Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan saya bersama Ibu Wulan, S.Th. kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Belajar Bijak", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, berbicara tentang orang bijak, sebenarnya orang itu belajar untuk menjadi bijak atau memang dilahirkan sebagai orang bijak Pak Paul?
PG : Ini pertanyaan yang menarik Pak Gunawan, kalau kita berasumsi bahwa orang dilahirkan bijak, berarti ada sebagian orang memang tidak dilahirkan bijak dan sampai kapan pun dia tidak berkesematan menjadi bijak.
Kalau itu yang terjadi berarti kita bisa berkata Tuhan tidak berhak menuntut kita menjadi bijak sebab kita dilahirkan tidak bijak. Jadi jawaban yang betul adalah kebijakan itu bisa dipelajari itu sebabnya Tuhan menyisakan satu buku di Alkitab hanya khusus membahas tentang hikmat dan itu adalah buku Amsal.
GS : Ya Pak Paul, sebenarnya yang disebut bijak itu adalah orang yang seperti apa Pak Paul?
PG : Saya membedakan bijak dengan cerdas Pak Gunawan, cerdas itu memang sesuatu yang kita bawa sejak lahir yaitu kepandaian kita, tingkat intelegensia kita dan tidak semua orang mempunyai tingkt intelegensia yang tinggi atau sama tingginya.
Bijak bukan intelegensia, bijak adalah pertama kesanggupan untuk tahu apa yang harus dilakukan dan dia bisa melakukannya dengan cara yang begitu pas sehingga efektif dan bisa diterima.
GS : Tadi Pak Paul katakan ada satu buku di dalam Alkitab yaitu kitab Amsal dan kita semua tahu bahwa yang menulis itu adalah Salomo putra Daud, nah Salomo pernah meminta kebijaksanaan itu kepada Tuhan. Dia tidak minta umur panjang, tidak minta kekayaan yang dia minta kebijaksanaan dari Tuhan, berarti tadinya dia tidak bijak?
PG : Saya kira itu merupakan ungkapan kerendahan hatinya., dia berkata: "Tuhan, saya tidak akan sanggup untuk memerintah rakyat yang begitu besar dan banyak ini, jadi saya memerlukan tuntuan Tuhan."
Jadi permintaannya agar Tuhan memberikan kepadanya hikmat merupakan pengakuan akan ketidakkemampuannya itu, dan karena itu yang Salomo minta Tuhan melimpahkannya.
WL : Faktor-faktor apa saja Pak Paul, yang membuat diri seseorang itu bisa disebut sebagai orang yang bijak?
PG : Amsal memulai dengan satu pernyataan, yang saya ambil dari Amsal 1:7 juga Amsal 3:6, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, atau dapat juga diterjemhkan takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat tetapi orang bodoh alias orang yang tidak berhikmat menghina hikmat dan didikan, karena Tuhanlah yang memberikan hikmat.
Dari mulutnya datang pengetahuan dan kepandaian." Sebetulnya kata pengetahuan dan kepandaian ini mempunyai makna yang sama yaitu hikmat. Jadi ada dua implikasi di sini Bu Wulan, yang pertama adalah kita mengakui bahwa Tuhan adalah sumber hikmat dan kepada-Nya kita datang meminta hikmat. Kita dengan kata lain berkata, dunia tidak akan menawarkan hikmat yang sempurna, hikmat yang paling puncak tapi Tuhan bisa memberikan kepada kita hikmat yang sempurna itu. Jadi kepada-Nyalah kita datang memohon hikmat. Kedua, ayat-ayat ini juga menegaskan kepada kita agar kita menjauhkan diri dari dosa atau dari kejahatan, dari ketidakbenaran sehingga hidup kita benar-benar lurus. Nah inilah tema yang berulang kali ditekankan dalam kitab Amsal. Dengan kata lain kalau boleh saya simpulkan dengan satu kalimat, ciri pertama orang bijak adalah atau kalau kita ingin belajar bijak kita mesti takut akan Tuhan, itu syaratnya.
WL : Bagaimana dengan orang yang belum mengenal Tuhan Pak Paul, atau belum di dalam Tuhan, terus pertanyaan berikutnya adalah sering kali saya menemui ada orang-orang yang memang "belum dalam Tuhan" tapi secara umum boleh dibilang menurut kategori umum orangnya cukup berhikmat, cukup bijaksana dalam pemikirannya, tindakannya, segala sesuatunya Pak Paul?
PG : Saya setuju dan memang akan ada banyak orang yang seperti itu, itu sebabnya sebagaimana kita akan lihat dalam buku Amsal nanti ternyata memang bukan hanya itu yang menjadikan kita bijak, iu salah satunya dan itu sudah tentu hal yang penting.
Saya berikan beberapa contoh Ibu Wulan, misalkan kita tahu Hitler itu sangat-sangat berkuasa pada Perang Dunia ke - II bisa menaklukkan begitu banyak negara. Nah ada satu negara yang ingin dia taklukkan tapi sebetulnya dia diberikan nasihat-nasihat untuk tidak pergi ke sana dan itu adalah negara Uni Soviet. Karena apa, karena Uni Soviet negara yang begitu luas dan begitu ganas hawa dinginnya, tapi dia tidak mendengarkan nasihat teman-temannya. Dia tetap ke sana, dia menyerbu Uni Soviet dan benar saja memang banyak yang mati juga karena tertembak di kota Stalingrad ada sekitar 250.000 orang Jerman yang mati di sana, tapi sebagian dari serdadu Jerman mati karena kelaparan dan kedinginan. Sebab tentara atau orang-orang Soviet sudah sangat bijak sekali mereka membakar gudang-gudang makanan sehingga waktu Jerman datang mereka tidak mendapatkan makanan. Dikepung dengan salju yang dingin itu akhirnya banyak di antara mereka yang mati. Itu adalah pertempuran atau penyerangan yang sebetulnya tidak begitu didukung oleh para penasihat Hitler, tapi dia tidak bijak, dia sangat dikuasai oleh nafsunya dan kita tahu Hitler orang yang tidak takut akan Tuhan, semua yang dia lakukan dia ukur dengan dirinya sendiri. Contoh kedua yang bisa saya pikirkan adalah pada tahun 80-an ada seseorang yang cukup dikenal di dunia Kristen namanya adalah Harold Morris dia itu seorang mantan narapidana di Amerika dituduh membunuh. Kenapa, nah dalam pengakuannya dan kesaksiannya adalah pada masa dia berusia muda dia bergaul dengan teman-temannya yang brengsek. Kemudian suatu kali teman-temannya mengajak dia merampok dan dia sendiri tidak tahu dalam perampokan itu seorang penjaga gudang tertembak mati, akhirnya apa yang terjadi, teman-temannya semua bersekongkol dia yang membunuh padahal dia tidak membunuh, akhirnya di masuk ke penjara dijatuhi hukuman mati, di situlah dia bertobat mengenal Tuhan Yesus. Dan melalui anugerah Tuhan akhirnya dia diberikan pengampunan oleh presiden dan dilepaskan dari penjara, tapi dia harus menghabiskan bertahun-tahun hidupnya dalam penjara dan itulah kesaksiannya yang sering dia berikan kepada kawula muda di sana, takut akan Tuhan, hidup lurus, jauhkan diri dari kejahatan. Sebab begitu kita tidak takut Tuhan, kita main dengan kejahatan kita akhirnya terperosok ke dalam jerat kejahatan itu sendiri.
GS : Apakah ada faktor lain Pak Paul?
PG : Yang lainnya adalah kita perlu memiliki nilai hidup yang benar, ini tema yang juga berulang kali ditegaskan di Amsal. Saya bacakan dari Amsal 3:27,28, Janganlah menahan kebaikn dari orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.
Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: "Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi," sedangkan yang diminta ada padamu. Nah prinsip apa yang bisa kita petik di sini, sudah tentu prinsip yang Tuhan Yesus juga tekankan yaitu kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Nah dengan kata lain prinsip mengasihi orang dan memanfaatkan benda, bukan sebaliknya, mengasihi benda dan memanfaatkan orang. Nah nilai hidup yang benar harus kita miliki, ini yang menjadi pondasi munculnya hikmat dalam hidup kita.
WL : Kalau kita berusaha memiliki nilai hidup yang benar Pak Paul, tapi justru sebaliknya diri kita yang dimanfaatkan oleh orang lain bagaimana Pak Paul?
PG : Di sini juga perlu kebijakan untuk melihat apakah memang orang itu sengaja memanfaatkan kita untuk kepentingannya saja dan apakah itu hal yang baik bagi dia untuk dia terima. Kadang kala oang memanfaatkan kita karena memang dia perlu bantuan kita, misalnya orang yang miskin yang datang ke rumah kita dua bulan sekali dan memang dia sangat miskin, tidak punya apa-apa lagi jadi dia terpaksa harus meminta dan dia datang ke rumah kita karena dia tahu kita akan memberikan, dan kalau ke rumah orang lain, orang lain tidak akan berikan apakah ada unsur pemanfaatan? Ada, tapi apakah itu memang juga baik buat dia, dia perlu makan, dia perlu hidup, ya benar juga baik buat dia.
Jadi adakalanya kita dengan rela membiarkan diri dimanfaatkan karena kita memang mau menolong orang. Tapi kalau kita tahu kita dimanfaatkan untuk hal yang tidak perlu, dan orang itu tidak begitu membutuhkan bantuan kita tapi dia sengaja mau memanfaatkan kita demi kepentingannya nah kita bisa melihat itu dan berkata saya tidak mau. Jadi prinsipnya adalah mengasihi manusia, memakai benda atau memanfaatkan benda jangan terbalik, banyak orang terbalik memanfaatkan manusia dan mengasihi benda-benda.
GS : Sebenarnya yang dibutuhkan oleh orang yang membutuhkan pertolongan itu tadi sebenarnya bukan cuma benda Pak Paul, diri kita juga dibutuhkan oleh dia.
PG : Ya kita misalkan memberikan bantuan yang lebih kalau misalkan
(GS : Waktu kita, perhatian kita) betul itu kita berikan juga.
GS : Nah Pak Paul, bagaimana kita tahu kalau seseorang itu meminta dalam batas-batas yang wajar Pak Paul, artinya bukan mau memanfaatkan kita, kalau kita tidak terlalu mengenal dia lalu kita memberikan pertolongan asal itu tidak ada maksudnya Pak?
PG : Memang kita perlu dengan jelas mengetahui siapa dia itu. Sebab kadang kala orang itu memang menyalahgunakan sekali, kalau kita sudah melihat memang kita disalahgunakan ya sudah kita berheni.
Kita juga tidak mau mendorong orang untuk menjadi tidak benar dengan perbuatan kita itu.
GS : Ya kadang-kadang di situ daripada kita dikatakan tidak menolong lalu kita menggunakan benda itu tadi Pak Paul, misalnya sejumlah uang atau barang atau apa kita berikan, kita berkata saya sudah menolong kamu tapi nilainya saya rasa tidak terlalu berarti.
PG : Namun dari pada tidak sama sekali saya pikir kita boleh memulai dengan memberikan benda, itu tetap lebih baik daripada tidak sama sekali.
GS : Bagaimana dengan faktor yang ketiga Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah mengenal dan menerima diri, nah ini faktor yang juga diulang-ulang di kitab Amsal. Saya bacakan Amsal 14:8, Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cedik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya.
Saya akan ulang lagi bagian pertamanya, mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik. Penting sekali kita ini mengenal siapa kita, keterbatasan kita, kekuatan kita, dan setelah mengenal menerima, jangan sampai kita itu tidak tahu diri dalam arti yang sebenarnya. Nah orang yang bijak orang yang tahu siapa dirinya, dia tahu apa yang dia bisa lakukan, dan dia juga bisa mengatakan: "Tidak, ini tidak bisa saya lakukan," itu adalah salah satu ciri orang yang bijak.
GS : Sering kali kita ini disalah mengerti Pak Paul, seolah-olah tidak mau atau menolak tanggung jawab yang diberikan apalagi kalau hubungan ini hubungan atasan-bawahan Pak Paul.
PG : Ya sudah tentu ada ruang untuk kita berusaha, mencoba, kita tidak bisa selalu berkata ini bukan bidang saya, saya sama sekali tidak bisa mengerjakannya. Nah ada waktunya bagi kita untuk mecoba, tapi setelah kita mencoba dan memang kita tidak mampu kita katakan tidak mampu.
Atau kepada atasan kita bisa berkata: "Saya akan mencoba Pak, ini memang bukan keahlian saya tapi saya akan coba, mohon jangan kecewa kalau hasilnya tidak seperti yang Bapak harapkan." Misalkan itu kita katakan.
GS : Tetapi kalau sejak awal kita sudah tahu bahwa kita tidak akan mampu melakukan itu, kalau kita berkata saya coba itu 'kan merugikan baik pihak atasan kita maupun diri kita sendiri Pak Paul?
PG : Bagi saya kalau kita sudah mengatakan bahwa ini memang bukan bidang keahlian kita tapi dia tetap meminta kita melakukannya terus kemudian kita sampaikan juga bahwa mungkin hasilnya tidak sperti yang Bapak harapkan, tapi saya akan coba sebisa saya, saya kira biarkan dia memutuskan.
Kalau dia putuskan silakan kerjakan saya akan terima apapun hasilnya, berarti ya sudah kalau pun hasilnya tidak maksimal yaitu memang konsekuensinya.
GS : Ya kadang-kadang memang orang mencari gampangnya Pak Paul, di dalam mendelegasikan atau di dalam memberikan tugas. Ada orang yang memang mau saja disuruh apa-apa, tapi ada orang yang hampir dikatakan menolak kalau disuruh. Jadi orang yang selalu mau untuk diberi tugas itu biasanya lalu ditimpa atau dilimpahi dengan banyak pekerjaan yang sebenarnya dia sendiri tidak mampu melakukan itu.
PG : Betul, dan salah satunya misalnya yang paling umum adalah menjadi pemimpin. Banyak orang yang merindukan atau mendambakan menjadi pemimpin, sedikit orang yang sebetulnya bisa memimpin. Banak orang bisa menguasai betul, tapi tidak banyak orang yang bisa memimpin di dunia ini.
Nah makanya yang sering kali kita lihat bukannya pemimpin, penguasa, sekali lagi kenapa, sebab banyak orang tidak mengenal dirinya, tidak tahu diri akhirnya, menjadi sesuatu atau seseorang yang memang bukanlah bidangnya atau panggilannya, jadi itu adalah ketidakberhikmatan alias kebodohan yang Alkitab katakan. Orang berhikmat orang yang tahu diri.
WL : Pak Paul, mungkin atau tidak ya kalau tadi 'kan orang yang berhikmat orang yang cerdik, mengerti jalannya sendiri. Saya cuma berpikir alternatif lain mungkin atau tidak ada orang yang misalnya saya, saya sudah tahu kriteria saya bisa sampai sekian, tapi ternyata ada orang di luar diri saya yang cukup berhikmat sudah makan asam garam, istilahnya. Dia bisa melihat hal-hal yang saya tidak bisa lihat selama ini. Wulan, kamu sepertinya ada kelebihan di sini, yang kamu mungkin belum sadari, tapi kalau saya langsung bilang tidak, saya yakin saya tidak mampu karena saya tahu siapa diri saya, itu berarti 'kan saya menutup. Mungkin tidak begitu ada orang lain yang memang lebih berhikmat dan bisa memberitahu itu Pak Paul?
PG : Sangat mungkin sekali Bu Wulan, dan dengan cara itulah Tuhan membukakan wawasan kita pula. Jadi selalu harus ada keseimbangan antara mendengarkan masukan dari orang lain dan mempercayai peilaian pribadi kita terhadap diri kita juga, nah keduanya harus berjalan bersama-sama pula.
Orang yang hanya mempercayai penilaian dirinya sendiri dan menutup telinga terhadap masukan orang dia juga masuk dalam kategori orang yang tidak berhikmat. Sebaliknya orang yang hanya mendengarkan masukan orang, disuruh apa pun mau, disuruh lompat; lompat, terjun; terjun, dia tidak mempercayai penilaian pribadinya dia juga masuk dalam kategori orang yang tidak berhikmat. Jadi kita perlu memberikan kesempatan kepada diri kita mencoba yang memang belum pernah kita lakukan, siapa tahu memang itu betul.
GS : Membedakan itu memang butuh hikmat tersendiri Pak Paul?
PG : Dan kadang kala kita langsung mencoba kalau memang kita belum pernah melakukannya.
GS : Dan dari situ kita bisa tahu sebenarnya kita bisa atau tidak. Apakah ada faktor yang lain Pak Paul?
PG : Yang lain adalah membaca situasi dengan tepat, firman Tuhan berkata di Amsal 20:18 dan Amsal 25:11, Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu berperanglahdengan siasat.
Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak. Dengan kata lain memang kita perlu bisa membaca situasi dengan tepat dan mempertimbangkan apa itu yang kita harus lakukan. Orang yang bijak, orang yang bisa membaca situasi, dia bisa melihat reaksi orang, dia bisa tahu sebetulnya apa yang orang rasakan, dia peka dengan lingkungan dan karena dia peka serta tepat dengan realitas dia bisa memberikan reaksi atau respons yang juga tepat. Nah kebalikannya orang yang tidak bijak, buta terhadap realitas, buta terhadap respons orang asal tabrak saja, tidak bisa membaca apa yang orang lain sedang rasakan.
WL : Pak Paul, sekarang 'kan lagi maraknya, bukan sekarang sudah beberapa tahun terakhir ini dipakainya strategi perang Tiongkok untuk management bisnis. Pertanyaan saya apakah memang itu berhikmat dia pakai strategi, cerdik begitu atau sebenarnya ada unsur lain, ada intuisi begitu, maksudnya seperti Tuhan berikan pada orang-orang tertentu Pak Paul, ada kaitannya atau tidak?
PG : Saya kira orang-orang tertentu memang Tuhan karuniakan kelebihan-kelebihan dalam membaca situasi, nah itu adalah hal-hal yang tidak bisa kita jelaskan. Bisa jadi karena pengalamannya tapi isa jadi juga memang dia mempunyai intuisi yang lebih kuat.
Tapi saya kira ini bisa juga dipelajari, pelajarilah reaksi orang, wajah orang waktu bereaksi, pelajarilah nada suara orang, pekalah dengan perasaan orang, sering-seringlah berpikir. Kalau saya yang diperlakukan seperti itu rasanya saya apa, kalau orang lain menerima perkataan seperti itu dari saya jadinya dia kira-kira merasa apa, dia akan berpikir apa, menafsirkan apa. Nah sering-seringlah kita berpikir dengan lebih luas dan melihat dari perspektif yang berbeda, nah dengan cara itu kita lebih bisa membaca suasana.
GS : Mungkin kita kesulitannya justru di situ Pak Paul, jadi kita lebih senang atau lebih gampang buat kita menyuruh orang lain mempelajari kita daripada kita mempelajari orang lain.
PG : Ya betul sekali, karena itu jauh lebih gampang kita tidak usah berubah dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
PG : Tapi orang bijak orang yang berani membayar harga, menyesuaikan diri dengan orang itu harus membayar harganya juga.
GS : Bagaimana dengan pengendalian diri, Pak Paul?
PG : Itu juga saya kira bagian yang penting dalam membangun hikmat, kita perlu bisa mengendalikan dan memanfaatkan emosi kita dengan efektif. Firman Tuhan berkata di Amsal 14:29 dan Amsal 18:13, Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.
Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya. Saya kira memang benar sekali, saya belum pernah sekali melihat orang yang berhikmat terus orang itu dengan mudah mengumbar kemarahannya, justru orang yang berhikmat adalah orang yang berhati-hati. Jarang sekali dia marah, tapi bukan berarti dia tidak bisa marah. Dia bisa marah tapi kalau dia marah memang itu tepat sasaran dan itu memang harus dia keluarkan tapi itu jarang-jarang terjadi, nah ini saya kira penting sekali kita juga perhatikan.
WL : Itu sebabnya mungkin Pak Paul, Tuhan memberikan satu mulut dan dua telinga dan yang Yakobus sebutkan lambatlah untuk berbicara tetapi cepat tanggap ketika kita mendengarkan orang lain.
PG : Betul, betul sekali.
GS : Pak Paul, pada saat seseorang itu menjadi marah, kehilangan kendali, apakah pada waktu itu hikmatnya hilang dalam dirinya?
PG : Ya, betul pada saat itu yang memang sedang bekerja adalah emosinya dan emosi itu susah sekali untuk kita kontrol saat-saat itu. Jadi orang yang bisa menahan emosi berarti memberi ruang yan lebih besar kepada rasionya untuk berpikir, sehingga dia lebih tahu apa yang harus dan tidak harus dia lakukan.
GS : Berarti hikmat itu akan nampak dengan jelas ketika seseorang itu tenang.
PG : Betul, jadi penting sekali meskipun tidak berarti kita ini tidak boleh mendengarkan emosi kita, justru silakan dengarkan emosi kita sebab kadang-kadang kita harus ekspresikan tapi kita tidk dikuasai olehnya.
Sebagai penutup saja Pak Gunawan, saya langsung ke point terakhir yaitu kita mesti introspektif dan tidak senantiasa yakin diri, ini artinya apa? Saya bacakan dari
Amsal 3:7, Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan. Ada orang yang bertanya kepada saya begini Pak Gunawan, setiap kali setelah mengambil keputusan saya dihantui oleh rasa bersalah saya benar atau tidak ya,. Saya katakan kepada dia, jangan engkau menghilangkan pertanyaan itu, biarkan pertanyaan itu menyertaimu. Jadi dengan kata lain sebelum bereaksi kita pertimbangkan baik-baik apa yang kita akan katakan atau kita akan perbuat. Setelah bereaksi biarkan diri kita mengevaluasi kembali, biarkan kita mempertimbangkan kembali yang telah kita lakukan itu. Jadi orang yang tidak mempertimbangkan sebelum bertindak kita katakan dia orang bodoh, dia langsung tabrak, langsung bertindak tanpa berpikir, kita katakan dia orang bodoh. Tapi orang yang setelah bertindak namun tidak mempertimbangkannya lagi, tidak mempertanyakan saya benar atau tidak, dia orang yang menganggap diri benar, nah ini adalah awal dari kejatuhan orang, menganggap diri benar. Jadi dengan kata lain tindakan kita harus diapit dari dua sisi pertimbangan dan pertimbangan, sebelum bertindak kita pertimbangkan, setelah bertindak kita pertimbangkan. Dan biarkan pertanyaan-pertanyaan saya benar atau tidak ya, orang itu merasakan bagaimana ya, biarkan pertanyaan itu ada di hati kita setelah kita berbuat sesuatu. Nah pertanyaan seperti itulah yang akan memandu kita agar tidak menganggap diri selalu bijak.
GS : Pak Paul, setelah sekian banyak faktor yang Pak Paul sampaikan, kita sampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya kebijaksanaan bisa dipelajari.
PG : Betul sekali, kalau saja kita mau membayar harga untuk belajar kita bisa belajar dengan baik.
GS : Tapi modalnya itu diberikan oleh Tuhan, kita membaca bahwa hikmat yang sejati itu datang dari Tuhan.
PG : Betul, kita mencari Tuhan, memohon dariNya dan belajar rendah hati, belajar untuk menahan emosi, belajar untuk mendengarkan masukan dari orang dan sebagainya.
GS : Memang menggunakan hikmat ini yang membutuhkan latihan-latihan terus-menerus sehingga kita makin hari makin terampil di dalam mewujudkan hikmat itu melalui kehidupan sehari-hari kita Pak Paul.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini juga Ibu Wulan untuk perbincangan ini juga para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Belajar Bijak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.