Pelecehan Seksual pada Anak (1)

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T489A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Salah satu kejahatan yang sering terjadi tapi tak terdeteksi adalah pelecehan seksual terhadap anak. Umumnya anak takut melaporkannya sehingga kejahatan ini bisa terus terjadi dan berdampak jangka panjang. Kali ini kita akan membahas enam data umum hal ini, yaitu definisi pelecehan seksual pada anak, siapa pelakunya, siapa korbannya, mengapa anak memilih diam, gejala yang tampak akibat pelecehan seksual, dan faktor yang menentukan kadar keparahannya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu kejahatan yang sering terjadi tak terdeteksi adalah pelecehan seksual terhadap anak. Mengapa tak terdeteksi adalah karena korbannya adalah anak yang biasanya—karena takut—berdiam diri seribu bahasa. Alhasil kejahatan itu terus berlangsung dan si anak terus menjadi korban. Malangnya dampak pelecehan seksual tidak berhenti tatkala pelecehan berhenti; dampaknya terus berlanjut sampai si anak menjadi dewasa. Itu sebab penting bagi kita, orangtua, untuk mengetahui sedikit tentang hal ini agar kita dapat melindungi anak dan menolong sesama yang menjadi korban. Berikut kita akan melihat enam data umum seputar pelecehan seksual pada anak, kemudian kita akan meneliti dampak dari pelecehan seksual pada anak. Terakhir kita akan membahas langkah pemulihan bagi korban pelecehan seksual pada anak.

  • Pelecehan seksual terhadap anak bukan saja mencakup hubungan seksual dengan anak, tetapi juga sentuhan pada anggota tubuh yang dilakukan untuk pemuasan hasrat seksual. Jadi, sarana pelecehan yang digunakan bisa berupa kelamin, jari, ataupun tangan. Berdasarkan definisi ini dapat kita duga bahwa sebagian pelecehan seksual meninggalkan bekas fisik, sedang sebagian lagi, tidak. Jika terjadi hubungan seksual, maka bekas fisik dapat ditemukan, baik pada alat kelamin ataupun anus. Jika pelecehan terbatas pada sentuhan lewat tangan atau jari—yang dimasukkan ke dalam kelamin anak perempuan—besar kemungkinan tidak ada bekas fisik yang dapat ditemukan.
  • Yang perlu kita ketahui tentang pelecehan fisik adalah walau pelecehan dapat dilakukan oleh siapa pun, ternyata kebanyakan pelaku adalah orang yang dikenal oleh korban. Dengan kata lain, si pelaku bukanlah orang asing, melainkan seseorang yang hidup bersamanya, hidup bertetangga dengannya, atau tengah datang mengunjunginya. Jadi, pelecehan dapat terjadi di dalam rumah, di rumah tetangga, di rumah kerabat atau teman, di sekolah, dan di tempat umum lainnya.
  • Kebanyakan korban tidak memberitahu orangtua bahwa pelecehan telah terjadi. Setidaknya ada lima alasan mengapa mereka memilih diam:
    1. Adakalanya mereka takut karena menerima ancaman jika mereka memberitahukan orangtua maka si pelaku akan melukai dirinya atau orangtuanya.
    2. Kadang mereka tidak memberitahu orangtua sebab mereka takut bahwa hubungan orangtua dengan si pelaku akan terganggu. Dalam kasus ini dapat kita simpulkan bahwa orangtua mengenal si pelaku dengan baik. Itu sebab anak tidak ingin memberitahu orangtua supaya hubungan orangtua dan si pelaku tetap baik.
    3. Alasan lain mengapa anak tidak memberitahu orangtua adalah karena anak takut dituduh berbohong. Ia adalah seorang anak, sedang si pelaku adalah orang dewasa yang dipercaya oleh orangtua, jadi, si anak berpikir, mana mungkin orangtua akan mempercayainya.
    4. Alasan lain lagi mengapa anak tidak memberitahu orangtua adalah karena anak bingung; ia tidak tahu apakah yang sesungguhnya terjadi. Biasanya ini dialami oleh anak yang masih berusia dini di mana ia tidak mengetahui apa pun tentang seks. Dalam kebingungan anak tidak tahu apakah perbuatan itu salah atau tidak sehingga ia tidak tahu apakah hal ini adalah sesuatu yang mesti dilaporkan kepada orangtua.
    5. Anak tidak memberitahu orangtua karena malu. Mungkin ia tidak tahu banyak tentang seks tetapi ia cukup mengerti bahwa yang dialaminya adalah memalukan. Itu sebab ia merahasiakannya.
  • Semua anak—baik anak perempuan maupun anak laki-laki—rawan dan bisa menjadi korban pelecehan. Anak dianggap tak berdaya, itu sebab anak mudah dijadikan target. Anak pun dianggap belum dapat dipercaya sepenuhnya sehingga kalaupun terbongkar, si pelaku dapat berargumen bahwa ia tidak melakukannya dan bahwa si anak hanya mengarang cerita. Sungguhpun semua anak rawan menjadi korban, pada kenyataannya ada dua kelompok anak yang paling rawan menjadi korban.
    1. Kelompok pertama adalah anak yang tidak atau kurang mendapat pengawasan orangtua. Biasanya orangtua sibuk bekerja atau sering pergi ke luar rumah sehingga kurang memberi pengawasan kepada anak. Dan, ini membuka kesempatan kepada si pelaku untuk berbuat tidak senonoh.
    2. Kelompok kedua adalah anak yang tidak atau kurang menerima kasih dan perhatian dari orangtua. Sebagai akibatnya anak merindukan kasih dan perhatian dan ini membuka kesempatan kepada si pelaku untuk memanfaatkan kebutuhan anak. Sentuhan—dan bahkan hubungan seksual—dijadikan sarana untuk mengisi kerinduan anak untuk dikasihi dan diperhatikan.
  • Pada umumnya ada beberapa gejala yang tampak sebagai akibat dari pelecehan, yaitu:
    1. Bila hubungan seksual terjadi, maka akan ada luka pada kelamin atau anus anak.
    2. Bila penetrasi terjadi, baik dengan kelamin atau jari, maka ada kemungkinan si anak akan menderita infeksi saluran kencing. Sudah tentu tidak semua infeksi saluran kencing merupakan akibat dari pelecehan seksual, jadi, berhati-hatilah agar kita tidak menjadi paranoid dan menimbulkan trauma yang tidak perlu pada anak.
    3. Hampir semua anak korban pelecehan seksual memperlihatkan perubahan perilaku dan emosi. Ada yang menjadi pemurung; ada yang menjadi penakut sehingga tidak berani pergi ke tempat yang biasanya ia berani kunjungi; ada yang tidak mau bertemu dengan orang tertentu tanpa sebab walau sebelumnya ia akrab dengan orang tersebut; ada yang berubah menjadi pemarah dan pada waktu marah, mengekspresikan kemarahan yang sangat kuat; dan ada yang menjadi depresi sehingga mau mati. Sudah tentu semua gejala ini belum tentu merupakan bukti bahwa pelecehan seksual telah terjadi, jadi, sekali lagi, berhati-hatilah agar kita tidak mengembangkan kecurigaan secara berlebihan. Di pihak lain, jangan juga kita mengabaikan atau mengecilkan gejala-gejala ini sebab bisa jadi gejala-gejala ini merupakan teriakan minta tolong si anak.
  • Ternyata seberapa parahnya dampak pelecehan seksual bervariasi alias tidak sama pada setiap anak. Ada beberapa faktor yang menentukan kadar keparahannya, yaitu:
    1. RELASI ANAK DENGAN SI PELAKU.
      Pada dasarnya makin dekat—dan makin bertalian darah—makin parah dampak pelecehan seksual. Makin parah, karena makin besar konflik batiniah yang mesti ditanggung anak. Di satu pihak si pelaku adalah orang dekat dengannya atau mungkin pula menyayanginya, di pihak lain, si pelaku melakukan perbuatan yang tidak senonoh kepadanya. Singkat kata, si anak merasakan keterbelahan antara memandang si pelaku sebagai orang baik atau orang jahat; apakah ia harus marah ataukah ia harus mengampuni; apakah ia mesti menghindar atau tidak.
    2. KADAR PELECEHAN ITU SENDIRI.
      Makin parah, makin berat dampak yang mesti ditanggung. Jadi, hampir dapat dipastikan, pelecehan yang sudah sampai ke tingkat hubungan seksual akan meninggalkan dampak yang panjang dan merusak.
    3. RESPONS ORANGTUA TERHADAP PELECEHAN.
      Makin responsif dan mendukung, makin meringankan dampak; sebaliknya, makin tidak berespons dan makin negatif respons yang diberikan, makin besar dan berat dampak pelecehan pada anak. Pada akhirnya anak merasa ditinggalkan dan ia pun makin yakin bahwa orangtua tidak mengasihinya. Ia harus menghadapi semua ini sendirian.