Sulitnya Mengampuni Orang Lain dan Mengampuni Diri Sendiri

Versi printer-friendly
September


Orang yang sudah dilukai itu cenderung sulit untuk mengampuni. Hal itu disebabkan karena pandangan yang tidak menyeluruh tentang pengampunan. Mereka merasa mengampuni itu merugikan diri sendiri, tetapi sebetulnya pengampunan itu menguntungkan karena hatinya damai.

Faktor-faktor yang menyebabkan orang sulit untuk mengampuni :

  • Telah dilukai hingga cacat.
  • Masa kecilnya sulit untuk memaafkan orang lain, jadi terbawa hingga dewasa.
  • Mulai dari kecil perkembangan kejiwaannya belum menyeluruh, belum berkembang dengan baik sehingga dia belum bisa memercayai orang dan ini membuat dia sulit untuk mengampuni orang lain.

Untuk bisa mengampuni orang lain, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui :

  • Ia harus tahu bahwa apa yang mengganggu adalah suatu masalah dan harus diselesaikan.
  • Dia bisa mengidentifikasikan semua perasaannya dan mengeluarkan semuanya.
  • Membuat satu batasan agar tidak lagi diperlakukan seperti ini.
  • Setelah itu mengampuni dengan kasih Tuhan Yesus.

Manfaat dari mengampuni orang lain yaitu orang lebih sehat, jantungnya lebih sehat, tekanan darahnya lebih rendah, hidupnya lebih bahagia, hubungan suami istri lebih baik, hubungan dengan anak-anak lebih baik, hubungan dengan Tuhan lebih baik, bahkan penjual di toko-toko itu banyak untungnya karena dia menjadi orang yang lebih ramah. Dia menjadi bahagia karena bebannya hilang.

Pengampunan itu tidak sama dengan rekonsiliasi, Rekonsiliasi artinya berhubungan baik kembali dan menjalin hubungan baik. Rekonsiliasi terjadi dua arah, jadi antara kita dan orang lain harus ada unsur pengampunan, sedangkan mengampuni itu tidak harus dua arah.


Pada umumnya, kecenderungan kita berkata sudah mengampuni tetapi saat bertemu dengan orang itu kita menjadi sakit hati lagi. Untuk menghadapi hal ini kita perlu belajar kepada Tuhan Yesus yaitu kita bisa mendoakan musuh kita, belajar berempati. Maka Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita, sehingga saat kita bertemu orang itu kita tidak lagi membenci.

Firman Tuhan di Efesus 4:32 mengatakan, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu".

Bahkan di atas kayu salib, Tuhan Yesus masih mengatakan, "Bapa ampuni mereka yang tidak tahu apa yang mereka perbuat".

Ada pertanyaan bahwa mengampuni diri sendiri itu lebih susah dari pada mengampuni orang lain, tetapi ternyata itu tergantung dari orangnya. Ada orang yang mudah mengampuni orang lain, tetapi susah mengampuni dirinya sendiri. Ada juga orang yang bisa mengampuni diri sendiri tetapi susah mengampuni orang lain. Dan ada juga orang sulit mengampuni diri sendiri dan juga orang lain. Yang membedakan semuanya adalah cara pandang masing-masing orang.

Beberapa penyebab yang membuat seseorang merasa bersalah terhadap dirinya sendiri :

  • Menganggap dirinya harus sempurna (Perfeksionis), dirinya harus yang paling betul.
  • Memunyai tuntutan yang besar pada diri sendiri, saya tidak boleh berbuat kesalahan, saya tidak boleh menyakiti orang lain. Jadi saat dia menyakiti orang lain baik secara sengaja atau pun tidak, maka dia akan sulit untuk mengampuni diri sendiri.
  • Orang yang tidak bisa mengampuni diri sendiri ditandai dengan penuh kemarahan pada dirinya, selalu memunyai pandangan yang negatif dan merasa dia pantas untuk mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain; tidak menyenangi dirinya sehingga hidup awut-awutan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengampuni diri sendiri :

  • Kalau Allah sudah mengampuni, maka dia harus belajar mengampuni diri sendiri.
  • Merendahkan diri di hadapan Allah.
  • Melihat bahwa apa yang telah terjadi itu sudah lewat, dia harus tahu apa yang dia perbuat itu sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi dan dia mau bertanggungjawab.
  • Mengeluarkan segala macam kepedihan, rasa dukacita dan rasa malu.
  • Untuk orang yang perfeksionis, dia harus menyadari bahwa dirinya sendiri adalah manusia dan dia perlu merendahkan diri.

Dampak bila kita tidak mau mengampuni diri sendiri :

  • Menjadi sakit-sakitan
  • Hidupnya tertekan
  • Mukanya kusut
  • Pemalas
  • Dan menghukum keluarganya.

Jika ada sesuatu yang mengingatkan dia akan kesalahannya, maka dia harus minta maaf kepada orang yang dia lukai dan berbuat apa yang dia bisa untuk mengganti rugi dan juga minta ampun kepada Tuhan.

Firman Tuhan di Matius 22:39 mengatakan, "Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah : Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri".

Jadi kita perlu mengasihi diri sendiri seperti kita juga mau mengampuni orang lain.


Ringkasan T220 A+B
Oleh : Pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo
Simak judul-judul kategori "PERMASALAHAN HIDUP" lainnya
di www.telaga.org



PERTANYAAN :

Yth. Telaga,

Selamat malam, saya telah membaca tulisan tentang "Relasi dengan Pasangan"…..apa yang ditulis tentang relasi pranikah yang tercemar oleh hubungan seksual. Ya…….persis seperti yang ditulis yang saya alami sekarang. Saya ingin menyelesaikan masalah yang ada, sekarang masih tinggal serumah dengan 2 orang putri. Relasi saling menghindar, jarang bicara, saling mengabaikan mendominasi relasi sekarang. Saya mengalami gangguan psikis 3 kali, terakhir ini menjalani konseling rutin selama satu tahun…..hanya saya saja. Pasangan tidak mau.

Sekarang cenderung ‘mood’ mudah berubah, semangat ‘up and down’ berulang-ulang…….segala kebutuhan pribadi saling tidak memenuhi di antara kami, seks, komunikasi, keuangan…….jadi masing-masing sekarang ini.

Pernikahan bertahan lebih kepada memertahankan status sosial dan rumah yang sudah ada tidak mau dibagi. Lelah…….ingin pisah, tapi sekarang seperti tidak ada daya……Apa yang harus saya lakukan lagi, Pak ?

Terima kasih.

Salam : E.G.


JAWABAN :

Menjumpai Ibu E.G.,

Ditengah pergumulan berat Ibu dengan pasangan, ada beberapa hal positif yang perlu kami apresiasi, yaitu :


  1. Ibu E.G. ternyata masih punya keinginan untuk menyelesaikan masalah dalam pernikahan.
  2. Ibu E.G. punya kerendahan hati untuk berani mengakui apa yang pernah dilakukan di masa lalu, yang berkaitan dengan hubungan seksual pranikah.
  3. Ibu E.G. masih mau membuka diri untuk mengikuti konseling selama setahun ini, meski suami tidak mau mengikutinya.

Mengenai apa yang perlu Ibu lakukan, ada beberapa pemikiran dari kami:


  1. Jika suami belum kooperatif saat ini, maka sementara waktu Ibulah yang perlu mengurangi tekanan/tuntutan kepadanya untuk berubah. Semakin ditekan, biasanya pasangan semakin menyikapi dengan permusuhan. Tingkat masalah akan semakin berat nantinya dan akan berdampak pula pada diri Ibu dan anak-anak.
  2. Mintalah kekuatan dari Tuhan untuk dapat berinisiatif memberikan tindakan yang disukai suami. Ibu bisa mengingat-ingat kembali hal apa saja yang suami sukai dan dari semua daftar kesukaan suami, apa yang Ibu masih dapat memberikannya? Ini mungkin sulit dilakukan karena Ibu juga sedang terluka hatinya. Namun apabila kedua pihak sama-sama bersikukuh dengan sikapnya masing-masing, maka masalah kedepan pun akan semakin berat. Pada situasi inilah Ibu amat memerlukan pertolongan Tuhan, karena kekuatan manusia pasti tidak sanggup menanggungnya.
  3. Dalam situasi pernikahan yang penuh dengan stres seperti saat ini, ingatlah bahwa Ibu juga punya tanggungjawab untuk merawat diri dan emosi agar Ibu sendiri pun tetap sehat jasmani dan batin. Luangkan waktu secara rutin untuk merawat diri, lakukan hal-hal positif yang dapat mengurangi stres Ibu.

Adakalanya tidak semua masalah langsung dapat terselesaikan, adakalanya kita hanya perlu bertahan, menunggu waktu Tuhan dan pada saat-saat seperti ini, Tuhan mengundang kita untuk mendekat kepada-Nya dan mencari kekuatan-Nya.

Harapan dan doa kami, Ibu E.G. terus dikuatkan oleh Tuhan sendiri.


Salam : Andrew A. Setiawan




Suatu hari, setelah saya marah besar pada anak kedua saya, anak pertama saya bertanya pada saya, "ma kenapa mama marah gitu sama adek?". Pertanyaan sederhana dari seorang anak kecil, tapi menimbulkan gelombang berbagai perasaan yang campur aduk di hati saya. Satu sisi ingin membela diri, karena bagi saya adeknya pantas dimarahi, sisi lain merasa bersalah karena semestinya saya tidak meledakkan rasa marah saya. Bukankah saya sebagai seorang konselor tahu, bahwa ledakan emosi adalah seperti ledakan bom bunuh diri, yang bukan hanya melukai diri sendiri tapi juga melukai orang-orang terdekat dan terkasih misalnya anak-anak, pasangan, orangtua, sahabat, dan lain-lain.Tapi pada waktu itu, nasi sudah menjadi bubur. Ketika kemarahan telah ditumpahkan dengan cara yang salah kita tidak bisa memutar kembali waktu.

Barangkali bukan hanya saya, namun setiap kita mungkin pernah ada di momen-momen seperti ini. Telanjur meledakkan emosi, kadang ledakannya besar dan heboh – nada tinggi, suara keras, dan lain-lain; atau berupa sayatan tajam – melalui kalimat dan tindakan mendiamkan yang menyayat hati, meski disampaikan tanpa nada tinggi dan suara menggelegar.Tidak lama kemudian biasanya kita menyesali mengapa tadi saya berkata atau berbuat seperti itu? Dalam situasi seperti ini, seringkali rasa takut juga timbul dalam hati, masihkah ada harapan untuk relasi dan hati yang patah disambung kembali? Belajar dari pelbagai kesempatan dan kesalahan, akhirnya saya belajar ketimbang terus takut, setidaknya ada tiga hal mendasar yang dapat saya lakukan untuk memerbaiki atau meredam dampak kerusakan akibat ledakan emosi yang telah terjadi. Saya memakai tiga kata – tepuk, ketuk, peluk; untuk menolong saya mengingat, jika terjadi kondisi-kondisi darurat dalam relasi:








  1. Tepuk – Ketika kita hendak menenangkan rekan kita yang sedang terbakar emosi, adakalanya kita menepuk pundak atau punggungnya. Kadang hal ini juga kita lakukan saat seseorang sedang bersedih. Nah, setelah ledakan emosi biasanya emosi kita masih membara, kadang rasa marah pada orang lain berganti dengan rasa bersalah dan marah pada diri sendiri karena telah melakukan kesalahan. Maka, langkah pertama adalah menenangkan diri sendiri, ibaratnya seperti sedang menepuk-nepuk diri sendiri.
  2. Ketuk – Setelah kita sendiri tenang, kita bisa mulai mengetuk pintu hati orang yang telah kita lukai. Ketukan mesti dilakukan dengan kerendahan hati, tanpa kerendahan hati kita tidak akan datang dengan rela dan tulus pada orang yang telah kita lukai. Langkah "ketuk" ini dimulai dengan mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang telah kita lakukan.
  3. Peluk – Ketika kita berkonflik dengan orang yang kita kasihi, tentu kita ingin relasi dapat terjalin baik kembali. Maka kita perlu mengupayakan adanya rekonsiliasi. Langkah "peluk" ini adalah langkah mendekat dan bertekad saling mengasihi kembali. Meski demikian, kita perlu mengingat bahwa tidak semua relasi dapat berakhir dengan rekonsiliasi, sebab dalam rekonsiliasi dibutuhkan kesediaan dari dua belah pihak. Akan tetapi, kita mau tetap setia melakukan bagian kita.

Dalam ketiga proses ini, libatkan Tuhan Sang Sumber Kasih. Karena hanya kasih yang sempurna dari-Nya dapat melenyapkan ketakutan dan memulihkan kedua hati yang terluka oleh ledakan emosi yang serampangan.

1 Yohanes 4:18 "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih".


*) Ketua Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo





POKOK DOA (BTK September 2022)


Tahun 2022 sudah sembilan bulan kita lewati, sisa tiga bulan lagi yang akan dengan cepat kita lalui dan memasuki tahun 2023.

  1. Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap di luar Malang yang sudah diterima dalam bulan ini, yaitu dari Ibu Gan May Kwee di Solo sejumlah Rp 500.000,-.
  2. Bersyukur dalam bulan September 2022 ada tambahan 2 kali rekaman dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi sebagai narasumber, yaitu "Penderitaan dan Kemarahan Allah" dan Penderitaan dan Kesehatan Jiwa dan Rohani" serta "Menyertai Bukan Menghilangkan" dan "Keinginan dan Kenyataan".
  3. Bersyukur dalam bulan ini ada 2 radio yang telah dikirimi bahan rekaman melalui google-drive yaitu Radi Suara Abdi Allah di Pacet, Mojokerto dan RASSINDA (Radio Suara Sion Perdana) di Karanganyar, Solo.
  4. Bersyukur untuk acara "KENAL MITRA" tentang TEgur sapa gembaLA keluarGA (TELAGA) yang diadakan oleh Yayasan Lembaga SABDA di Solo melalui Instagram Live pada tanggal 19 September 2022 pk.16.00 – 16.30 WIB. Dalam waktu 30 menit sempat dibahas tentang awal mula lahirnya pelayanan radio TELAGA, visi/misi pelayanan TELAGA, bagaimana memproses 1 program radio, pelayanan lain yang terkait dengan TELAGA dan lain-lain.
  5. Bersyukur Radio Swara Kasih Anugerah FM di Wamena kembali menyiarkan program Telaga 2 minggu 1x pada hari Sabtu pk.18.00 – pk.19.00 WIT dalam nuansa "Family Corner".
  6. Bersyukur Tuhan terus memercayakan klien-klien baru untuk dilayani melalui proses konseling. Juga untuk beberapa gereja dan sekolah yang telah terlayani melalui berbagai pembekalan dan pembagian Firman Tuhan.
  7. Bersyukur atas respons dan dukungan orang-orang yang mengirimkan buku dan dana untuk mendukung pelayanan misi ke Papua pada bulan Januari 2023 yang akan datang. Doakan agar semakin banyak buku dan dana yang terkumpul sehingga dapat memberkati lebih banyak anak-anak di Papua.
  8. Doakan agar para konselor diberi hikmat, kekuatan serta kesehatan untuk dapat terus melayani. Doakan pula agar kami terus dalam penyertaan dan perkenanan Tuhan untuk menolong jiwa-jiwa yang telah Tuhan percayakan.
  9. Sewa rumah untuk tempat konseling di Sidoarjo telah berakhir. Doakan agar Tuhan memberi hikmat dan kecukupan dana untuk persiapan perpindahan ke tempat yang baru.
  10. Doakan untuk rencana mencari rumah kontrak untuk pelayanan Program Bina Iman Anak Tunas Kehidupan di Jember.
  11. Kita tetap mendoakan untuk pemerintah di seluruh Indonesia dan segenap jajarannya dalam mengatur banyak hal agar masyarakat di masing-masing daerah bisa bersehati mendukung hal-hal yang positif.
  12. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari donatur tetap di Malang dalam bulan September 2022, yaitu dari :
    011 untuk 4 bulan – Rp 600.000,-
    015 untuk 3 bulan – Rp 2.250.000,-