Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya ditemani Ibu wulan, S.Th. kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Membangun Keakraban dengan Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kita sebagai orang tua tentu ingin akrab dengan anak atau pun anak-anak kita bahkan mungkin kerinduan kita bisa lebih akrab dengan teman-teman yang lain. Tetapi masalahnya bagaimana keakraban itu bisa terwujud, Pak Paul?
PG : Begini Pak Gunawan, yang melahirkan konsep yang akan kita bahas pada saat ini adalah pengalaman pribadi saya, Pak Gunawan. Saya ini berbincang-bincang dengan anak-anak dan saya bertanya-taya kepada mereka tentang tempat-tempat yang kami dulu kunjungi waktu kami rekreasi bersama karena itu sering kami lakukan waktu mereka masih kecil.
Jawaban mereka ternyata sangatlah mengejutkan saya, ternyata mereka itu tidak terlalu ingat dengan tempat-tempat yang kami kunjungi, saya tanya ingat tidak ini, ingat tidak itu, ingat tidak ini, kebanyakan yang kami tanyakan mereka tidak ingat. Yang mereka ingat memang hal-hal yang telah terjadi misalnya di atas usia 9, 10 tahun, itu mereka lebih ingat, tapi yang lebih kecil ternyata mereka tidak ingat. Nah hal inilah yang membuat saya berpikir-pikir yaitu ternyata membangun keakraban itu adalah sesuatu yang sangat-sangat bersifat tidak kasat mata, tidak terlihat. Ternyata kita itu sebetulnya mengumpulkan memori atau kesan, yang kita bangun sebetulnya ikatan batiniah itu Pak Gunawan. Kita tidak bisa selalu mengingat banyak hal yang telah kita lakukan pada masa lampau, jadi anak-anak juga sama, mereka tidak mengingat hal-hal itu, akitifitas-aktifitas itu, tapi kalau kita bisa membagi waktu dengan mereka, kita akan membangun keakraban, ikatan batiniah itu. Jadi inilah yang saya kira kita perlu pahami bahwa membangun keakraban dengan anak memang harus melalui membagi waktu dengan mereka. Dan yang mereka akan bawa di usia dewasa nantinya bukanlah ingatan akan aktifitas itu sendiri, tapi yang akan mereka bawa ke usia dewasa mereka adalah ikatan batiniah, keakraban itu dan itulah yang tercipta tatkala kita bersama dengan mereka dan membagi waktu dengan mereka. Nah inilah yang nanti akan kita bahas Pak Gunawan.
GS : Ya apakah itu menjadi penyebab sehingga seorang anak biasanya lebih akrab dengan ibunya daripada dengan ayahnya.
PG : Saya kira itu salah satu penentunya, sebab pada umumnya ibu menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak daripada ayah. Itu sebabnya ikatan batiniah antara anak dan ibu pada umumnya sangatlh kuat dan dapat dikatakan lebih kuat daripada ikatan batiniahnya dengan ayahnya.
GS : Tetapi bisa juga terjadi kalau anak ini diserahkan ke baby sitter anak ini menjadi lebih akrab dengan baby sitternya.
PG : Betul, atau pengasuh-pengasuh yang lain misalnya neneknya atau tantenya. Nah makanya ada dua istilah yang kita gunakan, yang pertama adalah ibu kandung atau ibu biologis atau orang tua bioogis.
Dan yang kedua adalah orang tua psikologis, sebab orang tua yang tidak akrab dengan anak-anak akhirnya tidak menjadi orang tua psikologis bagi anak-anak itu.
WL : Jadi membangun keakraban atau hubungan dengan anak Pak Paul, lebih penting mana antara kwalitas dengan kwantitas Pak?
PG : Intinya begini Ibu Wulan, kita ini sering berpikir yang penting itu kwalitas, kwantitas tidak terlalu penting, tidak ya. Keduanya itu penting dan kwalitas hanya bisa ada jika ada kwantitasya.
Saya sering mengumpamakan anak itu seperti sutradara, dan pelakunya kita-kita ini orang tua, kitalah para pemainnya yang nanti menentukan bagian yang mana itu masuk ke dalam film adalah sutradara. Anaklah yang menentukan hal-hal apa yang akan masuk ke dalam hidupnya yang dia bawa sampai ke usia dewasa, yang berkesan pada dirinya. Nah orang tua sering kali berpikir yang penting kwalitas, tapi hal yang kita anggap berkwalitas belum tentu itulah yang akan nanti dibawa oleh si anak.
WL : Pak Paul, akhir-akhir ini saya sering membaca artikel atau tulisan buku-buku itu yang bertemakan tentang The absent Father, nah itu pengertiannya bisa dua, memang ayahnya ada tapi tidak pernah ada interaksi dengan anak-anak atau ada juga yang memang tidak pernah hadir begitu, maksudnya sudah tidak bertanggung jawab, nah itu bagaimana Pak Paul menjelaskannya?
PG : Sudah tentu kalau ayahnya sama sekali tidak ada di rumah pengaruhnya juga akan tidak positif karena dia perlu ayah di rumah. Namun kalau si ayah di rumah tapi tidak bergaul dengan anak sam sekali itu juga sebetulnya tidak memberikan sumbang sih yang signifikan bagi kehidupan si anak-anak, karena yang diperlukan terutama pada masa-masa yang lebih kecil adalah interaksi orang tua dan anak itu dan adanya kepedulian orang tua dalam hal ini ayah kepada anak-anaknya.
Jadi bukan hanya hadir di rumah tapi berfungsi, sebagai seorang ayah, dia mengawasi, dia bertanya, dia mau tahu apa yang terjadi pada anak-anaknya itu yang kita memang harapkan.
GS : Nah Pak Paul, di dalam hal keterbatasan waktu orang tua, biasanya ketika anak masih kecil-kecil orang tua dua-dua sedang membangun karier, nah di dalam keterbatasan itu apa sebaiknya yang bisa dilakukan baik oleh ayah atau pun ibu terhadap anak-anaknya itu?
PG : Ada beberapa yang bisa kita bahas. Yang pertama adalah orang tua bisa mengerjakan atau melakukan kegiatan bersama, bukan sekadar mengajak anak dan membiarkannya melakukan aktifitas itu senirian.
Misalnya bermain, kita bisa mengajak anak ke kolam renang kemudian kita biarkan berenang sendiri nah itu bukan yang saya maksud, yang saya maksud adalah mengajaknya berenang dan ikut berenang dengannya, ikut bermain dengannya. Atau mengajaknya ke play ground, bukannya hanya duduk membaca buku atau membaca koran atau ngobrol dengan teman-teman dan anak-anak kita bermain sendirian di ayunan atau apa, tidak, kita ikut misalnya mendorong ayunannya. Atau bermain kelereng, kita juga terjun bermain bersama dengan mereka. Dan ini tidak hanya untuk main, ini bisa juga berlaku untuk mengerjakan proyek tertentu, misalnya membangun kAndang ayam. Kita mengajak anak membangun kAndang itu bersama-sama, nah pekerjaan yang kita lakukan bersama, atau aktifitas yang kita lakukan bersama dengan anak ternyata akan sangat-sangat menambah keakraban dengan anak. Betul kita ini orang-orang yang sibuk banyak tugas-tugas di luar rumah, tapi jika bisa kita luangkan waktu dan mengerjakan tugas-tugas atau bermain bersama dengan anak ini adalah bonus yang akan nanti hasilnya kita tuai.
GS : Sebenarnya yang terjadi itu orang tua enggan mengajak anaknya untuk bermain atau berkarya bersama-sama atau anak yang memang sulit untuk bisa melakukan pekerjaan itu karena masih kecil.
PG : Sebetulnya pada masa anak-anak kecil terutama dalam hal main, anak-anak itu senang sekali kalau orang tuanya bisa bermain bersama mereka. Mereka akan senang bermain dengan orang yang lebihdewasa daripada mereka, itu pada usia kecil.
Pada masa anak-anak sudah berusia misalnya usia 9, 10 tahunan memang mereka akan lebih menikmati bermain bersama dengan teman-teman sebayanya. Tapi waktu masih lebih kecil-kecil tidak, justru mereka sungguh-sungguh akan senang kalau orang tuanya ikut bermain. Makanya kalau kita bermain sepeda misalnya kita dorong-dorong sepedanya suruh dia main sepeda anak-anak akan berkata: "Pa, Ma, main sepeda sama-sama yuk." Atau berenang, "Yuk berenang sama-sama yuk." Anak akan mengajak orang tua, nah ini yang kita perlu indahkan karena anak mengajak sampai usia tertentu, melewati usia-usia itu anak tidak lagi mengajak dan kalau kita mengajaknya pun mereka tidak lagi mau bermain-main bersama-sama dengan kita.
WL : Jadi yang ditekankan maksudnya kebersamaannya itu Pak Paul? (PG : Betul). Nah yang menjadi pertanyaan batasannya sampai di mana itu Pak Paul, kita bersama-sama terus untuk mendorong kekreatifitasan anak, kemandirian anak, bagaimana itu Pak Paul?
PG : Walaupun kita bermain bersama dengan anak, tapi permainan itu sendiri hampir kebanyakan semua permainan sebetulnya menuntut kreatifitas. Misalkan main kartu bersama-sama, kapan dia menaruhkartunya, kapan dia tidak menaruh kartu, itu sendiri sebenarnya sudah memberi ruang buat anak berkreatifitas.
Atau dalam aktifitas yang lainnya orang tua jangan selalu mengambil alih, biarkan anak-anak itu berkesempatan juga melakukannya dengan cara dia, sebab kalau kita terus mengambil alih dia tidak akan menikmati dan waktu mengerjakan suatu proyek bersama jangan anak itu kita marah-marahi, nah itu yang membuat anak lain kali tidak mau lagi.
GS : Makanya penekanannya sebenarnya pada unsur bermainnya Pak Paul, bukan pada unsur hasil dari permainan atau pun karya itu sendiri?
PG : Tepat sekali hasilnya itu nomor dua, prosesnya itu nomor satu.
GS : Pak Paul, di dalam hal itu kadang-kadang anak itu menuntut sesuatu Pak Paul, supaya apa yang dia inginkan dan sebagainya itu dia terima. Nah bagaimana Pak Paul kita harus memberi atau menolak atau bagaimana?
PG : OK, hal kedua yang bisa kita lakukan untuk menambah keakraban dengan anak adalah memberikan barang yang disukainya. Nah tetap ini hukum universal, ternyata mendapatkan hadiah yang didambakn selalu menambah sukacita manusia termasuk anak-anak.
Nah maka ini penting kita lakukan juga, misalnya kita tahu waktu anak menginginkan sepeda yang tertentu itu dan kalau misalkan kita memang mempunyai uangnya kita belikan yang dia suka. Saya juga bingung kadang-kadang orang tua itu mempunyai kebiasaan yang kurang positif, yaitu kalau anak minta A selalu yang dikasih B, kalau minta yang hitam, yang dikasih yang putih, jangan. Justru kalau memang dia minta yang putih dan memang kita mampu silakan tidak apa-apa, belikan barang itu. Karena sekali lagi mendapatkan barang yang diharapkan itu akan menambah sukacita anak, nah waktu dia sukacita dia akan juga mengucapkan syukur dan terima kasih kepada kita, dan itulah hal yang akan menambah keakraban dengan kita. Nah tapi ya juga saya kira jangan sampai kita ini lupa prinsip bahwa anak-anak tidak selalu harus mendapatkan yang mereka minta. Kita harus tahu batasnya juga, harganya, keseringan atau tidak, apakah perlu atau tidak nah hal-hal itu memang kita harus perhatikan. Namun sekali lagi kalau memang itu hal yang dia bisa dapatkan dan seharusnyalah dia dapatkan berikan, berikan ya sebab itu akan membuat anak senang dan membuat mereka disadarkan bahwa papa-mama memang mengasihi mereka.
GS : Yang dikhawatirkan banyak orang tua adalah kalau sekali diberi, nanti lain kali menuntut lagi Pak Paul.
PG : Nah di sini orang tua memang perlu bijaksana kapan memberikan, kalau memang terlalu cepat orang tua bisa berkata, baru saja kami berikan ini, kamu jangan menantikan lagi sekarang, nanti tuggu kapan.
Jadi biarkan anak juga belajar menunda hasratnya dan menantikan kapan dia bisa mendapatkan barang itu. Tapi sekali lagi prinsipnya adalah kalau memang kita bisa dan itu baik buat dia, berikan yang dia minta dan itu akan menambahkan keakraban dengannya.
WL : Waktu Pak Paul menjelaskan tentang hadiah, saya tiba-tiba teringat ke masa kecil saya. Jadi saya mengamini banget makna sebuah hadiah, suatu kali (saya masih kecil) ayah saya membelikan sepasang sepatu warna merah, jadi sekarang saya masih teringat di benak saya, warnanya seperti apa, bentuknya seperti apa walaupun ukurannya tidak pas, kegedean atau kesempitan saya lupa. Tapi saya senang, sampai sekarang itu saya masih ingat, berapa harga hadiahnya saya juga tidak tahu tapi saya merasa ayah saya memperhatikan saya. Saya pikir dia bisa juga memilih sepatu buat saya, padahal perempuan, dia itu bukan orang yang romantis agak kaku begitu. Setelah besar saya pikir-pikir begini, dibalik hadiah itu sebenarnya papa saya mengeluarkan banyak uang, untuk banyak hal membayar sekolah, membiayai segala macam semua itu jauh lebih besar harganya dibandingkan harga sepatu itu. Tapi sepatu itu ternyata bermakna sekali buat seorang anak kecil begitu, jadi benar, Pak Paul.
PG : Karena itu hadiah, kalau uang sekolah itu kewajiban. Dan kita memang menanggapi kewajiban biasa saja, waktu hadiah kita sungguh-sungguh merasa diberkati oleh hadiah itu.
GS : Mana sebenarnya yang lebih berkesan pada anak Pak Paul, sesuatu yang dia minta lalu diberikan atau pemberian yang sifatnya itu surprise?
PG : Sudah tentu biasanya yang surprise ada unsur mendadaknya, dia tidak mengharapkan terus kita berikan, nah itu akan sangat mengejutkan dan menyenangkan dan hal-hal itu yang sering kali merek ingat untuk waktu yang lama.
GS : Ya tetapi itu sebagai orang tua harus peka apa sebenarnya yang diinginkan oleh anak itu tetapi anak itu tidak berani mengucapkan atau belum mengucapkan itu.
PG : Wah kalau itu yang terjadi pasti akan membuat dia senang.
GS : Dan itu tetap diingat Pak Paul, walaupun sederhana bukan masalah harganya tetapi diberikan pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat pula. Tetapi pasti ada cara-cara lain Pak Paul untuk membangun keakraban dengan anak ini?
PG : Yang berikutnya adalah ini, Pak Gunawan, yaitu jika tidak mempunyai alasan untuk mengatakan tidak, katakan ya terhadap permintaannya, prinsip ini saya pelajari dari Pdt. Charles Swindoll. ia mengemukakan pendapatnya, dia berkata kadang-kadang orang tua itu gemar sekali mengatakan tidak, kalau anak ngomong apa, minta apa, belum apa-apa langsung jawabannya tidak atau jangan.
Justru Swindoll mau mengajak kita mengubah perspektif yaitu berangkatlah bukan dari TIDAK, berangkatlah dari YA. Kalau kita bisa menemukan alasan supaya berkata JANGAN, baru kita katakan JANGAN, namun kalau kita tidak bisa menemukan alasan untuk kata JANGAN, katakan YA. Itu prinsip yang saya kira memang sedikit baru buat kita-kita ini, tapi perlu kita renungkan bersama. Intinya begini Pak Gunawan, Bu Wulan, jangan sampai anak membentuk pemikiran bahwa orang tuanya selalu mengatakan TIDAK terhadap semua permintaannya. Karena lama-lama kalau anak-anak berpikir ah.....orang tua pasti menjawab tidak, respons anak akhirnya tidak berani minta. Nah kalau anak sudah tidak berani meminta berarti akan ada jarak antara anak dan orang tua. Saya kira itu sebabnya Tuhan mendorong anaknya, kita-kita ini untuk mengutarakan permintaan kita kepada Tuhan dalam doa, sebab permintaan itu mengakrabkan hubungan kita dengan Tuhan. Apalagi waktu Tuhan menjawab dan memberikan apa yang kita minta, itu benar-benar akan mengakrabkan kita sekali. Jadi sama dengan orang tua jangan sampai anak-anak beranggapan papa-mamanya itu sudah pasti jawabnya stAndar, tidak. Ada respons yang pertama yang tadi saya sebut akhirnya anak-anak menjauhkan diri dari orang tuanya, mereka berpikir percuma minta. Tapi kalau anaknya agak nakal mereka akan melakukan hal yang kedua yaitu mereka akan mencuri-curi melakukannya atau mencuri-curi uang atau mencuri-curi barang nah itu kadang-kadang terjadi. Waktu orang tua datang membawa anaknya kepada saya, saya suka bertanya waktu mereka berkata anaknya mencuri, saya suka bertanya berapa uang jajan yang engkau berikan. Dan saya terkejut ada orang tua yang memberikan uang jajan sangat kecil sekali sedangkan anaknya hidup di tengah-tengah teman-teman yang hidupnya lebih atau uangnya sedikit lebih banyak sehingga mereka kesulitan mau membeli ini, mau membeli itu tidak bisa, akhirnya ada yang mencuri. Jadi prinsipnya adalah relasi dibangun di atas YA, relasi tidak dibangun di atas TIDAK, jadi ini yang harus kita camkan baik-baik.
GS : Ya mungkin sebagai orang tua mau mengambil amannya dengan berkata tidak terlebih dahulu, baru nanti setelah dipikir-pikir kalau memang memungkinkan baru berkata ya. Tapi kalau sudah berkata ya kemudian tidak bisa, akhirnya tidak bisa memenuhi janji atau nanti belakangnya kurang bagus itu Pak Paul, jadi mengambil amannya mengatakan tidak dahulu.
PG : Saran saya adalah kita ini meminta anak untuk menunggu kita akan pikirkan dulu baru berikan jawaban, nah itu lebih baik daripada memang mengatakan ya kemudian berubah ke tidak atau sekaran mengatakan tidak kemudian juga nanti berubah menjadi ya, itu lebih baik.
GS : Kadang-kadang anak juga bisa melihat bahwa kalau minta ke ayahnya berkata tidak, dan minta kepada ibunya berkata ya, kemudian ini dipertentangkan.
PG : Betul, akhirnya mereka mengadu domba ayahnya dan ibunya dan mereka selalu tahu lain kali datang kepada siapa untuk mendapatkan yang mereka minta, ini menjadi kurang baik juga.
GS : Itu bagaimana kalau anak yang diasuh itu bukan cuma seorang tapi ada beberapa anak, bagaimana kaitannya dengan membangun keakraban ini?
PG : Saya kira kita perlu yang berikutnya adalah memperlakukan anak dengan adil. Adil ini misalnya dalam konteks yang tadi Pak Gunawan sebut, kalau kita berkata tidak kepada anak pertama, anak edua juga tidak, anak ketiga juga tidak.
Kalau ya kepada anak yang pertama, yang kedua, ketiga juga ya. Jangan sampai kita memperlakukan mereka tidak adil. Anak akan merasa dekat dengan orang tua kalau mereka tahu bahwa orang tuanya adil. Nah yang lainnya lagi contoh kurang adil adalah memukul berlebihan, memarahi berlebihan untuk kesalahan yang mereka anggap terlalu kecil untuk diperbesar. Nah kalau anak-anak sudah mempunyai anggapan orang tuanya berlebihan, mereka sukar sekali untuk merasa dekat dengan orang tua. Jadi penting sekali anak melihat bahwa kita-kita ini adil.
WL : Pak Paul, sering saya bertemu dengan keluarga-keluarga yang ada salah satu anak itu menjadi anak favorit, di keluarga itu pasti tahu, kakak, adik tahu, jadi setiap kali mau minta sesuatu pasti lewat orang ini dan pasti selalu dapat kalau lewat dia, tapi kalau mereka langsung tidak diberikan, itu mungkin tidak sehat ya Pak Paul?
PG : Nggak sehat karena memang itu menimbulkan iri hati dan melihat orang tuanya tidak adil. Inilah yang terjadi pada anak-anak Yakub, terlihat Yakub terlalu memanjakan Yusuf, begitu bencinya mreka kepada Yusuf sehingga akhirnya rela membuangnya sebagai seorang budak, jadi semua itu muncul dari perlakuan ayah yang tidak adil kepada anak-anaknya.
Satu hal lagi yang perlu saya munculkan tentang adil ini adalah kita mesti berhati-hati dengan tuntutan yang kita sendiri tidak bisa memenuhinya. Kadang-kadang anak-anak melihat kita tidak adil dalam pengertian seperti itu, kita menuntut anak-anak tapi kita sendiri tidak melakukannya. Misalnya anak-anak kita suruh belajar, kamu harus membaca misalnya, terus kitanya sendiri di rumah tidak pernah dilihat oleh anak belajar atau membaca. Anak-anak hanya melihat kita itu ngobrol, telepon kanan kiri, anak-anak akan berpikir orang tua sendiri tidak pernah begitu. Misalnya bangun harus bereskan kamar dan ranjang, anak-anak melihat papa mamanya kalau bangun kamarnya tidak pernah dibereskan. Kalau marah jangan berteriak, tidak boleh berteriak, tidak boleh marah, tapi orang tuanya kalau marah langsung meledak. Hal-hal yang kita tuntut tapi kita sendiri tidak memenuhinya, itu menjadi bumerang buat kita. Anak-anak akan menilai orang tua saya tidak konsisten dan tidak adil, menuntut saya sedangkan engkau sendiri tidak bisa melakukannya dan akhirnya ini menimbulkan jarak bukan keakraban.
GS : Saya juga melihat dalam membagi waktu itu Pak Paul, banyak anak mengeluh diperlakukan tidak adil oleh orang tuanya karena orang tuanya sering di luar rumah dan dia sendiri merasa ditinggalkan Pak Paul.
PG : Betul sekali, jadi anak-anak itu makin besar makin melihat hal-hal yang kita anggap mungkin mereka tidak lihat, o...mereka melihat.
GS : Apakah mungkin ada yang lain Pak Paul?
PG : Yang terakhir adalah lakukanlah hal-hal yang spontan dan menyenangkan, inilah hal-hal yang akan diingat oleh anak-anak. Spontan dan menyenangkan artinya lakukanlah perbuatan-perbuatan yangkocak, menggoda anak, main-main sama anak tapi masih dalam batas kewajaran.
Nah ini adalah hal yang menyenangkan yang akan dibawa oleh anak-anak dan menambahkan keakraban. Misalnya sebagai contoh kadang-kadang saya sedang menonton tembang kenangan, hampir setiap minggu saya dan istri saya menonton tembang kenangan, nah kadang-kadang saya akan berdansa dengan istri saya, anak-anak tertawa melihat kami berdansa-dansa, tapi itulah yang kami lakukan dengan spontan. Kadang-kadang kami mencium anak, nah hal-hal spontan seperti itulah yang nanti akan mereka bawa, hal-hal yang mungkin terlalu serius-serius mereka mungkin tidak terlalu ingat lagi.
GS : Jadi itu ada unsur bermain lagi
WL : Berarti bisa dilatih Pak Paul, karena saya pikir Pak Paul jelaskan itu bagaimana dengan orang yang pendiam, dari dulu pendiam sulit akan hal-hal seperti itu apakah bisa dilatih Pak Paul?
PG : Ya memang kalau super pendiam agak susah juga, tapi dia juga mungkin bisa mengejutkan dengan cara-cara dia yang agak pendiam, yang lebih introvert. Misalnya memeluk anaknya, mencium keningya atau yang baru kita sebut misalnya membelikan sesuatu yang simpel, sederhana misalnya membelikan anak anjing, anaknya tidak pernah minta tahu-tahu ayahnya pulang membawa anak anjing atau membawa kelinci, hal-hal seperti itulah yang akan dibawa anak-anak sampai usia dewasa.
GS : Itu seberapa besar pengaruh keakraban yang dibangun masa kecil itu untuk masa depannya Pak Paul?
PG : O......sangat-sangat besar Pak Gunawan, karena keakraban adalah modal, modal yang nanti akan kita petik hasilnya. Waktu anak-anak memasuki usia remaja, masa gejolak kalau kita sudah menana ikatan batiniah ini, masa remaja mereka akan lebih mudah kita hadapi, mereka akan lebih siap mendengarkan kita, tidak langsung marah meninggalkan kita atau mendiamkan kita, karena ikatan itu sudah ada.
Ibaratnya kita ini (memang saya gunakan kata ikatan), kita memang mengikatkan tali di pinggang kita dan di pinggang anak kita. Sehingga waktu dia nanti sudah mulai besar memang akan terbawa angin ke kanan ke kiri tapi tetap terikat dengan kita. Nah orang tua yang tidak memberikan waktu dan melakukan ini dengan anak-anaknya, tidak mempunyai tali itu. Waktu anak-anak besar tertiup angin ke kanan, ke kiri, anaknya terbang, lepas.
GS : Ada kekhawatiran bahwa nanti anaknya sangat tergantung pada orang tuanya padahal orang tuanya ingin anaknya ini bisa mandiri Pak Paul?
PG : Kalau anak-anak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan, mengutarakan pikirannya saya kira tidak, mereka bisa tetap berkembang dengan mandiri.
GS : Dan apakah Pak Paul akan memberikan ayat firman Tuhan untuk merangkumkan pembicaraan ini?
PG : Saya bacakan Amsal 29:14, "Raja yang menghakimi orang lemah dengan adil, takhtanya tetap kokoh untuk selama-lamanya. Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anakyang dibiarkan mempermalukan ibunya."
Ada dua prinsip yang bisa kita petik di sini yang pertama adil, orang yang adil atau raja yang adil takhtanya tetap. Orang tua yang adil pada anak-anaknya memang pada porsi yang lebih lemah dia akan kokoh sebagai orang tua. Dan yang kedua adalah Tuhan meminta kita tidak membiarkan anak, anak dilahirkan untuk kita awasi, kita besarkan, kita bina bukan kita biarkan saja.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini dan juga ibu Wulan yang bergabung dalam perbincangan kita. Para pendengar kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membangun Keakraban dengan Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.