Ketika Batasan Dilanggar

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T548C
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K
Abstrak: 
Manusia didesain oleh Allah sebagai makhluk sosial dimana, manusia perlu berelasi, baik dengan Tuhan dan sesama manusia. Namun demikian tanpa adanya relasi dengan batasan yang benar maka kita akan membangun sebuah relasi tidak sehat dengan batasan yang tidak jelas, dengan cara mengikari apa yang menjadi milik kita dan mencoba mengaku-aku apa yang menjadi tanggung jawab orang lain. Oleh karena itu hal yang perlu dipelajari ialah kita perlu berelasi tanpa kehilangan identitas kita dan keunikan kita. Jadi setiap manusia membutuhkan relasi yang dalam, dimana relasi tersebut menerima keunikan dan identitas kita dengan berlandaskan pada kasih karunia.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
dpo. Ev. Sindunata Kurniawan

Batasan dilanggar ketika kita mengingkari apa yang menjadi milik kita dan mencoba mengaku-aku apa yang menjadi milik orang lain.
Contoh:

  • Tugas-tugas kita di pekerjaan dan rumah tangga terabaikan demi menolong rekan lain
  • Kesedihan dan penderitaan orang lain begitu diserap sehingga mengabaikan kesehatan jiwa kita sendiri
  • Menanggung utang orang lain dan membiarkannya sehingga kehidupan keuangan kita dan keluarga inti kita terganggu berat.

Ada kalanya orang-orang lain di sekitar kita tidak mengambil tanggungjawab dalam kehidupannya dan kita tanpa sadar memilih menanggungnya. Kemerdekaan lahir dari mengambil tanggungjawab. Perbudakan terbit dari melepas tanggungjawab. Maka ketika mau menolong orang lain memerdekakannya, justru kita perlu menolongnya untuk mengambil tanggungjawab. Termasuk dalam hal ini mengizinkannya untuk menanggung konsekuensinya. Misal, ketika suami mabuk semalaman dan membiarkannya mendapat sanksi kantor, ketika anak menghilangkan milik orang lain dan membiarkannya untuk mencicil pengembalian.

Izinkan untuk menerima tanggung jawab atas perasaannya, pikirannya, rasa bersalahnya, konsekuensi dari tiap apa yang diperbuatnya. Sementara kita sebagai pribadi yang mengasihinya, mendukungnya sesuai kapasitas kita.

Demikian pula hal pengambilan keputusan, sasarannya orang tersebut yang mengambil keputusan dan bukan kita, termasuk sebagai orangtua, kakak, guru, konselor, mentor. Kita menstimulasi cara berpikirnya, membuka wawasan, kemungkinan-kemungkinan dan konsekuensi masing-masing, lewat tanya jawab dan dialog. Bukan menggurui dan mendikte melainkan melatih dan memberdayakannya.

Pandangan keliru tentang Batasan

  • Saya egois dan tidak memiliki kasih karena menegakkan batasan dan privasi
  • Keinginan dan aspirasi saya tidaklah penting
  • Saya harus mendapatkan segala hal yang saya maui untuk bahagia
  • Saya bertanggungjawab terhadap orang lain. Saya adalah senior, kakak, pemimpin, orangtua yang wajib memastikan segala sesuatu mulus dan sukses.
  • Orang lain akan membenci saya karena berkata tidak
  • Teman-teman akan meninggalkan saya ketika saya menegakkan batasan
  • Orang lain bertanggung jawab atas perasaan saya dan kesejahteraan saya

Mengembangkan Batasan

  • Siapa saya dan siapa bukan saya
  • Asah berkata Tidak
  • Stop mengkambinghitamkan orang lain dan ambil tanggungjawab
  • Proaktif dan bukan reaktif
  • Kenali keterbatasan diri dan menerima dan bersyukur
  • Kembangkan potensi diri
  • "Letakkan telur pada beberapa keranjang", letakkan hidup kita pada beberapa hal, beberapa relasi, beberapa aktifitas
  • Terima keterbatasan orang lain dan berdayakan orang lain.

Roma 14:12, "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah".