Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Filipi 2 untuk Pernikahan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, dari judulnya Pak Paul mau membahas tentang Filipi pasal 2 tapi bukankah itu sebuah pasal yang cukup panjang. Bagian yang mana yang Pak Paul maksudkan Filipi 2 untuk pernikahan?
PG : Filipi 2:2 dan 3, yang berbunyi demikian, "Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa,satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pjian yang sia-sia.
Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri." Ini adalah bagian yang akan coba kita terapkan dalam relasi suami-istri. Sebab ternyata ayat ini penuh dengan hikmat, penuh dengan masukan-masukan yang berguna bagi relasi suami-istri.
GS : Memang kalau ayat yang tadi Pak Paul bacakan dari Filipi 2:2 dan 3 itu diaplikasikan dalam kehidupan rumah tangga sangat baik. Tetapi kenyataannya kita itu sebagai suami-istri acap kali terjadi selisih paham, pertengkaran yang memuncak. Nah ini relevensinya bagaimana?
PG : Ada beberapa yang akan saya timba atau saya petik dari firman Tuhan ini, Pak Gunawan. Yang pertama yang akan kita angkat adalah kata hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, tujunnya adalah supaya kita itu sehati sepikir, nah firman Tuhan langsung berkata dalam satu kasih.
Apa yang bisa kita terapkan dari istilah satu kasih ini? Kesatuan hanya dapat dimungkinkan bila kita saling mengasihi, jadi kita mesti memelihara kasih di antara kita. Artinya kita tidak akan bisa menjaga kerukunan kalau kasih itu tidak ada lagi di antara kita dan pasangan kita. Masalahnya adalah apa yang harus kita lakukan agar kasih itu tetap ada dan bahkan bisa bertumbuh dalam relasi suami-istri. Nah saya kira salah satu hal yang penting yang mesti kita lakukan adalah kita sering-sering melakukan hal-hal yang menyenangkan hati pasangan kita. Ini saya kira nasihat tradisional yang tetap benar sampai sekarang. Kasih cenderung bertumbuh dalam relasi yang menyenangkan, dan relasi yang menyenangkan adalah relasi di mana pasangan kita mencoba dengan jelas menyenangkan hati kita, melakukan hal-hal yang membuat kita senang. Sekali lagi ini adalah suatu atau sebuah nasihat yang sederhana, yang tradisional tapi tetap mempunyai kebenaran sampai sekarang.
WL : Kalau kita harus melakukan hal-hal yang menyenangkan pasangan kita terkadang bahkan sering juga hal itu belum tentu menyenangkan buat diri kita, hanya demi pasangan. Ada pengaruhnya atau tidak Pak Paul dari faktor yang dari sebelum menikah keduanya memang mempunyai kesamaan minat dalam banyak hal. Tapi akhir-akhir ini sepertinya ada beberapa buku yang justru mencetuskan bahwa persamaan minat tidak terlalu penting, menurut Pak Paul bagaimana?
PG : Saya mengutip dari Norman Wright seorang pakar pernikahan di Amerika, dia berkata bahwa makin banyak ketidaksamaan di antara suami dan istri makin besar usaha yang harus dikeluarkan untk mencocokkan keduanya.
Jadi sudah tentu aplikasinya adalah makin banyak kesamaan makin sedikit usaha yang harus kita keluarkan untuk mencocokkan diri. Jadi saya kira yang tadi Ibu Wulan katakan itu betul sekali, kalau kita mempunyai kesamaan minat atau hoby dan kita bisa melakukannya bersama-sama (sebab ini menyenangkan hati satu sama lain), sudah tentu ya sekali tepuk dua lalat mati. Benar-benar langsung pasangan kita senang kita pun senang. Namun jangan sampai kita membatasi diri hanya pada hal-hal yang menyenangkan kita berdua, kita juga mesti memikirkan apa yang disenangi oleh pasangan kita. Dan bukan saja mencoba memikirkan namun memberikan dan melakukan hal-hal yang menyenangkan itu. Simpel sekali misalkan istri kita senang kalau kita meneleponnya sebelum kita pulang, kalau kita akan terlambat, nah lakukanlah. Kenapa kita susah melakukan hal yang sederhana seperti itu, misalkan suami kita senang kalau misalnya dia pulang ke rumah kita bisa menyediakan teh, kita bisa memberikan dia handuk supaya dia bisa mandi. Hal kecil seperti itu, hal-hal kecil yang ternyata sangatlah berguna.Saya jadi teringat inilah hal-hal kecil yang sering kali dilakukan oleh orangtua, atau kakek-nenek kita di zaman dahulu. Namun sekali lagi hal-hal kecil yang ternyata membawa dampak positif. Karena cinta bertumbuh di dalam relasi yang menyenangkan dan relasi yang menyenangkan adalah relasi di mana masing-masing mencoba menyenangkan hati satu sama lain.
GS : Saya masih kurang jelas Pak Paul, mana yang lebih dahulu; kita memiliki kasih sehingga kita bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang menyenangkan pasangan kita atau karena kita melakukan perbuatan-perbuatan yang menyenangkan lalu timbul kasih, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira titik berangkatnya atau penggerak utama dan pertamanya adalah kasih. Jadi kita mempunyai kasih kepada pasangan kita, oleh karena adanya kasih itulah kita ingin melakukan hal-hl yang menyenangkan hati pasangan kita.
Nah kenapa harus saya munculkan karena yang lebih sering terjadi adalah begitu kita memasuki pernikahan seakan-akan kita juga tidak lagi terdorong untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan hati pasangan kita. Kita merasa seolah-olah ya sudahlah tugas sudah selesai sekarang masuk dalam kenyataan hidup yaitu pernikahan dan tugas kita selanjutnya adalah bekerja mengurus anak dan sebagainya. Akhirnya kita lalai memelihara kasih atau relasi kasih dalam pernikahan kita. Ini yang sering kali terjadi dan relasi yang tak disirami oleh perbuatan-perbuatan yang menyenangkan seperti itu lama-lama menjadi relasi yang kering alias kasih itu tak lagi ada dalam relasi, tidak lagi kuat. Dampaknya apa yang sering kali muncul? Konflik; konflik itu benar-benar ibarat api yang menyambar ranting-ranting yang kering. Kalau rantingnya basah api itu susah sekali membakar, nah demikian pulalah relasi; kalau kering, kurang kasih mudah sekali terbakar oleh api konflik.
GS : Ada hal lain yang disebut dalam firman Tuhan tadi tentang satu jiwa, apakah itu Pak Paul?
PG : Satu jiwa berarti satu pikiran, ini artinya adalah satu cara pikir, cara pola pikir. Saya menyimpulkan kesatuan hanya dimungkinkan bila kita mempunyai pola pikir serupa; kalau pola piki kita dan pasangan kita berbeda sekali itu susah sekali untuk disatukan.
Misalkan yang satu cara berpikirnya loncat-loncat, susah sekali untuk sistematik; yang satunya sistematik, berurut nah untuk disatukan sangatlah sulit. Yang satu praktis luar biasa, tidak usah persiapan yang penting lihat saja nanti bagaimana, nanti bisa terpikirkan jalan keluarnya sementara yang satu tidak; dia harus benar-benar mempersiapkan segalanya. Itu akan mudah sekali terjadi pertengkaran. Jadi perlu juga kesatuan berpikir, pola pikir akan makin serupa bila kita sering berkomunikasi. Sudah tentu meskipun kita sebelum menikah sudah berusaha mencari pasangan yang pola pikirnya serupa dengan kita, tapi tetap setelah kita menemukan pasangan kita dan akhirnya menikah dengan dia kita menyadari ternyata pola pikirnya tidak terlalu sama. Dan tidak jarang justru kita menyukai orang yang pola pikirnya berkebalikan dari kita; jadi bukannya alasan untuk kita tidak bisa menyatu. Yang perlu kita lakukan adalah sering-sering berkomunikasi karena ini yang sering kali terjadi makin kita berkomunikasi makin kita itu bisa belajar dari pasangan kita. Dan pasangan kita pun demikian terhadap kita, belajar tentang pola pikir kita sehingga lama-kelamaan pola pikirnya makin menyerupai pola pikir kita dan sebaliknya pola pikir kita pun makin menyerupai pola pikir pasangan kita.
WL : Pak Paul, mungkin ada pasangan-pasangan yang sepertinya mengartikan pola pikir serupa ini secara ekstrim. Sebab saya sering menemukan kalau acara diskusi, misalkan ditanyakan ke bapak A si suami kemudian misalkan dia menjelaskan tentang sesuatu; langsung istrinya kalau ditanya ya sama dah dan hampir semua begitu. Itu jadinya si istri tidak mempunyai identitas dirinya, pola pikirnya sendiri, bukankah kita juga perlu berkembang juga Pak Paul.
PG : Kesimpulannya ada dua, mungkin si istri sungkan berseberangan pendapat dengan si suami; jadi daripada dia melontarkan kata-kata yang nanti berseberangan ya lebih baik dia tidak bicara. tau yang kedua dia memang malas berpikir, jadi daripada berpikir susah-susah ya lebih baik berkata sama dengan suamnya.
Jadi saya tidak tahu yang mana di antara dua itu.
GS : Di dalam menyatukan jiwa, satu pola pikir tadi, sering kali kita tetap bertahan pada pola kita sendiri sebenarnya tetapi kita mencoba memahami pola pikir pasangan kita, jadi kita masing-masing mempunyai identitas. Dan benturan atau gesekan itu agak jarang terjadi dengan banyaknya kita berkomunikasi.
PG : Awalnya selalu begitu Pak gunawan, jadi upaya memahami meskipun awalnya yang tercetus adalah tidak memahami. Kenapa engkau bisa berpikir seperti ini, sering kali itu yang terjadi. Namunkarena kita itu mau menjaga dan memelihara persatuan kita berusaha memahami kenapa dia sampai berpikir seperti ini.
Kalau kita cukup mengenal pasangan kita dan pola pikirnya seharusnya kita bisa menyimpulkan kenapa dia sampai berpikir seperti ini. Karena kita mencoba menempatkan diri dalam pola pikirnya, o......OK! dengan pola pikirnya seperti itu tidak heran dia sampai pada kesimpulan seperti itu. Jadi langkah pertama selalu mencoba memahami. Tapi memahami belum tentu menerima, itu adalah dua hal yang berbeda. Nah, kapankah kita menerima? Nah ini sebetulnya rahasianya kita baru bisa menerima tatkala kita pun mulai berubah. Berubahnya karena kita terus-menerus berinteraksi dengannya. Maka pernikahan yang memang ditandai dengan kefakuman interaksi, jarang suami-istri itu berbicara, bertukar pikiran, akibatnya sangat-sangat jelas itu nanti bukannya sekarang. Bertahun-tahun kemudian akan terlihat jelas bahwa mereka tak pernah berusaha menyatukan keduanya sehingga beberapa tahun kemudian kita melihat mereka tidak bisa berkomunikasi, tidak bisa berbicara, tidak bisa menyatukan pikiran. Karena dua-duanya terlalu berseberangan, nah kita bertanya berbelasan tahun menikah apa yang mereka lakukan. Jawabannya adalah ya tidak berkomunikasi. Mungkin sekali awalnya mereka mencoba tapi terus berbenturan dan jera, tidak mau lagi nanti berbenturan lagi. Keliru, justru biarkan berbenturan, biarkan mencoba terus dengan sekuat tenaga terus mencoba untuk berkomunikasi meskipun sulit, maka lama-kelamaan kita mulai terpengaruh oleh pola pikir pasangan kita tanpa kita sadari karena kita terus bergaul dengannya. Kita mulai berubah, kita mulai bisa menerimanya. Nah inilah akhirnya pada usia-usia yang sudah agak paro baya kalau memang kita telah berusaha keras seperti itu, pada usia paro bayalah kita akhirnya mulai memetik buah-buah kerja keras kita itu.
WL : Pak Paul, tapi kalau misalkan keduanya itu memang jenis pola pikirnya sangat kontras seperti yang tadi Pak Paul sebutkan sebelumnya; yang satu misalnya berpikiran global, yang satunya sangat mendetail, berarti itu sering terjadi konflik. Apakah tetap bisa mengaplikasikan bagian ini untuk serupa, karena banyak kasus saya temukan misalnya teman-teman kalau cerita, saya bisa lebih enak ngobrol dengan papa atau yang satu dengan mamanya, karena enak diajak berpikir, diajak berdiskusi; sedangkan dengan mama tidak nyambung. Nah itu bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira kita tidak berubah secara total, tapi kita makin mendekati satu sama lain sehingga nantinya dalam pengambilan keputusan karena kita makin dekat maka makin dekat dalam mengambi keputusan.
Nah dalam payung inilah kita itu disebut satu pikir, bukannya benar-benar seperti duplikat, seperti kembar, namun makin menyerupai sehingga dalam pengambilan keputusan kita lebih bisa untuk sepikiran.
GS : Pak Paul, selain satu kasih dan satu jiwa, ada juga yang disebut satu tujuan, apakah itu Pak Paul?
PG : Satu tujuan artinya mempunyai nilai kehidupan yang sama. Apakah tujuan hidup kita, apakah tujuannya kita ada di dunia ini. Saya menyimpulkan kesatuan antara suami-istri hanya dimungkinkn bila kita mempunyai nilai kehidupan yang sama.
Nah yang kita tahu dari firman Tuhan adalah hidup untuk Tuhan, kita ini sudah dibeli oleh Tuhan, kita bukanlah pemilik hidup kita ini, Tuhanlah yang memiliki hidup kita. Jadi kita mesti memiliki nilai-nilai yang Tuhan miliki pula, misalnya prinsip yang ingin saya bagikan adalah genggamlah yang kekal sedangkan lepaskan yang fana. Artinya kita menggenggam yang kekal itu adalah menggenggam Tuhan dan juga manusia, kita utamakan Tuhan dan manusia di atas yang fana yakni benda. Kita tahu manusia juga kekal, kita nanti akan hidup bersama Tuhan tapi kalau sekarang kita hidup di luar Tuhan nantinya pun setelah meninggalkan dunia ini kita akan hidup di luar Tuhan. Jadi kalau suami-istri mempunyai nilai hidup yang sama, prinsip hidup yang sama; yaitu menggenggam yang kekal dan berani melepaskan yang fana, setidak-tidaknya mereka sudah dipersatukan oleh satu tujuan yang sama bahwa hidup ini untuk Tuhan; yang penting bagi Tuhan barulah penting buat saya; yang tidak penting buat Tuhan tidak penting buat saya. Mereka akan lebih mudah hidup harmonis, sebaliknya kalau tujuan ini sudah berbeda, misalnya menggenggam yang fana melepaskan yang kekal, tidak mungkin bisa bersatu.
WL : Pak Paul, berarti prinsip ini tidak bisa bagi orang yang menikah dengan yang tidak seiman. Misalnya yang satunya sangat memfokuskan diri pada materialisme, misalnya mengurus toko dan sebagainya, mungkin akan sulit Pak?
PG : Betul sekali, mungkin itulah prasyarat yang Tuhan berikan di I Korintus 7:39 dikatakan kita bebas menikah dengan siapa saja asalkan sesama orang percaya. Yang tujuannya adaah agar kita memiliki nilai-nilai hidup yang serupa.
GS : Salah satu wujudnya mungkin ini Pak Paul, yang tidak mencari kesenangan sendiri.
PG : Betul sekali, firman Tuhan dengan jelas berkata tidak mencari kepentingan sendiri. Nah ini syarat kesatuan dalam pernikahan juga, sebetulnya dalam pernikahan hanya ada satu kepentingan ang boleh ada yaitu kepentingan bersama.
Kepentingan bersama artinya kita mengakomodasi kepentingan pasangan kita dan juga kepentingan kita pribadi. Nah saya ini mendefinisikan kepentingan sebagai kebutuhan pula dan saya percaya kebutuhan adalah suatu bagian yang penting dalam pernikahan. Jadi kita mesti berusaha memenuhi kebutuhan dasar pasangan kita, meskipun pada waktu kita memenuhi kebutuhannya kita sendiri tidak terlalu puas, tidak terlalu bahagia namun kita harus juga memenuhi kebutuhannya. Contohnya, kebutuhan akan kasih sayang, kita berkata: "Aduh besar benar kebutuhan kasih sayangnya." Tapi itulah yang dibutuhkannya kita coba berikan. Dia butuh penghargaan, nah kita tahu dia memang butuh penghargaan itu ya kita berikan meskipun kita tidak terlalu senang tapi kita tahu itu penting bagi pasangan kita, sudah kita berikan. Jadi apa yang merupakan kebutuhan dasar nah itulah yang akan kita coba penuhi.
WL : Kalau kepentingan bersama lebih banyak diwarnai kepentingan pribadi salah satu pasangan, tapi dia mengatasnamakan kepentingan bersama, bagaimana Pak Paul?
PG : Memang adakalanya kita itu akhirnya mengatasnamakan kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama, misalnya kita itu maunya tinggal di derah yang terpisah dari mertua kita. Sebetulnya ni demi kepentingan pribadi, tapi kita bagaimana membujuk pasangan kita ya kita katakan, "Anak-anak perlu sekolah yang ini dan sekolah ini dekat dengan rumah yang akan kita beli," meskipun kita mempunyai kepentingan pribadi.
Nah dalam kenyataannya atau konkretnya adalah kadang-kadang hal-hal seperti itu terjadi. Tapi saya kira sampai titik tertentu itu adalah hal yang wajar, kita mempunyai kepentingan, kita tahu ini juga baik ini ada kepentingan untuk pasangan kita, kita akomodasikan keduanya sebab apa salahnya kalau dua-duanya bisa memperoleh kepentingannya. Namun jangan sampai kita menjadi orang yang egois yang hanya memusingkan kepentingan diri tidak memikirkan kepentingan orang lain. Kalau kita bermental seperti itu sebetulnya kita sedang meretakkan hubungan keluarga sendiri.
GS : Ada yang mengkhawatirkan kalau dituruti terus keinginannya, dia akan menjadi manja.
PG : Ada juga yang begitu, kalau sampai itu yang terjadi berarti kita harus mengerem dan berkata: "Mengapa saya sendiri yang terus-menerus memikirkan dan melakukan kepentinganmu, sedangan yang saya butuhkan tidak pernah engkau berikan."Berarti
kita harus berani mengemukakan kepentingan kita kepada pasangan kita pula.
GS : Kalau yang tidak mencari pujian yang sia-sia itu bagaimana Pak Paul?
PG : Artinya kita itu jangan mencari kesempatan untuk berbangga-bangga dan menuntut pasangan kita memberikan pengakuan itu kepada kita. Kita ingin tatkala kita benar, pasangan kita mengakui,nah kita ingin juga dia itu hormat kepada kita, tunduk kepada kita, dan kita ingin menonjolkan diri kita di hadapan pasangan.
Hati-hati, firman Tuhan berkata: "Jangan mencari pujian yang sia-sia." Yang penting bukanlah pengakuan bahwa kita benar, sering kali kita itu ingin menunjukkan bahwa kita benar dan kita tuntut pasangan kita mengakui bahwa kita benar. Jangan, yang penting bukan pengakuannya, yang penting adalah kita melakukan hal yang benar. Ada juga orang yang mencari-cari sukses, dia berpikir semakin saya sukses semakin pasangan saya harus menghormati saya. Ini pujian yang sia-sia, saya meminta kepada semua biarlah pasangan kita memuji kita karena kita takut akan Tuhan dan mengasihi keluarga serta bertanggung jawab. Kalau kita bisa dipuji pasangan kita karena itu saja, saya kira itu sudah cukup yang lain-lainnya tidak seperti ini.
WL : Berbicara tentang pujian, saya jadi teringat Amsal 31:10 sampai 30-an khusus berbicara memuji terhadap istri yang cakap. Apakah itu berarti memang lebih banyak perempuan atau istri yang butuh dipuji, atau sebetulnya kalau di Filipi 2 ini berlaku untuk semua bukan hanya untuk istri, bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira dua-duanya baik perempuan maupun pria membutuhkan pujian. Tapi yang firman Tuhan ingin tekankan adalah jangan kita itu mengejar-ngejar pujian, mengejar-ngejar pengakuan dari psangan kita.
Karena seharusnyalah bisa dikatakan oleh pasangan kita tentang kita dan kita pun bisa mengatakan tentang hal yang sama pada pasangan kita.
GS : Ayat tadi juga mengatakan yang sebaliknya, hendaknya dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari dirinya sendiri. Ini wujud rendah hatinya seperti apa, Pak Paul?
PG : Wujud rendah hati benar-benar dikonkretkan dengan satu tindakan yaitu memperlakukan orang lebih baik daripada kita. Benar-benar kita menganggap orang lain itu lebih utama, lebih baik daipada kita, dan kita harus memperlakukannya sebagai orang yang lebih baik daripada kita.
Nah, kenyataannya apakah selalu pasangan kita lebih baik daripada kita? Kenyataannya bukankah tidak, dalam hal-hal tertentu dia lebih baik dan dalam hal tertentu kita lebih baik. Nah firman Tuhan tidak meminta kita untuk menjadi orang yang ilusional, yaitu hidup dalam khayalan, seolah-olah dalam semuanya dia itu lebih baik. Jangan, Tuhan meminta kita melihat orang dengan jelas, dengan jernih tapi Tuhan meminta kita mempunyai sikap memperlakukan orang seakan-akan dia orang yang lebih baik daripada kita seperti itu. Jadi itu benar-benar wujud dari rendah hati, rendah hati tidak diwujudkan dalam jalan bongkok-bongkok, ngomong merendah-rendah, sama sekali bukan itu. Rendah hati diwujudkan secara konkretnya melalui tindakan, yaitu memperlakukan orang seakan-akan dia lebih baik daripada kita. Meskipun kita tahu kita lebih baik daripada dia dalam hal ini, tapi tetap kita memperlakukan dia seakan-akan dia lebih baik daripada kita. Nah sikap seperti inilah kalau kita pelihara, kita bisa menikmati kesatuan dalam rumah tangga kita.
WL : Mungkin teladan yang paling ideal pada Tuhan Yesus sendiri. konteks ini Paulus menulis Filipi 2 di bagian berikutnya tentang kerendahan hati Tuhan yang merendahkan diri, mengosongkan diri sampai mati di kayu salib. Sampai Tuhan Allah meninggikan Dia. Tuhan Yesus sendiri tahu Dia pasti lebih sempurna, lebih baik daripada manusia. Tetapi Tuhan memperlakukan kita begitu istimewa.
PG : Betul sekali, contoh yang baik dan itulah yang menjadi dasar contoh Paulus atau tolok ukurnya seperti Kristus.
GS : Tetapi kalau itu diterapkan di dalam hubungan suami-istri, apakah itu tidak membuat pasangan kita itu menjadi tidak tahu kelemahannya.
PG : Nah sudah tentu kita itu dipanggil Tuhan untuk saling membangun, membangun artinya kita melihat di mana kekurangan pasangan kita. Tapi kalau kita sudah bersikap bahwa dia itu lebih baikdaripada kita, waktu kita menyampaikan kekurangannya kita menyampaikannya dengan cara yang lebih baik, dengan penuh hormat.
Tapi kalau kita sudah bersikap saya lebih baik, kamu memang tidak mengerti apa-apa dalam hal ini, wah kita mencoba memberitahukan dia bukannya membangun tapi malah menghancurkan dia. Dan ini yang saya kira kita semua lakukan termasuk saya, jadi kita perlu belajar untuk benar-benar memperlakukan pasangan kita seakan-akan dia lebih baik daripada kita.
GS : Jadi ada cukup banyak ayat-ayat di dalam Alkitab itu yang memberikan pedoman bagi kita di dalam kehidupan berkeluarga khususnya dalam hubungan suami-istri. Jadi terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini di mana Pak Paul sudah menguraikan dengan begitu jelas Filipi 2:2 dan 3 dan juga Ibu Wulan terima kasih untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Filipi 2 untuk Pernikahan." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamt telaga@indo.net.id Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.