Orang yang sudah dilukai itu cenderung sulit untuk mengampuni. Hal itu disebabkan karena pandangan yang tidak menyeluruh tentang pengampunan. Mereka merasa mengampuni itu merugikan diri sendiri, tetapi sebetulnya pengampunan itu menguntungkan karena hatinya damai.
Faktor-faktor yang menyebabkan orang sulit untuk mengampuni :
Untuk bisa mengampuni orang lain, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui :
Manfaat dari mengampuni orang lain yaitu orang lebih sehat, jantungnya lebih sehat, tekanan darahnya lebih rendah, hidupnya lebih bahagia, hubungan suami istri lebih baik, hubungan dengan anak-anak lebih baik, hubungan dengan Tuhan lebih baik, bahkan penjual di toko-toko itu banyak untungnya karena dia menjadi orang yang lebih ramah. Dia menjadi bahagia karena bebannya hilang.
Pengampunan itu tidak sama dengan rekonsiliasi, Rekonsiliasi artinya berhubungan baik kembali dan menjalin hubungan baik. Rekonsiliasi terjadi dua arah, jadi antara kita dan orang lain harus ada unsur pengampunan, sedangkan mengampuni itu tidak harus dua arah.
Pada umumnya, kecenderungan kita berkata sudah mengampuni tetapi saat bertemu dengan orang itu kita menjadi sakit hati lagi. Untuk menghadapi hal ini kita perlu belajar kepada Tuhan Yesus yaitu kita bisa mendoakan musuh kita, belajar berempati. Maka Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita, sehingga saat kita bertemu orang itu kita tidak lagi membenci.
Firman Tuhan di Efesus 4:32 [1] mengatakan, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu".
Bahkan di atas kayu salib, Tuhan Yesus masih mengatakan, "Bapa ampuni mereka yang tidak tahu apa yang mereka perbuat".
Ada pertanyaan bahwa mengampuni diri sendiri itu lebih susah dari pada mengampuni orang lain, tetapi ternyata itu tergantung dari orangnya. Ada orang yang mudah mengampuni orang lain, tetapi susah mengampuni dirinya sendiri. Ada juga orang yang bisa mengampuni diri sendiri tetapi susah mengampuni orang lain. Dan ada juga orang sulit mengampuni diri sendiri dan juga orang lain. Yang membedakan semuanya adalah cara pandang masing-masing orang.
Beberapa penyebab yang membuat seseorang merasa bersalah terhadap dirinya sendiri :
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengampuni diri sendiri :
Dampak bila kita tidak mau mengampuni diri sendiri :
Jika ada sesuatu yang mengingatkan dia akan kesalahannya, maka dia harus minta maaf kepada orang yang dia lukai dan berbuat apa yang dia bisa untuk mengganti rugi dan juga minta ampun kepada Tuhan.
Firman Tuhan di Matius 22:39 [2] mengatakan, "Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah : Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri".
Jadi kita perlu mengasihi diri sendiri seperti kita juga mau mengampuni orang lain.
Ringkasan T220 A+ [3]B [4]
Oleh : Pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo
Simak judul-judul kategori "PERMASALAHAN HIDUP" lainnya
di www.telaga.org [5]
Selamat malam, saya telah membaca tulisan tentang "Relasi dengan Pasangan"…..apa yang ditulis tentang relasi pranikah yang tercemar oleh hubungan seksual. Ya…….persis seperti yang ditulis yang saya alami sekarang. Saya ingin menyelesaikan masalah yang ada, sekarang masih tinggal serumah dengan 2 orang putri. Relasi saling menghindar, jarang bicara, saling mengabaikan mendominasi relasi sekarang. Saya mengalami gangguan psikis 3 kali, terakhir ini menjalani konseling rutin selama satu tahun…..hanya saya saja. Pasangan tidak mau.
Sekarang cenderung ‘mood’ mudah berubah, semangat ‘up and down’ berulang-ulang…….segala kebutuhan pribadi saling tidak memenuhi di antara kami, seks, komunikasi, keuangan…….jadi masing-masing sekarang ini.
Pernikahan bertahan lebih kepada memertahankan status sosial dan rumah yang sudah ada tidak mau dibagi. Lelah…….ingin pisah, tapi sekarang seperti tidak ada daya……Apa yang harus saya lakukan lagi, Pak ?
Terima kasih.
Salam : E.G.
Menjumpai Ibu E.G.,
Ditengah pergumulan berat Ibu dengan pasangan, ada beberapa hal positif yang perlu kami apresiasi, yaitu :
Mengenai apa yang perlu Ibu lakukan, ada beberapa pemikiran dari kami:
Adakalanya tidak semua masalah langsung dapat terselesaikan, adakalanya kita hanya perlu bertahan, menunggu waktu Tuhan dan pada saat-saat seperti ini, Tuhan mengundang kita untuk mendekat kepada-Nya dan mencari kekuatan-Nya.
Harapan dan doa kami, Ibu E.G. terus dikuatkan oleh Tuhan sendiri.
Salam : Andrew A. Setiawan
Suatu hari, setelah saya marah besar pada anak kedua saya, anak pertama saya bertanya pada saya, "ma kenapa mama marah gitu sama adek?". Pertanyaan sederhana dari seorang anak kecil, tapi menimbulkan gelombang berbagai perasaan yang campur aduk di hati saya. Satu sisi ingin membela diri, karena bagi saya adeknya pantas dimarahi, sisi lain merasa bersalah karena semestinya saya tidak meledakkan rasa marah saya. Bukankah saya sebagai seorang konselor tahu, bahwa ledakan emosi adalah seperti ledakan bom bunuh diri, yang bukan hanya melukai diri sendiri tapi juga melukai orang-orang terdekat dan terkasih misalnya anak-anak, pasangan, orangtua, sahabat, dan lain-lain.Tapi pada waktu itu, nasi sudah menjadi bubur. Ketika kemarahan telah ditumpahkan dengan cara yang salah kita tidak bisa memutar kembali waktu.
Barangkali bukan hanya saya, namun setiap kita mungkin pernah ada di momen-momen seperti ini. Telanjur meledakkan emosi, kadang ledakannya besar dan heboh – nada tinggi, suara keras, dan lain-lain; atau berupa sayatan tajam – melalui kalimat dan tindakan mendiamkan yang menyayat hati, meski disampaikan tanpa nada tinggi dan suara menggelegar.Tidak lama kemudian biasanya kita menyesali mengapa tadi saya berkata atau berbuat seperti itu? Dalam situasi seperti ini, seringkali rasa takut juga timbul dalam hati, masihkah ada harapan untuk relasi dan hati yang patah disambung kembali? Belajar dari pelbagai kesempatan dan kesalahan, akhirnya saya belajar ketimbang terus takut, setidaknya ada tiga hal mendasar yang dapat saya lakukan untuk memerbaiki atau meredam dampak kerusakan akibat ledakan emosi yang telah terjadi. Saya memakai tiga kata – tepuk, ketuk, peluk; untuk menolong saya mengingat, jika terjadi kondisi-kondisi darurat dalam relasi:
Dalam ketiga proses ini, libatkan Tuhan Sang Sumber Kasih. Karena hanya kasih yang sempurna dari-Nya dapat melenyapkan ketakutan dan memulihkan kedua hati yang terluka oleh ledakan emosi yang serampangan.
1 Yohanes 4:18 [6] "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih".
*) Ketua Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo
Tahun 2022 sudah sembilan bulan kita lewati, sisa tiga bulan lagi yang akan dengan cepat kita lalui dan memasuki tahun 2023.
Links
[1] https://alkitab.mobi/tb/Efe/4/32/
[2] https://alkitab.mobi/tb/Mat/22/39/
[3] https://m.telaga.org/audio/sulitnya_mengampuni_orang_lain
[4] https://m.telaga.org/audio/sulitnya_mengampuni_diri_sendiri
[5] http://www.telaga.org
[6] https://alkitab.mobi/tb/1Yo/4/18/
[7] https://m.telaga.org/jenis_bahan/berita_telaga