Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Melawan Kekhawatiran", kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, sekalipun setiap orang itu punya rasa khawatir tetapi rupa-rupanya ada beberapa orang yang rasa kekhawatirannya berkelebihan, apa memang betul begitu?
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi ada orang-orang tertentu yang lebih rentan terhadap kekhawatiran. Dan itu bukanlah sesuatu yang langsung bisa kita kaitkan dengan kurang berimannya dia. Nah,kadang-kadang kita terlalu cepat melabelkan orang yang khawatir adalah orang yang kurang beriman.
Ternyata memang hal kekhawatiran ini hal yang cukup kompleks.
GS : Pak Paul, sebenarnya batasannya antara khawatir dan takut itu apa Pak Paul?
PG : Biasanya kami-kami ini di Psikologi membedakan, kekhawatiran dari ketakutan melalui satu objek, melalui satu faktor yaitu objeknya. Ketakutan memiliki objek, kekhawatiran tidak memiliki obek.
Jadi kalau saya misalkan didiagnosis menderita kanker dan saya takut sekali kanker ini akan mengganas dan akhirnya akan merenggut nyawa saya, nah itu takut karena saya memiliki objek yang jelas. Kekhawatiran tidak mempunyai objek yang jelas, jadi kita bisa khawatir anak kita nanti besar bagaimana, nanti situasi bagaimana, keuangan kita bagaimana; jadi orang yang khawatir itu seolah-olah tidak pernah habis-habisnya mengkhawatirkan hampir setiap hal dalam hidup berpotensi memberikan dia tambahan rasa khawatir.
GS : Tapi kekhawatiran itu tetap mempunyai dasar Pak Paul, bagi orang-orang itu?
PG : Bagi orang-orang itu punya, cuma masalahnya adalah kekhawatiran itu tidak pernah bisa berhenti, selalu akan ada saja yang baru. Dan kalau kita coba menjelaskan tentang kekhawatiran itu seniri dia akan bisa berargumentasi dengan kita dan membenarkan rasa khawatirnya itu.
WL : Faktor-faktor penyebab dari rasa khawatir itu sebenarnya apa, Pak Paul?
PG : Ada beberapa Bu Wulan, yang pertama adalah ada orang yang memang secara fisik lebih mudah khawatir. Nah saya ini memang bukan seorang dokter medis jadi saya akan hanya menggambarkannya secra umum.
Yaitu misalkan orang yang jantungnya lebih mudah berdegup, orang yang memang peka sekali sehingga kalau ada ketegangan apa-apa jantung itu berdegupnya sangat keras dan sangat cepat. Tapi sebaliknya ada orang yang memang degup jantungnya itu lebih perlahan dan degup jantungnya itu juga lebih kuat, benar-benar mempunyai power. Nah orang yang degup jantungnya mudah untuk diaktifkan, tidak bisa tidak akan lebih merasakan dan lebih rentan.
WL : Mungkin tidak sebaliknya Pak Paul, justru kalau tadi karena kelemahan fisik menimbulkan dia rentan. Tapi kalau misalnya justru karena rasa khawatir itu menyebabkan kita sakit perut, sering sakit kepala, orang menyebutnya psikosomatis Pak Paul.
PG : Ya itu sangat mungkin Bu Wulan, jadi kekhawatiran atau ketegangan itu bisa menyebabkan gangguan-gangguan fisik yang aneh-aneh. Contohnya yang aneh-aneh seperti apa, tadi bu Wulan sudah katkan misalnya yang paling umum sakit maag atau sakit perut, nah tadi yang saya sudah sebut juga adalah jantung deg-deg-an, atau ke luar keringat dingin, badan sering lemas.
Nah gangguan-gangguan yang lain yang sering dialami oleh orang yang memiliki ketegangan yang tinggi adalah dia itu misalkan sulit tidur. Nah kalau orang sulit tidur selama satu, dua hari mungkin mengganggunya secara umum tidak terlalu parah, tapi kalau dia tidak bisa tidur dengan pulas selama dua bulan wah itu gangguannya lebih parah. Ada orang yang bisa sampai berbulan-bulan karena ketegangan begitu tinggi bisa memunculkan masalah-masalah fisik yang lainnya, karena kurang tidur itu. Ada juga yang tubuhnya sampai timbul gatal-gatal jadi seperti mempunyai rush, kulitnya seperti korengan. Nah kalau khawatirnya lenyap, sakit kulitnya juga ikut lenyap, tapi kalau lagi khawatir atau ada ketegangan tertentu sekujur tubuh gatal-gatal dan merah-merah, bentol-bentol dan sebagainya. Ada lagi orang-orang yang merasakan lidahnya kering terus-menerus, jadi perlu minum karena lidahnya kering sekali. Nah benar-benar begitu banyak gangguan yang bisa ditimbulkan oleh masalah yang sangat sederhana ini, kekhawatiran. Tapi memang tadi saya sudah tekankan juga kekhawatiran itu sendiri bisa ditimbulkan oleh kerentanan fisik kita, jadi ada faktor-faktor bawaan yang membuat kita lebih rentan terhadap kecemasan ini.
GS : Jadi sebenarnya kekhawatiran itu adalah suatu masalah di fisik kita atau di emosi kita Pak Paul?
PG : Nah kalau kita katakan karena masalah fisik, kekhawatiran itu lebih gampang kita terima. OK! Jantung saya agak lemah jadi saya lebih mudah untuk khawatir. Yang lebih susah adalah ini meman adakalanya dan sering kali kekhawatiran itu disebabkan oleh pengalaman-pengalaman emosional yang kita pernah lewati pada masa yang lebih muda atau lebih kecil.
Dan rupanya kita itu terkondisi untuk lebih mudah khawatir atau lebih mudah tegang karena hal-hal yang pernah kita alami itu. Contoh misalnya kalau kita dibesarkan di rumah tangga yang penuh dengan ketegangan, orang tua sering kali bertengkar, kita lebih terkondisi untuk rentan terhadap kekhawatiran atau ketegangan. Kalau misalnya lagi rumah tangga kita itu saking tidak harmonisnya akhirnya kita hidup di dalam ketidakpastian. Sering pindah karena ayah kehilangan pekerjaanlah atau apa hidup kita susah lagi secara ekonomi, nah hal-hal seperti itu merentankan kita juga terhadap kekhawatiran.
GS : Dan itu biasanya pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan itu Pak?
PG : Ya, misalnya ini yang sangat umum Pak Gunawan, ini dialami oleh cukup banyak orang yaitu kalau misalkan kita pernah mengalami peristiwa yang hampir merenggut nyawa kita. Ada orang-orang yag pernah mengalami kecelakaan, ada orang yang pernah mengalami misalnya rumahnya kebakaran, ada orang yang pernah mengalami situasi di mana dia hampir kehilangan nyawanya itu biasanya menimbulkan bekas.
Sehingga dia menjadi orang yang lebih khawatir dan ini tidak usah terjadi di masa kecil kita. Kalau ini terjadi di masa lampau, meskipun tidak masa kecil namun peristiwa itu sangat traumatis, cukup kuat untuk membuat kita akhirnya rentan sekali terhadap kekhawatiran. Saya masih ingat sekali dulu waktu saya masih bermukim di Amerika, ada seorang wanita yang terus-menerus dilanda oleh kekhawatiran. Ceritanya sangat sederhana sekali, cerita ini memang cerita yang sangat umum sekali jadi saya tidak membuka yang terlalu pribadi. Dia kehilangan salah seorang dari orang tuanya, meninggal dunia. Dan dalam masa berkabung, dia lagi mengendarai mobil tiba-tiba polisi naik mobil juga, mengejar penjahat, dan penjahat serta polisi menjepit mobil dia di tengah-tengah. Dan dua-dua ke luar, polisi ke luar, penjahatnya ke luar saling tembak-menembak jadi dia di tengah-tengah. Begitu takutnya, tegang sekali karena adanya tembak-menembak di sekitar dia, apa yang terjadi setelah itu, dia terserang oleh masalah kecemasan, tegang terus-menerus, khawatir ini, khawatir itu. Nah, jadi secara umum orang-orang yang pernah mengalami masalah atau hal-hal yang traumatis ini berkemungkinan besar akhirnya memang mudah sekali cemas, hal-hal kecil mengagetkan dia sekali dan dia akan benar-benar bingung karena hal yang kita anggap kecil itu, tapi itulah salah satu penyebabnya.
GS : Kadang-kadang dia merasa bukan sebagai sesuatu kekhawatiran, dia menganggap itu sebagai suatu kehati-hatian jadi ada salah seorang teman saya itu yang kecurian Pak Paul, akibatnya sekarang setiap malam dia itu sebelum tidur semua pintu itu diperiksa lagi setiap kali seperti itu. Lalu dia katakan: "Tidak, saya tidak khawatir, cuma saya lebih hati-hati saja."
PG : Betul, ya dia mungkin tidak menyadarinya, dan dia menganggap itu suatu tindakan yang normal-normal saja. Dan untuk situasinya, untuk konteksnya itu kita memang harus akui tindakannya tindaan yang masuk akal karena dia pernah mengalami perampokan misalnya, jadi dia harus berhati-hati.
Meskipun kita tahu tindakannya itu sudah melebihi takaran. Jadi salah satu penyebab yang memang memungkinkan orang untuk rentan sekali terhadap kekhawatiran adalah pengalaman masa lampau itu. Yang lainnya ini, Pak Gunawan dan Ibu Wulan, ada orang yang memiliki kepekaan yang tinggi artinya apa, orang ini memang perasaan ya, sangat-sangat halus, tajam sekali, peka sekali. Akibatnya apa? Dia akan mengalami perasaan-perasaannya dalam derajat yang sangat tinggi. Jadi bukan hanya takut, perasaan sedih kalau dia lagi mengalami kesedihan, sungguh-sungguh bisa hanyut, kalau lagi marah, sungguh-sungguh marahnya itu keluar dengan keras. Nah, orang yang perasaannya sepeka ini, sehalus ini tidak bisa tidak waktu dia khawatir benar-benar kekhawatiran itu melanda seluruh tubuhnya dan hidupnya. (WL : Lebih dari orang yang normal lainnya ya Pak Paul?) lebih dari orang yang lainnya karena kepekaannya itu. Jadi adakalanya ini yang terjadi, dia memang peka untuk segala hal, ya tidak bisa tidak termasuk perasaan khawatir juga dia akan lebih peka.
GS : Apa karena itu lalu wanita pada umumnya memiliki tingkat kekhawatiran yang lebih tinggi dibandingkan pria?
PG : Nah, memang kita harus akui di kalangan wanita masalah ini biasanya lebih tinggi namun tetap saya katakan meskipun secara umum di kalangan wanita lebih tinggi ada juga kasus-kasus karena pngalaman traumatis di masa lampau sebagian pria juga mengalami masalah seperti ini pula.
WL : Pak Paul, kalau pengalaman traumatis tadi itu efeknya menjadi besar pada si orang itu. Yang jadi pertanyaannya, bisa atau tidak disembuhkan Pak Paul, misalnya lewat konseling, terapi atau selamanya dia akan menderita seperti itu?
PG : Penyembuhan untuk orang yang terserang kekhawatiran ini sangat bergantung pada penyebabnya apa ya. Misalkan tadi Ibu Wulan sudah katakan pengalaman traumatis, kalau itu penyebabnya dalam trapi kita harus kembali kepada peristiwa semula itu.
Dia mungkin tidak pernah membicarakan lagi, biarkan dia membicarakannya atau yang kedua dia mungkin membicarakannya tapi tidak benar-benar mengekspresikan perasaan-perasaan yang saat itu dia rasakan. Nah penting sekali dalam terapi kita memintanya dan menciptakan suatu kondisi di mana dia bisa dengan aman mengekspresikan perasaan-perasaan yang dulu itu dia rasakan. Nah perasaan-perasaan yang dulu itu, yang sudah banyak tertumpuk dalam hidupnya, tatkala mulai ke luar sedikit banyak akan mulai meredakan ketegangannya. Nah, ketegangan seperti ini kalau sudah terlalu tinggi, khawatirnya terlalu tinggi bukan saja mempengaruhi fungsi sehari-harinya tatkala dia melek mata, tapi bisa mempengaruhi dia tatkala dia sedang tidur. Jadi muncul dalam mimpi, mimpinya tentu bukan mimpi manis tapi mimpi yang menegangkan. (WL: Jadi tidur pun tidak nyenyak Pak Paul ya). Nah ini yang membuat orang itu kadang-kadang seperti tambah takut tidur karena dia takut nanti harus berhadapan dengan mimpi-mimpi yang mengerikan itu, jadi akhirnya memang terus berputar dalam terapi, kita akan kembali ke situ. Sebelum saya mengatakan bahwa semuanya itu karena akibat-akibat fisik dan emosional, saya rasa cukup adil juga dan pada tempatnya kalau kita katakan juga adakalanya penyebab kekhawatiran memang adalah masalah rohani. Saya kira ini tetap harus kita akui bisa terjadi, meskipun tadi saya sudah jelaskan bahwa masalah ini masalah yang kompleks tidak adil kalau langsung kita kategorikan masalah kekhawatiran adalah masalah kurang beriman, ini tujuannya saya menjelaskan faktor-faktor yang lainnya. Namun adakalanya memang karena kurang beriman, karena kurang bisa berserah kepada Tuhan sehingga terlalu mengawatirkan banyak hal.
GS : Tapi kalau memang masalahnya kurang beriman, itu sebenarnya apa yang bisa dia lakukan?
PG : Nah kalau memang masalahnya kurang beriman, dia pertama-tama harus mendekatkan diri hidup dengan Tuhan, maksud saya adalah dia benar-benar harus bersandar kepada firman Tuhan itu. Dia tida lagi mendasarkan hidupnya atas perasaannya, nanti kalau muncul pemikiran-pemikiran yang mengkhawatirkan nah dia harus lawan dengan firman Tuhan, firman Tuhan berkata apa.
Dia khawatir tentang anak-anaknya nah dia bisa berkata firman Tuhan katakan apa, jadi dia selalu harus menggunakan fakta jangan menggunakan perasaannya, nah itu kira-kira yang dia harus lakukan.
WL : Pak Paul, dari tadi kita sudah panjang lebar membicarakan tentang kekhawatiran. Di benak saya bertanya-tanya penasaran begitu jadi yang dimaksudkan kekhawatiran itu apa, batas-batasnya sampai di mana, kalau Pak Paul bisa jelaskan definisinya?
PG : Sebetulnya kekhawatiran adalah upaya untuk melindungi diri, aneh sekali tapi sebetulnya itulah kekhawatiran. Kekhawatiran benar-benar sebuah selimut untuk melindungi diri kita, dengan kitakhawatir seolah-olah kita ini berjaga-jaga.
Maka saya katakan kekhawatiran adalah alarm, sinyal, peringatan bahwa ada bahaya.
WL : Berarti dari Tuhan, Pak?
PG : Awalnya dalam kadar yang tidak berlebihan ini adalah peralatan yang Tuhan berikan kepada manusia untuk melindungi, menjaga dirinya dari bahaya yang mengancamnya. Namun dalam kadar yang berebihan nah kita tahu sekarang ada yang keliru di dalam sistem itu.
Jadi sistem khawatir itu memang adalah suatu peralatan yang sudah ahli dalam hidup kita. Saya berikan satu contoh yang sangat lucu tapi saya mau bagikan, maaf bukan menyamakan manusia yang khawatir dengan hewan, tapi ini cerita tentang anjing saya. Saya mempunyai seorang pengurus anjing, nah anjing saya ini setiap sore saya bawa ke luar untuk jalan, nah suatu hari saya bawa dia keluar apa mau dikata ada motor lewat, saya memang tidak pakaikan dia rantai, motor itu menabrak dia, dia mau lari nyeberang motornya pas lewat dia ditabrak kepalanya tapi tidak apa-apa. Saya mengalami suatu masalah dengan anjing saya setelah peristiwa itu, peristiwanya terjadi hanya satu kali tapi sampai hari ini sudah hampir setahunan setiap kali saya mau suruh anjing saya ke luar susah sekali karena dia itu takut sekali ke luar, trauma, dan saya baru bujuk-bujuk dia dengan rantai anjing baru dia mau ke luar. Kalau saya tidak membawa rantai anjing dia tidak akan mau ke luar. Rupanya rantai anjing membuat dia merasa aman sebab dia tahu saya memegang, melindungi dia. Kalau saya tidak membawa rantai anjing dan saya panggil ke luar dia tidak mau ke luar. Nah apa yang terjadi, insting, dalam anjing itu ada insting, insting untuk melindungi dirinya. Dalam diri manusia juga ada insting untuk melindungi diri kita; nah sinyalnya, alarmnya itu adalah kekhawatiran. Kekhawatiranlah bel yang berkata kepada kita ada bahaya, ada ancaman.
GS : Ya mungkin juga kalau kita berada di kerumunan orang banyak yang membuat kita tidak aman di sana kita juga akan merasa khawatir Pak Paul, dengan wajah-wajah yang seram, mungkin mencurigakan itu akan menimbulkan kekhawatiran dalam hati kita.
PG : Betul, jadi banyak hal yang bisa membuat kita khawatir. Nah salah satu lagi cirinya adalah tadi saya sudah katakan kekhawatiran adalah sinyal, namun satu hal yang juga merupakan tema utamadari khawatir adalah kita merasa tidak berdaya.
Jadi kekhawatiran dikaitkan dengan ketidakberdayaan, ketidakmampuan mengatasi bahaya yang mengancam itu. Kalau justru kita merasakan kita berdaya, kita bisa melakukan sesuatu, kekhawatiran itu akan berkurang. Jadi kekhawatiran berkaitan erat dengan perasaan tidak berdaya itu. Bahaya mengancam dan kita rasanya ragu-ragu, rasanya justru lebih ke arah tidak berdaya untuk mengatasi bahaya yang mengancam itu.
GS : Saya juga melihat ini Pak, informasi yang keliru itu juga membuat orang khawatir. Jadi penjelasan atau berita-berita yang sering kali akhir-akhir ini kita dengar. Berita-berita yang sebenarnya tidak seperti itu tetapi karena kita mendengar berkali-kali itu membuat kita khawatir.
PG : Ya karena berita-berita itu mungkin sekali pada masa lampau terbukti benar, akhirnya kita mengantisipasi yang telah terjadi mungkin terjadi lagi. Nah jadi sekali lagi kita melihat suatu poa di sini, khawatir sebetulnya sinyal, sinyal bahwa akan datang bahaya dan tidak berdaya untuk melawan bahaya itu.
WL : Berarti ada sisi positifnya juga Pak Paul. Saya pikir begini misalnya orang tua yang tidak pernah khawatir akan anaknya nanti bagaimana, pasti dia tidak akan membuat planning atau rencana anaknya nanti sekolah di mana. Terus misalnya saya mau ujian tidak khawatir nilai saya jelek atau buruk, saya tidak akan bersiap-siap diri dengan baik, betul begitu Pak Paul?
PG : Betul, ada orang-orang yang memang justru ditolong oleh rasa khawatir itu, karena dengan khawatir itu dia lebih bersiap-siap. Namun pertanyaan ibu Wulan memunculkan juga satu fakta yaitu slain tadi kita bicara ada orang yang memang lebih rentan terhadap kekhawatiran ada orang yang memang tidak rentan, dan susah khawatir (WL : Maksudnya cuek begitu) cuek, kita juga tidak bisa buru-buru berkata dia beriman besar sebab bisa jadi tidak punya iman.
Tapi kenapa misalnya sangat cuek karena misalnya pertama jantungnya terlalu kuat jadi susah berdebar-debar, dia tidak pernah mengalami hal-hal yang traumatis, dan yang ketiga memang kepribadiannya acuh tak acuh, tidak peduli dengan orang di luar. Perasaannya agak tebal, susah menangis, susah sedih, susah marah, susah segala macam termasuk susah khawatir, nah ada orang yang seperti itu juga.
GS : Pak Paul, kalau kita sedang mengalami kekhawatiran sebenarnya apa yang kita lakukan?
PG : Pada prinsipnya kita harus menyadari bahwa kekhawatiran itu bukan untuk dihilangkan tapi untuk dilawan. Saya menggunakan dua kata itu untuk menekankan upayanya. Kalau upaya kita menghilangan kita akan makin terjerat di dalam roda kekhawatiran itu.
Kita berkata saya tidak boleh khawatir, saya harus begini, saya harus begini. Waktu kita mengatakan hal-hal itu, mencoba menghilangkan kekhawatiran itu, kita makin terjerumus, makin tegang. Karena kita repot sekali berkelahi mencoba menghilangkannya, semakin kita lelah berkelahi dengan rasa khawatir itu, semakin letih. Makin letih semakin kurang kuat pertahanan kita, jadi itu prinsip yang pertama, kita memang tidak mencoba untuk menghilangkan. Nah, tapi saya katakan kita mesti melawannya, ada beberapa cara tadi telah saya singgung. Pertama adalah selalu kedepankan fakta. Ada yang takut akan masa depan, Tuhan berjanji memelihara hidup kita, burung di udara Tuhan pelihara masakan kita tidak Tuhan pelihara. Sampai sekarang pun kita Tuhan pelihara masakan dari sekarang sampai nanti Tuhan tidak pelihara. Jadi selalu kita gunakan fakta itu. Ada orang yang mengkhawatirkan misalnya Pak Gunawan keselamatannya, saya sudah selamat belum ya. Apalagi kalau orang ini sangat mempercayai doktrin pemilihan, saya dipilih Tuhan tidak ya, terus bertanya-tanya saya dipilih Tuhan atau tidak akhirnya keragu-raguan itu membuat dia tambah khawatir. Nah faktanya apa? Faktanya adalah dia sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, Tuhan berjanji akan memberikan hidup yang kekal, itu yang Tuhan akan genapi. Jadi hiduplah berdasarkan fakta firman Tuhan, nah itu caranya kita melawan dengan mengedepankan fakta. Dan yang kedua adalah menarik yaitu kita melawan kekhawatiran dengan tidak memberikan perlawanan, maksudnya apa. Kita justru berserah kalau terjadi, terjadilah, apapun yang terjadi tidak apa-apa, berserah. Sebab waktu kita berkelahi kekhawatiran itu makin menggila, waktu kita melepaskan terjadilah apapun yang harus terjadi, justru lama-kelamaan ketegangan itu akan berkurang. Jadi itu yang perlu kita selalu ingat kita tidak menghilangkan tapi kita melawan. Melawan dengan mengedepankan fakta dan yang kedua melawan dengan tidak memberikan perlawanan justru membiarkan.
GS : Saya tahu ada banyak ayat di dalam Alkitab yang berbicara tentang kekhawatiran ini Pak Paul, nah apakah ada satu saja yang bisa digunakan untuk merangkumkan pembicaraan ini.
PG : 1 Petrus 5:7 berkata: "Serahkan kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." Jadi Tuhan menginginkan kita menyajikan, menyebut kekhawatiran kita jangantakut Tuhan marah.
Justru katakan: Tuhan, saya khawatir ini, ini, ini sebutkan kepada Tuhan dan serahkan kepada-Nya sebab Dia yang memelihara kita dan Dia yang berdaya. Waktu kita melepaskan, membiarkan kita berkata: "Ya, memang saya tidak berdaya, tapi Tuhan berdaya dan tangan Tuhan yang perkasa itulah yang akan menjaga saya."
GS : Ya itu memang mesti belajar menyerahkan itu Pak Paul, karena ada ilustrasi yang mengatakan doanya memang seperti yang tadi Pak Paul katakan, tapi begitu amin kekhawatirannya diminta lagi oleh dia, menjadi bagian dalam kehidupannya lagi. Berulang kali dia melakukan itu lagi.
PG : Betul sekali, itu memang suatu siklus jadi memang tidak bisa selesai satu hari, hari ini dia berhasil mengalahkannya, besok dia harus memang mengalahkannya lagi.
GS : Tetapi kekhawatiran itu akan terus menjadi bagian dari kehidupan manusia Pak Paul?
PG : Betul. Nah bagi orang-orang yang memang lebih rawan atau lebih rentan itu harus menjadi pokok doanya dengan lebih serius lagi.
GS : Ya namun ada janji-janji Tuhan yang begitu pasti yang bisa dijadikan pegangan bagi kita untuk melanjutkan perjalanan hidup ini. Terima kasih Pak Paul, terima kasih juga Ibu Wulan. Para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Melawan Kekhawatiran". Bagi Anda yang berminat untuk mengikuti lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) JL. Cimanuk 58 Malang, Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.