Menunda-nunda 3

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T374C
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan M.K.
Abstrak: 
Kebiasaan menunda dapat diibaratkan sebagai asam yang menggerogoti mutu kehidupan manusia: menurunkan segala kualitas kehidupan yang dikenainya, mulai dari motivasi hingga penghargaan diri dan kepercayaan diri seseorang. Pengalaman menunda-nunda bagaikan hidup di kereta luncur (roller coaster) emosi. Suasana hati naik turun setiap kali mencoba untuk membuat kemajuan dan cenderung surut setiap kali ingin bergerak ke arah kemajuan. Siklus ini dapat berlarut-larut selama berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Dapat pula bergerak dengan begitu cepat dalam suatu momen. Penting untuk mengenali apa saja akar masalahnya dan menangani siklus penundaan ini dengan tepat.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kebiasaan menunda-nunda mengganggu hidup kita dan menciptakan serombongan masalah dari kehilangan peluang sampai ke kegagalan dalam bekerja dan masalah keuangan. Kebiasaan menunda dapat diibaratkan sebagai asam yang menggerogoti mutu kehidupan manusia: menurunkan segala kualitas kehidupan yang dikenainya, mulai dari motivasi hingga penghargaan diri dan kepercayaan diri seseorang. Dalam istilah lain, bisa disebut sebagai sindrom "saya akan melakukan besok". Pergulatan dengan kebiasaan menunda ini tidak mengenal batas ras, etnis, jenis kelamin, usia dan profesi maupun iman keyakinan seseorang.

Penundaan berarti: menangguhkan untuk mengerjakan sesuatu hingga akhirnya terlambat. Dari segi manajemen waktu, mengerjakan tugas atau aktivitas berprioritas rendah lebih daripada tugas atau aktivitas yang berprioritas tinggi. Kegagalan untuk memulai atau menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas dalam rentang waktu yang ditetapkan. Respons atau tanggapan terhadap:

  1. Tugas yang tidak menyenangkan.
  2. Penguatan yang tidak memadai untuk memulai atau menyelesaikan tugas.
  3. Hambatan kinerja yang muncul akibat keyakinan yang irasional.

Tindakan sia-sia menangguhkan tugas yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada diri pelaku. Perilaku atau tingkah laku saat seseorang dengan sengaja menangguhkan hingga muncul perasaan cemas dan perasaan bersalah; akan tetapi, tindakan ini dilakukan secara berulang-ulang (kompulsif).

JENIS PENUNDAAN
  1. Penundaan Fungsional, misalnya menunda mengerjakan sebelum memperoleh informasi yang memadai (beralasan dan bisa ditoleransi).
  2. Penundaan Tidak Fungsional adalah penundaan yang banyak menimbulkan masalah bagi pelakunya. Ada 2 macam yaitu penundaan pengambil keputusan dan penundaan perilaku.

Penundaan pengambilan keputusan dan penundaan perilaku terkadang dilakukan bersama-sama. Penundaan perilaku sering merupakan kelanjutan dari penundaan pengambilan keputusan.

FAKTOR-FAKTOR PENUNDAAN
Penundaan sering digunakan sebagai strategi untuk melindungi diri dari ketakutan yang bersifat mendasar, yakni:
  1. Takut Gagal

  2. Penunda yang takut gagal cenderung mendefinisikan kegagalan dalam suatu tugas sebagai kegagalannya sebagai manusia. Orang yang takut gagal memiliki asumsi atau anggapan yang mengubah usaha menyelesaikan tugas menjadi ketakutan mengambil risiko. Kinerja yang sangat bagus mencerminkan dirinya adalah seorang yang hebat dan pandai. Kinerja yang biasa saja mencerminkan bahwa dirinya seorang yang biasa saja.
  3. Takut Sukses

  4. Orang dapat lebih khawatir ketika dirinya dinilai sukses oleh rekan-rekannya, daripada khawatir dihakimi saat dirinya gagal. Ia menghindari pekerjaan-pekerjaan yang dinilainya sebagai sebuah persaingan karena takut menang. Bila ia sukses, berarti akan melukai orang lain. Ia percaya bahwa ia harus memilih antara menjadi sukses atau dikasihi dan diterima. Takut sukses timbul pula karena menganggap kesuksesan akan membuatnya gila kerja atau kecanduan kerja. Maka, di sini menunda-nunda menjadi metode baginya untuk membatasi aspirasi atau dorongan yang dirasakan dapat mendatangkan hukuman atas dirinya. Penundaan merupakan metode untuk membuatnya tersembunyi dari orang lain bahkan kadang-kadang dari dirinya sendiri.
  5. Takut Kalah

  6. Menunda karena ingin merasa dirinya sedang mengendalikan sesuatu. Penunda ingin membuktikan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memaksanya bertindak bertentangan dengan keinginannya. Penundaan menjadi strategi pertempuran untuk meraih kendali, kekuasaan, kehormatan, kemerdekaan dan otonomi.
  7. Takut Berpisah

  8. Orang dapat menunda karena merasa tidak benar-benar lengkap jika dirinya tidak menjadi bagian seseorang dan orang tersebut bagian dirinya. Penundaan menjadi alat untuk tetap dekat dengan orang lain. Ia mengalami kesulitan untuk melakukan usaha-usaha yang membutuhkan fungsi independen. Ia tidak merasa diri dan tidak dapat bertindak tanpa mencari pertolongan orang lain. Usaha terbesarnya terletak pada pengumpulan masukan dan informasi tetapi menunda untuk mensintesisnya.
  9. Takut Melekat

  10. Berkebalikan dengan mereka yang takut terpisah, mereka merasa lebih nyaman dengan menjaga jarak dengan orang lain. Kecemasan mereka segera diaktifkan saat seseorang terlihat mendekatinya dan memasuki teritorinya. Mereka segera memobilisasi diri untuk mundur secara fisik, emosional atau pun secara mental.

Yesaya 43:4a, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau".

Kepercayaan yang membangun Komitmen-Bawah-Sadar Penunda mencerminkan cara berpikir yang menjauhkan pelaku penunda dari membuat kemajuan. Menyadari diri berpikir tidak realistik merupakan langkah yang dibutuhkan dalam mengatasi penundaan tetapi tidaklah cukup. Penundaan memiliki akar emosional yang kompleks.

SIKLUS PENUNDAAN

Pengalaman menunda-nunda bagaikan hidup di kereta luncur (roller coaster) emosi. Suasana hati naik turun setiap kali mencoba untuk membuat kemajuan dan cenderung surut setiap kali ingin bergerak ke arah kemajuan. Siklus ini dapat berlarut-larut selama berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Dapat pula bergerak dengan begitu cepat dalam suatu momen.

Berikut komentar-komentar yang muncul sejalan dengan siklus tersebut beserta dinamikanya.
  1. Saya akan mulai lebih awal kali ini

  2. Biasanya pada awalnya pelaku sangat penuh dengan harapan. Ketika suatu pekerjaan diberikan pertama kali, akan muncul kemungkinan: kali ini akan dikerjakan secara sistematis dan bijaksana. Walaupun merasa tidak sanggup atau tidak ingin memulainya saat sekarang, pelaku sering memercayai bahwa langkah pertama untuk memulai, bagaimana pun akan terjadi secara spontan dan tanpa usaha terencana.
  3. Saya harus segera memulainya

  4. Saat untuk memulai lebih awal, telah berlalu. Ilusi mengerjakan-saat-ini menghilang. Kecemasan dan tekanan menguat. Pelaku mulai merasa terdorong membuat usaha-usaha untuk segera mengerjakan. Akan tetapi, batas akhir penyelesaian belum di depan mata. Berarti, masih ada harapan.
  5. Apa yang terjadi seandainya saya tidak memulai?

  6. Waktu terus bergulir dan pelaku masih belum memulai. Sikap yang optimistik digantikan oleh ramalan. Pelaku membayangkan, seandainya tidak memulai, dirinya akan menghadapi konsekuensi mengerikan karena akan merusak kehidupan selamanya. Pada kondisi ini penunda merasa lumpuh karena merasa cemas.
    Ada beberapa pernyataan yang bisa muncul, yaitu :
    1. Saya seharusnya memulai lebih awal.
    2. Saya mengerjakan apa saja tetapi ...
    3. Saya tidak dapat menikmati apa pun
    4. Saya berharap tidak seorang pun mengetahuinya.
  7. Masih ada waktu.

  8. Meskipun merasa bersalah dan malu, pelaku tetap berharap bagaimana pun masih ada waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mereka berusaha tetap optimis sambil menunggu keajaiban penangguhan sanksi yang sebenarnya langka terjadi.
  9. Ada yang salah dengan diri saya ?

  10. Saat ini pelaku merasa putus asa. Ide bagus untuk memulai lebih awal tidak terwujud. Rasa malu, perasaan bersalah dan rasa menderita tidak menambah apa-apa. "Iman" atas keajaiban juga tidak mengubah situasi. Kekhawatiran atas penyelesaian tugas digantikan oleh rasa takut yang lebih besar.
  11. Pilihan terakhir: Kerjakan atau Tidak Mengerjakan.

  12. Pada titik ini penunda mengambil keputusan: meneruskan sampai ke akhir sekalipun pahit atau meninggalkan kapal yang tenggelam. Mereka mengambil salah satu dari dua jalur berikut: Jalur I: Tidak Mengerjakan
    1. "Saya tidak dapat mengerjakan.".
    2. "Mengapa terganggu?"
    Jalur 2: Mengerjakan—dengan akhir yang pahit
    1. "Saya tidak dapat menunggu lebih lama lagi."
    2. "Ternyata tidak susah. Mengapa saya tidak mengerjakan lebih awal."
    3. "Pokoknya kerjakan saja."
  13. "Saya tidak akan pernah menunda-nunda lagi"

  14. Ketika tugas akhirnya ditinggalkan atau diselesaikan, penunda biasanya menghela nafas dengan penuh rasa lega dan letih. Benar-benar siksaan yang berat. Setelah akhir yang panjang, mereka dapat kembali beristirahat dan menikmati hidup, Pikiran untuk mengulangi kembali proses ini benar-benar bikin muak sehingga pelaku penundaan berketetapan hati untuk tidak akan pernah lagi terjebak dalam siklus semacam ini. Lain waktu mereka akan memulai lebih awal, lebih terorganisasi, setia pada jadwal, kecemasan dikontrol. Pendirian ini begitu mantap—sampai di waktu berikutnya.

Amsal 6:10-11, "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring". Maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.

Penundaan tidaklah ringan dampaknya !
Seorang yang suka menunda-nunda mempunyai keyakinan tertentu yang sifatnya tidak disadari sepenuhnya atau komitmen bawah sadar, misalnya :
  1. Saya harus sempurna
  2. Segala sesuatu seharusnya dikerjakan dengan mudah dan tanpa usaha
  3. Lebih aman tidak mengerjakan apa-apa daripada mengambil resiko dan gagal.
  4. Seharusnya bisa dilakukan seperti yang dikehendaki
  5. Jika tidak mengerjakan dengan benar, maka semua yang dikerjakan tidak ada artinya sama sekali.
  6. Jika saya sukses maka ada seseorang yang terluka
  7. Jika kali ini saya kerjakan dengan baik, saya harus selalu mengerjakan dengan baik.
  8. Mengikuti aturan seseorang sama saja dengan menyerah dan tidak mempunyai kendali.
  9. Ada jawaban yang benar atau sempurna dan saya akan menunggu sampai mendapatkannya.

Pelakunya tidak menyadari hal tersebut. Penundaan bukan semata-mata aspek perilaku, tapi pikiran (kognitif) dan juga ada aspek emosi (afeksi). Berbicara tentang penundaan cukup kompleks, menyangkut pengalaman di masa lalu. Dari faktor eksternal juga cukup berpengaruh, seperti :

  1. BERKENAAN BATAS AKHIR

  2. Beberapa orang mendapati absennya batasan eksternal membuat mereka membuang waktu untuk menggali berbagai kemungkinan dan ide-ide yang bersinggungan. Mereka dapat bekerja dengan efektif dan efisien hanya di bawah tekanan batas akhir. Beberapa lainnya mendapati tanpa batasan eksternal, mereka kurang termotivasi untuk menampilkan kinerja yang optimal. Batas akhir menjadi bentuk motivasi ekstrinsik yang penting. Ketidakhadiran motivasi intrinsik membuat batas akhir menjadi motivator utama dan satu-satunya. Klaim penunda bahwa dirinya terbaik saat bekerja di bawah tekanan, seperti mendapat pembenaran. Studi yang dilakukan, tidak mendukung klaim bahwa penundaan melakukan pekerjaan dengan lebih baik karena adanya konsekuensi batas akhir. Penundaan merupakan bentuk manajemen waktu yang tidak netral dan merusak. Beberapa orang yang terbiasa menunda-nunda membela diri: "Jika dapat menyelesaikan pekerjaan dalam jumlah yang sama, maka tidak menjadi soal apakah dikerjakan lebih awal atau terlambat. Beberapa bahkan berpendapat bahwa penundaan menciptakan gairah dan tekanan untuk menghasilkan kinerja puncak: "Saya bekerja terbaik di bawah tekanan." Dalam studi longitudinal ditemukan bahwa pada awal semester penunda mengalami stres dan keluhan fisik lebih rendah daripada yang bukan penunda. Sebaliknya, pada akhir semester penunda mengalami stres dan keluhan fisik, lebih banyak daripada bukan penunda. Jika dijumlahkan kondisi awal dan akhir semester, maka akan ditemukan bahwa stres dan keluhan fisik penunda lebih banyak. Penunda umumnya menikmati kehidupan yang bebas stres dan sehat saat batas akhir masih jauh. Saat batas akhir sudah dekat, keuntungan jangka pendek ini digantikan oleh kerugian jangka panjang mereka lebih menderita daripada orang lain. Dengan kata lain, keuntungan awal yang didapatkan penunda tidak sebanding dengan kerugian yang muncul kemudian. .
  3. BERKENAAN DENGAN KESEMPURNAAN

  4. Beberapa studi tentang penundaan mengindikasikan bahwa penundaan yang terus menerus, bukanlah pendekatan yang efektif untuk memberi hasil kerja atau kinerja yang sempurna. Penunda menghabiskan jumlah waktu yang tidak proporsional untuk suatu proyek dibandingkan proyek-proyek lainnya. Orang yang sangat terbiasa menunda-nunda menghabiskan waktu persiapan yang kurang untuk proyek yang berpeluang berhasil dan lebih banyak waktu untuk proyek-proyek yang berpeluang gagal. Bahkan beberapa penunda tidak pernah berhasil menyelesaikan tugas karena terus-menerus berkonsentrasi pada satu bagian dalam usahanya menghasilkan karya sempurna. Kegagalan, kebalikan dari sukses, terjadi sejak suatu bagian dikerjakan secara berlebihan dengan mengorbankan bagian-bagian tugas lainnya. Di sini kita bisa melihat bahwa justru ketika mengejar kesempurnaan, malah benar-benar hasil yang tidak sempurna, yakni kegagalan menyelesaikan tugas maupun hasil kerja yang buruk. Ketika kita mengejar kesempurnaan, kita menjadi cenderung berfokus pada satu hal dan mengabaikan gambar besarnya, bahwa masih ada bagian-bagian lain yang perlu dikerjakan.
  5. BERKENAAN DENGAN PEMBENTUKAN KEYAKINAN ATAU KEPERCAYAAN DIRI

  6. Ditemukan dalam sebuah penelitian lapangan bahwa seorang yang sangat terbiasa menunda-nunda tumbuh keyakinan bahwa kinerja atau hasil kerja mereka lebih banyak dipengaruhi faktor keberuntungan dan faktor yang bersifat situasional–eksternal, kurang dalam aspek pemotivasian diri dari dalam, kontrol terhadap reaksi emosi dan penundaan kepuasan. Seorang pelajar dan mahasiswa yang sangat terbiasa menunda-nunda, lebih mengaitkan keberhasilan saat menghadapi ujian sekolah, pada faktor yang bersifat temporer dan eksternal daripada pada kemampuan dan usaha mereka sendiri. (misalnya masih bisa lulus ujian satu mata pelajaran atau kuliah karena pas kebetulan, gurunya sakit dan ujian ditunda, kebetulan soal-soalnya mudah, kebetulan hafal benar di soal-soal yang ditanyakan, padahal masih banyak hal yang tidak dikuasai dengan baik. Sementara pelajar dan mahasiswa yang sangat jarang menunda, lebih mengaitkan keberhasilan dalam ujian sekolah pada faktor yang bersifat stabil dan internal. (seperti, pada faktor kerajinan, ketekunan, disiplin diri dalam belajar dan mengerjakan tugas, pola hidup yang teratur).
    Efesus 5:15, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif". Kita perlu mengenali dan mengkritisi kebiasaan kita, karena hal itu membentuk pola pikir kita. Jangan pandang remeh kebiasaan menunda-nunda ! Jadilah orang yang arif.
PENANGANAN ATAU SOLUSI TERHADAP KEBIASAAN MENUNDA-NUNDA :
  1. Observasi diri sendiri, dalam hal apa kita menunda-nunda.
  2. Menunda dalam bentuk bagaimana ? Misalnya nonton sinetron, mencari berita di internet. Kenali bentuk pelarian kita. Pembenaran apa yang kita ucapkan ?
  3. Pecahlah tugas itu menjadi kecil-kecil. Dari rasa meraksasa, menjadi pecahan yang realistik.
  4. Kerjakan hal-hal yang terasa kurang menyenangkan di pagi hari saat energi masih maksimal.
  5. Jangan tunggu 'mood' atau suasana hati. Awali dulu. Persoalan menunda adalah bukan kegagalan menyelesaikan tugas, tapi kegagalan memulai tugas. Suasana hati bisa diciptakan, awali dengan tindakan mendisiplin diri.
  6. Mulailah dalam ketidaksempurnaan. Jangan mengejar kesempurnaan pada awalnya. Tidak perlu menunggu buku lengkap, tak perlu menunggu segala sesuatu sudah siap, baru memulai. Alasan mencari semua bahan lengkap dulu terkumpul, sudah menjadi indikator bahwa kita mulai masuk dalam siklus penundaan, yang jika dibiarkan berlama-lama, kita akan terperangkap dalam pusaran yang makin dalam. Ironisnya, ketika semua bahan dan data lengkap, bisa jadi malah merasa lumpuh dan tidak berdaya, karena merasa seperti berhadapan dengan raksasa.
  7. Ciptakan reward atau hadiah kecil, imbalan penghargaan pada diri sendiri. Sukses kecil apa pun patut dihargai.
  8. Buatlah target yang realistik dan terasa tidak membebani. Misalnya, pagi ini baca 2 halaman saja. Selesaikan 1 laporan saja. Jalan pagi 10 menit saja. Pikirkan apa yang ringan dan terasa mudah. Katakan pada diri: cukup 2 halaman saja, nanti bisa disudahi. Renang cukup 2 putaran saja setelah selesai.
  9. Ciptakan pola pikir: tidak perlu dalam semua hal harus menjadi 'masterpiece.' Pikiran harus selalu menghasilkan 'masterpiece' kadang mengarahkan kita untuk takut gagal atau takut sukses. Lebih baik pikirkan masalah produktifitas. Kerjakan segala sesuatu dengan sukacita, bukan dengan tertekan.
  10. Daftarkan dukungan dari beberapa orang lain. Berbagi cerita pada orang lain, libatkan orang lain. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
AKAR MASALAH :
  • Akar Takut Sukses

  • Orang dapat lebih khawatir ketika dirinya dinilai sukses oleh rekan-rekannya, daripada khawatir dihakimi saat dirinya gagal. Ia menghindari pekerjaan-pekerjaan yang dinilainya sebagai sebuah persaingan karena takut menang. Bila ia sukses, berarti akan melukai orang lain. Ia percaya bahwa ia harus memilih antara menjadi sukses atau dikasihi dan diterima.
  • Akar Takut Kalah?perilaku agresif pasif

  • Penundaan menjadi strategi pertempuran untuk meraih kendali, kekuasaan, kehormatan, kemerdekaan dan otonomi. Nilai utama perjuangan memenangkan pertempuran ini menjadi lebih jelas lewat pemahaman bahwa mereka berjuang untuk hal yang lebih dari sekadar kendali. Ini adalah pertempuran untuk keberhargaan diri atau nilai diri.
  • Akar Takut Berpisah

  • Orang dapat menunda karena merasa tidak benar-benar lengkap jika dirinya tidak menjadi bagian seseorang dan orang tersebut bagian dirinya. Ia juga dapat menunda untuk memertahankan hubungan dependennya dengan seseorang yang mereka harap selalu menjaga dan mempedulikannya. Penundaan menjadi cara mereka untuk memastikan keterlibatan orang lain dan meredakan ketakutan berpisah dengan orang lain.
  • Akar Takut Melekat

  • Penundaan dapat memainkan peran penting dalam menjaga orang terhadap jarak yang aman. Mereka takut orang lain tidak akan pernah puas dan meminta lebih banyak lagi sampai menghabiskan setiap hal dalam diri mereka. Mereka juga dapat berpikir bahwa jika ia bekerja keras, orang lainlah yang memperoleh keuntungan. Hal ini membuatnya lebih suka menunda pekerjaannya. Beberapa orang telah menyaksikan hubungan yang bersifat destruktif dan menyakitkan sehingga tidak ingin hal ini terjadi atas dirinya. Contoh yang umum terjadi adalah orang yang ragu-ragu memasuki hubungan dengan lawan jenis yang dilandasi sebuah komitmen karena permasalahan yang dialami dalam keluarganya.

Menghadapi semua akar masalah tersebut, akui di hadapan Tuhan atau datang kepada hamba Tuhan atau konselor yang akan menolong kita membereskan akar masalah tersebut.

Roma 12:2a "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu". Hadapilah semua ini bersama dengan Tuhan, bersama dengan saudara-saudara seiman dan orang-orang yang mengasihi kita.