Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Daniel Iroth akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "CINTA UANG" bagian pertama. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
DI : Pak Sindu, mengapa kita perlu membahas tentang masalah cinta uang ini?
SK : Di dalam penyelidikan firman Tuhan kita bisa mendapatkan bahwa 15% dari segala sesuatu yang Yesus katakan, ternyata memang berhubungan dengan uang dan harta. Ini lebih banyak daripada pengajaran-Nya tentang surga dan neraka. Yesus memberi perhatian sedemikian besar karena melihat keterkaitan erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana kita berpikir dan mengelola uang. Bahkan Yesus memeringatkan kita, kamu tidak bisa mengabdi kepada Allah dan kepada mammon. Mammon disini adalah ilah uang yang sesungguhnya bukan sekadar sesuatu tetapi sosok seseorang pesaing Allah yang senantiasa mengajak kita untuk mencintai uang untuk menjadi hamba uang.
DI : Apa tandanya cinta uang, Pak Sindu?
SK : Pertama, cinta uang ditandai dengan memercayai bahwa diri adalah pemilik harta.
DI : Tentu maksudnya cinta uang secara negatif ya? Bukan secara positif artinya memang bukan yang Tuhan kehendaki.
SK : Tidak ada cinta uang yang positif. Namanya cinta uang itu negatif. Sebagaimana kalau kita lihat firman Tuhan dalam 1 Timotius 6:10, "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
DI : Apa maksud Pak Sindu dengan memercayai diri sebagai pemilik harta? Bukankah tidak ada salahnya kita memiliki harta ?
SK : Secara pikiran manusia normal, wajar. "Aku memang yang bekerja. Aku menabung. Aku investasi dan berlipat ganda. Apalagi ini halal lho ya. Saya tidak menipu. Saya bukan tidak membayar pajak bahkan saya termasuk taat pajak sampai dapat penghargaan." Tetapi kebenarannya adalah sesungguhnya Allahlah yang memiliki harta kita itu. Sebagaimana kata firman Tuhan di dalam Mazmur 24:1, Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya - termasuk asset-asset, harta benda dan uang yang kita miliki. Jadi, cinta uang ditandai kalau kita meyakini akulah pemilik uang dan harta ini.
DI : Saya melihat sudut pandang bahwa Tuhan yang memiliki harta ini berguna agar kita bisa bertanggungjawab tentang harta kita. Berikutnya apa lagi tandanya, Pak Sindu?
SK : Yang kedua tanda kita cinta uang kalau kita mengalami kelebihan penderitaan. Menderita rasa kuatir dan tidak puas. Kita dirongrong terus menerus dengan rasa tidak puas. Ingin menimbun lagi, menimbun lagi, menimbun lagi, memperbesar usaha untuk memperkaya diri dan untuk tambah aman. Itu tanda yang kedua kita sedang cinta uang, kita sedang menjadi hamba uang.
DI : Bagaimana kalau ada orang yang bertanya, lho tidak puas ini ‘kan sebuah perasaan yang orang-orang miliki tentang mereka tidak puas dengan apa yang mereka miliki lalu mereka harus berusaha. Maksudnya sampai dimana tidak puas yang benar dan tidak puas yang salah, Pak Sindu? Artinya ada ketidakpuasan yang memang salah. Tapi ada ketidakpuasan yang harus kita miliki. Bagaimana Pak Sindu mengartikan ketidakpuasan itu?
SK : Rasa puas yang sejati perlu kita bangun pada hal-hal yang bernilai kekal bukan pada hal-hal yang bersifat sementara. Hal-hal yang kekal itu apa? Allah. Firman. Jiwa manusia. Yang ketika dunia binasa, Allah – firman-Nya – dan Jiwa manusia, tidak akan pernah hilang, ada di dalam kekekalan. Itulah sumber kepuasan yang sejati. Artinya kita membangun kepuasan di dalam Allah. Aku puas, Tuhan. Aku menikmati kecukupan dari-Mu. Jadi, kita bekerja, kita pun melipatgandakan uang kita bukan lagi dilandasi motif aku tidak puas, aku ingin lebih banyak uang supaya tambah nikmat dan tambah aman. Nah, disini uang menjadi pusat hidup kita, bukan Tuhan, mammonlah tuhan kita bukan Allah yang benar di dalam nama Yesus. Rasa puas ini bukan dibangun dari penghasilan kita, naik gaji ya syukur, ada kelegaan kita bisa bertambah keleluasaan untuk beli ini dan itu. Tapi itu bukan sumber kepuasan yang kita mau bangun. Sumber kepuasan kita kembalikan, Tuhanlah sumber puasku dan aku tidak kuatir. Memang kadang kita menghadapi kekuatiran, "Aduh bagaimana kok pas-pasan ya?" tapi kembali firman Allah mengajarkan kita carilah dulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Usahakan lebih dulu Allah memerintah dalam hidupmu maka segala yang kamu butuhkan akan Tuhan tambahkan. Sehingga kuatir itu tidak lagi menguasai dan membuat kita terpuruk. Itulah tanda kita cinta Tuhan bukan cinta uang. Cinta uang ditandai kalau kita dikuasai dengan rasa kekuatiran dan rasa tidak puas. Itu tanda kedua kita sedang cinta uang.
DI : Saya pikir sangat penting memiliki rasa puas untuk kita mengutamakan Tuhan ya. Artinya memiliki rasa puas terhadap hal-hal yang bersifat materi dan memiliki rasa puas terhadap Tuhan. Kemudian apa tanda berikutnya tentang cinta uang ini?
SK : Yang ketiga cinta uang ditandai dengan keinginan untuk terus menimbun dan kikir untuk memberi. Cinta uang nampak kalau kita terus menimbun dan kita menjadi orang yang sulit untuk memberi baik untuk orang lain yang membutuhkan, saudara kita, maupun memberi bagi pekerjaan Tuhan, itu menandakan kita sedang cinta uang.
DI : Sampai batas apa kita tahu bahwa kita bisa tamak? Apakah kita bisa tahu kita ini sedang tamak atau tidak? Bagaimana kita bisa mengetahuinya? Atau kita tahu dari mana kalau kita ini kikir? Mungkin Pak Sindu bisa memperjelas.
SK : Kikir, tamak dan menimbun ditanyai dengan apakah kita pada saat yang sama bersedia atau tidak memberikan dari apa yang kita punyai, apa yang kita terima, bagi orang lain, bagi pekerjaan Tuhan. Kikir ini bukan hanya untuk orang yang kaya raya. Kikir juga masalah orang miskin, masalah untuk semua golongan sosial ekonomi. Untuk mematahkan kikir, kembangkan gaya hidup memberi.
DI : Adakah tanda cinta uang lainnya?
SK : Tanda keempat adalah hidupnya untuk kesementaraan. Hidupnya adalah untuk kesementaraan. Motto hidupnya adalah dunia rumahku, hidup semata-mata adalah untuk mencari kesenangan dan kesenangan.
DI : Jadi, ini sebuah perspektif yang sempit melihat hidup itu ya.
SK : Ya. Tapi ‘kan memang dunia tidak mengatakan demikian. "Enak saja. Kamu sih hidupnya pas-pasan, tidak punya kesempatan kaya raya seperti kami. Kamu sih pemalas. Coba kalau kamu punya uang yang lebih banyak. Coba kalau kamu punya kesempatan pelesir ke luar negeri setiap tahun bahkan setiap bulan. Coba kalau kamu punya uang untuk beli resort ini resort itu, kamu akan mengatakan enak sekali !" itu kata dunia. Kebenarannya itulah hidup yang ditujukan bagi kesementaraan. Sesungguhnya kita diciptakan untuk kekekalan bukan untuk kesementaraan. Apa yang kita nikmati di dunia itu hanya secuil dari kemuliaan, kenikmatan, kepuasan di surga kelak.
DI : Tidak ada yang salah dengan pergi bertamasya, memakai uang membeli ini dan itu, memang fokusnya saja yang kepada Tuhan atau kepada kesementaraan hidup ini yang jadi masalahnya.
SK : Tepat. Yang saya maksudkan bukan tidak boleh makan enak, tidak boleh makan di restoran, tidak boleh punya mobil mewah, tidak boleh tamasya, bukan begitu. Tetapi fokus hidupnya. Ketika kita bisa menikmati makan enak, menikmati makanan di restoran yang mahal, tidur di hotel bintang lima, bisa tamasya, kita sadar ini sifatnya sementara dan bukan tujuan hidup untuk berfoya-foya mengejar kenikmatan hidup di dunia. Kalau aku bisa mencicipi kenikmatan hidup di dunia itu anugerah dan aku tidak akan membanggakan diri, ini hanyalah kemurahan Tuhan, justru aku mau mengarahkan hidupku. Kalau aku bisa mencicipi makan yang enak dan hotel yang nyaman, apalagi di surga. Semakin menyemangati untuk hidup bagi Allah, dunia bukan rumah kita tapi surgalah rumah kita. Itu kebenarannya. Itulah cinta Tuhan. Sebaliknya cinta uang, hidup untuk kesementaraan dan dunia rumahku, hidup semata-mata untuk menyenangkan diri di dunia.
DI : Itu perspektif yang perlu kita miliki ya, perspektif yang luas sekali dan melihat dari kacamata Tuhan. Apa tanda-tanda berikutnya tentang cinta uang ini?
SK : Yang kelima, tanda kita cinta uang adalah saat kita mengandalkan diri dan kepintaran manusia. Kalau kita mengupayakan segala sesuatu dengan pikiran-pikiran yang kita anggap cerdas bahkan mungkin tipu muslihat kita, kita upayakan dengan segala cara, kita tahu kebenaran Allah tapi kita tabrak saja. "Enak saja. Kamu pendeta, mengatakan harus taat, bicara harus taat hukum. Kamu sih memang maunya hidup menderita di dunia. Saya tidak mau begitu, saya mau hidup senang." Nah, saat itulah kita sedang cinta uang. Mengandalkan diri dan kepintaran manusia.
DI : Pada waktu kapan kita mengerem bahwa kita ini sedang mengandalkan diri bukan sedang mengandalkan Tuhan?
SK : Pada saat kita membangun sebuah kesadaran aku punya bagian, Tuhan juga punya bagian. Saya perlu melakukan bagian saya di dalam ruang saya mengandalkan Tuhan. Saya berdoa. Saya mengimani pertolongan Tuhan. Saya mau berjalan menuruti firman Tuhan. Itulah tanda bahwa kita tidak sedang cinta uang tapi cinta Tuhan.
DI : Mengandalkan diri disini berarti tidak memberi ruang kepada kuasa Tuhan ya. Orang yang hanya mengandalkan diri saja ya.
SK : Betul.
DI : Adalagi tandanya ?
SK : Tanda keenam atau yang terakhir adalah saat kita menghargai manusia berdasarkan harta.
DI : Menarik. Saya pernah mendengar ada pembantu yang dimarahi tuannya habis-habisan karena masalah anjing. Saya melihat disini berarti anjing lebih berharga daripada orang.
SK : Ya. Bisa demikian. Itulah yang menjadi titik kritis. Karena pandangan-pandangan yang saya kemukakan ini sebenarnya pandangan yang dianggap normal dan sehat. Ini karena dunia sedang semakin terpuruk dalam segala hawa nafsu dan kejatuhannya sehingga semua pandangan yang salah menjadi benar, pandangan yang benar dan sejati menjadi pandangan yang dianggap aneh dan sakit. Kebenarannya kita sedang mencintai uang dan bukan sedang mencintai Tuhan saat kita menghargai manusia. "Kamu miskin, duduk di belakang saja. Kamu kaya, ayo duduk di kursi terhormat di depan." Itulah yang dikritik di Yakobus 2:1-10 "iman yang memandang muka". Hati-hati. Kadang di gereja pun terselubung. "Oh, yang boleh jadi majelis, yang boleh jadi pemimpin, itu yang perpuluhannya paling banyak, yang uangnya paling banyak diserahkan ke gereja. Yang boleh memutuskan. Kamu yang hanya modal pintar dan setia, tidak cukup, harus ada uangnya." Ini berarti kita sedang cinta uang. Sekalipun kita tidak kaya raya. Cinta uang bukan berarti orangnya kaya raya pasti cinta uang, orangnya pas-pasan pasti cinta Tuhan, tidak! Sebaliknya ada orang yang kaya raya tapi dia cinta Tuhan bukan cinta uang. Ada sebaliknya kita yang pas-pasan bahkan miskin sesungguhnya kita cinta uang. Jadi, bukan penampakan hartanya seberapa banyak tapi motif pikiran-pikiran perspektif cara pandang itulah yang menentukan sesungguhnya kita cinta uang atau cinta Tuhan.
DI : Iya. Penting sekali kita menaruh Tuhan di atas manusia dan harta. Berikutnya apa akibat dari cinta uang, Pak Sindu ?
SK : Saya bacakan dari 1 Timotius 6:9, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." Akibat kita cinta uang yang pertama adalah jatuh tersiksa dalam berbagai jerat pencobaan, nafsu dan duka. Yang kedua adalah kita akan menyimpang dari iman yang sejati. Yang ketiga, kita akan mengakhiri pertandingan iman dengan gagal.
DI : Kalau kita orang Kristen mengetahui hal ini, tentu kita perlu menghindari cinta uang karena memang sangat merugikan kita baik secara iman maupun dalam hal lain. Menurut Pak Sindu, apa hal penting sebagai lawan dari cinta uang yaitu kita mencintai Tuhan?
SK : Cinta Tuhan perlu kita miliki. Ada enam tanda cinta Tuhan, mengimbangi tanda cinta uang tadi. Tanda pertama cinta uang adalah mengakui Tuhan sebagai pemilik harta dan kita hanyalah managernya Tuhan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hari penghakiman Tuhan tentang uang dan harta yang Tuhan percayakan kepada kita. Apakah kita mengelolanya menurut cara Tuhan ataukah kita mengelola uang Tuhan itu menurut cara kita manusia.
DI : Berikutnya, Pak Sindu?
SK : Yang kedua, tanda kita sedang mencintai Tuhan adalah ketika kita dikuasai rasa syukur dan rasa puas. Seperti kata Rasul Paulus di 1 Timotius 6:8, "Asal ada makanan dan pakaian cukuplah." Bagi konteks Paulus, memang hidupku cukup dengan pakaian dan makanan saja, dia sudah merasa puas. Bukan berarti saya mengajak kita ayo ramai-ramai hidup miskin, hidup di gubuk, jual seluruh harta hiduplah pas-pasan. Tidak ! Tapi apapun yang Tuhan ijinkan untuk kita miliki baik dalam kondisi berlimpah ruah ataupun kekurangan mari kita jalani dengan ucapan syukur dan rasa puas. Karena sumber rasa aman dan rasa puas itu ada di dalam hal-hal kekal bukan di dalam hal-hal yang bersifat sementara .
DI : Berikutnya apalagi yang penting tentang tanda cinta Tuhan?
SK : Yang ketiga, mencukupkan diri dan murah hati memberi. Jadi, kita menerapkan gaya hidup fungsional. Artinya apa? Aku pegawai, kalau cukup dengan motor buat apa punya mobil? Oh, aku direktur sebuah perusahaan. Oke, untuk pencitraan perusahaan ini bonafit, aku perlu punya mobil bagus. Tapi harga diriku bukan dibangun pada mobil yang bagus. Saat aku tidak lagi berfungsi sebagai direktur dan aku harus pakai motor, ya tidak apa-apa. Harga diriku bukan dari mobil, bukan dari baju. Jadi, kita memakai baju bermerek karena sesuai kebutuhan, bukan untuk membangun keberhargaan diri tapi sesuai dengan profesi, sesuai dengan peran yang kita mainkan. Inilah, mencukupkan diri dan murah hati memberi. Yang keempat, hidup untuk kekekalan. Surga rumahku dan hidupku di dunia adalah hidup untuk Kristus, untuk menyenangkan hati Tuhan. Yang kelima, mengimani pemeliharaan Bapa yang sempurna. Kalau tadi yang cinta uang ditandai dengan mengandalkan diri dan kepintaran manusia, sebaliknya tanda orang yang cinta Tuhan mengimani pemeliharaan Bapa yang sempurna. Yang keenam tanda cinta Tuhan adalah menghargai setiap manusia apapun kastanya karena semua manusia diciptakan oleh Allah dan membawa gambar Allah.
DI : Konsep yang dibagikan Pak Sindu ini sungguh sangat berguna. Apa akibat dari kita mencintai Tuhan?
SK : Akibatnya saya bacakan dalam 1 Timotius 6:6-7, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." Jadi, akibat kita cinta uang, kita akan menjalani hidup ibadah yang memberi keuntungan besar. Kalau kita tidak mencintai Tuhan tapi kita mencintai uang, ibadah di gereja, pelayanan yang kita lakukan, saat teduh kita pun rasanya beban, bersifat di permukaan, lahiriah, hanya upacara agama semata, tapi tidak ada makna spiritual, tidak ada makna kekal, bahkan bagi Allah ibadah yang disertai dengan hati yang cinta uang itu sebuah kejijikan. Bahasanya Tuhan terhadap bangsa Israel di Perjanjian Lama, upacaramu itu seperti kain kotor karena hatimu bukan pada-Ku tapi pada uang dan hartamu.
DI : Apalagi akibat cinta Tuhan, Pak Sindu?
SK : Akibat cinta Tuhan yang kedua adalah mengalami kehadiran dan mujizat Tuhan. Mujizat bukan berarti tiba-tiba uang ada, tiba-tiba sembuh. Tidak! Mujizat lebih luas dari itu, kita bisa melihat, "Syukur bisa ada uang. Syukur bisa ada makanan. Syukur aku bisa jalan-jalan ke luar kota. Syukur bisa ikut tamasya ke luar negeri." Hidup kita adalah sebuah mujizat satu ke mujizat yang lain. Kehadiran Tuhan kita rasakan baik posisi atas secara ekonomi, posisi bawah secara ekonomi, status sosial apapun, di semua tempat itu kita akan bisa mengalami kehadiran Tuhan. Itu akibat ketika Tuhan jadi pusat hidup kita dan bukan uang.
DI : Berikutnya apalagi ?
SK : Yang ketiga, akibat cinta Tuhan kita akan mengakhiri pertandingan iman dengan baik. Seperti kata firman Tuhan di dalam Injil Matius 25:21 tentang perumpaan talenta, "Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." Masing-masing kita diberi "kapling" oleh Tuhan. Ada yang diberi 1 talenta, 2 talenta, 5 talenta. Ada yang dipercayakan harta sebatas 10 juta, ada yang dipercayakan 100 juta, ada yang dipercayakan 1 milyar, ada yang dipercayakan 1000 trilyun hartanya. Masing-masing dipercayakan menurut kesanggupannya masing-masing oleh Tuhan, pemilik dari uang dan harta kita dan masing-masing dituntut apakah kita setia mengembangkan, mengelolanya menurut cara Tuhan atau tidak. Pada hari penghakiman, kita akan dihakimi bagaimana cara kita mengelolanya, menurut cara Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhankah? Bukan berarti hidup kita harus pas-pasan, Pak Daniel. Allah itu murah hati. Kita boleh menikmati kenikmatan makanan, hotel, jalan-jalan dan sebagainya. Tetapi sebagian yang lain bahkan sebagian besar, kita perlu kembalikan bagi Tuhan kita lewat pekerjaan-Nya, lewat orang lain yang membutuhkan pertolongan.
DI : Terima kasih untuk perbincangan bagian pertama ini, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "CINTA UANG" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.