Pelecehan Seksual pada Anak

Versi printer-friendly
Oktober



PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK

Salah satu kejahatan yang sering terjadi tak terdeteksi adalah pelecehan seksual terhadap anak. Mengapa tak terdeteksi adalah karena korbannya adalah anak yang biasanya—karena takut—berdiam diri seribu bahasa. Alhasil kejahatan itu terus berlangsung dan si anak terus menjadi korban. Malangnya dampak pelecehan seksual tidak berhenti tatkala pelecehan berhenti; dampaknya terus berlanjut sampai si anak menjadi dewasa. Itu sebab penting bagi kita, orang tua, untuk mengetahui tentang hal ini agar kita dapat melindungi anak dan menolong sesama yang menjadi korban. Berikut kita akan melihat enam data umum seputar pelecehan seksual pada anak, kemudian kita akan meneliti dampak dari pelecehan seksual pada anak. Terakhir kita akan membahas langkah pemulihan bagi korban pelecehan seksual pada anak.

Pelecehan seksual terhadap anak bukan saja mencakup hubungan seksual dengan anak, tetapi juga sentuhan pada anggota tubuh yang dilakukan untuk pemuasan hasrat seksual. Jadi, sarana pelecehan yang digunakan bisa berupa kelamin, jari ataupun tangan. Berdasarkan definisi ini dapat kita duga bahwa sebagian pelecehan seksual meninggalkan bekas fisik, sedang sebagian lagi, tidak. Jika terjadi hubungan seksual, maka bekas fisik dapat ditemukan, baik pada alat kelamin ataupun anus. Jika pelecehan terbatas pada sentuhan lewat tangan atau jari—yang dimasukkan ke dalam kelamin anak perempuan—besar kemungkinan tidak ada bekas fisik yang dapat ditemukan.

Yang perlu kita ketahui tentang pelecehan fisik adalah walau pelecehan dapat dilakukan oleh siapa pun, ternyata kebanyakan pelaku adalah orang yang dikenal oleh korban. Dengan kata lain, si pelaku bukanlah orang asing, melainkan seseorang yang hidup bersamanya, hidup bertetangga dengannya, atau tengah datang mengunjunginya. Jadi, pelecehan dapat terjadi di dalam rumah, di rumah tetangga, di rumah kerabat atau teman, di sekolah, dan di tempat umum lainnya.

Kebanyakan korban tidak memberitahu orang tua bahwa pelecehan telah terjadi. Setidaknya ada lima alasan mengapa mereka memilih diam:

  1. Adakalanya mereka takut karena menerima ancaman jika mereka memberitahukan orang tua maka si pelaku akan melukai dirinya atau orang tuanya.
  2. Kadang mereka tidak memberitahu orang tua sebab mereka takut bahwa hubungan orang tua dengan si pelaku akan terganggu. Dalam kasus ini dapat kita simpulkan bahwa orang tua mengenal si pelaku dengan baik. Itu sebab anak tidak ingin memberitahu orang tua supaya hubungan orang tua dan si pelaku tetap baik.
  3. Alasan lain mengapa anak tidak memberitahu orang tua adalah karena anak takut dituduh berbohong. Ia adalah seorang anak, sedang si pelaku adalah orang dewasa yang dipercaya oleh orang tua, jadi, si anak berpikir, mana mungkin orang tua akan memercayainya.
  4. Alasan lain lagi mengapa anak tidak memberitahu orang tua adalah karena anak bingung; ia tidak tahu apakah yang sesungguhnya terjadi. Biasanya ini dialami oleh anak yang masih berusia dini dimana ia tidak mengetahui apa pun tentang seks. Dalam kebingungan anak tidak tahu apakah perbuatan itu salah atau tidak, sehingga ia tidak tahu apakah hal ini adalah sesuatu yang mesti dilaporkan kepada orang tua.
  5. Anak tidak memberitahu orang tua karena malu. Mungkin ia tidak tahu banyak tentang seks, tetapi ia cukup mengerti bahwa yang dialaminya adalah memalukan. Itu sebab ia merahasiakannya.

Semua anak—baik anak perempuan maupun anak laki-laki—rawan dan bisa menjadi korban pelecehan. Anak dianggap tak berdaya, itu sebab anak mudah dijadikan target. Anak pun dianggap belum dapat dipercaya sepenuhnya sehingga kalaupun terbongkar, si pelaku dapat berargumen bahwa ia tidak melakukannya dan bahwa si anak hanya mengarang cerita. Sungguhpun semua anak rawan menjadi korban, pada kenyataannya ada dua kelompok anak yang paling rawan menjadi korban.

  1. Kelompok pertama adalah anak yang tidak atau kurang mendapat pengawasan orang tua. Biasanya orang tua sibuk bekerja atau sering pergi ke luar rumah, sehingga kurang memberi pengawasan kepada anak. Dan ini membuka kesempatan kepada si pelaku untuk berbuat tidak senonoh.
  2. Kelompok kedua adalah anak yang tidak atau kurang menerima kasih dan perhatian dari orang tua. Sebagai akibatnya anak merindukan kasih dan perhatian, hal ini membuka kesempatan kepada si pelaku untuk memanfaatkan kebutuhan anak. Sentuhan—dan bahkan hubungan seksual—dijadikan sarana untuk mengisi kerinduan anak untuk dikasihi dan diperhatikan.

Pada umumnya ada beberapa gejala yang tampak sebagai akibat dari pelecehan, yaitu:

  1. Bila hubungan seksual terjadi, maka akan ada luka pada kelamin atau anus anak.
  2. Bila penetrasi terjadi, baik dengan kelamin atau jari, maka ada kemungkinan si anak akan menderita infeksi saluran kencing. Sudah tentu tidak semua infeksi saluran kencing merupakan akibat dari pelecehan seksual, jadi, berhati-hatilah agar kita tidak menjadi paranoid dan menimbulkan trauma yang tidak perlu pada anak.
  3. Hampir semua anak korban pelecehan seksual memerlihatkan perubahan perilaku dan emosi. Ada yang menjadi pemurung; ada yang menjadi penakut sehingga tidak berani pergi ke tempat yang biasanya ia berani kunjungi; ada yang tidak mau bertemu dengan orang tertentu tanpa sebab walau sebelumnya ia akrab dengan orang tersebut; ada yang berubah menjadi pemarah dan pada waktu marah, mengekspresikan kemarahan yang sangat kuat; dan ada yang menjadi depresi sehingga mau mati.

Sudah tentu semua gejala ini belum tentu merupakan bukti bahwa pelecehan seksual telah terjadi, jadi, sekali lagi, berhati-hatilah agar kita tidak mengembangkan kecurigaan secara berlebihan. Di pihak lain, jangan juga kita mengabaikan atau mengecilkan gejala-gejala ini, sebab bisa jadi gejala-gejala ini merupakan teriakan minta tolong si anak.

Ternyata seberapa parahnya dampak pelecehan seksual bervariasi alias tidak sama pada setiap anak. Ada beberapa faktor yang menentukan kadar keparahannya, yaitu:

  1. RELASI ANAK DENGAN SI PELAKU. Pada dasarnya makin dekat—dan makin bertalian darah—makin parah dampak pelecehan seksual. Makin parah, karena makin besar konflik batiniah yang mesti ditanggung anak. Di satu pihak si pelaku adalah orang dekat dengannya atau mungkin pula menyayanginya, di pihak lain, si pelaku melakukan perbuatan yang tidak senonoh kepadanya. Singkat kata, si anak merasakan keterbelahan antara memandang si pelaku sebagai orang baik atau orang jahat; apakah ia harus marah ataukah ia harus mengampuni; apakah ia mesti menghindar atau tidak.
  2. KADAR PELECEHAN ITU SENDIRI. Makin parah, makin berat dampak yang mesti ditanggung. Jadi, hampir dapat dipastikan, pelecehan yang sudah sampai ke tingkat hubungan seksual akan meninggalkan dampak yang panjang dan merusak.
  3. RESPONS ORANG TUA TERHADAP PELECEHAN. Makin responsif dan mendukung, makin meringankan dampak; sebaliknya, makin tidak berespons dan makin negatif respons yang diberikan, makin besar dan berat dampak pelecehan pada anak. Pada akhirnya anak merasa ditinggalkan dan ia pun makin yakin bahwa orang tua tidak mengasihinya. Ia harus menghadapi semua ini sendirian.

Sekarang kita akan melihat DAMPAK PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK, beberapa di antaranya ialah:

  1. MALU. Pada akhirnya kebanyakan anak yang menjadi korban pelecehan seksual mengembangkan penilaian diri yang rendah. Mereka menganggap bahwa diri mereka tidak sama dengan orang lain dan bahwa diri mereka lebih buruk dan lebih kotor dari kebanyakan orang. Karena mereka telah menerima pelecehan seksual, mereka cenderung mengembangkan perilaku menutupi atau menyembunyikan diri.
  2. RASA BERSALAH. Banyak korban pelecehan seksual mengembangkan rasa bersalah yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Penyebabnya adalah mereka beranggapan bahwa mereka dilecehkan karena kesalahan mereka sendiri, seakan-akan mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang terjadi. Mereka berpikir merekalah yang membuat pelaku terangsang sehingga melecehkannya. Jadi, semua salah mereka.
  3. TIDAK DAPAT PERCAYA ORANG, terutama orang dengan jenis kelamin yang sama dengan pelaku pelecehan seksual. Mereka takut menjadi korban dan takut dimanfaatkan sehingga bersikap was-was terhadap orang. Pada akhirnya relasi sukar bertumbuh intim karena dihambat oleh ketidakpercayaan. Kalaupun terjalin relasi intim, sering kali mereka diganggu oleh rasa cemburu yang kuat.
  4. BERGANTUNG PADA ORANG SECARA BERLEBIHAN. Akibat pelecehan, mereka mengembangkan rasa tidak aman sehingga membutuhkan tempat berlindung. Akhirnya mereka bergantung pada orang supaya mereka merasa aman kembali.
  5. JATI DIRI SEKSUAL YANG TIDAK JELAS SERTA MEMBINGUNGKAN. Sebagai contoh, apabila anak laki-laki mengalami pelecehan seksual dari sesama laki-laki, ada kemungkinan pengalaman itu dapat menimbulkan ketertarikan dengan sesama jenis. Atau, apabila anak perempuan mengalami pelecehan seksual dari laki-laki, mereka dapat mengembangkan rasa tidak suka kepada laki-laki dan mengembangkan ketertarikan dengan sesama perempuan. Singkat kata, pelecehan seksual berpotensi menciptakan identitas seksual yang rancu.
  6. MARAH. Sesungguhnya pelecehan seksual menimbulkan kemarahan, tetapi berhubung mereka masih kanak-kanak, mereka tidak berdaya dan tidak dapat mengungkapkan kemarahan. Sebagai akibatnya kemarahan terpendam dan siap meledak kapan saja. Tidak heran sebagian korban pelecehan seksual pada akhirnya memunyai kehidupan emosional yang tidak stabil.
  7. MASALAH SEKSUAL. Sebagian korban pelecehan seksual mengembangkan masalah seksual. Ada yang menjadi terobsesi dengan seks dan ada yang menjadi jijik dan menghindar dari seks. Dengan kata lain, mereka menjadi diri yang a-seksual, seakan-akan tidak memunyai gairah atau ketertarikan seksual.
  8. Terakhir, sebagian besar korban pelecehan seksual mengembangkan PROBLEM DALAM MENJAGA BATAS RELASI—ada yang menjauh secara berlebihan dan ada yang mendekat tanpa batas. Akhirnya ada yang menjadikan orang lain korban dan ada yang terus menjadi korban.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah yang mesti kita perbuat untuk menolong anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Berikut adalah beberapa SARAN UNTUK ORANG TUA:

  • Kita mesti merangkulnya. Tidak boleh kita memarahinya, apalagi menyalahkannya. Kita mesti bersedia mendengarkannya, baik pengakuan maupun perasaannya. Jika memungkinkan, bawalah anak ke seorang konselor supaya dampak buruk akibat pelecehan dapat diminimalkan. Terpenting adalah kita mesti memberi perlindungan kepada anak agar si pelaku tidak memunyai akses kepadanya lagi. Jika memungkinkan laporkan perbuatan si pelaku kepada pihak berwajib agar ia tidak mengulang perbuatannya.
  • Bersabarlah dan tunjukkanlah pengertian kepada anak yang berada dalam proses pemulihan. Besar kemungkinan anak akan mengembangkan masalah, baik secara emosional maupun perilaku. Mungkin ia mudah marah dan berteriak-teriak; mungkin ia mudah bersedih dan mengurung diri. Mungkin ia mau bunuh diri atau mau membunuh orang. Proses pemulihan anak korban pelecehan seksual tidak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang.
  • Jika memang kita sebagai orang tua ambil bagian di dalam persoalan yang dihadapi anak, jangan ragu untuk meminta maaf kepadanya. Mungkin kita kurang mengawasinya, mungkin kita kurang memberi perhatian kepadanya. Mungkin kita kurang memerlihatkan kasih sayang kepadanya. Kekurangan itulah yang telah membuka celah terjadinya pelecehan seksual kepada dirinya.
  • Usahakanlah untuk memelihara batas yang jelas dengan anak korban pelecehan seksual. Sebagaimana telah dijelaskan, ada kecenderungan anak tidak dapat menjaga batas secara jelas—terlalu dekat atau terlalu jauh. Sebagai orang tua, kita mesti dekat dan membiarkannya dekat dengan kita, tetapi kita pun tidak mau membuatnya bergantung pada kita. Jadi, untuk sementara biarkan ia mendekat dan bergantung, namun secara perlahan, doronglah dia untuk mandiri. Pada akhirnya tugas dan peran kita adalah berjalan di sampingnya, bukan menggendongnya.
  • Kita harus terus menguatkan anak dan mendorongnya untuk memeroleh kekuatan dari Tuhan. Kita mesti terus mengingatkannya bahwa siapakah dia ditentukan, bukan oleh apa yang dialaminya atau apa yang dikatakan manusia, melainkan oleh apa yang dikatakan oleh Tuhan—Tuhan mengasihinya dan dia adalah anak Tuhan yang berharga. Ingatkan bahwa masa depannya ada dalam tangan Tuhan, bukan tangan orang yang telah melukainya.

Habakuk 3:17-19 mengatakan, "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku". Kabar bahwa anak menjadi korban pelecehan seksual adalah kabar yang bukan saja menyakitkan, tetapi juga menghancurkan. Kita merasa hari depan anak pasti kelam. Tidak! Tuhan sanggup membuat kaki anak kita kuat kembali. Ia sanggup membuat anak kita kuat mendaki bukit kehidupan.

Ringkasan T489A+B
Oleh: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Simak judul-judul lainnya dalam kategori "MASALAH HIDUP"
di www.telaga.org


PERTANYAAN :

Pak, saya mau bertanya, saya sudah diceraikan istri saya, karena ingin menikah dengan selingkuhan teman kantor yang juga mempunyai istri, dalam perjalanan dengan berbagai peringatan. Akan dipecat dari kantor kalau masih berselingkuh dengan pria tersebut, tetapi hal yang baru mereka lakukan lagi, yaitu mereka merencanakan untuk menceraikan istri pria tersebut agar supaya mereka bisa menikah, akan tetapi istri pria ini punya rencana untuk melaporkan dan membuat kedua orang ini bisa dipecat. Pertanyaannya, istri pria selingkuhan ini membutuhkan bantuan saya, apakah yang saya harus lakukan dengan masalah ini? Jujur saya masih mencintai mantan istri saya yang sudah tergila-gila dengan pria tersebut. Apakah saya harus membantu atau tidak?

Salam : Stu 

JAWABAN :

Menjumpai Bapak Stu,
Saya apresiasi rasa cinta Bapak kepada pasangan meskipun dia telah melukai hati Bapak. Mengenai membantu istri pria selingkuhan, saya pikir mungkin lebih bijak kalau Bapak Stu tidak melibatkan diri pada kompleksitas itu. Biarkan istri si pria tersebut berjuang dengan caranya sendiri. Saya khawatir kalau Bapak ikut-ikut dalam arena ini, nanti bisa terjadi kesalahpahaman yang lebih rumit, karena sudah melibatkan banyak pihak dan ada unsur emosi di sana. Mudah-mudahan saran ini bermanfaat. Tuhan memberkati !

Salam : Andrew A. Setiawan



Peran Pendamping Gangguan Mental

Oleh: Sri Wahyuni, M.Th in Counseling

Apa itu Pendampingan?

Pendampingan adalah dukungan (fisik, mental, emosi dan spritual) yang diberikan pada individu dengan gangguan mental dengan tujuan membantu proses pemulihan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Sedangkan pendamping adalah orang yang berperan untuk memberikan pendampingan, mencakup: pendamping internal (keluarga dan kerabat dekat) dan pendamping eksternal (sahabat, tenaga relawan, pekerja sosial, rohaniawan, konselor, psikolog, psikiater).

Seberapa Penting Peran Pendamping?

Pendamping berperan penting dan memberi dampak signifikan bagi proses pemulihan klien dengan gangguan mental. Beberapa peran penting pendamping, antara lain:

  1. Memberi dukungan psikologis dan spiritual,
  2. Mendampingi klien mengatasi krisis,
  3. Mendukung klien dalam menjalani perawatan dan pengobatan,
  4. Menjadi jembatan penghubung antara klien dan tenaga profesional kesehatan,
  5. Membantu dalam bersosialisasi dan menghadapi stigma sosial.

Tantangan Pendampingan

Para pendamping seringkali menghadapi tantangan dalam mendampingi klien, yaitu: pertama, tantangan internal yang berasal dari diri pendamping itu sendiri. Kedua, tantangan external yang berasal dari klien (penolakan dan gangguan perilaku), kenalan, stigma masyarakat.

Pendekatan Pendampingan

Pendampingan yang efektif dapat dilakukan melalui:

  1. Pendekatan holistik dan terintegrasi,
  2. Terapi yang berfokus pada klien,
  3. Program Pemberdayaan,
  4. Terapi Kelompok.

Simak perbincangan lengkapnya di Instagram @telagapengharapan


Topik Instagram Live 25 Oktober 2024 "Merajut Luka Masa Lalu (PTSD)."

Bersama Riana Dwijayanti (konselor, Ruang Pojok Sharing Center) dan Sri Wahyuni (konselor, Telaga Pengharapan). Perbincangan tersebut kami ringkas dalam pembahasan di bawah ini.

Sebuah survei dari Uppsala Conflict Data Program (UCDP) pada tahun 1989-2019 berkaitan dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) menunjukkan bahwa sejumlah 227 juta orang dewasa di seluruh dunia adalah survivor PTSD. Sedangkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022 menemukan 1 dari 3 remaja Indonesia memunyai masalah kesehatan di rentang usia 10-17 tahun.

Apa itu PTSD?

Trauma adalah reaksi emosional individu terhadap kejadian-kejadian yang terjadi secara tiba-tiba dan mengancam jiwa. Sedangkan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan kejiwaan yang muncul setelah trauma.

Faktor Risiko PTSD

Orang yang mengalami trauma belum tentu mengalami PTSD. Berikut beberapa faktor risiko, seseorang mengalami PTSD, yaitu:

  1. Faktor trauma masa kecil. Orang yang mengalami trauma masa kecil lebih berisiko mengalami PTSD di kemudian hari.
  2. Faktor genetika. Keluarga dengan riwayat gangguan mental lebih rentan mengalami PTSD.
  3. Faktor Gender. PTSD dilaporkan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
  4. Faktor Stres. Stres jangka panjang lebih rentan mengalami PTSD.
  5. Faktor dukungan sosial. Orang yang kurang mendapat dukungan sosial lebih rentan mengalami PTSD.
  6. Faktor kedekatan relasi. Semakin dekat seseorang dengan sumber trauma, semakin rentan mengalami PTSD.
  7. Faktor bahaya. Semakin bahaya trauma tersebut, semakin rentan mengalami PTSD.

Gejala PTSD

Adapun gejala-gejala PTSD yang bisa diamati, sebagai berikut:

  • Pertama, gangguan pikiran.
  • Kedua, penghindaran terhadap situasi yang mengingatkan pada trauma.
  • Ketiga, perubahan negatif dalam pemikiran dan suasana hati.
  • Keempat, perubahan reaksi fisik dan emosional.

PTSD kadang-kadang muncul pada waktu-waktu tertentu, datang dan pergi, naik dan turun. Durasi lebih dari 1 bulan dan mulai terganggu aspek kehidupan yang lain (sosial, pekerjaan dan area yang lain).

Menurut DSM 5, seseorang terdiagnosa PTSD bila:

  1. Individu harus mengalami gejala selama lebih dari satu bulan.
  2. Gejala mengganggu fungsi sehari-hari.
  3. Diperlukan pemeriksaan oleh profesional kesehatan.

Dampak PTSD

PTSD memberi dampak antara lain: pertama, gangguan relasi. Cenderung konflik dengan orang lain atau sebaliknya menutup diri. Kedua, gangguan fisik (insomnia, mimpi buruk, sulit konsentrasi, sakit lambung dan lain-lain). Ketiga, gangguan mental yang lain, seperti: kecemasan, depresi. Keempat, gangguan produktivitas (menurunnya kinerja, baik di tempat kerja atau sekolah). Keempat, gangguan perilaku berisiko tinggi, seperti: penyalahgunaan Napza, ‘self harm’, bunuh diri.

Upaya Pemulihan PTSD

Selalu ada harapan untuk pemulihan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk pemulihan PTSD:

  1. Terapi kogntif melalui jurnal.
  2. Terapi perilaku dengan membuat langkah-langkah kecil untuk menghadapi trauma.
  3. ‘Mindfullness (here and now)’ melalui relaksasi.
  4. Dukungan sosial dari keluarga, kerabat, sahabat, ‘support group’.
  5. Bantuan profesional.

Simak perbincangan lengkapnya di Instagram @telagapengharapan.



POKOK DOA (Oktober 2024)

Tahun 2024 tinggal 8 minggu lagi akan kita akhiri. Tanggal 28 Oktober mengingatkan kita akan Hari Sumpah Pemuda, 96 tahun yang lalu……Satu Nusa – Satu Bangsa – Satu Bahasa ----- INDONESIA.

Beberapa doa syukur dan doa permohonan adalah sebagai berikut :

  1. Bersyukur untuk acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang telah dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2024 dan tetap doakan rencana diadakan PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 27 November 2024 yang akan datang.
  2. Bersyukur dalam bulan ini rekaman Telaga T597 s.d. T600 telah dikirim ke 15 radio di tanah air dan 1 radio di Hongkong.
  3. Bersyukur untuk sumbangan yang telah diterima dari Bp.Handoko Wibowo, Pimpinan Radio STAR FM di Pandaan sejumlah Rp 2.500.000,- dan dari NN di Tangerang 2x dalam bulan ini, sejumlah Rp 3.000.000,-.
  4. Doakan untuk kesehatan Pdt.Dr.J.H.Soplantila di usia 82 tahun sebagai penderita diabetes sejak tahun 1990 yang lalu, agar Tuhan memimpin dan memberikan jalan keluar terbaik bagi hamba-Nya ini. Demikian pula kita tetap mendukung kesehatan Pdt.Dr. Rahmiati Tanudjaja dan Bp. Heman Elia.
  5. Bersyukur untuk kekuatan dan hikmat yang Tuhan terus berikan bagi kami para konselor dan tim Telaga Kehidupan untuk boleh melayani para klien yang Tuhan percayakan.
  6. Bersyukur saat ini kami sudah memulai kembali konseling tatap muka di Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo.
  7. Doakan untuk personil konselor yang dapat melayani secara tatap muka di Sidoarjo agar semakin banyak jiwa yang dapat dilayani secara tatap muka.
  8. Doakan untuk para klien di Telaga Kehidupan agar melalui pelayanan ini mereka boleh ditolong dan diberkati.
  9. Bersyukur Tuhan telah menolong terselenggaranya Instagram Live dengan topik "Peran Pendamping Gangguan Mental" pada tanggal 18 Oktober 2024, "Sex Education:Helping Children to Recognize Boundaries and Personal Space" pada tanggal 21 Oktober 2024, Instagram Live dengan topik "Merajut Luka Masa Lalu" (PTSD – Post Traumatic Stress Disorder) pada tanggal 25 Oktober 2024 dan Kelas Konseling Awam II dengan topik "Teknik Konseling: Summarizing, Interpretative, Structuring" pada tanggal 31 Oktober 2024.
  10. Bersyukur Tuhan Yesus Kristus telah mencukupkan dana untuk kontrak rumah Telaga Pengharapan tepat pada waktu-Nya.
  11. Doakan untuk rencana kunjungan perkenalan Telaga Pengharapan ke GKJW Jember agar Tuhan menolong terjalinnya relasi dan kerjasama yang baik dengan pihak gereja.
  12. Telaga Pengharapan ingin mengembangkan konten-konten edukasi melalui media sosial (Tik Tok, Instagram dan YouTube), kiranya Tuhan memberikan hikmat dan ide-ide kreatif kepada tim untuk mengerjakannya.
  13. Doakan untuk Panitia yang sedang memersiapkan HUT Telaga Pengharapan ke-2 yang direncanakan pada tanggal 23 Januari 2025, Tuhan memberi hikmat dan menolong dalam segala persiapan yang dilakukan.