Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Daniel Iroth akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "UANG DAN HARTA" bagian kedua. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
DI : Pak Sindu, di bagian lalu kita melihat tentang perkataan Alkitab yang Pak Sindu kutip bahwa kita adalah pengembara, orang asing dan pendatang di bumi ini. Kita semua adalah duta besar yang mewakili negara kita yang sejati yaitu kerajaan surga. Pak Sindu, rumah kita memang di surga dan 2000 tahun lalu Tuhan Yesus berkata bahwa Dia pergi untuk menyediakan rumah buat kita dan surga adalah rumah yang dibuat untuk kita dan kita dibuat untuk surga. Bagaimana Pak Sindu memberikan penjelasan tentang ini ?
SK : Ya. Saya sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Pak Daniel. Ini adalah sebuah identitas, jati diri yang perlu secara melekat kita hayati dan kita jalani bahkan kita rayakan. Aku adalah keluarga kerajaan surga, surga adalah rumahku, dunia adalah losmenku. Kalau kita menghayati kebenaran firman Allah ini maka itu akan mengubah secara radikal, secara mendasar tentang bagaimana kita berpikir dan tentang bagaimana kita menjalani hidup. Kita akan berhenti menyimpan dan menimbun harta di losmen bumi ini, losmen di dunia ini dan kita akan mulai berpikir dengan sukacita mengirim uang dan harta kita ke rumah kita yang sesungguhnya yaitu di surga, rumah sejati kita.
DI : Saya pikir konsep ini menarik. Artinya bagaimana kita melihat rumah kita di surga dan dunia ini losmen, sangat menolong kita bersikap benar dalam hal harta, Pak Sindu.
SK : Ya. Ini hal yang sangat penting karena Tuhan Yesus mengingatkan dan mengajarkan kita bahwa uang dan harta itu memang merupakan salah satu kekuatan rohani yang perlu kita perangi. Uang dan harta bukan sekadar selembar kertas berwarna merah biru, sekadar logam emas, sekadar rumah, mobil, sepeda motor. Bukan sekadar itu! Uang bukan sesuatu tetapi di hadapan Yesus uang dan harta adalah seseorang.
DI : Artinya uang itu bisa punya kekuatan untuk menguasai manusia untuk mencintai uang itu ?
SK : Tepat! Itu disebut oleh Tuhan kita sebagai mammon. Mammon itu bukan sekadar sosok sesuatu benda mati tapi kuasa, pribadi yang sesungguhnya adalah iblis itu sendiri. Mammon adalah istilah yang dipakai di jaman Tuhan Yesus sebagai pengganti dewa uang, ilah harta. Mammon bisa mengelabui kita untuk berpikir bahwa kita menguasai mammon itu padahal yang sebenarnya mammonlah yang menguasai kita. Jadi, kita pikir, "Ah, bukankah aku yang pegang kontrol atas uangku? Tidak apa menimbun, menimbun, menimbun. Toh aku yang menggunakan." Eh, nanti dulu. Sepertinya kita yang menguasai uang dan harta tapi dalam perjalanannya uang dan harta yang menguasai hati kita. Dikuasai kekuatiran dan akhirnya dikuasai oleh keserakahan. Itu bukan hanya bisa terjadi bagi kita yang hidup berkelebihan. Buat kita yang hidup pas-pasan pun juga masih mungkin dikuasai oleh mammon.
DI : Memang ada kuasa kegelapan yang bisa memengaruhi manusia sehingga manusia itu bisa mencintai uang sedemikian rupa sehingga tidak lagi mempertuhankan Tuhan yang benar, ya Pak Sindu?
SK : Ya.
DI : Menakutkan juga kalau mammon itu menjadi allah lain yang disembah manusia.
SK : Betul. Ini yang bisa menipu kita. Kita merasa toh aku memberi persepuluhan, toh aku masih memberi buat orang miskin, tapi tanpa sadar pikiran dan hati kita masih dikuasai kekuatiran dunia ini. Kita berpikir untuk menimbun dan menimbun, membangun keberhargaan diri pada uang dan harta. Pada titik itulah mammon dengan licik telah menjadi Tuhan kita, Pak Daniel.
DI : Manusia dibutakan dari kebenaran bahwa Allah yang sejati itu adalah Allah yang menciptakan kita dan harus disembah dan manusia mengganti Allah itu dengan mammon. Sangat mengerikan ya. Tadi Pak Sindu katakan yang pas-pasan secara ekonomi bisa terkuasai oleh mammon. Bisakah dijelaskan lebih lanjut?
SK : Benar. Ini yang kadang tidak disadari. "Ah, aku ‘kan miskin. Hartaku minim. Hidup hanya untuk hari ini, besok tidak tahu. Uang hari ini untuk hidup hari ini. Pasti Tuhan yang jadi pusat hidupku." Oh, nanti dulu. Bisa sangat mungkin kita yang merasa hidup pas-pasan dan miskin ini malah sama kuatirnya, sama serakahnya dengan orang yang kita pandang kaya raya itu. Jadi, karena kita merasakan miskin dan begitu pas-pasan, uang – uang – uang. Begitu dapat uang rasanya, "letak hidupku ada pada uang ini, kumpulkan, kumpulkan." Kalap. Kemudian kita iri hati, menghakimi orang yang kaya raya. Kita tuntut orang yang kaya raya itu harus dibasmi, harus dijarah, kita punya hak untuk menjarah, mencuri, kalau perlu merampok atau membunuh. "Gara-gara orang yang kaya raya itu aku hidup miskin!" bukankah itu ekspresi jiwa bahwa mammon yang menjadi tuhan kita bukan Allah yang sejati di dalam Kristus. Bukankah itu menyatakan hidup kita bukan membangun rasa aman di dalam Allah tapi membangun rasa aman di dalam uang dan harta yang bersifat sementara di bumi ini.
DI : Kalau kita melihat bahwa kita tidak bergantung kepada harta kekayaan, apa yang kita bisa pelajari berikutnya, Pak Sindu ?
SK : Injil Lukas 12:13-21 hal kedua yang bisa kita tarik kebenarannya adalah bahwa hidup kita dipelihara oleh Allah. Karena itu janganlah kuatir tapi usahakanlah lebih dulu Allah memerintah dalam hidup kita sebagaimana sejajar di dalam Matius 6:33, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Yaitu hal-hal yang kamu kuatirkan. Apa yang kamu makan, kamu pakai, Tuhan mengajarkan di sini untuk kita tidak dikuasai kekuatiran dan materialistik bahkan Tuhan mengajarkan kita untuk mematahkan belenggu kekuatiran dan sikap materialistik yang menimbun itu dengan cara memberi. Dengan begitu kita mengumpulkan harta di surga.
DI : Berarti kita ini adalah subyek kepedulian Allah ya ?
SK : Ya, Pak Daniel. Sebagaimana Tuhan kita menggarisbawahi pentingnya memercayai Allah karena Dia sangat peduli kepada kita. Kita subyek, kita menjadi pusat perhatian dari kepedulian Allah. Tuhan memberikan satu gambaran di dalam ayat 25-34 bahwa burung gagak, bunga bakung, rumput pun dipelihara oleh Allah. Sekalipun mereka tidak menabur dan menanam, yang saat ini ada dan mungkin besok lusa sudah binasa, apalagi kepedulian Bapa Surgawi kepada kita. Jadi, jika kita memercayai bahwa kita hidup oleh Allah maka akan lahir diri kita yang murah hati dan tidak bersikap seperti orang kaya yang bodoh yang diceritakan oleh Tuhan Yesus.
DI : Luar biasa jika kita bisa percaya pada pemeliharaan Tuhan ya.
SK : Ya. Karena lawannya percaya yaitu sikap kuatir. Kekuatiran itu memang sifatnya alamiah, Pak Daniel. Tetapi poinnya adalah ketika kita dikuasai kekuatiran. Kuatir itu respons alamiah. "Bagaimana kok cukupnya hanya untuk 2 hari ini. Nanti makan apa ya?" "Uangnya hanya cukup untuk satu minggu nih, bagaimana ya ?" "Tiga bulan lagi harus bayar kontrakan, harus bawa uang cicilan rumah." Secara alami kita merasa kuatir. Tapi poinnya adalah Tuhan mengajar kita untuk tidak dikuasai kekuatiran karena itu tidak memberi keuntungan. Malah Tuhan mengajarkan kita usahakan lebih dulu Allah memerintah dalam hidup kita dan berikanlah apa yang patut kita beri kepada orang lain. Itulah cara menangkal sikap dikuasai kekuatiran dan sikap materialistik.
DI : Menurut Pak Sindu apa maksudnya mengutamakan Allah memerintah dalam hidup kita? Praktisnya bagaimana?
SK : Rupanya Tuhan kita menyamakan diri-Nya dengan Pakar Investasi. Tuhan kita ini memberi nasihat kepada kita tentang bagaimana menanamkan dana uang dan harta dengan lebih baik. Dia membaca tentang kemungkinan seperti tanda-tanda pasar saham yang naik dan turun, Dia menyarankan bagaimana menginvestasikan dengan lihai. Yesus sebagai Pakar Investasi yang sangat lihai, Dia mengenali bahwa bank-bank di dunia ini sangat sementara dan fana. Maka Ia menyarankan kita mentransfer harta kita ke Surga karena di bumi sarat dengan ngengat, karat dan pencuri. Dengan kita kirim ke surga yang abadi, tidak ada pencuri, maka uang dan harta yang kita kirim ke Surga digaransi oleh Allah sendiri. Itu memberi rasa aman yang sejati. Sementara bukan berarti kita tidak boleh menggunakan uang di dunia ini, kita gunakan sesuai kebutuhan kita. Tapi ada uang dan harta yang lain kita kirim ke surga lewat gaya hidup memberi. Dengan begitu kehidupan kita menyatakan Allah yang menjadi poros hidup kita. Aku percaya Allah memelihara hidupku dengan cara aku penuhi apa yang jadi kewajibanku, mendahulukan Allah memerintah dalam hidupku lewat gaya hidup memberi dan aku bekerja sesuai bagianku sambil memercayai Allah menyediakan yang kubutuhkan.
DI : Ya. Sangat menarik Alkitab mengajarkan kita menginvesatasikan hidup secara tepat. Saya pikir itu luar biasa sekali. Memang dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, ada orang yang menginvestasikan harta lalu mengalami kerugian dan kehilangan banyak hartanya.
SK : Betul. Memang seperti yang Pak Daniel tanggapi ini, kita bisa melihat kisah-kisah orang yang kena investasi bodong. "Wah, kembalinya 4-5 kali lipat! Lebih tinggi dari bunga bank ! Lebih tinggi dari investasi dimana pun. Ayo! Ayo!" Orang mudah tergiur. Kemudian ada lagi investasi abal-abal, investasi emas, investasi perkebunan, disajikan foto-foto, "Oh, ini di negara A, ini hasilnya." Dan memang tahap-tahap awal dia dapat. "Ayo, cari nasabah berikutnya." Nah, masalah baru muncul di nasabah ke 5 atau ke 10. Akhirnya ramai-ramai orang mendatangi kantor tersebut, datang ke kantor kepolisian menuntut haknya. Tidak tertolong karena si pelaku sudah lari atau uangnya sudah digunakan untuk hal lain. Pelakunya hanya bisa dipidana, atau secara perdata dana yang sudah diinvestasikan tidak dapat dikembalikan. Betapa sangat ringkihnya kalau kita meletakkan hidup kita fondasi rasa aman pada uang dan harta.
DI : Saya lihat disitu unsur keserakahan sangat kuat pengaruhnya. Orang serakah mudah sekali jatuh pada tawaran yang bisa menipu ya.
SK : Ya. Kadang kita berpikir apakah ajaran Yesus ini emosional? Tidak! Justru kita dapat simpulkan ajaran Yesus tentang uang dan harta ini adalah sesuatu yang bersifat amat logis dan rasional.
DI : Maksudnya?
SK : Kita bisa lihat di Mazmur 49:17-18. Dikatakan, "Janganlah takut apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta. Kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia." Jadi kita lihat Tuhan mengingatkan jangan fokus mengejar ingin jadi orang kaya raya dengan membangun kemuliaan kita pada uang dan harta yang sementara karena pada saat kita mati kita tidak akan membawanya. Yang kita bawa sesungguhnya sesuatu yang bersifat surgawi, ilahi, spiritual yaitu kebenaran yang kita hidupi, kebaikan yang kita hasilkan kepada orang lain, termasuk lewat gaya hidup memberi.
DI : Sangat penting kita melihat nasehat firman Tuhan ini bahwa memang harta tidak kita bawa. Yang akan kita bawa adalah semua perbuatan yang kita lakukan untuk Tuhan ya.
SK : Benar, Pak Daniel.
DI : Apa ada kisah-kisah teladan yang bisa Pak Sindu bagikan pada kita?
SK : Satu kisah klasik tentang John D. Rockefeller, dia konglomerat Amerika sekian puluh tahun lalu di abad 20. Dia pria terkaya di dunia pada masanya. Setelah kematiannya, seseorang bertanya kepada akuntan penasehat keuangan dari John D. Rockefeller, berapa banyak uang yang ditinggalkan John D. Rockefeller? Jawabannya sangat klasik, "Dia meninggalkan semuanya." Sedemikian kaya raya pun dia tidak membawa harta ke dunia akhirat, ditinggal di dunia ini. Betapa fananya hidup kita dan betapa bodohnya kalau kita menumpuk hal-hal yang tidak bisa kita bawa ke Surga.
DI : Ya. Sangat penting kita menumpuk harta di Surga ya dengan cara memberi kepada Tuhan.
SK : Betul, Pak Daniel. Tindakan memberi sesungguhnya suatu peringatan yang hidup bahwa semuanya tentang Allah bukan tentang kita. All about God, semua tentang Allah, hidup di dunia ini. Dengan memberi maka saya menyatakan bahwa saya bukanlah yang terutama, saya bukan pokok dari hidup ini, tapi dia, bukan Tuhan yang terutama dalam hidup ini. Saya ada untuk Tuhan. Dengan memberi maka kita menyatakan bahwa uang adalah milik Allah dan punya tujuan yang jauh lebih tinggi dan mulia daripada sebatas kenyamanan kita di dunia. Dengan memberi maka kita menegaskan bahwa Kristus sungguh-sungguh Tuhan atas hidup kita, sungguh-sungguh Tuan atas hidup kita, maka dengan memberi, kita menurunkan diri saya dari takhta dan meninggikan Allah. Dengan memberi maka kita memutus mata rantai mammon yang mau memperbudak kita.
DI : Sangat indah bila kita bisa mengingat bahwa semua pemberian kepada Tuhan akan diingat oleh Tuhan. Bahkan semua perbuatan yang kita lakukan untuk Tuhan pun akan Tuhan ingat.
SK : Ya. Dengan memberi, sesungguhnya Allah menolong kita menghancurkan demam uang dan harta, demam kekayaan. Dengan memberi maka kita bisa tahan menghadapi gravitasi untuk berpusat pada uang dan harta. Dengan memberi maka saya sedang memindahkan hidup saya pada satu pusat gravitasi yang sejati yaitu pusat gravitasi, pusat gaya tarik hidup yaitu Surga.
DI : Disini fokus hidup kepada Allah atau fokus hidup kepada harta. Kalau melihat dari konsep gravitasi ini ya.
SK : Ya. Dengan demikian, dengan gaya hidup memberi kita menyatakan aku mempercayai Allah memelihara hidupku dan aku memutus belenggu rasa kuatirku.
DI : Untuk bagian yang ketiga, apa yang Pak Sindu bisa bagikan lagi?
SK : Poin ketiga, kita adalah managernya Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Jadi, uang dan harta itu adalah milik Allah. Kita sebatas manager-manager yang dipercayai Allah untuk mengelola uang dan hartanya Allah dan dikelola menurut caranya Allah bukan menurut cara kita.
DI : Maksudnya mengelola menurut cara Allah apakah dengan kita member?
SK : Termasuk di dalamnya. Di dalam Lukas 12:35-48 disebutkan bahwa setiap kita adalah pelayan yang perlu senantiasa siap sedia jika sewaktu-waktu Tuan kita, yaitu Tuhan, datang. Dikatakan di dalam ayat 35, "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." Pada saat itu latar belakangnya pakaian orang Yahudi berupa jubah, maka agar lebih sigap dalam bekerja melayani, jubah itu diikat di bagian pinggangnya. Jubah yang diikat menunjukkan kesiapan, kesiagaan. Ditambah ada pelita, lampu yang tetap menyala, menunjukkan bahwa ketika sang tuan datang pada larut malam sewaktu-waktu, sang pelayan sudah siap menyambut. Jadi, konteks perikop ini, ayat 35-48 konteks jaman akhir, masa dimana Yesus sewaktu-waktu akan datang kedua kalinya. Kita tidak akan tahu kapan Tuhan akan datang kembali. Tetapi bagian kita yang masih bisa kita kendalikan, kita setia melayani Allah, termasuk di dalamnya setia mengelola uang dan harta yang Allah percayakan kepada kita menurut cara Allah kita kelolanya.
DI : Kalau tadi Pak Sindu sudah membagikan poin yang pertama kita tidak bergantung pada harta kekayaan, poin kedua kita percaya pada kepedulian Allah dan ketiga kita belajar bertanggungjawab karena kita sebagai manager dari harta Allah yang kelak kita dimintai pertanggungjawaban.
SK : Ya. Itu yang nantinya akan membuat kita disebut oleh Allah sebagai orang-orang yang berbahagia. Ayat 37. Jadi, kebahagiaan hidup itu bukan pada kelimpahan uang dan harta, Pak Daniel. Firman Tuhan dengan jelas menetapkan kebahagiaan hidup adalah ketika kita menempatkan diri sebagai pribadi yang di bawah otoritas kuasa Allah. Ketika kita menjalani hidup sesuai dengan kepercayaan yang Allah berikan, melaksanakan mandat Allah, mengelola uang dan harta sesuai dengan kemauan Allah maka kita akan disebut berbahagia. Sebagai wujudnya adalah kita setia mengelola uang dan harta menurut cara Allah, melayani Allah.
DI : Sebagai penutup Pak Sindu ingin kita menempatkan Allah sebagai Allah, manusia sebagai manusia dan harta itu di bawah dimana manusia mengelolanya dan mempertanggungjawabkannya.
SK : Tepat. Saya sangat setuju ada kasta. Allah kasta pertama, manusia kasta kedua, uang dan harta kasta ketiga, tidak boleh diputar balik. Disanalah rahasia sukses dan bahagia kita sebagai manusia.
DI : Terima kasih untuk perbincangan yang menarik ini, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "UANG DAN HARTA" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.