Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti menarik dan bermanfaat. Dan kali ini kami akan memberi judul pada perbincangan kami yaitu tentang "Kehidupan Malam". Maka dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Akhir-akhir ini mungkin beberapa tahun lalulah, kehidupan malam itu semakin semarak saja ya Pak Paul. Artinya orang setelah bekerja terutama yang pria dan sebagainya itu tidak langsung pulang, tetapi masih ada kegiatan-kegiatan lain yang mereka lakukan sehingga baru larut malam bisa bertemu dengan keluarganya. Nah sebenarnya kehidupan seperti itu berdampak atau tidak, Pak Paul?
PG : Kehidupan seperti itu sangat berdampak pada keluarga, Pak Gunawan, jadi seperti yang tadi Pak Gunawan sudah kemukakan memang saya melihat adanya trend di kalangan para eksekutif muda, klau kita mau panggil mereka para eksekutif muda.
Mereka tidak pulang ke rumah setelah bekerja tapi berkumpul bersama kawan-kawan, entah itu pergi makan malam atau pergi ke tempat-tempat hiburan malam seperti ke night club, ke tempat karaoke atau misalnya pub dan sebagainya. Ada juga yang akan melakukan hal-hal yang sangat buruk misalnya akhirnya menggunakan narkoba, sabu-sabu dan sebagainya. Saya melihat ini menjadi satu trend yang menggejala, bukan saja di kota-kota besar bahkan juga di kota-kota yang lebih kecil dan saya khawatir peminatnya makin banyak, Pak Gunawan. Jadi saya kira dampak pada keluarga juga makin besar pula.
GS : Memang ada beberapa alasan yang mereka kemukakan, antara lain kalau sore pulang bersamaan dengan jalanan yang masih macet atau memang kerjaan menuntut lebih dari jam kerja biasa, tetapi ada juga yang mengatakan untuk melepaskan lelah setelah sepanjang hari tegang di dalam pekerjaan, nah apakah alasan-alasan seperti itu bisa ditolerir, Pak?
PG : Saya kira tidak bisa ditoleransi ya, sebab bukankah mereka pulang jauh lebih malam jadi mereka bukannya pulang jam 09.00 malam, cukup banyak di antara mereka itu yang akan pulang jam 0100, jam 02.00
pagi. Sebab mereka bersenang-senang, bernyanyi, minum-minuman keras sampai jam 01.00, jam 02.00 pagi baru pulang ke rumah. Sedangkan pagi-pagi harinya mereka sudah harus kembali bekerja, jadi di satu pihak mereka sebetulnya juga menghancurkan diri dengan hidup seperti itu, gaya hidup yang sama sekali tidak sehat, di samping sudah tentu akan memperbesar jarak antara mereka dan keluarga. Jadi alasan mereka untuk rileks saya kira tidak tepat, justru bukankah tambah meletihkan, gaya hidup yang seperti itu.
ET : Tampaknya memang juga kecenderungan atau trend ini sungguh-sungguh dibaca dengan baik oleh kalangan bisnisman atau pengusaha-pengusaha dunia malam seperti itu, karena memang promosinya uga semakin lama semakin menarik.
Misalnya group musik yang diundang itu sepertinya menjadi daya tarik yang luar biasa. Kalau saya melihat sepertinya memang orang tidak langsung tercebur dalam kehidupan malam ini, mungkin awalnya dengan alasan-alasan itu tadi, lalu juga dengan daya tarik yang memang ditawarkan, fasilitas-fasilitas tertentu, potongan-potongan harga. Memang begitu menariknya sampai orang yang tadinya tidak memikirkan hal itu, lama-lama ingin mencoba dan akhirnya tanpa disadari sudah terbiasa dengan alam gaya hidup seperti ini.
PG : Membicarakan mengenai daya tarik Bu Esther, selain dari atraksi-atraksi yang memang cukup menarik juga mendatangkan penyanyi dari luar negeri dan sebagainya. Saya kira daya tarik yang jga sangat besar adalah status.
Karena bagi mereka-mereka ini tidak pulang dan pergi dengan teman-teman mengunjungi tempat hiburan malam itu mempunyai suatu status tersendiri di kalangan mereka. Apalagi kalau mereka berhasil pergi dengan wanita yang lain, teman kerja yang cantik yang misalkan susah untuk diajak pergi namun mereka berhasil ya berdua, bertiga atau berempat pergi bersama-sama, beramai-ramai, itu mengundang status tersendiri bagi kalangan eksekutif muda ini. Dan itu sendiri saya kira adalah daya tarik yang sangat kuat sebab bukankah kita adalah orang-orang yang mudah tunduk pada tekanan dari lingkungan (peer pressure). Waktu melihat si A pergi, pulang kantor pergi ke sana dengan teman-temannya dan mendapatkan status ya memakai baju bagus, memakai dasi dan sebagainya, minyak wangi, nah yang lain jadinya cukup tergiur untuk bergabung karena ya menempatkan diri dalam status tersebut sekarang.
ET : Ada kebanggaan tersendiri dengan semua keadaan itu. Tapi saya tertarik dengan Pak Paul menggunakan istilah eksekutif muda. Apakah hal ini juga tidak terjadi pada orang-orang yang lebih senior, Pak Paul?
PG : Saya kira sama, jadi mungkin yang akan berbeda adalah seleranya, mungkin yang lebih muda itu misalnya ke karaoke cukup bisa diterima ya. Tapi bagi yang sudah usianya di atas 50-an ke kaaoke mungkin sedikit tidak bisa diterima lagi, nah mereka akan pergi ke tempat-tempat yang lebih anggun, lebih klasik, suasananya lebih tidak ramai misalnya seperti itu.
Di kota-kota besar saya kira ada club-club malam yang didesain untuk yang usianya lebih muda, lagu-lagunya juga lebih muda, ada juga yang didesain memang untuk yang usianya 45 ke atas, 50-an ke atas jadi ada tempat masing-masing untuk mereka.
ET : Jadi banyak pilihan ya (PG : Betul) ada penerimaan dari kelompok-kelompok itu ya.
GS : Tetapi ada juga yang menggunakan kesempatan kumpul-kumpul untuk bertemu dengan rekan bisnis mereka, yang mereka tidak bisa lakukan pada pagi hari karena masing-masing mempunyai kesibukan. Dan pada malam hari itulah, mereka melakukan deal-deal dengan rekan bisnisnya atau mengajak tamunya atau entertain tamu itu yang sebenarnya memang mereka tidak bisa menolak Pak Paul.
PG : Saya melihat awalnya Pak Gunawan mungkin tahun 60-an, tahun 70-an bahkan awal 80-an, tujuan utama adalah transaksi bisnis atau entertain tamu itu dua alasan yang lebih umum saya kira. Nmun saya melihat bahwa trend itu berubah di dasawarsa terakhir ini, rasanya sekarang lebih banyak yang keluar malam itu bukan untuk deal bisnis atau bukan untuk menghibur tamu namun untuk menghibur diri, pergi ramai-ramai dengan teman-teman begitu.
Nah yang saya persoalkan bukan hanya pergi malam-malamnya itu yang memisahkan mereka lebih sering lagi dengan keluarga, yang saya khawatirkan adalah hal-hal lainnya yang terkait dengan hiburan malam ini, itu yang lebih saya cemaskan, Pak Gunawan.
GS : Misalnya apa itu Pak Paul?
PG : Saya khawatir mulai dari hiburan malam ya karaoke, nonton atau apa, makan malam, pub dan sebagainya, akhirnya perempuan. Sebab kita tahu di tempat-tempat seperti itu akan tersedia wanit, nah jadi akhirnya mulailah kencan dengan perempuan.
Ya, sekali dua kali tidak ada apa-apa hanya ngobrol-ngobrol, namun tidak menutup kemungkinan setelah itu lebih dalam lagi, bisa ada keterlibatan emosional dan akhirnya bisa ada yang mempunyai hubungan dengan orang lain. Bisa orang lain ini rekan sejawatnya, sesama rekan kerja atau apa istilahnya sekarang yang melayani mereka itu seperti para wanita yang diajak kencan oleh mereka, jadi akhirnya terlibat dalam hubungan di luar nikah. Atau yang cukup umum sekarang adalah pemakaian narkoba dan kita tahu yang ngetrend di kalangan para eksekutif muda, atau yang tidak terlalu muda juga ada yaitu pemakaian sabu-sabu. Jadi setelah puas bersenda gurau, bernyanyi ria akan pergi untuk menggunakan sabu-sabu dan diadakanlah acara bersama. Biasanya dipakai dengan 2, 3 teman dengan wanita, yang lainnya pula di dalam kamar tertutup, nah baru pulang jam 01.00, jam 02.00 malam. Atau yang lainnya lagi yang dilakukan adalah judi, jadi di kalangan mereka itu juga tidak enggan-enggan dan cukup seru kalau ada taruhan-taruhan dalam bermain. Sehingga benar-benar mulai dari kehidupan malam sampai akhirnya menjadi kehidupan yang begitu merusakkan diri ataupun keluarganya.
(2) GS : Ya sebenarnya penyebabnya itu apa?
PG : Saya kira awal-awalnya penyebabnya adalah diajak teman dan ingin menjadi seperti teman-teman itu awal-awalnya, ini yang di luar transaksi bisnis. Jadi awal-awalnya adalah diajak teman aau ingin menjadi seperti teman rasanya senang, seru seperti itu.
Dan kehidupan malam itu mempunyai daya tarik yang tersendiri juga ramai, orang-orang berpakaian bagus-bagus, wangi-wangi sehingga orang-orang itu cukup menikmati, apalagi mendengarkan musik tertentu dan sebagainya akhirnya pergi. Ada unsur hiburannya saya setuju, awal-awalnya unsur hiburan baik menikmati tontonan atau bersama dengan teman-teman bisa ngobrol, curahkan isi hati, cerita kanan kiri dan sebagainya. Jadi unsur hiburan itu memberikan kelegaan pada orang-orang yang bekerja relatif sangat keras ini. Dan yang kedua ini yang saya takuti yaitu cukup banyak orang yang makin hari makin bosan dengan kehidupan ini. Jadi ini yang saya perhatikan sedang terjadi di kalangan eksekutif muda. Hidup itu sebetulnya menjadi hidup yang membosankan kalau tidak ada hal-hal yang penuh tantangan dan penuh hiburan. Kalau hanya yang namanya pulang ke rumah bersama istri dan anak-anak itu sungguh-sungguh membosankan, tidak ada apa-apanya sehingga rumah lebih dilihat sebagai penjara yang mengikat dia, membelenggu mereka. Bersama teman-teman dengan perempuan lain, ketawa, minum dan sebagainya itu hal-hal yang menggairahkan kembali. Namanya ke rumah sepertinya hilanglah semua sukacita, gairah hidup, benar-benar rumah hanya tempat tidur, setelah itu pagi-pagi pergi lagi. Saya kira rumah atau keluarga tidak lagi mempunyai tempat di dalam kehidupan mereka. Rumah bukanlah suatu tempat di mana mereka ingin kembali dan bersama dengan keluarganya, sungguh-sungguh tidak ada ikatan batiniah dengan keluarga sehingga lebih menikmati hidup di luar rumah.
ET : Rasanya dalam pengamatan saya, arahnya untuk tahun-tahun yang akan datang sepertinya kehidupan malam ini nanti bukan hanya milik kaum pria. Karena juga sejumlah wanita yang bekerja di dnia katakanlah eksekutif muda itu wanita.
Semakin banyak yang memasuki jajaran itu dan untuk kota-kota besar seperti Jakarta rasanya yang masuk ke pub-pub seperti itu juga mungkin banyak wanita, yang sepertinya memang juga tidak mau kalah bukan hanya dunia pekerjaan tapi juga merasa punya hak untuk menghibur diri, Pak Paul. Jadi kalau dikatakan hanya pria dengan wanita yang melayani itu seperti pramusaji dan sebagainya rasanya tidak juga ya, kemungkinannya justru nanti dengan orang-orang yang sesama eksekutif muda itu ketemu, kenalan, ada satu hal yang baru dan terjadi hubungan-hubungan di luar pernikahan, kalau saya lihat sepertinya ke sana Pak Paul.
PG : Saya setuju sekali Bu Esther, jadi dengan bertambahnya wanita yang memasuki lapangan pekerjaan semakin banyak pula yang mempunyai gaya hidup seperti ini. Saya pun juga melihat waktu say kebetulan harus bertemu orang di sebuah hotel atau apa malam-malam dan saya melihat banyak wanita dan mereka itu adalah juga kaum eksekutif baru pulang kantor.
Dan kemungkinan besar mereka juga punya keluarga di rumah sebab mereka bukan berusia 22, 23 tahun lagi, berusia sekitar 30-an ke atas dan sebagainya, mereka duduk bersama-sama dengan para pria yang berdasi dan rapi. Nah itupun menjadi hal yang menarik buat mereka, jadi saya setuju dengan pengamatan Bu Esther, akan semakin banyak dan semakin membuka peluang terjadinya perselingkuhan karena adanya hiburan itu. Sekali lagi seks di sini akan dinilai sebagai sebuah hiburan, sebagai selingan dan mungkin sekali ya tidak ada apa-apa tetapi melakukannya karena sebagai hiburan atau selingan. Dan yang bahaya juga adalah kalau sungguh-sungguh terjadi ketertarikan emosional dan dimulailah perselingkuhan berjangka panjang yang akan menghancurkan keluarga.
GS : Mungkin yang paling menjadi korban dalam hal ini adalah anak, kalau ayahnya sudah begitu ibunya juga, lalu anaknya bagaimana?
PG : Betul sekali, akhirnya anak-anak dibesarkan di rumah oleh suster mereka. Pernah suatu kali Pak Gunawan dan Ibu Esther, saya pulang dari puncak di Jakarta itu ada camp, saya kembali dariPuncak hari Sabtu malam, mungkin sekitar jam 09.00,
10.00 malam itu harus pulang ke Jakarta. Seperti kita tahu Puncak kalau lagi hari Sabtu itu macet, yang dari Jakarta mau naik ke atas banyak sekali, karena macet jadi saya mempunyai banyak waktu untuk melihat siapa yang naik ke puncak. Saya sangat kaget karena saya perhatikan mayoritas yang naik ke puncak itu anak-anak muda yang usianya masih belia, saya duga antara SMA atau mungkin usia perguruan tinggi awal, muda-muda. Dan hal kedua yang mengejutkan saya adalah cukup banyak yang naik itu adalah sepasang pria dan wanita berduaan, dan saya melihat ada yang berpelukan dan sebagainya di dalam mobil selagi masih macet. Pertanyaan saya langsung adalah dimanakah orang tua mereka saat itu, nah saya takut orang tua mereka pun tidak di rumah sedang berada di club malam pada hari Sabtu malam itu. Jadi kita sebetulnya sedang menyaksikan suatu gejala yang sangat buruk dampaknya pada keluarga dan saya kira ayah, ibu ini harus menyadari, tapi masalahnya adalah cukup banyak ayah ibu sekarang ini yang juga lebih memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri, yang penting saya, saya juga mau senang. Rasanya orang ini sekarang berlomba-lomba untuk tidak mau rugi, berlomba-lomba untuk bisa hidup dengan nikmat, mencari kesenangan, rugi kalau saya ini tidak menikmati kesenangan hidup. Karena masing-masing lebih memikirkan diri sendiri maka masalah anak dinomorduakan dan nanti bagaimana ya terserah.
ET : Sepertinya memang ini juga akan bertambah membuat tidak apa-apa saya melakukannya itu, kalau memang komunikasi di rumah juga sudah tidak baik. Jadi seperti satu kesempatan untuk melarikn dirilah dari pada ketemu istri atau suami lalu bertengkar, maka saya akan menghibur diri sendiri.
PG : Tepat dan akan ada yang seperti itu ya Bu Esther, yang memang benar-benar tidak bisa lagi mendapatkan kenikmatan dari rumah, tidak ada lagi kenikmatan yang bisa dia peroleh dari istriny atau dari suaminya dan dari anak-anak.
Kebersamaan dengan keluarga tidak membawa kenikmatan, justru tadi kata Ibu Esther mungkin membawa kepedihan karena bertengkar atau bersama-sama anak-anak mengingatkan dengan beban, dengan tugas. Ini adalah generasi orang-orang yang ingin hidup lebih senang. Dan tidak tahan, alergi dengan yang namanya beban, kewajiban mengurus anak, mengurus rumah sehingga kata-kata mengurus rumah, mengurus anak itu adalah hal-hal yang sepertinya makin tidak populer dewasa ini, jadi lebih senang dengan di luar variasi hidup maka itulah yang dicari ke mana-mana. Nah saya takut sekali makin banyak yang seperti ini dan kita akan mulai memetik buahnya 10 tahun kemudian yaitu anak-anak ini bertumbuh besar tanpa didikan, arahan dari orang tua. Dan Pak Gunawan dan Ibu Esther yang harus saya tekankan juga adalah ini bukan hanya menyerang keluarga-keluarga lain, tapi ini juga menyerang keluarga-keluarga Kristen di gereja dan ini kadang kala yang luput dari perhatian kita. Kita menganggap oh....keluarga kita di gereja tidak mengalami masalah yang seperti ini. Kenyataan di lapangan adalah menyerang keluarga Kristen pula, ada suami yang rajin ke gereja, melayani misalnya sebagai majelis tapi kehidupan malam jalan terus begitu.
(3) GS : Nah itu kalau salah satu pihak Pak Paul, tidak terlibat di dalam kehidupan malam artinya setia menunggu di rumah, itu sebenarnya apa yang dia bisa lakukan terhadap pasangannya?
PG : Ada sedikit sekali pilihan Pak Gunawan, yang tidak terlalu banyak pilihannya, yang lebih bijaksana adalah dia memang harus belajar mengkomunikasikan bahwa yang dilakukan oleh suami misanya suaminya yang terlibat kehidupan malam bahwa yang dilakukan suaminya ini tidak benar.
Dan makin memperbesar jarak antara dirinya dan suaminya, antara anak-anak dan suaminya. Jadi dia harus kemukakan inilah dampak dari tindakan-tindakanmu dan tanyakan apakah engkau berminat untuk membangun kembali keluarga ini, kalau dia berkata berminat, minta tolong dikurangi dan bukan hanya dikurangi tapi perilaku-perilaku yang tidak baik itu juga dihentikan. Nah kadang kala pria susah mendengar permintaan seperti ini dari istrinya, sebab pria itu mempunyai dua ketakutan yaitu pertama pria takut sekali dikatakan engkau takut pada wanita, ketakutan yang kedua ini sering kali menghalangi pria ini untuk mendengarkan permintaan istri mereka. Mereka bahkan berkata apa salahnya saya berbuat seperti ini, jadi akhirnya terjadi keributan-keributan, belum lagi kalau yang memang istri harus menyaksikan suaminya pulang-pulang mabuk, teler, belum lagi yang istrinya melihat uang suaminya cepat habis karena dipakai untuk kehidupan malam, untuk beli obat, sabu-sabu dan sebagainya. Si istri harus bicara, harus menyampaikan isi hatinya minta suaminya berhenti namun dengan suara yang lemah lembut. Jangan sampai dengan suara yang seolah-olah melengking-lengking, marah-marah, tindakan seperti itu biasanya tidak membawa efek. Nah mungkin di antara para pendengar ada yang berkata, tapi Pak Paul saya sudah bicara lembut tidak didengar, keras tidak didengar, berbuat apa lagi? Betul, kadang-kadang dalam hal seperti ini kita tidak melihat hasilnya dengan cepat, ada yang makan waktu 2, 3 tahun ada yang makan waktu mungkin 10-12 tahun. Jadi pilihan yang ada sangat sedikit sekali Pak Gunawan, nah Alkitab memang meminta kepada para istri untuk memenangkan suami mereka yang belum percaya pada Tuhan, yang perilakunya itu tidak baik. Ia menangkan mereka dengan perbuatan, bukan dengan perkataan. Ya jadi dari kehidupan yang saleh sehingga si suami-suami ini melihat istriku berbeda dengan para wanita-wanita yang lain, istriku saleh, hidupnya itu sangat lain ya, nah itu menjadi daya tarik buat si suami untuk tidak lepas dari keluarganya. Dan yang kedua saran saya adalah si istri harus proaktif membuat rancangan untuk pergi ke sana, ke sini, pergi ramai-ramai ke Bali misalnya atau ke mana, ke Puncak dengan keluarga, istri yang tentukan jadwalnya karena kalau menunggu suami tidak akan kesampaian, jadi dia katakan engkau tanggal ini bisa, sempat kita pergi ya saya sudah booking hotelnya, saya sudah booking tempat ini kita akan pergi. Kenapa suami itu harus belajar kembali menikmati hidup bersama dengan istri dan anak-anaknya, atau kalau pihak istri ya dengan suami dan anak-anaknya. Jadi belajar kembali menikmati kesenangan bersama-sama dengan keluarga, inilah yang sudah mulai terhilang dari hidupnya dan istri bertugas untuk mengembalikannya.
ET : Saya pernah bertemu dengan beberapa ibu yang mengeluh karena kesulitan untuk menasihati anak-anak mereka yang remaja begitu Pak Paul, karena mereka akan mengatakan lho papa juga melakukn hal yang sama misalnya pulang malam, lalu pergi ke club malam seperti itu, jadi mereka merasa frustrasi juga.
Saya merasakan memang hal yang ganda ya, beban yang bukan hanya ganda, berlapis-lapis pertama harus menghadapi suami, lalu sekarang harus menghadapi anak-anak yang mulai mengikuti jejak orang tuanya. Sementara di sisi lain si ayah ini juga seperti punya standar ganda begitu ya buat mereka tidak apa-apa, tetapi buat anak-anak bisa dihukum sedemikian karena melakukan yang sama dengan si ayah. Rasanya memang ini menjadi rumit di rumah dengan keadaan yang seperti ini, kira-kira mungkin apa yang bisa kita berikan buat ibu-ibu yang kesulitan dengan anak-anak, Pak Paul?
PG : Ibu itu harus jujur bicara dengan anaknya yaitu: "Anakku, memang papa tidak memberikan contoh yang baik dan engkau akan selalu bisa berkata kepada kami papa melakukannya kenapa saya tidk boleh, tapi anakku engkau harus mengambil keputusan yang baik untuk hidupmu, jangan gunakan ayahmu atau kami sebagai alasan agar engkau menghancurkan hidupmu sendiri.
Engkau bertanggung jawab atas hidupmu, bukan orang lain, di hadapan Tuhan engkau harus mempertanggungjawabkan hidupmu ini, nah apakah engkau akan menghancurkan hidupmu. Memang ayahmu melakukan hal-hal yang salah, memang engkau tidak bisa mengikuti panutannya tapi apakah engkau mau menghancurkan hidupmu." Nah lebih baik bicara seperti itu kepada anak, jangan menutup-nutupi ayah, jangan membutakan mata terhadap perilaku si ayah dan hanya menyalahkan si anak itu makin membuat si anak marah bukan saja kepada ayah tapi kepada si ibu. Karena dia akan melihat si ibu itu benar-benar berstandar ganda dan munafik, tambah si anaknya berbuat semaunya, jadi lebih baik terbuka. Katakan memang ayahmu tidak memberi contoh yang baik, ayahmu memang menjalani kehidupan yang salah, tapi hidupmu tanggung jawabmu tidak ada yang akan membela kehidupanmu di hadapan Tuhan, engkau harus bertanggung jawab secara pribadi, nah apakah engkau akan menghancurkan hidupmu seperti ini. Sebab memang betul sekali Bu Esther, orang yang sudah terlibat dengan kehidupan seperti itu tidak bisa menegur anak lagi, wibawanya sudah hilang. Tapi si ibu yang tidak terlibat masih mempunyai wibawa, dia jangan justru menguras wibawanya dengan membela si ayah secara membabi buta.
GS : Ya, kembali lagi memang kuncinya mungkin adalah takut kepada Tuhan itu saja, ketaatan kita akan perintah-perintah Tuhan, mungkin dalam hal ini ada firman Tuhan yang mau Pak Paul sampaikan?
PG : Saya akan bacakan dari Matius 5:13-16 "Kamu adalah garam dunia, jika garam itu menjadi tawar dengan apakah ia diasinkan, tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak oang.
Kamu adalah terang dunia kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi, lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Kepada para pria yang terlibat dalam kehidupan malam saya menghimbau, ingatlah ayat ini bahwa engkau adalah terang, engkau harus menerangi dengan tingkah laku hidup, dalam kehidupan malam engkau malah menggelapkan orang di sekitarmu dan Tuhan melihat engkau melakukan hal-hal yang salah itu.
GS : Jadi terima kasih sekali Pak Paul dan juga Ibu Esther, tentunya perbincangan kita ini akan banyak bermanfaat juga bagi mungkin ibu atau suami yang terkena dampak dari kehidupan malam ini. Tetapi juga mereka yang terlibat dalam kehidupan malam saya percaya juga akan kembali dengan kebenaran firman Tuhan tadi.
Saudara-saudara pendengar demikianlah tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kehidupan Malam". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut tentang acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA