Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Dan perbincangan kami kali ini tentang "Mengalami Tuhan Di Tengah Penderitaan". Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, silakan menyampaikan yang berkaitan dengan tema yang akan kita bahas hari ini.
SK : Poin pertama, Bu Yosie, yang perlu saya sampaikan bahwa penderitaan di dunia adalah sebuah keniscayaan. Artinya penderitaan selama kita berada di dunia adalah sebuah hal yang lumrah.
Y : Realitas begitu, Pak ?
SK : Betul, jadi artinya hal yang normal, hal yang wajar. Yang pertama alasannya karena memang kita hidup di dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa. Dunia yang telah jatuh dalam dosa inilah muncul berbagai penderitaan yang manusia alami. Jadi hidup di dunia dengan kata lain, hidup dalam penderitaan. Kalau kita sudah berhenti hidup di dunia dan masuk surga, pasti setop penderitaan itu dan penderitaan itu dialami semua orang, baik orang yang percaya, anak-anak Tuhan atau pun orang-orang yang tidak mengenal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Mereka sama-sama mengalami penderitaan. Poin kedua, penderitaan adalah sebuah keniscayaan atau hidup di dunia berarti hidup yang mengalami penderitaan karena kita orang-orang percaya, kita anak-anak Tuhan memiliki sistem nilai yang kontras, bahkan yang bertentangan/berlawanan dengan sistem nilai dunia yang tidak mengenal Allah. Jadi penderitaan bagi anak-anak Allah adalah penderitaan yang boleh dikatakan plus plus.
Y : Wow, apa itu Pak ?
SK : Plus plus maksudnya yang pertama tadi, kita menderita karena kita memang berada di dunia yang sudah jatuh dalam dosa, orang-orang yang tidak mengenal Allah pun menderita, karena sakit-penyakit, mengalami kematian yang tidak wajar, mengalami kesusahan dalam mencari uang, pekerjaan, mengalami konflik dalam pernikahan, konflik di tempat kerja karena kita hidup di dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Semua orang mengalami, tapi untuk orang yang sudah mengenal Allah, orang yang sudah dilahirkan kembali menjadi milik Allah, penderitaannya akan bertambah karena ia sekarang bukan lagi milik dunia tapi milik Allah. Dia punya sistem nilai yang kudus, sistem nilai yang berorientasi memuliakan Allah. Itu berbeda dengan dunia sekeliling kita yang memang hidup didalam dunia yang tidak mengenal Allah. Jadi ada benturan nilai, ada benturan cara misalnya yang lain suap tidak apa-apa, korupsi itu wajar.
Y : Lancar ! Dengan suap pekerjaan kita lancar.
SK : Tapi bagi kita yang sudah mengenal Allah, menjadikan Kristus sebagai pusat hidup kita, ini tidak bisa. Ini bukan caranya Tuhan, bukan caranya murid Kristus. Disinilah muncul penderitaan tambahan. "Sudahlah, Pak Sindu beri uang beres, tidak apa-apa, kasih uang habis perkara, KUHP". Saya sebagai murid Yesus, iya untuk kamu habis perkara, untuk saya perkaranya menambah dengan Tuhan. Sebagai murid Kristus saya tidak berintegritas. Disinilah muncul penderitaan tambahan.
Y : Kita harus berjuang lebih ya, Pak.
SK : Dalam hal inilah maka akhirnya singkat kata di bagian poin awal ini, ingin saya tegaskan, menderita di dunia apalagi kita anak-anak Allah, kita orang percaya itu hal yang lumrah, hal yang wajar, tinggal poin berikutnya pertanyaannya, apakah penderitaan kita bermutu atau ecek-ecek? Bermutu atau sama sekali bersifat rendahan?
Y : Bermutu seperti apa, Pak maksudnya ?
SK : Penderitaan yang tidak bermutu artinya kalau penderitaan itu muncul karena kita berbuat dosa.
Y : Karena kesalahan kita sendiri.
SK : Tapi penderitaan itu bermutu kalau kita mengalaminya sebagai anak-anak Allah yang setia. Kita mengalami penderitaan itu dan pada saat itu kita mengalami Tuhan dan memuliakan Tuhan. Itulah penderitaan yang bermutu, dimana dalam penderitaan itu kita mengalami Tuhan, keberadaan-Nya, kehadiran-Nya, kebersatuan dengan kita dan sekaligus kita memuliakan Allah. Artinya penderitaan yang tidak sia-sia. Ada kualitas, ada kekekalan yang kita munculkan didalam kesementaraan penderitaan kita di dunia.
Y : Satu pemikiran yang menarik ya, Pak, karena selama ini kita sudah mengidentikkan penderitaan dengan sesuatu yang negatif, pasti kita hindari. Siapa yang mau menderita ? "Saya, Bu". Tidak ada. Tapi pemikiran atau ide Pak Sindu ini sangat menarik. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita menjadikan penderitaan dalam hidup kita itu bermutu? Bagaimana mengalami Tuhan?
SK : Bagaimana mengalami Tuhan dan sekaligus memuliakan Tuhan di tengah penderitaan kita dan itu yang akan menjadikan penderitaan kita bermutu? Dalam hal ini saya ringkas, kita perlu memerhatikan ada 2 sisi. Yang pertama, sisi batiniah, yang kedua sisi lahiriah atau sisi tindakan. Untuk mengalami Tuhan dan memuliakan Tuhan di tengah penderitaan kita di dunia ini, kita perlu mengalami sisi batiniah yaitu lewat doa kita, lewat sikap batin kita. Dalam hal ini saya rumuskan dalam tiga langkah. Yang pertama, kita perlu berdoa mengakui kepada Tuhan bahwa kita menderita, menceritakan, mengekspresikan kepada Tuhan setiap jenis perasaan negatif yang kita alami, setiap peristiwa yang menyesakkan hati kita. Kita perlu menceritakan kepada Tuhan akibat-akibat yang muncul dari hal-hal itu. Ibaratnya kalau bahasa dunia kepolisian, kita perlu gelar perkara, gelar kasus, gelar penderitaan kita, beberkan kepada Tuhan, ceritakan, bukan malah dipendam. "Sudahlah yang tabah, Pak Sindu, kamu ‘kan murid Kristus, diamlah, bersyukurlah, terpujilah Tuhan, bersukacitalah, Tuhan ‘kan Mahatahu". Itu keliru, bersyukur, bersukacita…..yes, tapi itu tahap terakhir. Bagian yang pertama, kita harus curhat, beberkan blak-blakan dengan Tuhan. "Tuhan, aku menderita, aku kesakitan dengan kanker yang aku alami, Tuhan aku tertekan dengan PHK ini, Tuhan aku ketakutan di tengah pandemi ini. Tuhan aku marah sekali, mengapa aku harus mengalami ini? Tuhan aku sakit hati, Tuhan aku kecewa". Berilah nama perasaan-perasaan itu, peristiwa apa? Kemudian "Tuhan gara-gara PHK yang aku alami, gara-gara pengangguran yang aku alami, lihatlah Tuhan aku dihina oleh keluargaku, lihatlah Tuhan tidak bisa makan hari ini dengan keluargaku, kami kelaparan, kami menderita, Tuhan. Tuhan, inilah yang aku alami". Mari kita beberkan. Langkah kedua marilah berdoa melepaskan setiap beban penderitaan kita itu pada salib Kristus. Salib disini bukan dimaksudkan harfiah, ada kayu salib, patung salib, bukan ! Maksudnya simbolik, salib Kristus adalah simbol penderitaan Kristus. Kita tahu secara historis, secara sejarah, secara faktual, Yesus sudah disalib 2000 tahun yang lalu dan di salib itu Dia bukan hanya menanggung dosa kita untuk kemudian kita bisa ditebus dari hukuman maut api neraka. Bukan hanya itu, tetapi pada saat Yesus disalib, Dia juga menanggung sesungguh-sungguhnya setiap detil kesakitan, penderitaan yang kita alami sebagai anak-anak-Nya di dunia ini. Jadi ketika kita merasa tertekan karena kelaparan, kita merasa ketakutan karena kita di PHK, kita merasa cemas karena kanker yang kita alami. Kita merasakan kesedihan karena pasangan yang meninggalkan kita dan berbagai hal itu sesungguh-sungguhnya, setiap detil perasaan itu Yesus pun menanggungnya 2000 tahun yang lalu, tinggal poinnya apakah kita mau memercayakan, menyerahkan tiap detil kesakitan dan penderitaan kita pada salib Kristus ataukah kita menggenggamnya?
Y : Tepat, Pak. Banyak kasus kadang seperti menikmatinya, bagaimana Pak kalau misalnya kasus-kasus tertentu misalnya orang menderita tapi serahkan pada Tuhan oh, tapi masih bergejolak dengan perasaan-perasaan negatifnya, Pak?
SK : Itu sehat dan benar, maka langkah pertama tadi adalah berdoa, beberkan dulu, katarsis, curhat, ceritakan, gelar kasus, gelar perkara. Langkah kedua, kita berdoa, "Tuhan, aku tidak mau menggenggam luka-luka ini, kesakitan ini, penderitaan ini, perasaan-perasaan negatif ini. Dalam nama Yesus aku mau serahkan tiap luka ini, aku mau serahkan kesakitanku ini, aku menyerahkan ketakutan ini, aku tancapkan pada salib Yesus kekecewaanku, aku lepaskan ke salib Yesus ketakutan dan kecemasan. Aku lepaskan dalam nama Yesus dan aku putus ikatan jiwa ini dengan perasaan-perasaan luka, dengan ketakutan, dengan kecemasan, dengan keputusasaan aku pindahkan ke salib Yesus. Aku tidak mau menanggungnya lagi karena Kristus sudah menanggungnya 2000 tahun yang lalu. Itu langkah, ini memang langkah iman, langkah doa maka dalam hal ini doa yang saya sampaikan kepada kita semua lewat bahasan ini, doa yang otoritatif. Lawan katanya, doa pengemis, jadi maaf saya memakai kata otoritatif, karena kita mempraktekkan otoritas kita sebagai pribadi yang diberikan Tuhan anugerah kehendak bebas. Dalam bahasa Inggrisnya "free will". Tanpa sadar kadang doa kita, maaf doa pengemis, doa yang menghiba-hiba, "Tuhan tolonglah aku, Tuhan lepaskan aku dari penderitaan ini, Tuhan bebaskan aku". Kita meminta Tuhan tapi sisi yang lain kita menikmati penderitaan. Kita tidak mau menyerahkan penderitaan itu, kita tidak mau serahkan kekecewaan itu. Tuhan tolong, tapi tangan kita masih menggenggam. Saya mau ajarkan disini, praktekkan doa otoritatif dengan kata me-, "Tuhan aku mengakui, ini yang aku rasakan. Tuhan aku bersedia menyerahkan ke salib Kristus penderitaanku ini. Aku bersedia memindahkan kepada-Mu kesakitan, keputusasaan dan sakit hatiku ke salib-Mu". Jadi kita mempraktekkan kehendak bebas kita untuk juga melepaskan derita jiwa kita, kita serahkan kepada Tuhan. Baru langkah ketiga kita berdoa menyatakan kesediaan menerima kekuatan, menerima hikmat, menerima ketekunan, menerima pertolongan dari Tuhan. Karena kita sudah lepaskan, maka kemudian kita menerima. "Tuhan, aku bersedia menerima kehadiran-Mu, aku bersedia menerima penguatan-Mu, aku bersedia menerima penghiburan-Mu, aku bersedia menerima hikmat dari-Mu, aku bersedia menerima jalan-jalan baru yang Tuhan bukakan untuk menolong aku". Tiga langkah ini mari bungkus dengan satu pemahanan doa otoritatif, bukan doa pengemis yang menghiba-hiba karena ada bagian kita, ada bagian Allah. Yang dimana bagian kita kalau kita tidak kerjakan, minta maaf, Allah tidak akan merebut bagian kita itu.
Y : Wow menarik sekali, Pak. Mungkin banyak orang tidak melakukannya karena tidak mengerti, Pak. Tidak memunyai pemahaman, semoga dengan yang apa yang Pak Sindu jelaskan hari ini, membuat pemahaman yang baru dan tentunya praktek yang baru.
SK : Benar, dengan demikian kita akan mengalami Tuhan. Inilah yang saya sebut satu sisi yang pertama, mengalami Tuhan dan memuliakan Tuhan di tengah penderitaan dari sisi batin. Dengan tiga langkah ini saja, kita sudah mengalami Tuhan. Ada damai sejahtera yang bisa kita alami, ada sukacita di tengah penderitaan kita.
Y : Ada kekuatan yang baru.
SK : Benar, sisi yang batin kita alami. Dan ini juga yang dialami oleh Pemazmur. Kalau kita lihat di banyak mazmur, dari 150 Mazmur yang ada di Alkitab kita, cukup banyak bertebaran mazmur-mazmur yang mempraktekkan langkah-langkah seperti ini, misalnya Mazmur 73. Disana kalau kita baca, yang pertama kali, di bagian pertama di ayat-ayat awal, Pemazmur dalam hal ini Asaf menceritakan tentang kesakitannya, kekecewaannya. "Mengapa Tuhan, aku hidup benar, aku hidup tulus, hatiku bersih, tapi aku melihat orang-orang yang melawan Allah mengapa hidupnya enak? Malah kaya, malah sehat, badannya gemuk tanda kemakmuran, tetapi aku malah seperti orang yang kena kutuk dan kena tulah". Maka "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah" (Maz.73:13). Jadi dia menceritakan kepahitannya, kekecewaannya kepada Tuhan, penderitaannya termasuk kepahitannya kepada Tuhan, sia-sia masa bodoh, tidak usah tuhan tuhanan, tidak usah gereja-gerejaan, tidak usah pelayanan, untuk apa ? Toh aku makin menderita, makin sakit hati, iri kepada orang-orang yang berdosa itu. Dia ekspresikan kepada Tuhan sampai kemudian dikatakan di ayat 17, "sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka". Disini pemazmur memasuki hadirat Allah, dia mau datang kepada Tuhan, dia mau berdoa mengekspresikan, kemudian sampai akhirnya dia berkata, "Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur" (Maz.73:18). Disinilah pemazmur akhirnya menemukan Tuhan, bahwa apa yang terjadi itu sebenarnya hanyalah bayang-bayang sementara. Yang dilihat orang fasik enak tapi ujungnya maut. Disini sampai akhirnya pemazmur dapat berkata, bahwa "Tetapi aku tetap di dekat-Mu, Engkau memegang tangan kananku" (ayat 23). "Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi" (ayat 25). Dia mengalami Tuhan, tapi apakah dia dibebaskan dari penderitaan saat itu, dibebaskan dari kemiskinan, dari sakit penyakit ? Tidak diceritakan, ini satu rentetan doa, tapi dia sudah mengalami Tuhan di tengah penderitaan dari sisi batin.
Y : Dia mengalami kepuasan Tuhan.
SK : Betul. Kepuasan, kelegaan, sukacita, nah inilah hebatnya orang percaya. Beruntungnya jadi orang percaya. Sepertinya jadi orang percaya, jadi anak-anak Allah aduh penderitaan kuadrat, sudah penderitaan karena dunia jatuh dalam dosa ditambah diperberat dilipatgandakan karena kita orang percaya. Kasihan sekali kita ini. Tidak, beruntung, berbahagialah seperti kata Yesus dalam Khotbah di Bukit. Karena di tengah penderitaan kita bisa bersukacita, karena kita tahu ada sesuatu yang kekal dan sukacitanya melampaui sekadar penderitaan fisik. Ditambah sisi lahiriah, sisi tindakan. Kalau tadi yang pertama mengalami Tuhan dari sisi batiniah, yang kedua mengalami Tuhan dari sisi lahiriah.
Y : Maksudnya sisi lahiriah seperti apa, Pak ? Maksudnya kita mengusahakan sukacita itu atau memunyai jalan keluar atau bagaimana?
SK : Maksudnya disini kita perlu juga mengalami Tuhan lewat tindakan-tindakan konkret yang perlu kita lakukan untuk bisa mengalami kemenangan di tengah penderitaan itu. Kembali misalnya kita mengalami PHK, keuangan rumah tangga kita mengalami defisit, setelah kita datang kepada Tuhan dan kita menyerahkan ke salib Kristus penderitaan jiwa kita, ketakutan kita, kegentaran kita dan kita mengundang kekuatan dan hikmat Tuhan, kita perlu bertindak secara nyata. Iman tanpa perbuatan adalah mati. Iman, rasa aman di dalam Tuhan perlu kita munculkan dalam tindakan konkret juga. Justru itu melandasi secara solid, secara kokoh. Kita diberi hikmat, o iya kenapa tidak ya, aku berjualan saja. Ini ada orang, sekarang ini masa krisis seperti ini, masa kesulitan karena wabah, orang butuh hal-hal yang berkenaan dengan kesehatan: sabun, vitamin, masker, ya sudah aku cari, aku kulakan, aku jual, aku bisa kirim, SMS, kirim WA, aku bisa kontak ke keluarga, kepada teman, "Tolong boleh bantu aku, aku sedang di PHK aku butuh penghasilan di tengah kondisi ini pun, ini aku sudah dapat barang-barang ini, kalau butuh barang-barang ini tolong prioritaskan beli barangku dulu, toh aku ambil untungnya wajar, untuk sekadar bertahan hidup. Mulai dengan langkah kecil, oh disana bisa berjualan camilan, makanan kecil, ayo kita buat, atau apa pun yang muncul, kita minta hikmat Tuhan, kita bertindak. Bagi kita yang sakit, "Tuhan mengapa aku mengalami kanker stadium 3 ? Tuhan kenapa begini ?" Kita berdoa tadi tiga langkah doa otoritatif, kita serahkan dan kita menerima damai sejahtera-Nya. Langkah berikutnya, apa yang boleh kita lakukan? Kita perlu berusaha dengan pengobatan herbal, kita boleh tanya kepada sesama teman, komunitas penyintas kanker, dapat hikmat ini, kita berdoa, mana yang tepat ? Kita lakukan, jadi bukan pasrah sepenuhnya, pasif, menunggu. Tidak, anak Tuhan punya jiwa proaktif, bertindak di dalam iman. Apa yang tepat, apa yang baik, mari lakukan dan Tuhan akan memberkati. Kita punya masalah pernikahan, masalah dengan anak kita, mari kita cari pertolongan. Oh, aku perlu ke konselor, aku perlu ke pak pendeta, aku perlu cerita ke teman-teman tertentu yang bisa dipercayai dan mereka mendoakan aku.
Y : Mungkin juga perlu bimbingan, jangan ragu-ragu untuk mencari pertolongan.
SK : Betul. Aku disakiti, aku kepahitan, kita serahkan pada Kristus, apa yang akan kita lakukan? Sudah aku serahkan pada Kristus, langkah berikutnya akan menjaga jarak dengan orang ini, artinya aku tetap melepaskan pengampunanku pada salib Kristus, tidak menyimpan akar pahit, tapi sekaligus melindungi diri dari kemungkinan disakiti untuk kedua kali. Kecuali kalau orang itu berani mengaku salah dan menunjukkan buah pertobatan, itu lain hal. Tapi sepanjang ia tetap merasa benar dan berpotensi menyakiti, ya sudah, langkah konkretnya aku akan menjaga jarak yang sehat untuk tidak berdekatan, hubungan seperlunya supaya aku tidak perlu disakiti untuk yang kesekian kalinya. Itu suatu tindakan iman, jadi kembali mengalami Tuhan dan memuliakan Tuhan di tengah penderitaan kita lakukan, baik dari sisi batiniah maupun sisi lahiriah, baik lewat langkah doa otoritatif maupun lewat tindakan-tindakan konkret. Keduanya merupakan sarana kita untuk mengalami dan memuliakan Tuhan di tengah penderitaan.
Y : Menarik, Pak, apakah ada orang yang merasa telah melakukannya tapi belum langsung mengalami Tuhan? Apakah mengalami Tuhan itu sesuatu yang nyata atau proses batin pun sudah cukup, Pak ?
SK : Ya mengalami Tuhan secara nyata.
Y : Misalnya tadi kanker tiba-tiba disembuhkan, itu ‘kan luar biasa atau misalnya berjualan bubur kemudian laris sekarang saya justru punya penghasilan yang luar biasa, atau bagaimana?
SK : Tidak demikian, tidak serta merta mudah, terjadi perubahan drastik. Yang kanker sembuh, yang kehilangan penghasilan tiba-tiba normal bahkan kaya raya. Tidak selalu sifatnya seperti film-film hollywood, "happy ending story", bukan selalu seperti itu. Tapi mengalami Tuhan artinya didalam perjalanan dan proses itu kita bisa mengalami damai sejahtera, kita bisa mengalami perasaan aman, kita bisa mengalami sukacita, inilah mengalami Tuhan di tengah penderitaan. Bahkan kita ibaratnya seperti Tanah Perjanjian, seperti bangsa Israel, belum sampai pun, belum menginjak pun tapi kita bisa mengalami adanya penyertaan Tuhan, pertolongan Tuhan.
Y : Tiang api, tiang awan, tetap mengalami Tuhan walaupun belum sampai tujuan, begitu ya Pak.
SK : Betul, tiang awan tiang api, pimpinan Tuhan nyata, penyediaan Tuhan nyata lewat manna, burung puyuh, bahwa pakaian tidak bisa beli mau beli dimana? Tapi Tuhan pelihara selama 40 tahun tidak koyak, luar biasa ‘kan? Tidak selalu mengalami Tuhan, memuliakan Tuhan dengan hal-hal yang spektakuler, kalau kita sembuh total, kalau kita kaya raya, kalau kita terkenal. Tidak begitu, bukan itu, bukan ukuran di akhir itu, kadang pun kita tidak mengalami seperti itu, tapi di tengah perjalanan kita sampai kita meninggal dunia, berjumpa muka dengan muka dengan Tuhan, kita bisa mengalami damai sejahtera, sukacita dan mengalami memang Tuhan menyediakan sesuai yang kita butuhkan. Pas, misalnya habis, lho kok sudah ada, sepertinya gagal, aku ditipu orang, Tuhan buka jalan yang lain. Di sisi lain kita memuliakan Tuhan, orang melihat, dia tidak meninggalkan Tuhan malah menjadi berkat dan bisa memberi ke orang lain. Dia bisa menghibur orang lain, dia menguatkan orang lain, dia membawa orang lain mengenal Kristus, memuliakan Allah. Disanalah kita mengalami dan memuliakan Allah di tengah penderitaan.
Y : Terima kasih banyak, Pak Sindu untuk tema yang menarik, yang saya percaya ini mengubah paradigma kita semuanya.
Para pendengar sekalian, terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengalami Tuhan di Tengah Penderitaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.