Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Perasaan Tidak Peka". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Berbicara tentang perasaan tidak peka, rasanya makin hari makin banyak saja orang yang perasaannya tidak peka ini, bahkan mungkin kita sendiri tambah tidak peka hanya kita tidak sadar bahwa kita telah menjadi tidak peka.
PG : Betul, Pak Gunawan. Kita mungkin saja memiliki perasaan yang normal, yang peka yang berjalan seperti biasanya tapi ada orang yang hanya peka dengan perasaannya sendiri misalnya dia sangat eka jika dilukai, dianggap remeh.
Jadi yang akan kita bicarakan di sini adalah orang yang tidak peka, bagaimana perubahan tindakan atau sikap dari orang yang tidak peka akan memiliki dampak pada orang lain. Jadi bagaimanakah dirinya itu akan memberikan pengaruh pada orang di sekitarnya, untuk itu diperlukan kepekaan dan ada orang-orang yang tidak memiliki kepekaan tersebut, sehingga akhirnya ini bisa sangat mengganggu relasinya dengan sesama.
GS : Biasanya masalah-masalah apa yang timbul sehingga orang menjadi tidak peka seperti itu ?
PG : Pertama, karena dia tidak peka maka pada waktu dia melukai hati orang lain dia tidak menyadarinya karena dia tidak melihat bahwa dia telah melukai hati orang lain, atau mungkin karena peraaannya tidak berjalan dengan peka atau dia tidak memperhatikan reaksi orang.
Tapi intinya adalah dia mudah sekali melukai hati orang dan akhirnya orang itu tidak tahan untuk dekat-dekat dengan dia dan memilih untuk menjauh darinya karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau dilukai dua kali. Dia sendiri mungkin tidak sadar kalau dia telah melukai hati orang. Karena dia tidak sadar maka mungkin dia bertanya-tanya, "Kenapa orang menjauh dari dia" dan dia mungkin tidak mengerti karena dalam budaya kita, orang tidak langsung berani bicara, maka dua-dua akan tambah menjauh tanpa ada penjelasan kenapa.
GS : Tapi biasanya orang yang menyakiti hati orang lain, dia sendiri itu pasti pernah dilukai, Pak Paul. Kemudian dia menjadi kebal dan dia merasa tidak pernah melukai orang lain.
PG : Ada orang-orang karena pengalaman dilukai di masa lampau akhirnya menumbuhkan sikap kebal dan tidak lagi peka dengan tindakannya karena merasa bahwa saya pun pernah dilukai, jadi dia sendii menjadi tidak peduli bagaimana tindakannya akan mempengaruhi apalagi akan melukai hati orang.
Jadi tetap ini akan menjadi masalah karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau dilukai berkali-kali oleh kita. Jadi ini adalah dampak pertamanya.
GS : Dampak yang berikutnya apa, Pak Paul ?
PG : Akhirnya orang lain akan mengembangkan prasangka buruk terhadap kita dan kita dianggap orang yang tidak peka dengan perbuatan kita dan orang akhirnya terluka oleh kata-kata kita. Jadi oran di sekitar kita mengembangkan prasangka bahwa kita orang yang berperangai buruk, berakhlak buruk atau berniat tidak baik.
Akhirnya apa yang terjadi ? Sayang sekali orang mempunyai kesalahpahaman terhadap kita, mungkin kita tidak memiliki niat untuk melukai orang, kita tidak berniat untuk membuat orang terpojok oleh kata-kata kita tapi karena kita tidak menyadarinya maka akhirnya orang mengembangkan prasangka buruk itu dan menilai kita sebagai seseorang yang memang berperangai buruk seperti itu. Ini sangat sayang sekali, sebab begitu orang mulai beranggapan bahwa kita adalah orang yang berperangai buruk atau orang yang berkarakter kurang baik, maka apapun yang kita katakan atau yang kita lakukan akan cenderung ditafsir dengan kacamata negatif bahwa kamu itu tidak memiliki niat baik dan kamu sengaja mau menyinggung perasaan saya. Akhirnya masalah tambah hari tambah bertumpuk, karena orang makin hari makin mengembangkan lensa negatif tentang diri kita.
GS : Tapi orang yang tidak peka tadi, sulit memahami orang lain bahwa orang lain memiliki prasangka buruk terhadap dirinya.
PG : Itu masalahnya, dan dia bisa buta tentang bagaimana orang melihat dirinya, dia mungkin saja beranggapan bahwa orang melihat dirinya tetap saja baik dan positif padahalnya sudah tidak. Tadisaya sudah singgung, kalau tidak ada perubahan maka orang akan cepat sekali menilai tindakan dan perkataannya secara negatif dan akhirnya muncul konflik dan kita yang tidak peka ini akhirnya bingung, "Kenapa orang menjadi salah tangkap, kenapa orang menganggap saya seperti ini."
Kita menjadi bingung tapi masalah awalnya adalah karena kita tidak peka, bahwa kita telah menimbulkan prasangka buruk kepada seseorang.
GS : Mungkin ada dampak negatif yang lain, Pak Paul ?
PG : Ketidakpekaan akhirnya menyulitkan kita untuk membaca perasaan dan berlaku tenggang rasa. Jadi akibatnya karena kita tidak mudah membaca perasaan orang, tidak bisa tenggang rasa, saling mngalah dan sebagainya maka kita dilihat orang sebagai manusia yang egois, karena kita dinilai hanya mementingkan diri kita karena memang kita tidak bisa membaca reaksi orang apakah orang itu senang atau tidak senang, orang merasa tersinggung atau tidak, apakah orang sepertinya menyambut kehadiran kita atau tidak, dan kita tidak peka kita tidak bisa membaca reaksi-reaksi orang.
Akibatnya orang akan merasa, "Kamu ini tetap seperti itu, kamu ini tetap bicara itu dan kamu ini tetap usulkan itu". Akhirnya orang akan berkata, "Kamu ini orang yang egois, kamu hanya mementingkan diri sendiri. Jadi akhirnya masalah mulai muncul lagi karena kita tidak mudah membaca reaksi orang, maka seringkali tindakan atau reaksi kita salah sasaran, tidak tepat, bicara pun akhirnya waktunya tidak tepat, tidak bisa cocok tapi tetap saja kita bicara dan kita mengusulkan ini dan itu, akhirnya orang merasa bahwa kamu ini benar-benar 'selfish', hanya mementingkan diri sendiri.
GS : Pak Paul, orang yang tidak peka ini juga tidak mudah memberikan bantuan kepada orang lain, apakah itu salah satu dampak ketidakpekaan ?
PG : Saya kira demikian, Pak Gunawan, jadi ada di dalam satu paket karena kita itu tidak peka dan kita tidak membaca situasi, tidak bisa membaca reaksi orang, perasaan orang, tidak bisa tenggan rasa dan akhirnya kita cenderung buta terhadap pergumulan orang, kebutuhan orang.
Kita mesti menyadari bahwa tatkala orang sedang mengalami masalah, orang cenderung berharap bahwa kita akan menawarkan bantuan. Bisa jadi dia akan menolak bantuan kita, namun tidak apa-apa, tapi waktu dia melihat bahwa kita peduli kita bisa membaca perasaannya yang sedang susah kemudian menawarkan diri untuk menolong, itu benar-benar seperti siraman air segar ke tanah yang gersang. Orang akan merasa, bahwa kita benar-benar sensitif, mengerti situasi dan baik hati sehingga mau menolongnya. Orang yang tidak peka dengan orang di sekitarnya akhirnya juga tidak terpikir untuk menawarkan bantuan, apalagi menawarkan bantuan, untuk melihat kebutuhan pun tidak. Akhirnya apa yang orang akan pikirkan tentang dia, "Kamu ini memang hidup di dalam duniamu sendiri, kamu hanya memikirkan dirimu sendiri," dan memang ada benarnya juga, dia hanya hidup di dalam dunianya dan dia hanya memikirkan dirinya karena dia tidak bisa memikirkan kepentingan orang lain.
GS : Apakah masih ada dampak negatif yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang berikut adalah ketidakpekaan itu akhirnya membuat orang merasa dimanfaatkan dan tidak dihargai sebagai seorang pribadi karena kita yang kurang peka ini cenderung memperlakukan orang sperti mesin.
"Kerjakan ini, mari kita lakukan proyek ini, kenapa kamu tidak melakukan ini" pokoknya orang hanya merasa, "Kami itu hanya dihargai sebatas kami masih produktif menghasilkan yang kau inginkan, kalau tidak berarti kami juga tidak ada harganya. Itu sebabnya orang yang sukar peka membaca reaksi orang akhirnya susah sekali menggalang kerjasama, sebab rekan-rekan kerjanya merasa tidak dihargai dan kami merasa seperti mesin, hanya dipakai setelah selesai, tidak ada lagi nilainya. Ini semua akhirnya akan melahirkan kekecewaan, pandangan negatif, perasaan marah tidak suka terhadap kita yang sudah tentu akan membuat jurang pemisah antara kita dengan orang-orang.
GS : Memang merasa dimanfaatkan itu seringkali dialami oleh banyak orang yang tidak peka, sehingga dia pun merasa menjadi korban dari orang-orang di sekelilingnya dan ini menambah lagi ketidakpekaan dia. Jadi ini semacam lingkaran yang tidak ada habisnya.
PG : Itu benar sekali, Pak Gunawan. Jadi orang-orang ini karena ketidak mengertiannya dan ketidakmampuannya untuk mengerti, akhirnya merasa terisolasi dan cepat menuduh orang atau menyimpulkan ahwa oranglah yang jahat kepada dia, oranglah yang tidak mau mengerti dirinya, oranglah yang cepat tersinggung, oranglah yang cepat mengembangkan pikiran negatif terhadapnya.
Jadi dia sendiri nantinya marah, makin dia merasa marah yang tadi Pak Gunawan katakan yaitu orang ini makin menarik diri dan orang ini makin hidup dalam dunianya, kita hidup di dalam temboknya dan makin tidak mau bergaul dengan orang karena sudah beranggapan orang itu cenderung maunya menyalahkan dia, menuduh dia yang berpikiran buruk dan sebagainya. Jadi lebih baik tidak perlu terlalu banyak kontak dengan orang dan tidak perlu membangun relasi dengan orang. Makin terpisah, makin dia tidak mengerti caranya membaca reaksi orang dan makin menambah ketumpulannya.
GS : Jadi ketidakpekaan seseorang bukan semata-mata hanya karena karakter orang itu, Pak Paul, tapi ada unsur-unsur di luar dirinya yang membuat orang ini tidak peka, Pak Paul ?
PG : Seringkali anak-anak yang bertumbuh besar dalam rumah di mana misalkan jarang ada interaksi orang tua, anggap saja tidak ada masalah yang berat antara orang tua tapi orang tua itu jarang brkomunikasi antara satu sama lain, jarang sekali berkomunikasi dengan anak, cenderung mendiamkan anak.
Apalagi antara anak juga tidak dekat karena orang tua tidak menyatukan anak-anak, hidup di dalam dunia sendiri, kebetulan kalau dia juga agak sedikit pendiam, kurang berinisiatif, agak introvert, di sekolah pun tidak mencari teman, saat menjadi besar anak-anak ini cenderung menjadi orang yang tidak peka, Pak Gunawan. Tipe kedua adalah yang kebalikannya, jadi anak-anak yang dibesarkan dalam rumah yang bermasalah. Orang tua terlalu banyak konflik sehingga dia harus menutup telinga secara fisik maupun secara mental, supaya tidak terpengaruh oleh konflik orang tuanya dan memilih hidup dalam dunianya sendiri karena tidak lagi nyaman tinggal di luar dalam dunianya. Di sekolah pun akhirnya dia mulai menjauh dari pergaulan sebab pergaulan itu ujung-ujungnya akan terjadi konflik, dan orang bertanya tentang keluarganya. Jadi dia memilih untuk menjaga jarak dengan orang dan anak-anak seperti ini pun kalau sudah besar, berkemungkinan menjadi orang yang tumpul, tidak peka terhadap lingkungannya.
GS : Apakah kerutinan hidup itu bisa membuat orang tidak peka lagi, Pak Paul ?
PG : Saya rasa bisa. Kerutinan hidup dalam pengertian semuanya sama dan memang pekerjaan yang dilakukan bukanlah pekerjaan yang menuntut kepekaan. Dan akhirnya tidak ada lagi variasi, tidak adaletupan-letupan dan semua selalu sama, sangat monoton sekali.
GS : Tapi ketidak pekaan ini bisa kita upayakan untuk dikurangi, walaupun tidak dihilangkan. Bagaimana atau upaya-upaya apa yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan kepekaan seseorang itu ?
PG : Memang sebelum kita masuk ke arah langkah, prasyarat pertama adalah pengakuan dulu bahwa saya kurang peka. Masalahnya terdapat di sini yaitu orang yang tumpul dalam hal kepekaan memang tidk memiliki kesadaran dan tidak mau mengakuinya.
Tadi Pak Gunawan katakan bahwa orang ini akhirnya cenderung masuk ke dunianya sendiri, menganggap orang di luarlah yang keliru dan tidak mau memahaminya. Jadi susah untuk dia memulai sebuah langkah untuk memperbaikinya, karena dia beranggapan bahwa dia tidak bermasalah. Dia sungguh percaya bahwa yang bermasalah adalah orang lain dan dia tidak selalu langsung mengatakannya kepada orang bahwa, "Kamu yang bermasalah". Bisa jadi dia adalah tipe yang lebih introvert, dia akan simpan sendiri, tapi di dalam hatinya yang dia yakini adalah dia yang benar dan orang lain yang salah. Maka langkah pertama yang seharusnya dia lakukan adalah dia mendengarkan dan mengingat-ingat, "Benar ya, banyak orang yang menjauh dari saya, banyak orang yang salah paham kepada saya." Seharusnya data-data itu cukup untuk menyadarkannya bahwa, "Ada masalah dalam diri saya." Kalau dia sudah mengakui itu barulah nanti ada langkah-langkah menuju kepada perbaikannya. Yang pertama adalah pada malam hari sebelum dia tidur, dia duduk atau dalam kondisi berbaring dia merenungkan apa yang telah terjadi pada hari itu, jadi seolah-olah membuka lembaran kehidupan dari pagi sampai dengan malam. Saya mengerti orang yang tidak peka, adalah orang yang tidak suka untuk menengok ke belakang, dia juga tidak suka menengok ke dalam hatinya. Jadi pemikirannya itu cenderung di rana intelektual, di rana rasional, dia tidak suka masuk ke dalam perasaan dan dia tidak suka menengok ke belakang, dia maunya melihat ke depan, sesuatu yang ada di depan untuk hari esok dan yang dulu-dulu tidak perlu diingat-ingat, hal itu yang makin menambah ketidakpekaannya. Maka dia mesti membiasakan diri untuk membuka lembaran keseharian itu, "Apa yang tadi telah terjadi, dia tadi bicara apa, dan dia tadi bicara dengan siapa" kemudian berusaha menempatkan diri di posisi orang lain yaitu apa yang dipikirkan orang lain waktu orang itu mendengar saya bicara ini, waktu orang itu melihat begini kira-kira ? Latihan-latihan ini akan menolong dia menempatkan diri pada diri orang lain dan melihat masalah dari kacamata orang lain.
GS : Biasanya itu membutuhkan kekuatan yang besar, atau ada juga suatu kejadian yang sangat penting untuk merubah orang ini, Pak Paul. Misalnya saja tatkala dia sakit dan tidak ada orang yang menengok dia, maka dia akan mulai berpikir-pikir, "Kenapa tidak ada orang yang datang untuk menengok dia" atau dia mengalami kebangkrutan dan tidak ada orang yang mau memberikan pinjaman kepada dia untuk memulai usaha baru lagi, hal itu membuat dia mempunyai kesempatan untuk berpikir, Pak Paul.
PG : Kadang-kadang pukulan seperti itulah yang diperlukan, Pak Gunawan, untuk membangunkan orang dari 'tidur'nya dan mudah-mudahan karena pukulan yang besar itu jiwanya benar-benar tergoncang, ehingga dia dipaksa untuk menengok ke belakang, mengevaluasi diri, introspeksi diri dan masuk ke dalam perasaan-perasaannya yang tersembunyi sehingga dia lebih bisa mengenali apa yang sebetulnya telah terjadi.
GS : Jadi orang lain yang ada di sekeliling kita itu sangat membantu seseorang untuk bisa menjadi lebih peka.
PG : Seyogianya memang orang lain itu berfungsi untuk memberikan masukan-masukan, untuk memberikan pandangan bahwa, "Kamu ini waktu berkata begini akan membuat orang merasa begini, waktu orang egini maka kamu pun juga harus melihatnya seperti ini, waktu orang buru-buru ingin selesai berbicara dengan kamu dan mungkin saja ada yang dia kurang suka maka kamu harus lihat bagaimana reaksinya" dan sebagainya.
Memang jadinya kita ini perlu 'coach', teman yang baik entah itu teman, pasangan atau sahabat yang akan memberikan kita bimbingan seperti itu, karena kita tidak bisa lagi mempercayai persepsi atau penilaian kita, sebab telah terbukti bahwa penilaian kita tidak tepat, tidak tepat sasaran dan tumpul, tidak peka untuk memberikan tanggapan maka kita harus berkata, "Memang saya harus mengecek" jadi carilah orang yang bisa kita percaya dan berbicaralah, terbukalah, tanyakanlah "Tadi terjadi seperti ini dan orangnya seperti ini, kemudian saya berbuat ini dan saya berkata seperti ini, menurut kamu bagaimana sebaiknya, apakah tindakan saya ini benar" ? Dengan cara seperti itu maka dia makin hari akan makin bisa mengecek apakah respons-responsnya itu makin sama dengan pandangan-pandangan yang temannya katakan. Bila makin hari makin sama maka dia bisa berkata, "Kepekaan saya telah bertambah, sekarang saya lebih tepat sasaran dalam berkata-kata atau dalam perbuatan."
GS : Tapi dalam hal ini dibutuhkan orang-orang yang memang benar-benar objektif. Kadang-kadang karena kedudukan seseorang atau posisi maka akan membuat orang lain tidak berani memberikan penilaian yang objektif, semua yang dikatakan itu yang baik-baik saja.
PG : Itu sebabnya diperlukan kerendahan hati, Pak Gunawan, untuk bisa mengakui bahwa kita memang bermasalah dan masalah itu bukan pada diri orang lain. Dan yang kedua untuk mendengarkan masukanmasukan dari teman yang memang berniat baik kepada kita, seyogianyalah kita mencari teman dan mengeceknya dan juga membuktikan kerendahan hati kita, maka jangan ragu-ragu untuk meminta maaf.
Seringkali orang yang sudah terlanjur tumpul susah untuk minta maaf, Pak Gunawan, karena ketumpulan itu sangat terkait dengan kekerasan hati jadi akhirnya susah sekali minta maaf. Kalau minta maaf juga akhirnya secara samar-samar, tidak mau langsung berkata kepada yang bersangkutan. Kenapa permintaan maaf itu merupakan latihan, sebuah tindakan yang baik untuk menolong orang menambah kepekaannya ? Karena memang minta maaf itu membuat diri kita itu lebih lunak, lebih cair sehingga akhirnya kita pun lebih tanggap lagi. Makin kita mengeraskan hati tidak mau meminta maaf maka akan makin menambah ketumpulan makin susah melihat reaksi orang dan tepat sasaran dalam berkata-kata.
GS : Mungkin ada upaya lain untuk menumbuhkan kepekaan kita ?
PG : Kita mesti belajar membaca ekspresi bahasa tubuh, membaca ekspresi wajah, orang yang tumpul atau yang tidak peka ini tidak bisa membaca reaksi wajah, bahasa tubuh, mungkin jadinya dia haru lebih memerhatikan apakah orang itu memberikan tatapan matanya ataukah tidak, apakah nada orang itu sedikit meninggi ataukah menurun, apakah ada ketegangan waktu dia berbicara, apakah bahasa tubuhnya itu menunjukkan kalau dia tidak nyaman dengan kita ataukah dia mau buru-buru untuk mengakhiri percakapan ini.
Hal seperti itu memang perlu untuk dipelajari, sekali lagi di sini diperlukan seorang teman yang bisa memberikan bimbingan, 'coaching' kepadanya sehingga dia mengerti, "Benar, ini adalah perasaannya." Kalau begitu maka seharusnya saya berkata seperti ini atau seperti itu. Jadi latihan-latihan membaca bahasa tubuh dan ekspresi wajah adalah bagian yang harus dilalui pula.
GS : Kita juga bisa mengajukan pertanyaan pada lawan bicara kita atau orang yang berinteraksi dengan kita kalau memang dia betul-betul mau membantu kita maka dia akan memberikan tanggapan, tapi biasanya orang tidak akan memberikan tanggapan kalau kita tidak meminta kepada orang itu.
PG : Itu ide yang baik. Jadi karena kita menyadari bahwa kita sedang belajar sesuatu yang baru, maka jangan ragu untuk bertanya dan terbukalah dengan berkata, "Maaf ya, saya ini sedang belajar ebih peka kepada orang, maka saya kadang-kadang tidak yakin apakah saya itu sudah membaca reaksi orang dengan tepat.
Apakah benar kamu tadi merasa seperti ini waktu saya mengatakan ini dan itu atau saya berbuat ini dan itu ?" Ceklah dan tanyalah langsung. Kalau orang itu memang dekat dengan kita maka dia akan berbicara terus terang, "Sebenarnya ya, saya tadi merasa seperti ini" maka nantinya kita akan menjadi lebih tepat lagi dalam berkomunikasi dengan orang.
GS : Upaya yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Kita juga perlu berinisiatif berbuat sesuatu tatkala mendengar ada kebutuhan di sekitar kita. Sekali lagi kecenderungan orang yang tumpul atau yang tidak peka adalah berpangku tangan, dia ang pertama tidak membacanya, kalau pun bisa membaca, sinyalnya lemah.
Tapi juga ada satu lagi, Pak Gunawan, yang harus diakui bahwa mereka itu tidak begitu memusingkan dan memedulikan orang. Maka kalau dia mau belajar lebih peka, dia harus lebih tanggap terhadap kebutuhan orang di sekitarnya. Makin dia tanggap maka makin sering dia memberikan bantuan kepada orang di sekitarnya, maka makin menambah kepekaannya. Sebaliknya makin dia berpangku tangan, lebih bersikap masa bodoh, makin tidak peka dengan kebutuhan orang dan makin tidak mau berbuat apa-apa untuk menolong orang yang berada pada situasi butuh. Tadi saya sudah singgung, waktu orang butuh dan berada di sekitar kita tersirat harapan agar kita menawarkan bantuan, waktu kita tidak mengulurkan bantuan maka orang akan kecewa dan melabelkan bahwa kita hanya mementingkan diri dan tidak menghargainya. Jadi sayang sekali kalau sampai akhirnya terjadi pemisahan atau konflik antara kita dengan orang.
GS : Anehnya kalau orang yang tidak peka dengan orang lain, mereka bisa memberikan kritikan-kritikan yang cukup tajam, misalkan tadi dia melihat orang yang membutuhkan, yang dilakukan bukanlah menolong orang itu tapi bisa mengkritik orang itu, "Kenapa tidak bekerja, kenapa malas tidak berusaha," sehingga dia tidak melakukan apa pun juga.
PG : Betul, dengan dia mengkritik maka dia sekaligus melakukan dua hal, yaitu yang pertama, dia menyalahkan orang seolah-olah kamu yang harus berbuat sesuatu dan bukan tanggung jawab saya untukberbuat sesuatu untuk menolong kamu dan membenarkan tindakannya, sekaligus kenapa dia juga tidak menawarkan bantuan.
Jadi sekali lagi memang harus mulai dengan cara kalau kurang jelas, bertanyalah "Apakah ada yang saya harus bantu" ? Itu adalah langkah yang saya kira sudah sangat menolong.
GS : Pak Paul, apakah ketidakpekaan ini mempengaruhi kehidupan rohani seseorang ?
PG : Saya kira benar, Pak Gunawan. Karena ketidakpekaan itu pada akhirnya bisa pula memadamkan suara Roh Kudus, waktu Roh Tuhan menyuruh kita berbuat sesuatu, mengatakan sesuatu, karena kita tiak peka akhirnya bukan saja tidak peka kepada sesama tapi juga terhadap suara Tuhan.
Contohnya adalah raja Saul, bukan saja tidak peka kepada sesamanya tapi akhirnya dia pun tidak peka kepada suara Roh Kudus, akhirnya dia binasa di dalam dosanya. Jadi kita mesti berhati-hati jangan sampai ketidakpekaan kita terhadap sesama menjalar ke wilayah rohani pula.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Perasaan Tidak Peka". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
purbo.rahadianto
Sen, 09/05/2016 - 10:11am
Link permanen
terima kasih atas renungannya
TELAGA
Sel, 10/05/2016 - 3:21pm
Link permanen
Silakan Share