Anak dan Ketakutan Anak yang Tidak Kenal Takut
Refleksi Kesederhanaan, Ketergantungan, dan Otentisitas
Oleh: Ev. Lidanial, M.K., M.Pd. *)
"Saya berdosa, Tuhan ampuni. Saya mau ikut Tuhan Yesus. Tidak suka berdosa, s’lalu dengar firman-Nya. Saya mau ikut Tuhan Yesus." Lirik lagu berjudul "Saya Berdosa, Tuhan Ampuni" ini merupakan lagu yang saya ajarkan kepada anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mengikuti kelas khusus di sekolah minggu. Melodi lagu ini diadaptasi dari lagu sekolah minggu yang sudah sangat dikenal oleh anak-anak yaitu "Happy Ya Ya." Tujuannya agar anak-anak di kelas khusus, sekitar tujuh atau delapan anak dan mayoritas adalah anak-anak dengan disabilitas intelektual dengan beragam klasifikasi dan tingkat keterlambatan perkembangannya, dapat lebih mudah memahami dan mengingatnya.
Andi (anak laki-laki berusia 7 tahun, bukan nama sebenarnya) adalah salah seorang ABK di kelas tersebut, yang memiliki keterlambatan dalam aspek perkembangan bicara dan interaksi sosial. Setelah mengajarkan lagu "Saya Berdosa, Tuhan Ampuni," saya mengirimkan audio lagu tersebut ke orang tua agar dapat diulangi di rumah bersama anak. Pada minggu-minggu berikutnya, setiap kali saya mengambil gitar, sebelum saya sempat menyebutkan judul lagu yang akan kami nyanyikan, sambil melihat ke arah saya dan tersenyum, Andi selalu berkata, "Laoshi, lagu dosa; Laoshi, lagu dosa."
Walaupun awalnya Andi hanya bisa menyanyikan frasa "Saya berdosa," dan setelah itu dia hanya ikut bertepuk tangan tanpa ikut bernyanyi, dia tampak selalu bersemangat menyanyikan lagu kesukaannya itu. Di minggu berikutnya, Andi sudah bisa menyanyikan dua frasa, "Saya berdosa, Tuhan ampuni." Demikianlah, setiap minggu, satu frasa demi satu frasa, Andi berusaha mengingat lirik "lagu dosa" kesukaannya. Walaupun belum bisa mengingat semua lirik lagu tersebut, Andi tetap menyanyikannya dengan penuh semangat dan tidak pernah malu untuk meminta menyanyikan lagu tersebut. Lagu ini adalah lagu tema untuk topik "Manusia Berdosa" yang selalu kami nyanyikan selama beberapa minggu di kelas khusus.
Bagi saya, kebersamaan dengan anak-anak disabilitas (ABK), khususnya disabilitas intelektual, menjadi momen berharga untuk belajar tentang kesederhanaan, ketergantungan dan otentisitas. Beberapa nilai atau prinsip hidup yang menurut kebanyakan orang sudah tidak cocok untuk diadopsi di tengah dunia yang sudah begitu individualis, konsumtif dan kompetitif.
Sulit untuk disangkal, kehidupan ini sangat menggoda untuk setiap orang memakai "topeng" jika ingin "bertahan hidup," dianggap, diterima atau mendapat perlakuan sesuai dengan harapan. Pada umumnya "topeng-topeng" tersebut digunakan untuk memoles diri, agar tampak lebih baik dan menarik sehingga akan lebih dianggap dan diperhatikan. Atau, berupaya keras membuat diri tampak lebih "kuat" sehingga tidak mudah dimanipulasi atau sebaliknya, supaya lebih mudah memanipulasi. Tetapi, tidak sedikit juga "topeng-topeng" yang dipakai untuk menjadikan diri terlihat lebih buruk, lebih papa atau lebih mengibakan agar mendapat belas kasihan dari orang lain. Intinya, berbagai "topeng" digunakan untuk menutupi kenyataan yang ada dengan menampilkan diri yang berbeda agar hidup dapat lebih "dinikmati."
Tetapi, banyak orang mengakui bahwa alih-alih kehidupan "bertopeng" membuat kehidupan lebih dapat "dinikmati," justru tidak jarang berujung pada terjadinya kelelahan mental yang berat. Ketika tidak diatasi, didampingi dan dibantu, kondisi seperti ini sangat mungkin berlanjut pada berbagai masalah kesehatan mental serius, yang telah menjadi isu utama secara global, khususnya sejak pandemi Covid-19, termasuk di Indonesia.
Tetap berusaha kuat atau lebih tepatnya, terlihat kuat, walaupun sebenarnya sudah sangat lemah, bahkan hampir ambruk. Tetap tersenyum lebar, walaupun sesungguhnya kepedihan hati yang dirasakan sudah tidak tertanggung. Tetap berjalan, bahkan sebisa mungkin berlari untuk mengejar ambisi dengan harapan akan mendapatkan kepuasan, walaupun sebenarnya berbagai pengalaman sebelumnya sudah memberi lampu merah untuk berhenti sejenak. "Sejujurnya, saya sudah sangat capek, bingung, bahkan putus asa dengan hidup ini" adalah ungkapan hati terdalam dan otentik banyak orang di tengah perjalanan hidupnya, yang mungkin sekian lamanya sudah terpendam begitu dalam dan sangat sulit diakui, apalagi diceritakan.
Dua minggu lalu sebelum menyiapkan artikel ini, ketika saya sedang mengajar di kelas khusus, Andi tiba-tiba berdiri dan membuka pintu kelas. Hal yang biasa dilakukannya ketika mau ke toilet. Ditemani oleh neneknya yang setiap minggu mendampingi di dalam kelas, Andi pergi ke toilet. Tetapi, tidak seperti biasanya, kali itu terasa agak lama, Andi dan neneknya belum balik ke kelas. Saya menitipkan kelas kepada rekan guru pendamping untuk melihat sebentar ke toilet. Rupanya Andi terkunci di dalam salah satu ruang toilet. Dia menangis dan neneknya berusaha menenangkan serta mengarahkannya bagaimana membuka kunci dari dalam. Saya sempat mendengar nenek Andi berkata beberapa kali, "Dede berdoa ya, sama Tuhan Yesus supaya pintunya bisa dibuka ya."
Membayangkan rasa takut Andi di dalam ruang toilet, mendengar tangisannya yang keras dan melihat tangan kecilnya yang berusaha menarik sekat-sekat lubang ventilasi yang cukup lebar di bagian bawah pintu ruang toilet itu, tanpa berpikir lama, saya segera membantu usahanya menarik paksa sekat-sekat tersebut. Saya berpikir bahwa saya harus segera berbuat sesuatu untuk menolong Andi dan jalan satu-satunya supaya dia bisa segera keluar adalah sedikit merusak pintu ruang toilet itu, yaitu dengan mencabut beberapa sekat yang menutup lubang tersebut.
Tetapi, sebelum saya sempat menarik keluar salah satu sekat di pintu toilet tersebut, anak-anak yang lain dan beberapa rekan guru datang. Sambil membawa sejumlah anak kunci, seorang guru mencoba membuka pintu toilet tersebut dan berhasil. Kami semua menarik napas lega ketika pintu terbuka. Andi keluar sambil menangis dan memeluk neneknya. Kami kembali lagi ke kelas. Andi masih terlihat tegang dan takut. Terdengar neneknya berusaha menenangkan Andi dengan berulang kali mengatakan "Terima kasih, Tuhan Yesus sudah menolong Andi ya."
Ketika memersiapkan artikel ini, kejadian dua minggu lalu itu kembali muncul dalam benak saya. Saya mengakui bahwa sebagai gurunya, saya merasa "paling" bertanggung jawab untuk segera menolong Andi pada waktu itu. Dalam pikiran saya, dalam keterbatasan pengetahuan saya tentang pintu itu, saya berasumsi bahwa pintu itu hanya bisa dikunci dan dibuka dari dalam karena jenis kuncinya adalah slot. Karena itu satu-satunya jalan untuk mengeluarkan Andi adalah dengan mendobrak pintu itu atau menarik paksa sekat-sekat pada lubang ventilasinya sehingga dia bisa keluar. Tetapi, rupanya pintu ruang toilet itu berupa tarikan kunci bulat yang menggunakan anak kunci untuk membukanya dan anak kunci itu ada serta selalu siap untuk dipakai membuka atau menutup pintu itu, kapan pun dibutuhkan.
Terkadang kita berada dalam kondisi hidup yang sepertinya hanya tersisa satu jalan untuk bisa keluar dari berbagai himpitan dan tekanan problem hidup yang begitu besar. Sepertinya berbagai sumber daya yang ada sudah dioptimalkan untuk menyelesaikannya. Tetapi tidak kunjung berhasil, bahkan semakin berat menekan. Di tengah kebingungan dan keputusasaan, mungkin kita sedang merencanakan satu jalan keluar yang menurut kita sebagai satu-satunya jalan yang terbaik dan terakhir, walaupun kita tahu bahwa jalan itu pada akhirnya tetap "merusak." Sebuah alternatif solusi yang kita tahu Tuhan tidak berkenan, tidak menyelesaikan masalah, bahkan mungkin akan memunculkan masalah baru. Di tengah ketegangan itu, kita lupa ada Tuhan yang selalu ada di dekat kita, bahkan yang tinggal dalam diri kita, yang selalu siap sedia untuk menyatakan pertolongan-Nya. Dia selalu hadir dalam hidup kita, tetapi kita sering kali lupa untuk mengizinkan-Nya berkarya.
Kehadiran Sang Pencipta alam semesta di kandang Bethlehem dan terbungkus dengan lampin di dalam palungan, menunjukkan dengan gamblang bahwa jalan yang dipilih-Nya adalah jalan kesederhanaan, ketergantungan dan otentisitas. Max Lucado mengungkapkan: "Tangan yang memegang alam semesta lahir dalam buaian yang kecil dan kasar. Ini mengingatkan kita akan kerendahan hati dan kesederhanaan kedatangan Juruselamat." Dia tidak memilih kemewahan dan keagungan sebuah takhta sebagai tempat kelahiran-Nya. Palunganlah yang menjadi pilihan untuk tubuh bayi-Nya yang lemah dibaringkan dan setiap saat harus menunggu uluran tangan kedua orang tua-Nya untuk Dia dapat bertahan hidup. Sebuah palungan yang mungkin kotor dan beraroma tidak sedap di dalam kandang binatang yang sempit, berantakan dan tidak nyaman telah menjadi pilihan tempat bagi-Nya. Itulah cara yang dipilih Sang Juruselamat untuk datang ke dunia sebagai satu-satunya jalan untuk manusia dapat diselamatkan dan menikmati hidup yang sesungguhnya.
Charles Spurgeon menuliskan: "Dia dilahirkan dalam kemiskinan di lumbung dan dibaringkan di palungan untuk memberi kita kekayaan surga. Dia meninggalkan takhta-Nya dalam kemuliaan untuk menjadi bayi di Betlehem." Di tengah gelombang hiruk pikuk dunia yang datang silih berganti dan begitu menggelisahkan, membingungkan, menakutkan, bahkan siap menenggelamkan, datanglah mendekat pada Sang Penebus yang sudah datang bagi kita semua. Temukan dan alamilah kebesaran kuasa dan keagungan takhta kemuliaan Sang Pencipta di palungan Betlehem yang sangat sederhana itu!
*) Salah seorang konselor PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Singkawang, Kalimantan Barat
PERTANYAAN :
Saya seorang ibu berusia 54 tahun, memunyai seorang anak laki-laki berusia 23 tahun. Anak saya menutup diri terhadap saya. Kalau berbicara sering tidak menghormati saya. Apa yang harus saya lakukan untuk memerbaiki hubungan ini? Saya seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja, suami bekerja. Sebenarnya ada banyak kelemahan pada diri saya. Pada waktu kecil, saya tidak pernah dididik/diajari apa-apa oleh orang tua saya dan hal itu membuat saya bingung dalam bersikap, bertindak, berpikir. Setelah menikah saya kecewa karena melihat bahwa suami bukanlah figur suami dan ayah yang baik. Pada waktu anak saya (laki-laki) berumur 4 tahun, saya pernah emosi dan mengatakan "goblok" pada anak saya, karena dia tidak bisa menggambar (saya pikir apabila anak saya pintar maka ayahnya akan baik pada saya), sampai saat ini saya menyesal. Sejak itu saya mencari jalan keluar dengan membaca buku psikologi. Selama sekolah kelas 1 SD – 6 SD, anak saya tidak pernah saya ajak belajar. Pada waktu SMP, anak saya sering dimarahi oleh guru dan diolok teman sekelas, sejak itu saya berusaha menyayangi dan mendidik dia semaksimal mungkin, lalu menyuruh les di rumah, tetapi sampai kelas 3 SMA IPA, anak saya masih sering dimarahi guru dan diolok teman yang pandai. Nilai rapotnya rata-rata 6 – 7. Saya mendorong anak saya supaya bergaul dengan temannya yang pandai, agar supaya ia rajin belajar, tetapi kelihatannya dia tidak bisa berteman dekat dengan anak-anak tersebut. Justru dia bergaul dengan anak-anak yang suka main ‘game online’, bahkan sampai bolos sekolah. Sampai sekarang dia masih senang main game tersebut di luar rumah sampai pagi hari. Anak saya sekarang berusia 23 tahun, baru lulus kuliah (dia sering mengeluh bahwa kepalanya berat kalau sudah kuliah) dan sekarang sedang mencari pekerjaan. Dia menutup diri dan menjauh dari saya, kadang-kadang kalau saya tanya, dia menjawab dengan tidak sopan serta mengatakan kalau saya tidak boleh ikut campur. Demikianlah keadaan kami. Ada 1 hal lagi yang membuat saya khawatir, anak saya suka memakai baju ‘press-body’ dan selalu beli ‘hand body lotion’ (apa karena saya dulu kadang-kadang mengatakan bahwa dia ganteng?)
Saya ingin menambahkan, selama 15 tahun menikah, saya dan suami sering bertengkar. Saya sering protes pada suami tentang banyak hal termasuk tentang suami tidak pernah mendekat pada anak laki-lakinya. Suami lebih suka mendekat pada keponakannya laki-laki (anak dari kakaknya) sampai sekarang. Tapi sejak 3 tahun terakhir ini saya dan suami sudah jarang sekali bertengkar, mungkin karena kami menahan diri oleh karena sekarang kami tinggal menumpang di rumah kakak saya. Sebelum di rumah kakak, kami tinggal di rumah sendiri. Demikian tambahan dari saya, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih pada tim Telaga dan saya mohon balasannya.
Salam: LH
JAWABAN :Ibu LH yang kami hormati,
Terima kasih sudah mengikuti program Telaga dan mengirimkan email kepada kami. Setelah membaca apa yang terjadi dalam perjalanan kehidupan keluarga Ibu (khususnya berkaitan dengan masalah komunikasi dan relasi dengan anak laki-laki Ibu yang telah dewasa), harus kami katakan dengan terus terang bahwa tidak mudah untuk memerbaiki hubungan yang sudah terbentuk seperti itu, tetapi sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, kita punya pengharapan dan harus yakin bahwa DIA mampu menolong dan mengubahkan keadaan yang tidak baik menjadi lebih baik. Asalkan Ibu, suami serta anak laki-laki tersebut mau dengan rencahhati datang minta tolong kepada-NYA.
- Dalam doa datanglah pada Tuhan Yesus, akuilah dosa dan kesalahan yang selama ini telah diperbuat, minta IA menyucikan dan mengampuni semua itu termasuk kegagalan, kesalahan, dosa di masa lalu.
- Apa yang telah terjadi di masa lalu tidak perlu disesali terus-menerus. Ibu harus belajar "mengatasi" rasa bersalah, bangkit berusaha keras dan mencoba saling mengampuni. Tidak ada gunanya jika Ibu dan suami atau anak, saling memersalahkan satu dengan yang lain.
- Dengan kesadaran, kemauan dan usaha untuk memerbaiki komunikasi serta relasi/hubungan yang sekian lama tidak terbina dengan baik, minta TUHAN tolong memulihkan komunikasi dan relasi yang buruk itu. Usaha perbaikan ini tidak akan terjadi otomatis tetapi memerlukan waktu yang lama karena melewati proses yang panjang. Apalagi anak laki-laki Ibu sudah berumur 23 tahun, pasti tantangan yang Ibu hadapi sangat besar, Ibu harus sabar dan tidak mudah putus asa.
- Teruslah berdoa dan membaca firman Tuhan, bersandar dan mengandalkan kekuatan dari Tuhan Yesus. Minta Ia tambahkan kasih dan kesabaran untuk terus "berjuang" memulihkan hubungan yang buruk itu.
- Ibu boleh bahkan perlu meminta saudara atau teman-teman seiman yang Ibu kenal untuk ikut mendoakan. Jika anak laki-laki Ibu juga ke gereja, Ibu minta minta tolong hamba Tuhan untuk membimbingnya.
- Kalau memungkinkan, kami anjurkan Ibu, suami dan anak mencari pelayanan konseling untuk membicarakan masalah keluarga di masa lalu dengan tuntas. Bahkan melalui konseling, Ibu dan keluarga juga bisa mendapatkan arahan bagaimana menyikapi persoalan-persoalan yang akan timbul karena komunikasi dan relasi yang tidak terbina dengan baik. Bahkan Ibu dan keluarga juga akan mendapat nasihat serta bimbingan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi.
Demikian tanggapan kami atas pernyataan Ibu, kami akan doakan Ibu dan keluarga. Sebagai penutup, kami berikan beberapa ayat firman Tuhan dari Yeremia 17:5-8, semoga ini bisa mengingatkan Ibu untuk terus mengandalkan Tuhan.
Shalom,
Suriati
BUKAN KARENA KEBAIKANMU G = 1 4/4 Bu – kan kar’na (1) ke-ba-ik-anmu bukan kar’na (1) fasih lidahmu (2) ke-lebih-anmu bukan kar’na (2) baik ru-pamu Bu – kan kar’na (1) ke-ka-ya-anmu, kau di-pilih, kau dipanggilnya (2) ke-ca-kapan-mu, kau dipanggil, kau dipakai-Nya Bi-la eng-kau dapat, itu ka-re-na-Nya. Bila engkau punya, Se-mua dari pada-Nya. Se-mua hanya anugrah-Nya, dibri-kan-Nya pa da kita. Se-mua a-nugrah-Nya bagi kita jika engkau di – pa – kai-Nya.
Dalam rangka Hari Ibu yang diperingati pada tanggal 22 Desember, apakah peran Ibu dalam keluarga?
ANAK dan KETAKUTAN ? ANAK YANG TIDAK KENAL TAKUT
Adakalanya orang tua bingung melihat perubahan sikap anak yang tiba-tiba menjadi penuh ketakutan. Apa yang terjadi dan apa yang dapat dilakukan orang tua?
Penyebab Ketakutan dan Penanganannya
- Anak melihat dunia sekitarnya dengan mata yang berbeda dari orang dewasa. Acap kali apa yang menjadi ketakutan orang tua bukanlah apa yang menjadi ketakutan anak. Kadang anak mengalami teguran dari orang asing dan ini cukup untuk membuatnya ketakutan. Atau, anak melihat orang tua sakit dan ia mengembangkan ketakutan kalau-kalau orang tua akan meninggal. Itu sebabnya orang tua perlu memberi penjelasan terhadap peristiwa yang tidak dimengerti oleh anak agar ia tidak menarik kesimpulan yang keliru atau irasional.
- Anak memiliki fantasi yang aktif dan rentan terhadap ketakutan sebab bukankah ketakutan sering kali muncul dari sesuatu yang dibayangkan? Anak dapat membayangkan sesuatu yang mengerikan dari film yang ditontonnya atau buku yang dibacanya. Itu sebabnya anak harus dilindungi dari kisah-kisah yang menyeramkan sebab apa yang telah terekam akan sukar dihapus dari memorinya.
- Relasi orang tua yang tidak stabil dan rawan konflik juga berpotensi menciptakan ketakutan pada anak. Ia takut kehilangan orang tuanya dan ia takut menyaksikan pertengkaran mereka. Itu sebabnya orang tua perlu membereskan pernikahannya dan berupaya keras melindungi anak dari konflik antara mereka.
- Penolakan teman di sekolah atau lingkungan juga dapat membuat anak ketakutan. Teman menolak melalui pelbagai cara misalnya, ejekan, ancaman atau pengucilan. Teman menolak anak atas berbagai alasan misalnya perbedaan fisik dan kelemahan tertentu. Alhasil anak hidup penuh dengan ketakutan karena membayangkan perjumpaan dengan teman-teman. Itu sebabnya orang tua perlu menjalin komunikasi yang baik dengan anak tanpa menyalahkannya agar ia berani bercerita tentang lingkungannya.
- Tekanan akademik yang membuat anak malu atau gagal juga bisa menciptakan ketakutan. Ketidakbisaan dan ketidakberdayaan merupakan perasaan yang menakutkan. Itu sebabnya orang tua harus peka dengan kondisi anak agar tidak memaksakan anak masuk ke sekolah yang memiliki tuntutan di atas kemampuan anak.
Amsal 15:33, "Takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat . . ."
Anak perlu dididik untuk takut akan Tuhan dan berani menghadapi apa pun. Ketakutan dihilangkan melalui pendampingan atau penyertaan, jadi, didik anak untuk selalu ingat bahwa Tuhan menyertainya.
Sebagian anak sejak lahir sudah membawa kecenderungan untuk tidak mengenal takut. Ciri-cirinya adalah keras kepala, tidak mudah mendengar atau menaati perintah orang tua, tidak takut ancaman, tidak takut bahaya dan cenderung menyerempet bahaya.
Apa yang orang tua harus lakukan?
- Terima keunikan anak dan jangan memandangnya sebagai masalah. Memerlakukannya sebagai problem malah makin menggiringnya menjadi problem. Ingat, ia sendiri tidak tahu mengapa ia menjadi seperti itu; dipersalahkan karena kondisinya makin membuatnya frustrasi dan ini makin mendorongnya untuk lepas kendali.
- Buatlah garis pembatas yang luas; dengan kata lain, jangan membatasi ruang geraknya terlalu sempit karena ini hanya akan memancingnya untuk melanggar batas. Berkatalah "tidak" hanya untuk hal-hal yang memang tidak dapat dikompromikan lagi. Terlalu banyak "tidak" malah membuatnya menabrak rambu.
- Upayakan untuk selalu memberi kejelasan antara apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkan. Ia harus mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
- Upayakan untuk memberinya peringatan akan sanksi yang harus ditanggungnya sebelum pelanggaran terjadi.
- Jangan lupa untuk menyampaikan pujian atas pencapaiannya.
- Didik anak untuk tenggang rasa dengan pikiran dan perasaan orang lain. Kita tidak perlu menciptakan rasa takut dalam dirinya, yang penting adalah ia dapat mengerti perasaan orang lain dan menguasai diri.
Firman Tuhan:
"Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 16:2)
Ringkasan T156
Oleh: Pdt.Dr.Paul Gunadi
Simak judul-judul kategori "Pendidikan" di www.telaga.org
POKOK DOA (Desember 2024)
Kita sudah berada di penghujung tahun 2024 dan awal tahun 2025. Tak dapat diingkari bahwa penyertaan TUHAN selalu kita alami dan rasakan. Beberapa doa syukur dan doa permohonan adalah sebagai berikut :
- Bersyukur selama tahun 2024 telah diadakan 4 kali rekaman bersama Pdt.Dr. Paul Gunadi dan Pdt.Dr. Vivian A.Soesilo sebagai narasumber.
- Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari NN lewat Ibu Idajanti Rahardjo (Rp 5.000.000,-) dan Sdri. Karnita Sugiarto (Rp 2.000.000,-).
- Bersyukur untuk sumbangan dalam bentuk 75 kalender tahun 2025 yang diterima dari Bp. Edy Suryanto S. (Jaya Media) di Malang.
- Doakan untuk kesehatan Pdt.Dr.J.H.Soplantila di usia 82 tahun sebagai penderita diabetes sejak tahun 1990 yang lalu, agar Tuhan memimpin dan memberikan jalan keluar terbaik bagi hamba-Nya ini. Demikian pula kita tetap mendukung kesehatan Pdt.Dr. Rahmiati Tanudjaja dan Bp. Heman Elia.
- Bersyukur untuk penyertaan Tuhan hingga akhir tahun 2024 ini kepada Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo. Doakan agar setiap perencanaan dan program ke depan ada dalam pimpinan Tuhan.
- Doakan untuk para klien PKTK Sidoarjo yang masih berproses, baik dalam pemulihan pribadi dan relasi. Doakan juga agar Tuhan melindungi dan memberi mereka kekuatan dalam masa-masa berproses sendiri tanpa pendampingan konselor pada masa libur akhir tahun 2024.
- Doakan untuk para konselor agar mendapat kesegaran dan waktu lebih bersama keluarga dalam jeda masa libur (tanggal 23 Desember 2024 s.d. 5 Januari 2025) sehingga dapat kembali melayani dengan baik pada bulan Januari 2025.
- Telaga Kehidupan sedang menjajagi kerjasama dengan satu tempat layanan lansia di Surabaya Barat dan satu sekolah di Surabaya Timur. Doakan agar kerjasama ini dapat berjalan dengan baik untuk program-program di tahun 2025 mendatang. Doakan juga agar Tuhan memberikan hikmat serta memimpin, kami rindu dapat menjangkau dan menolong lebih banyak jiwa melalui kerjasama ini.
- Kami sedang merencanakan untuk pelayanan misi di tahun 2025, kiranya Tuhan memimpin dan kami diberi kepekaan untuk mengerti dan melakukan kehendak-Nya.
- Doakan untuk penambahan mitra konselor yang akan bergabung di tahun 2025, kiranya Tuhan memertemukan dengan orang-orang yang tepat.
- Doakan untuk Ibu Anita Sieria, koordinator Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo yang akan menempuh studi lanjut program Ph.D.in Clinical Christian Counseling di Filipina, dimulai pada bulan Februari 2025, kiranya Tuhan menyertai, memampukan dan mencukupkan.
- Bersyukur atas anugerah dan pemeliharaan Tuhan bagi Pusat Konseling Telaga Pengharapan (PKTP) sepanjang tahun 2024.
- Bersyukur atas anggota tim yang setia melayani Tuhan, para klien dan pelayanan yang Tuhan percayakan serta beberapa jejaring dengan gereja dan sekolah yang Tuhan bukakan.
- Terima kasih atas pertolongan Tuhan sehingga tim Telaga Pengharapan telah selesai menyusun program kerja periode tahun 2025, kiranya Tuhan menolong dalam melaksanakannya.
- Dalam rangka ucapan syukur sehubungan dengan HUT ke-2 Telaga Pengharapan akan mengadakan seminar pada hari Kamis, 23 Januari 2025 pk.18.00 WIB di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jember dengan tema "CINTA TANPA LUKA STOP KEKERASAN!" dengan pembicara: (1) Dyah Vitasari, S.P., S.H.,M.H. (Polres Jember) dan (2) Sri Wahyuni, S.E.,M.Div.,M.Th.in Counseling (Konselor dan Praktisi Anak Telaga Pengharapan Jember), biarlah Tuhan menolong dalam persiapan narasumber yang memersiapkan materi dan para undangan yang hadir mendapat berkat.
- Bersyukur Ruang Pojok Sharing Center bekerjasama dengan Telaga Pengharapan mengadakan Trauma Support Group mulai tanggal 30 November 2024 – 20 Maret 2025, setiap hari Kamis pk.19.00 – 21.00 WIB (8x pertemuan) melalui zoom. Tetapkan doakan untuk persiapan tim konselor dalam memersiapkan modul Support Group dan para peserta yang membutuhkan layanan ini.
- SMP Dian Harapan Jember mengundang Ev. Sri Wahyuni, konselor Telaga Pengharapan sebagai pembicara dalam retreat siswa SMP kelas 1 pada tanggal 16-17 Januari 2025 dengan topik "Leaving Our Unique Identity in Christ", dipersiapkan untuk menolong siswa "Mengenal Identitas Diri", "Menerima dan Menghargai Sesama". Kiranya Tuhan menolong persiapan yang dilakukan tim guru dan pembicara serta membentuk identitas setiap siswa yang mengikuti acara ini.
- 93 kali dibaca