Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga Bapak Heman Elia, M.Psi. Beliau berdua adalah para pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Menang dari Kebiasaan Buruk". Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Heman, adakalanya orang menyadari bahwa dia memiliki suatu kebiasaan buruk di dalam dirinya dan dia mencoba untuk meninggalkan, tetapi kurang tekun sehingga tidak lama kemudian terulang lagi kebiasaannya itu. Kebiasaan buruk yang sukar atau tidak bisa diterima oleh masyarakat itu seperti apa contohnya?
HE : Kalau bicara contoh mungkin lebih baik saya ambil misalnya di dalam relasi. Di dalam relasi sering kali ada kebiasaan-kebiasaan buruk, misalnya suka gosip atau suka mengatakan keburukanorang lain.
Ini menyebabkan hubungan relasi yang pada mulanya baik akhirnya pecah, kemudian di dalam ungkapan perasaan, ungkapan emosi baik itu kesedihan atau kemarahan dan sebagainya. Ada orang yang punya kebiasaan kalau marah dia lempar barang, memukul meja dan kurang bisa menguasai diri di dalam ekspresi kemarahannya. Tapi juga bisa terjadi orang mengungkapkan perasaan-perasaan iri hati dan sebagainya untuk menyikut sana, menyikut sini dan sebagainya. Nah ada juga kebiasaan-kebiasaan di dalam hal pikiran yang sering kali menjadikan itu sesuatu yang kurang baik, membuat kita tidak bisa hidup dengan lebih sehat dan efektif. Sebagai contoh, misalnya orang yang terus-menerus memikirkan atau mengkhawatirkan hal yang kecil-kecil, orang yang sedikit-sedikit mengomel karena hidupnya tidak puas terus-menerus. Selalu melihat yang negatif dari diri orang lain dan ini dipikir terus sehingga menjadikan suatu kebiasaan yang kurang sehat. Itu kira-kira beberapa contohnya.
GS : Ya memang tepat dalam hubungan relasi itu saya rasa paling nyata, paling jelas contohnya. Ada teman kami di kantor yang punya kebiasaan kalau pinjam barang tidak dikembalikan, entah disadari atau tidak diletakkan di mejanya tapi dia tidak berusaha untuk mengembalikan sehingga kami teman-temannya yang suka dipinjami barang itu sudah ingat kebiasaannya. Jadi kalau barang kami tiba-tiba tidak ada, dicari di mejanya orang itu pasti ada dan pasti ketemu. Kami menyebutkannya itu sebagai suatu kebiasaan pinjam tapi tidak cepat-cepat dikembalikan atau tidak berusaha untuk dikembalikan. Cuma yang kami sulit ketahui adalah kenapa bisa ada orang yang seperti itu?
HE : Bisa jadi satu kebiasaan itu terbentuk karena orang itu menerima konsekuensi positif dari satu tingkah laku yang ia lakukan. Jadi pertama kali waktu tingkah laku itu dilakukan mendapatkn konsekuensi yang positif dan ada lagi, ada lagi peristiwa yang sama dan dia lebih sering mendapat umpan balik atau hasil yang menyenangkan bagi dia, sehingga menjadikan itu suatu kebiasaan.
Saya ambil contoh misalnya waktu dia pertama kali meminjam dan dia lupa mengembalikan, tidak ada orang yang berani menegur dia dan akhirnya lama-lama menjadi milik dia, sehingga lama-lama menjadi suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan.
GS : Ya memang bukan tidak berani menegur cuma karena kesibukan kami sendiri lupa bahwa barangnya itu dipinjam. Nah pada saat membutuhkan baru dicari e....ternyata tadi kalau ditanya kenapa tidak dikembalikan? O, ya saya masih repot. Ada saja alasannya yang dikatakannya, kalau kami lupa maka barang itu akan hilang tidak tahu ke mana, Pak.
HE : Dan alasannya selalu bisa menghindarkan dia dari tanggung jawab dan konsekuensi yang kurang menyenangkan bagi dia.
GS : Itu sebagai sesuatu yang dianggap oleh dia positif ya, Pak Heman?
HE : Tidak dianggap positif, tetapi karena dia mendapatkan hasil yang menyenangkan lebih daripada konsekuensi negatifnya.
ET : Jadi kolektor barang ya. Dan rasanya itu juga mungkin proses-proses kebiasaan buruk yang terjadi pada anak-anak yang saya amati, Pak Heman. Kadang-kadang misalnya tanpa kita sadari sebaai seorang dewasa mungkin menertawakan atau tidak langsung menegur ketika seorang anak melakukan satu kesalahan.
Misalnya saya ingat pernah kejadian ada anak tetangga saya yang mengatakan sesuatu hal yang sebenarnya tidak sopan, tetapi karena kami sebagai seorang dewasa melihat lucu dia bisa mengatakan seperti itu tanpa disadari kami menertawakan dan benar akhirnya dia senang mengucapkan kata-kata yang sebenarnya tidak sopan itu.
HE : Ya betul, jadi memang suatu perilaku akan lebih mudah dipadamkan segera kalau misalnya begitu muncul lalu memperoleh konsekuensi yang negatif.
GS : Tapi apakah dalam hal ini sebenarnya orang yang tadi terbiasa dengan perbuatan-perbuatan buruknya itu sebenarnya dia menikmati atau tidak, Pak?
HE : Setidaknya bukan dibilang menikmati, dia pernah memperoleh konsekuensi positif jadi konsekuensi yang menyenangkan dia. Bisa saja terjadi misalnya kita punya kebiasaan yang kita tidak suai tetapi kita tetap tidak atau sulit melepaskan diri karena ada konflik di situ.
GS : Konflik macam apa Pak?
HE : Jadi saya misalnya sudah mengetahui ini tidak baik, tapi di dalam diri saya ada satu dorongan, satu keinginan, keinginan yang sebetulnya ingin memuaskan diri saya, ingin cepatnya saja dn ingin satu kenikmatan tertentu sehingga menyebabkan saya sulit menghindar dari itu.
Apalagi kalau ada pikiran-pikiran seperti ini, o......ya sudah terlanjur sekalian saja. Nah kalau orang sudah melakukannya sekali lalu keterusan, maka makin lama pasti makin buruk.
GS : Pencuri misalnya, sudah masuk penjara keluar mencuri lagi.
HE : Ya karena dia merasa ini konsekuensi positifnya masih memenangkan konsekuensi negatifnya, seperti itu.
ET : Biasanya itu mungkin melalui proses yang sebelumnya ya, ada orang yang mungkin meminjam barang lupa tidak mengembalikan lama-lama jadinya seperti mengambil sekali tidak ketahuan lalu amil lagi, ambil lagi.
Jadi mungkin selamat dari situasi-situasi yang sebenarnya bisa menjadi resiko, itu juga membuat orang lebih berani lagi untuk melakukan yang berikutnya.
HE : Betul dan akhirnya konflik-konflik itu dimenangkan oleh kebiasaan buruknya.
ET : Dan keuntungan-keuntungan yang didapatkannya.
GS : Apakah orang itu bisa ketagihan untuk melakukan perbuatan buruk lagi, Pak Heman?
HE : O.....ya sangat bisa, saya ambil contoh misalnya merokok atau banyak juga zat-zat lain yang kita konsumsi yang akhirnya menjadi kebiasaan. Dalam hal merokok itu jelas sekali bahwa tadina sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi karena dapat dukungan, tepuk tangan dari teman-teman dan sebagainya menyebabkan merokok itu menjadi suatu kebiasaan.
GS : Mungkin ada suatu kebanggaan yang dia peroleh di situ atau tadinya dia khawatir dikatakan banci ya?
HE : Dan saya tambahkan satu hal lagi yaitu terutama di dalam hal makan, dalam hal konsumsi tubuh ini sering kali yang terjadi adalah adanya suatu proses toleransi yang semakin tinggi terhadp suatu zat tertentu seperti merokok.
Kalau orang berhenti mendadak yang tadinya merokok kemudian tidak merokok lagi, rasanya tidak enak sekali. Dan kecenderungannya adalah menambah terus, menambah terus. Ini karena tubuh kita terbiasa dan menjadi toleran, ini sangat merepotkan.
ET : Kalau sudah begitu rasanya memang peringatan pemerintah seperti di iklan-iklan itu juga sudah tidak ada artinya.
GS : Apalagi seperti obat-obatan, obat bius dan sebagainya seolah-olah menjerat seseorang.
HE : Ya karena sudah menyatu di fisiknya dan ada juga yang sampai di otak.
GS : Tetapi apakah dengan begitu, lalu seseorang itu tidak menyadari lagi bahwa itu adalah sesuatu kebiasaan yang buruk.
HE : Sering kali yang saya lihat itu kebanyakan orang menyadari tetapi masalahnya dia tidak bisa lepas, kompleks dari segi pikiran dan dari segi biologis yang seperti tadi saya katakan. Karea kalau dia sudah mengkonsumsi atau melakukan kebiasaan itu, dia dapat relief suatu kelegaan sementara dari segi fisiknya atau pikirannya.
Tetapi masalahnya setelah itu terjadi akhirnya rasa bersalah ini mendorong seseorang juga untuk seperti yang tadi saya katakan sudah terlanjur sekalian saja, sehingga tidak bisa lepas.
GS : Kalau dia sudah keterusan seperti itu, akibatnya apa Pak?
HE : Yang kalau dalam hal zat-zat psikoaktif yang kita katakan tadi itu bisa kanker, bisa seperti merokok bisa sampai mematikan kalau over-dosis. Juga di dalam relasi kita itu semuanya bisa erganggu.
ET : Jadi walaupun orang-orang yang seperti itu tampak dari luarnya sepertinya bisa menikmati apa yang menjadi ketergantungan, sebenarnya di dalamnya mereka banyak mengalami konflik emosiona antara mau berhenti tapi juga ada ketagihan.
HE : Sangat tepat dan sebetulnya mereka adalah orang-orang yang menderita.
ET : Lalu bagaimana kalau memang orang sudah menyadari begitu, sebaiknya langkah-langkah berikutnya bagaimana, Pak Heman?
HE : Saya kira tergantung kebiasaannya, ada kebiasaan yang kita bisa atasi dengan kemauan kuat dari diri sendiri, ada yang perlu pertolongan orang lain. Misalnya dokter atau psikolog dan sebgainya.
Nah, kalau misalnya sudah seperti "drug abuse" itu saya kira perlu penanganan gabungan dari berbagai ahli termasuk rohaniwan, dokter, psikiater, psikolog dan sebagainya.
GS : Tapi peran dirinya sendiri untuk mau meninggalkan kebiasaan buruk itu cukup besar juga, Pak?
HE : Betul itu harus besar juga.
(2) GS : Sebenarnya apa yang membuat seseorang itu sulit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk?
HE : Selain dari cara berpikir yang tadi saya katakan juga, sering kali lingkungan. Saya melihat situasi misalnya di dalam keluarga sangat membuat seseorang itu tertanam kebiasaan buruknya aau tidak.
Saya ambil contoh misalnya di dalam pergaulan seks bebas atau misalnya kecanduan narkotik, putauw dan sebagainya itu banyak peran dari keluarga. Keluarga yang kurang harmonis menyebabkan orang terbiasa untuk lari ke obat, terbiasa lari ke pergaulan bebas dan seterusnya. Nah ini yang menyebabkan suatu kebiasaan buruk susah hilang. Dan kemudian juga misalnya ada lingkungan-lingkungan tertentu yang menerima orang-orang seperti ini, dengan segala kebiasaan buruknya karena menguntungkan bagi mereka, nah ini yang susah.
GS : Menguntungkan bagaimana maksudnya?
HE : Misalnya bagi penjual obat (GS : mencari keuntungan dari penderitaan orang lain) ya.
GS : Kalau sudah begitu serius, apakah ada semacam usaha atau semacam cara untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini karena saya yakin sebagian besar orang itu tidak menyukai kebiasaan buruknya. Mungkin dalam perbincangan ini Pak Heman bisa memberikan beberapa saran?
HE : Baik saya akan mencoba memberikan beberapa saran selain yang tadi saya telah kemukakan. Yang pertama, usahakan untuk berpikir lebih banyak tentang dampak buruk suatu kebiasaan daripada emikirkan tentang kenikmatan sesaat dari kebiasaan kita tersebut.
Yang kedua, kalau misalnya ada satu kebiasaan buruk berulang padahal kita sudah mencoba berusaha untuk tidak lagi melakukan hal itu, cepat-cepat berbalik kembali dengan mengakuinya, mengakui di hadapan Tuhan dan kita sendiri mengakui dan memohon ampun dari Tuhan, tetapi juga kita tidak boleh lupa memaafkan diri sendiri. Kadang-kadang Tuhan sudah mengampuni tetapi kita justru sengaja menghukum diri kita dengan semakin menceburkan diri ke dalam kebiasaan-kebiasaan buruk atau akibat-akibat yang lain yang buruk juga. Kemudian yang ketiga adalah kita perlu mohon bantuan Roh Kudus lewat doa, lewat permohonan dan juga banyak memikirkan, merenungkan firman Tuhan. Yang keempat, alihkan kebiasaan buruk kita ke kebiasaan lain sebagai pengganti, dan kebiasaan itu seyogyanya kebiasaan yang baik. Satu contoh misalnya kalau kita terbiasa ke night-club gantikan kebiasaan untuk ke sport hall untuk berolah raga, makan yang tidak sehat gantikan makan yang mementingkan keseimbangan gizi dan seterusnya. Dan kemudian saya juga melihat yang kelima, kita sebaiknya bisa minta bantuan teman baik kita untuk mengingatkan kita. Supaya ketika kita akan melakukan suatu kebiasaan buruk kita, ada teman yang bisa mengingatkan sehingga membatalkan kebiasaan kita itu.
ET : Mungkin kalau untuk kebiasaan yang nampak, orang sepertinya lebih menaruh perhatian yang besar misalnya seperti tadi untuk memakai obat-obatan atau kebiasaan-kebiasaan yang marah, yang emukuli orang atau membanting sesuatu.
Tapi rasanya memang mungkin yang lebih sulit orang lain tidak melihat seperti pikiran tentang kekuatiran, tentang ketakutan-ketakutan ataupun berpikiran negatif tentang orang lain. Rasanya memang hal-hal seperti itu kita minta orang lain untuk mengingatkan agak sulit juga ya, Pak Heman?
HE : Kadang-kadang bisa juga karena mau tidak mau kalau ada pikiran seperti itu keluar juga diomongan. Kalau temannya diberitahu bahwa kadang-kadang saya suka berpikir yang seperti ini tolon ingatkan saya, nah ini akan membantu.
ET : Jadi memang ada kerelaan, harus ada kerelaan untuk ditegur, diingatkan oleh orang-orang di sekitarnya.
HE : Betul, ada kemauannya untuk mengubah kebiasaan buruk kita.
ET : Itu kalau sudah terjadi, kalau pencegahannya bagaimana supaya kita tidak sampai menciptakan satu kebiasaan buruk yang lain lagi dalam hidup kita, yang sudah ada saja hilangnya susah, Pak Heman?
GS : Lebih baik mencegahnya supaya jangan terpola di dalam kehidupan kita.
HE : Ya kalau masalah pikiran memang sulit tetapi coba kita akan ambil beberapa prinsip. Kalau misalnya kita melihat di Alkitab Amsal, Salomo pernah memberikan suatu nasihat yang baik dalam al seksual.
Prinsipnya adalah jangan pernah menyentuh hal yang dapat menjadikan kita memiliki kebiasaan buruk. Sudah tahu misalnya putauw atau merokok itu tidak baik, sudah tahu berhubungan seks dengan seorang pelacur itu tidak baik maka jangan sentuh satu kalipun. Dalam
Amsal 5:8 dikatakan demikian tentang seorang pemuda yang mendekati seorang pelacur "Jauhkanlah jalanmu daripada dia dan janganlah menghampiri pintu rumahnya, jauhkan diri sendiri." Kemudian yang kedua untuk mencegah itu sebaiknya kita mengisi diri sebanyak mungkin dengan hal yang positif dan dengan kebiasaan yang sehat di dalam hidup ini.
GS : Tapi sering kali memang ada orang yang merasa dirinya kuat, tidak apa-apa saya coba sekali, tidak apa-apa, cuma sekali "trial and error" mungkin.
HE : Ya dan itulah biasanya orang jatuh ke dalam kebiasaaan buruk.
GS : Tapi kalau cuma sekali sebenarnya tidak menjadi kebiasaan, Pak?
HE : Ya itu ada, tetap ada resiko dan resiko saya kira yang jauh lebih banyak dan terbukti itu adalah resiko yang menjadikan diri kebiasaan buruk.
GS : Jadi rupanya pembentukan kebiasaan yang buruk itu lebih mudah di dalam diri seseorang daripada kalau kita mau membentuk sesuatu kebiasaan yang sebaliknya, yang baik itu.
HE : Betul, karena kebiasaan buruk biasanya lebih sesuai dengan natur kita sebagai orang berdosa.
GS : Jadi ada unsur pendorongnya, sehingga lebih mudah terbentuk daripada menghilangkannya. Ibu Esther sudah minta kiatnya untuk mencegah saja. Dan memang menjauhkannya itu cuma masalahnya mata kita ini sering tergoda, Pak. Kalau malah jauh kelihatannya kurang jelas, dekat saja biar jelas. Saya yakin ada firman Tuhan yang bisa mengarahkan kita lebih jelas di dalam hal ini, mungkin Pak Heman bisa sampaikan.
HE : Kali ini saya akan bacakan agak panjang dari Kolose 3:5-11. "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jhat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.
Semuanya itu mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup didalamnya tetapi sekarang buanglah semuanya ini yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya. Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu."
GS : Itu suatu bagian Alkitab yang sangat jelas mendidik, mengarahkan kita untuk menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baik dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang buruk.
Terima kasih, Pak Heman dan saudara-saudara pendengar demikianlah Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M.Psi. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang menang dari kebiasaan buruk. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.END_DATA