang, jangan beli dulu, kalau sudah punya uang baru beli. Jadi kita ajarkan dia suatu gaya hidup yang lebih sehat, jangan hutang nanti bayar, hutang nanti bayar o.....tidak, kita ada uang baru beli, meskipun kita inginkan barang itu.
IR : Dan kita tekankan prinsip Alkitab Pak Paul, cukupkanlah apa yang ada padamu gitu Pak Paul ya.
GS : Nah dalam hal itu apakah perlu orang tua langsung melunasi katakan hutang anak kita pada orang luar atau ya sudah tanggung sendiri sampai lunas atau bagaimana Pak?
PG : Saya kira kita harus memberi tanggung jawab itu kepada si anak. Jadi misalkan uang jajannya berapa, uang sakunya berapa dari situlah kita potong, dia harus juga merasakan sakitnya membaar hutang.
Nah anak-anak yang tidak pernah belajar membayar hutang tidak bisa menghargai artinya pemberian. Anak-anak yang terus menerima-menerima, pemberian-pemberian cenderung tidak menghargai betapa bernilainya pemberian itu. Waktu dia harus membayar sesuatu hutangnyalah atau apa, dia lebih menghargai artinya pemberian. Jadi tanggung jawab membayar balik saya kira harus kita embankan pada si anak.
GS : Pak Paul, memang ada begitu banyak ayat di dalam Alkitab tadi Pak Paul katakan khususnya di Perjanjian Baru yang berbicara tentang uang. Tapi tentu ada bagian tertentu juga di Perjanjian Lama yang bicara tentang ini Pak Paul?
PG : Saya akan bacakan dari kitab Amsal 3:9-10, "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu. Maka lumbung-lumbungmu akan di isi penuh sapai melimpah-limpah dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya."
Yang Tuhan katakan di sini yang pertama adalah bahwa harta itu tidak harus bersikap negatif atau salah. Jadi kita mesti mempunyai pengajaran yang berimbang, jangan akhirnya menekankan kepada anak harta, uang itu kotor, hitam dari setan dan sebagainya, tidak. Harta itu adalah sesuatu yang memang sebetulnya bisa digunakan untuk yang baik. Nah yang baiknya apa, di sini dikatakan kita bisa memuliakan Tuhan dengan harta ini, nah artinya memuliakan Tuhan berarti membuat nama Tuhan menjadi dipuji oleh karena harta yang kita miliki atau kita berikan itu. Dan di sini dikatakan lagi dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu. Kita cenderung mau menikmati hasil pertama kita, kita merasa ini adalah jerih payah kita, nah Tuhan menginginkan hasil pertama itu diberikan kepadaNya. Supaya apa? Supaya kita ini mengakui bahwa semua itu berasal dari Tuhan tetap hak milik Tuhan, Tuhanlah yang harus menikmatinya bukan kita. Tuhan kemudian berkata: "Lumbung-lumbungmu akan terisi penuh sampai melimpah-limpah dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." Artinya kalau kita bisa memberikan kepada Tuhan, Tuhan akan memberikannya kepada kita. Jadi prinsip selalu adalah inisiatif dalam soal uang ada pada kita berani tidak, rela tidak kita memberikan kepada Tuhan. Kalau tangan kita terlalu erat menggenggam tidak akan banyak yang Tuhan bisa taruh di tangan kita. Tapi kalau tangan kita bisa dengan elastis membuka tangan itu, genggaman itu, maka akan lebih banyak yang Tuhan letakkan pada tangan kita. Nah prinsip ini yang akan terus kita ajarkan kepada anak-anak sehingga mereka tidak mempunyai pandangan yang negatif tentang harta tapi mempunyai pandangan yang positif, dia bisa kembalikan kepada Tuhan dan dengan itu dia memuliakan Tuhan dan Tuhan akan memberkati dia.
GS : Memang sesuatu yang tidak gampang menggunakan uang pada saat-saat seperti ini tetapi terutama kita sebagai orang tua tentunya harus belajar lebih banyak dari kebenaran firman Tuhan sebelum kita mengajarkannya kepada anak-anak kita. Jadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang bagaimana "Mengajarkan Anak Menggunakan Uang". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58, Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan akhirnya dari studio kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.