Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "BAHAYA PERTEMANAN ONLINE". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, menjadi sifat dasar kita untuk berteman dengan orang lain sebagai makhluk sosial. Apalagi anak remaja kita. Para remaja kita giat-giatnya mencari teman. Dulu saya masih ingat ada yang namanya Sahabat Pena, lewat surat, tertulis. Tetapi sekarang dengan kemajuan teknologi kita tidak perlu lagi menulis surat dan harus menunggu beberapa hari atau beberapa minggu untuk menerima balasannya. Begitu cepat balasan kita dapat lewat online itu tadi, Pak Paul. Di satu sisi kita tahu ini ada sisi positifnya tetapi kita juga harus riil melihat juga ada sisi negatifnya ya. Kalau yang berteman ini adalah anak-anak kita, para remaja yang tinggal serumah dengan kita, hal-hal apa yang perlu kita perhatikan?
PG : Begini, Pak Gunawan. Salah satu ketakutan orangtua dewasa ini adalah pertemanan yang dijalin oleh anak secara online. Lain dengan teman sekolah atau teman gereja yang dapat dikenal secara langsung, teman yang diperoleh secara online benar-benar berada di luar jangkauan kita orangtua. Ketakutan ini saya kira beralasan, Pak Gunawan. Sebab sebagian teman yang dikenal lewat online adalah anak remaja biasa yang hanya memunyai satu keinginan yaitu berteman. Masalahnya adalah sebagian lagi bukan remaja biasa, mereka adalah remaja bermasalah. Dan sebagian lagi adalah orang dewasa yang jauh lebih tua. Singkat kata mereka-mereka ini adalah pemangsa yang mencari mangsa dan mangsanya adalah anak-anak kita yang lugu. Jadi, kita sebagai orangtua mesti berhati-hati dan melindungi anak-anak kita dari pertemanan online yang bisa berakibat buruk pada anak-anak kita.
GS : Kalau kita saja sebagai orang dewasa juga termakan oleh pemangsa-pemangsa yang lewat online ini, apalagi anak-anak kita yang masih lugu, masih begitu polos di dalam pertemanan yang tujuannya hanya mencari teman, Pak Paul. Tapi nyatanya dia bisa menjadi korban karena pertemanan online ini. Kalau begitu apa yang harus kita lakukan sebagai orangtua untuk melindungi anak-anak kita?
PG : Pertama KITA HARUS MENGINGATKAN ANAK TENTANG BAHAYA INI SEBELUM MEREKA BERTEMU DENGAN ORANG LEWAT ONLINE. Pada masa anak berusia pra remaja, 10 – 12 tahun, kita mesti memberitahu anak ciri-ciri orang jahat yang mencari mangsanya secara online. Pada umumnya mereka dapat dibagi dalam 3 golongan, Pak Gunawan. Pertama, anak sebaya yang bermasalah. Jadi, ini anak-anak remaja juga tapi anak-anak bermasalah dan mereka mencari mangsa. Kedua, orang dewasa yang berpura-pura berusia sebayanya. Mereka mungkin sudah berusia 30-an atau 40-an namun mengaku umurnya baru 16 tahun lah, sekolah dimana lah, dan sebagainya. Yang ketiga adalah orang dewasa yang tidak berpura-pura berusia sebaya tetapi berusaha keras untuk menjalin relasi romantik dengan anak kita. Ini tiga tipe atau jenis orang-orang yang berpotensi memangsa anak kita. Ini yang kita mesti beritahukan kepada anak supaya jauh-jauh hari mereka sudah tahu kalau bertemu dengan orang-orang seperti ini mereka harus sangat berhati-hati.
GS : Iya. Untuk anak sebaya yang bermasalah ini seringkali juga anak-anak yang menjadi korban dari pemangsa-pemangsa online itu, Pak Paul.
PG : Bisa jadi mereka juga adalah korban yang akhirnya mencari korban yang lain. Atau mereka sendiri adalah korban bukan saja secara online tapi juga dalam keluarga mereka sehingga jiwa mereka terganggu dan selalu mencari orang lain untuk mereka jadikan korban berikutnya.
GS : Tapi kalau orang dewasa yang berpura-pura berusia seperti anak remaja ini bukannya juga gangguan jiwa di dalam diri orang ini?
PG : Bisa. Ada yang memang menderita gangguan jiwa tapi sudah pasti adalah kalau dia berbuat begitu, dia itu memang berhati jahat. Dia memang ingin memangsa anak kita, makanya dia berpura-pura sebagai anak dewasa seusia dengan anak kita supaya akhirnya anak kita percaya kepadanya.
GS : Biasanya pertemanan ini memang menjurus ke arah romantik, Pak Paul?
PG : Biasanya kesitu atau ke uang, Pak Gunawan. Jadi, kita perlu memberitahu anak bahwa para pemangsa ini mendekatinya untuk memeroleh sesuatu darinya, bukan pertemanan yang murni. Apa yang dibutuhkan atau yang dicari oleh orang-orang ini? Biasanya kalau tidak orang ya tubuhnya. Bukan hanya cinta romantik tapi memang ingin bisa menyalahgunakan tubuh anak kita. Itu sebab pada umumnya mereka mendekati anak kita dengan berpura-pura menjadi sahabat yang mengerti pergumulannya. Jika anak merasa kesepian mereka akan meyakinkan anak bahwa mereka mengasihinya. Merekapun kadang mengatakan bahwa sebelum mereka berjumpa dengan anak kita, hidup mereka tidak benar tapi setelah bertemu dengan anak kita mereka sadar, mereka berubah menjadi baik. Nah, kata-kata seperti ini membuat anak kita merasa dirinya berharga, Pak Gunawan. Merasa bahwa kehadiran dan nasehatnya kok didengarkan dan menjadi berkat untuk orang lain. Jadi, anak kita merasa senang. Selain itu karena mereka menunjukkan sikap bahwa mereka telah berubah, anak pun melihat mereka sebagai orang baik-baik. Nah, akhirnya anak mulai percaya kepada mereka dan di titik ini biasanya mereka mengajak bertemu. Tidak jarang mereka pun mengundang anak kita untuk main-main di rumah mereka, Pak Gunawan. Disini benar-benar bahaya mengancam.
GS : Ya. Memang seringkali anak remaja ini gampang terpikat kalau memang ada masalah di dalam keluarganya sendiri, Pak Paul. Hubungan antara anak dan orangtua yang kurang harmonis atau antara anak dan saudaranya seringkali bertengkar, sehingga pertemanan online ini sangat mengikat buat anak-anak seperti ini.
PG : Betul. Atau dia anak yang tidak diterima oleh teman-temannya, oleh lingkungannya, sehingga dia memang sendirian. Ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang membuka pintu masuknya orang-orang lewat online, menjadi teman-teman yang bisa membahayakan anak-anak kita. sekali lagi kita perlu memberitahukan anak akan ciri-ciri pemangsa supaya anak kita berhati-hati. Sudah tentu kita tidak mau membuat anak mengembangkan rasa takut berlebihan. Kita perlu menyeimbangkan peringatan kita dengan pengakuan bahwa di dunia ada banyak orang yang baik. Terpenting kita mengajarkan anak untuk menjalin persahabatan secara aman yaitu lewat teman di sekolah atau di gereja. Jadi, di dalam dunia yang riil anak dapat mengenal teman secara riil pula. Di dalam dunia maya siapapun dapat menyembunyikan identitasnya jadi resiko lebih tinggi. Anak-anak kita mesti membedakan dua jenis teman ini. Yang mereka harus utamakan adalah berteman secara riil dengan orang-orang yang dikenal di dalam lingkungannya.
GS : Jadi, kita bisa membekali anak dengan pedoman kalau tidak jelas berteman ya tidak usah berteman dengan orang itu, begitu ya?
PG : Ya.
GS : Tapi seringkali anak mengatakan, "Lho jangan buru-buru menghakimi, jangan buru-buru curiga pada teman online saya ini." Sulit bagi orangtua.
PG : Betul. Apalagi kalau anak kita mengeluarkan kata-kata untuk mengonfrontasi kita dengan iman kita, "Papa orang Kristen kok begitu? Menghakimi. Belum apa-apa sudah mengatakan orang ini tidak baik padahal Papa ‘kan tidak kenal dia". Nah, memang kita jadi sulit untuk bicara dengan anak kita sebab biasanya anak-anak remaja akan melontarkan kata-kata seperti itu kepada kita. Namun sekali lagi kita hanya bisa mengingatkan anak-anak kita. Kita katakan, "Kami tidak bisa bersamamu 24 jam sehari. Tidak bisa. Kalau kamu mau membohongi kami orangtua, pasti bisa. Jadi, kami hanya bisa mengingatkan ini hal-hal yang sering dilakukan oleh orang-orang yang memangsa anak-anak seperti kamu. Jadi, berhati-hatilah."
GS : Ya. Kalau kita bisa memberikan contoh konkret, ada korbannya, ada orang yang memangsa dia, mungkin itu bisa lebih meyakinkan si remaja ini. Karena mereka ‘kan selalu menuntut buktinya.
PG : Ya. Meskipun kalaupun kita berhasil menghadirkan bukti atau contoh konkret biasanya anak kita bisa menjawabnya dengan berkata, "Orang ini lain, Pa. Tidak sama. Dia benar-benar baik." Sudah, kita susah ngomong kalau sudah begitu.
GS : Iya. Tapi apa mungkin ada hal lain yang bisa kita lakukan, Pak Paul?
PG : Kedua, SEBAGAI ORANGTUA KITA HARUS MENGIKUTI PERKEMBANGAN HIDUP ANAK DAN SEDAPATNYA TERLIBAT DI DALAMNYA. Maksud saya begini. Secara berkala kita mesti menanyakan tentang teman-temannya. Pertanyaan seperti ini membuat anak tahu bahwa kita memantaunya dan bahwa ia tidak bebas melakukan apa saja. Anak yang tahu bahwa dia diawasi cenderung bersikap lebih berhati-hati. Sedang anak yang dibiarkan bebas cenderung bertindak tanpa pemikiran yang panjang. Namun sedapatnyalah kita mendekatkan diri kepada anak bukan sebagai hakim atau polisi tapi sebagai teman. Dia perlu tahu bahwa dia dapat bercerita kepada kita tanpa takut disalahkan apalagi dimarahi. Nah, di dalam iklim keterbukaan dan percaya seperti ini, anak akan lebih terbuka berbagi cerita tentang apa yang dialaminya termasuk perjumpaannya dengan teman di dunia online. Alhasil, kita pun lebih berkesempatan memberikannya nasehat. Sekali lagi yang mesti kita lakukan adalah kita memang harus mengikuti perkembangan hidup anak dan sedapatnya terlibat di dalamnya.
GS : Iya. Tapi bagaimana kita mau terlibat di dalamnya tanpa mencampuri urusan pribadinya? Supaya anak jangan merasa privasinya diganggu, jangan merasa kita mengganggu privasi dia, misalnya dengan ingin tahu semua teman-temannya. Bagaimana, Pak Paul?
PG : Memang tidak bisa tidak kadang kita ini ditolak oleh anak karena anak merasa papa atau mama mengapa mau tahu, mengapa mencampuri saya seperti itu dan sebagainya. Pintu ditutup. Maka saya tekankan kita mesti mendekatinya sebagai teman ya. Kalau dia percaya kita ini tidak buru-buru menghakimi dia, tidak gegabah menyalahkan dia, biasanya dia akan mau terbuka cerita dengan kita. Dalam keterbukaan itulah kita baru bisa mengikuti perkembangannya dan memberikan masukan kepadanya tatkala kita melihat dia mulai melangkah ke arah yang tidak sehat.
GS : Maka dari itu penting membina hubungan ini sedini mungkin sejak mereka masih balita kita sudah bina. Tapi kalau mendadak pada usia remaja kita baru melakukan itu, rasanya anak juga tetap curiga terhadap kita.
PG : Betul. Salah satu hal yang mesti kita jaga adalah terlalu cepat melabelkan teman-temannya. Kadang kita lakukan ini secara spontan, Pak Gunawan, "Kamu jangan berteman dengan dia karena dia begini. Kamu jangan mau diajak pergi sama dia karena dia begini." Nah, kita belum tentu tahu anak itu memang seperti itu. Belum tentu. Tapi kita karena sudah tidak suka, kita bicara begitu. Nah, kalau kita terlalu sering bicara seperti itu hampir dapat dipastikan anak tidak akan mau cerita tentang pertemanannya, apalagi pertemanannya di dunia online. Jadi, kita mesti bersikap bijak dalam mengomentari teman-temannya. Jangan sampai dia merasa papa mama pasti akan menolak teman-teman saya dan papa mama terlalu menghakimi teman-teman saya sehingga reaksinya justru adalah mau melindungi teman-temannya dan merahasiakan pertemanannya.
GS : Bagaimana kalau orangtua mencoba mencari tahu tentang pertemanan anaknya itu tapi tanpa sepengetahuan anaknya? Artinya dia berusaha dengan cara-cara lain supaya mendapatkan data tentang teman anak kita tanpa sepengetahuannya, Pak Paul.
PG : Kalau kita memunyai kecurigaan yang kuat bahwa teman anak kita itu memang tidak baik ya saya kira tidak apa-apa, Pak Gunawan. Kita mencari tahu, mendapatkan bukti yang konkret, supaya nanti bisa kita presentasikan kepada anak kita, agar dia melihatnya. Sudah tentu kita hanya akan bertindak seperti itu kalau kita yakin nomor satu: teman anak kita itu memang tidak baik, dan kita juga yakin bahaya sudah begitu mengancam, anak kita itu benar-benar sedang di dalam proses, misalnya pergi dengan dia. Kita harus bertindak memang dengan lebih proaktif.
GS : Iya. Karena itu bukan hanya tentang soal mau mengambil bagian dari tubuh kita tapi juga uang kita. Itu ‘kan bisa diketahui juga, Pak Paul.
PG : Betul. Kadang-kadang itulah yang orang-orang ini coba lakukan. Mengambil uang anak kita, menipunya atau ya menipunya dengan cara menyalahgunakan tubuh anak kita.
GS : Apa ada cara lain yang bisa kita lakukan?
PG : Yang ketiga adalah KITA PERLU MENCIPTAKAN SUASANA DI DALAM RUMAH BAHWA KITA AKAN MENYAMBUT DAN MEMPERLAKUKAN TEMAN-TEMANNYA SEBAGAI TEMAN KITA PULA. Saya mengerti ini tidak mudah, sebab kadang kita memang tidak nyaman dengan teman-temannya. Namun tetap sedapatnya bersikaplah terbuka sebab hanya dengan cara inilah dia akan berani mengundang teman-temannya bermain ke rumah. Jadi, jika dia berkata dia baru saja berkenalan dengan seseorang lewat online, katakan bahwa kitapun ingin bertemu dengan teman barunya itu. Biasanya bila orang itu adalah pemangsa, dia akan mengelak dari undangan itu. Dia akan berusaha mengajak anak kita bertemu di luar dan ia akan memberi seribu satu alasan mengapa ia tidak bisa atau tidak sebaiknya datang ke rumah kita. Nah, perilaku seperti ini menjadi pertanda bahwa mereka bukanlah orang baik-baik. Mereka adalah pemangsa. Itu sebab mereka berusaha menjauhkan anak dari orangtua dan mengajak anak untuk merahasiakan pertemanan ini. Sekali lagi, sedapatnya ciptakan suasana rumah yang terbuka dan menyambut teman anak supaya kita lebih dapat memantau siapakah teman-temannya.
GS : Memang secara rahasia anak-anak ini juga punya teman-temannya, Pak Paul, yang tidak mudah untuk kita ketahui. Seperti mengundang mereka datang ke rumah kita supaya kita bisa kenalan itupun bukan sesuatu usulan yang gampang diterima oleh anak. Apalagi kalau rumah kita tidak siap untuk itu. Kitapun tidak terlalu dekat. Nanti kita seolah-olah dituduh mau mencampuri urusannya anak-anak muda. bagaimana, Pak Paul?
PG : Memang tidak selalu tawaran kita akan diterima oleh anak waktu kita diterima oleh anak waktu kita berkata, "Bawalah temanmu main-main ke rumah." Belum tentu. Terutama kalau anak-anak kita itu merasa bahwa kita memang ingin memata-matainya untuk nanti bisa melabelkan teman si A begini, teman yang itu begitu. Itu sebab sebaiknya kita itu tidak cepat-cepat melabelkan secara negatif teman-teman anak kita sehingga dia lebih berani membawa teman-temannya bermain ke rumah. Dengan cara itulah barulah kita dapat melihat siapakah teman-temannya itu. Waktu dia bercerita tentang teman yang diperolehnya lewat online, kita mengajak temannya itu untuk datang ke rumah, ini bisa jadi merupakan tes. Kalau orang itu memunyai 1001 alasan kenapa tidak bisa datang dan sebagainya, justru ini yang bisa kita katakan kepada anak kita, "Kok rasanya orang ini tidak benar ya? Kamu sudah undang, mama papa juga sudah undang, mengapa dia tidak pernah mau datang ya? Sepertinya ada yang dia sembunyikan. Apakah kamu merasa demikian juga?" Nah, barulah anak kita perlahan-lahan memang bisa melihat, "Iya ya, anak ini katanya teman. Kok disuruh datang tidak pernah mau. Malahan menyuruh-nyuruh saya ketemu di luar dan bilang saya kalau bisa jangan beritahu orangtua." Nah, dengan cara ini anak akan lebih bisa disadarkan, Pak Gunawan.
GS : Kalau pemangsa itu umurnya jauh lebih tua dari anak kita, alasan itu seringkali bisa dilakukan. Tetapi kalau sebaya, hanya karena dia bermasalah – itu kriteria pemangsa tadi - kemungkinan dia mau datang lho Pak Paul.
PG : Ya. Setidaknya karena dia datang, kita melihatnya, dia tahu bahwa dia sudah dikenal. ini membuat dia lebih sedikit tidak bebas mau berbuat apapun pada anak kita karena dia tahu kita mengenal dia. Kita bisa tanya dia siapa, tanya siapa orangtuanya, nah, makin dia tidak bebas. Tapi kalau dia menjalin relasi dengan anak kita dan kita tidak tahu apa-apa, dia akan makin bebas, Pak Gunawan. Dia akan mau dan bisa berbuat apapun kepada anak kita karena dia tahu dia tidak dikenal oleh kita. Jadi, ini berbahaya sekali.
GS : Iya. Kalau anak kita perempuan, mungkin lebih mudah mengundang teman pria datang ke rumah kita. Tapi kalau anak kita laki-laki, untuk mengundang teman perempuannya datang ke rumah kita itu agak sulit.
PG : Betul. Mungkin kita bisa menggunakan cara lain yaitu kita ajak temannya itu hadir makan malam bersama atau apa. Sebab anak kita kok sering bicara dengan dia, sering keluar dengan dia, kita katakan, "Yuk, undang makan sama-sama, mama dan papa mau kenalan dengan dia." Dengan cara itu anak perempuan tersebut tahu bahwa sekarang kita sudah mengenalnya sehingga bagaimanapun dia akan lebih berhati-hati.
GS : Iya. Memang mesti diciptakan suatu suasana dan komunikasi yang baik dengan anak supaya tidak terjadi salah pengertian ya. Mungkin masih ada cara lain untuk mencegah anak kita menjadi korban pemangsa lewat online ini, Pak Paul?
PG : Yang terakhir adalah KITA MESTI MENJALIN RELASI YANG HANGAT DENGAN ANAK. Sebagian besar anak yang menjadi korban pemangsa online adalah anak yang haus perhatian dan kasih sayang, Pak Gunawan. Itu sebab kita tidak dapat melalaikan tanggung jawab kita. Jangan sampai kita menciptakan kebutuhan dalam diri anak yang tak terpenuhi sehingga akhirnya ia mesti mendapatkannya dari orang di luar. Ingat ya, bahwa para pemangsa ini masuk ke dalam hidup anak lewat jalur perhatian dan kasih. Jadi, dia akan mengumbar perhatian, dia akan tanya anak kita dari mana. Misalnya anak kita berkata dari sana dari sini, dibalas oke saya senang kamu tiba dengan selamat. Misalnya anak berkata saya akan kesana, dia titipkan pesan hati-hati ya, kalau sudah tiba beri kabar pada saya supaya saya tahu kamu sudah tiba dengan selamat. Nah, semua itu sangat berbahaya, Pak Gunawan. Anak kita bisa berkata, aduh, saya sama orangtua sendiri tidak mendapatkan perhatian sebesar itu mengapa dari dia saya menerima perhatian yang sebesar itu. Nah, karena anak kita masih muda masih lugu, percayalah dia pada orang tersebut dan cepat menyimpulkan orang ini baik, sangat sayang dan memerhatikan saya. Padahal ini adalah caranya untuk memangsa anak kita.
GS : Iya. Jadi memang pemangsa-pemangsa ini pandai memanfaatkan kebutuhan dari calon korbannya ini, Pak Paul. Apa yang mereka butuhkan justru itu yang mereka sediakan.
PG : Masalahnya juga begini, Pak Gunawan. Kalau memang kita sadari kita ini memang kurang memberikan kasih dan perhatian kita cobalah untuk menambahkannya. Tapi kadang-kadang kita ini tahu kita telah memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak kita, namun kita tetap menghadapi masalah ini. Sebab bagaimanapun pada usia remaja selain kasih dan perhatian orangtua, anak pun membutuhkan kasih dan perhatian teman terutama dari lawan jenis, Pak Gunawan. Anak ingin dikagumi dan dicintai secara romantis. Apabila anak bukanlah figur yang menarik dan tidak populer, dia akan lebih rentan terhadap rayuan para pemangsa ini. Itu sebab kita harus memberi waktu dan perhatian yang lebih kepada anak yang secara fisik kurang menarik apalagi jika kita melihat bahwa ia tidak memiliki banyak teman. Jadi, sedapatnya usahakanlah agar anak terlibat dalam kegiatan yang sehat supaya dia dapat menggunakan talentanya dan bersumbangsih. Terpenting adalah kita tidak menunjukkan sikap bahwa kita mengasihaninya. Perlakuan mengasihaninya membuatnya terpuruk dan tidak berharga. Dia seolah-olah diberi konfirmasi bahwa orangtua saya sendiri pun mengasihani saya karena rupa saya seperti begini, saya tidak populer, teman-teman juga tidak mau main sama saya. Jadi, kita memang tidak mau menunjukkan sikap seolah-olah kita mengasihaninya. Justru kita mendorong dia untuk terlibat dalam kegiatan yang sehat supaya dia bisa memakai talentanya dan membangun penghargaan diri yang sehat.
GS : Iya. Memang secara naluriah kita sebagai orangtua itu tentu ingin melindungi para remaja kita, Pak Paul. Terutama dari para pemangsa online ini. Tetapi sekalipun sudah banyak cara yang tadi Pak Paul sebutkan ada banyak cara untuk melindungi anak kita, kita harus menyadari juga keterbatasan kita. Kita tidak bisa mengawasi mereka 100% ya Pak Paul. Kita juga belajar untuk menyerahkan anak-anak kita di dalam pimpinan tangan Tuhan. Sebelum mengakhiri perbincangan ini mungkin ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Amsal 12:26 menyediakan sebuah panduan yang mesti kita sampaikan kepada anak kita, yaitu, orang yang benar berhati-hati dalam berkawan. Dalam Bahasa Inggrisnya (Versi New English Translation), "A righteous person is cautious in his friendship, but the way of the wicked leads them astray." Teman yang baik akan menjadi berkat, sedangkan teman yang tidak baik akan menjadi kutuk buat kita. Begitu banyak masalah muncul akibat kesalahan kita memilih teman, apalagi jika pertemanan ini berkembang menjadi relasi romantis dan berakhir di pelaminan. Inilah pelajaran yang kita perlu tanamkan kepada anak berulang kali. Berhati-hatilah dalam memilih kawan apalagi pasangan hidup.
GS : Iya, Pak Paul. Mengenai hal ini memang kita tetap berharap supaya para pendengar kita banyak mengambil pelajaran melindungi para remajanya. Yang terpenting seperti firman Tuhan dalam Kitab Amsal katakan, biarlah itu menjadi pedoman bagi kita semua. Terima kasih untuk perbincangan ini, Pak Paul. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "BAHAYA PERTEMANAN ONLINE". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.