Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Mewaspadai Ilah Mamon". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, topik kali ini topik yang cukup menarik dan unik "Mewaspadai Ilah Mamon". Apa dasar pemilihan topik ini, Pak ?
SK : Topik ini aktual bahkan akan selalu aktual dan bahkan makin aktual. Karena faktanya kita melihat, misalnya dalam kondisi negeri kita Indonesia, cukup banyak kasus korupsi. Misalnya parlemen, tempat orang-orang terhormat, wakil rakyat, malah ada banyak yang terjerat kasus korupsi. Politisi muda, birokrat yang cemerlang, kepala-kepala daerah hasil pemilihan langsung, ternyata mereka koruptor dan ini sangat mencederai kepercayaan kita sebagai rakyat Indonesia. Juga kasus keluarga-keluarga terpecah belah gara-gara rebutan warisan, kasus penipuan lewat SMS atau email, termasuk penipuan investasi bodong karena orang ingin cepat kaya, kasus orang terjerat hutang kartu kredit, kasus pelacuran pelajar dan mahasiswa, yang sebenarnya bukan karena mereka miskin dan tidak bisa sekolah, tapi mereka menjual diri karena ingin membeli gadget terbaru, ingin mengikuti trend penampilan, bahkan gereja tidak luput dari ilah mamon ini. Gereja dimana Kristus diberitakan, pada saat yang sama mamon memecah belah gereja, baik antar majelis, antar majelis dengan hamba Tuhan, bukan hanya kelompok kharismatik, kelompok Injili, kelompok oikumenikal, semua denominasi tidak luput dari ilah mamon yang mengobrak-abrik pelayanan gerejawi. Ini sangat menyakitkan hati kita. Inilah hal yang harus kita kenali dan waspadai.
H : Termasuk dalam keluarga juga ya, banyak yang putus hubungan karena masalah uang, warisan, dan sebagainya.
Sk : Betul.
H : Istilah mamon mungkin belum terlalu akrab di telinga sebagian pendengar kita, Pak.
SK : Saya bacakan dari Injil Matius 6:21 dan Matius 6:24, "Karena dimana hartamu berada, disitu juga hatimu berada. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mammon."
H : Nah, kira-kira penjelasan dua ayat ini apa, Pak ?
SK : Mamon adalah dewa uang. Memang dalam hal ini, mamon mewakili sebuah kuasa rohani di balik uang. Uang bukan sekadar alat pembayaran, alat pertukaran, tetapi ada kuasa yang membangkitkan keinginan manusia untuk menyembah dan mendewakannya. Ada kuasa rohani. Dan dalam hal ini, Tuhan bersikap tegas bahwa kita tidak bisa mengabdi menyembah dan mendewakan keduanya sekaligus, Allah yang benar dengan ilah mamon. Kita harus pilih. Kalau kita masih berkompromi dengan ilah mamon, sesungguhnya kita menolak Allah yang benar ini.
H : Kelihatannya Tuhan Yesus cukup banyak dan sering mengajarkan tentang uang dan harta milik.
SK : Betul. Dalam sebuah buku karya Randy Alcorn berjudul "Money Possessions and Eternity" disebutkan oleh Randy, bahwa kalau kita survei isi Alkitab, Yesus berbicara sebanyak 15% tentang topik uang dan harta milik, dan topik ini lebih banyak dibicarakan daripada pengajaran Yesus tentang surga dan neraka.
H : Pertanyaannya, kenapa Tuhan Yesus memberikan perhatian sedemikian besar terhadap pengajaran uang dan harta milik ini, Pak ?
Sk : Rupanya Tuhan kita melihat ada suatu keterkaitan erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana cara kita memandang dan mengelola uang dan harta kita. Jadi urusan iman tidak mungkin dipisahkan dengan urusan uang. Bagaimana kita melihat dan menggunakan uang dan harta kita, itulah yang akan mencerminkan isi kerohanian kita.
H : Kembali ke Matius 6:24 yang tadi Bapak bacakan, tampaknya disana Tuhan Yesus sedang mengatakan dengan jelas bahwa uang itu bukan suatu alat tukar saja ya ?
SK : Betul. Seperti yang saya sampaikan tadi, ada kuasa di balik uang yang membangkitkan rasa pengabdian kita dan inilah yang menyebabkan timbulnya sisi gelap dari uang itu. Dan inilah yang membuat Yesus begitu radikal menuntut orang harus berbalik dari ilah mamon untuk dapat menyembah satu-satunya Allah yang sejati.
H : Maksudnya kuasa, ketika kita menyebut uang itu sebagai kuasa, maksudnya bagaimana Pak ?
SK : Uang menuntut penyembahan. Kalau kita tidak mewaspadai ilah mammon ini, uang itu tidak kita perlakukan sekadar benda tapi sebuah simbol kekuasaan, sebuah simbol yang memberikan rasa aman, memberikan rasa bersalah, memberi kita kebebasan, memberi kita kuasa dan tampaknya maha hadir. Itulah sifat-sifat ilahi. Ada sifat-sifat ilahi yang timbul karena uang dan itu membuat kita tanpa sadar menjadikan uang sebagai allah kita. Seperti Allah yang memelihara kita, memberi rasa aman. Tuhan yang benar membuat kita bisa merasa bersalah kalau tidak taat, uang juga bisa. "Lho kenapa uangnya keluar banyak ? Lho kok hilang ? Aduh menyesal sekali." Itu seperti Allah yang sesungguhnya. Uang memberi kita kebebasan, kemerdekaan, kuasa untuk memerintahkan orang, membuat orang tunduk, kuasa untuk membuat sebuah perubahan-perubahan. Bukankah ini juga kuasa yang dimiliki allah yang benar?
H : Jadi di balik uang ini ada kekuatan-kekuatan rohani yang sungguh nyata dan yang harus kita sadari sejak dini adalah kuasa godaan dari mammon itu ?
SK : Betul. Justru dengan kita mempercakapkan, membahas dan mewaspadai ini, harapannya uang tidak pernah kita dewakan lagi tapi kita taruh pada tempat yang sesungguhnya. Uang harus menjadi hamba kita, pelayan kita. Tuan kita bukan uang tapi Allah yang benar yang kita kenal di dalam nama Yesus itu, itu yang kita sembah.
H : Saya teringat pada kisah Yohanes Pembaptis di Lukas 3, Pak. Waktu itu Yohanes Pembaptis ditanya oleh tiga kelompok orang, apa yang harus mereka lakukan untuk menghasilkan buah pertobatan. Tampaknya jawaban-jawaban dari Yohanes Pembaptis itu ada unsur-unsur harta milik dan uangnya, Pak ?
SK : Tepat. Sebenarnya ketiga kelompok ini - kumpulan orang kebanyakan, para petugas pajak atau pemungut cukai, dan para militer atau tentara - mereka menanyakan apa yang harus kami lakukan sebagai bukti buah rohani kami, buah pembaharuan rohani kami. Tapi yang menarik, Yohanes Pembaptis menjawab demikian. Yang pertama untuk orang banyak, ayo kamu mulai sekarang bagikan pakaian dan makanan kepada orang miskin. Yang kedua para pemungut cukai, ayo mulai hari ini kamu tidak boleh korupsi atau memungut uang ekstra untuk dirimu. Yang ketiga, para tentara, diminta untuk puas dengan gajinya dan tidak boleh memeras. Rupanya Yohanes Pembaptis mengaitkan pertobatan dan pembaharuan rohani ini dengan sikap yang berubah tentang uang dan harta milik. Ini sebuah penegasan dari Yohanes Pembaptis bahwa bagaimana cara kita memperbaharui pengelolaan uang dan harta milik itu akan menunjukkan seberapakah kerohanian sejati yang kita miliki.
H : Catatan mengenai Yohanes Pembaptis ini memperkuat bahwa Alkitab cukup banyak mengingatkan dan menasihati bagaimana kita harus berhati-hati terhadap uang, begitu ya Pak ?
SK : Betul.
H : Salah satunya saya ingat di Matius 19 ada kisah tentang orang muda yang kaya bertanya kepada Yesus bagaimana ia dapat memiliki hidup yang kekal, lalu dia mendapat jawaban yang mengejutkan, "Pergilah! Juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin." Ini juga kisah yang berkaitan dengan uang atau harta milik ya, Pak ?
SK : Betul. Disini, orang kaya itu luar biasa. Dia muda dan kaya. Dikatakan dia sudah melakukan 10 perintah Allah dan dia ingin sempurna untuk mendapat hidup kekal. Tuhan kita Tuhan yang tajam. Dia tahu persoalannya bukan perilaku religiusnya. Perilaku religiusnya dalam konteks sekarang adalah datang beribadah setiap Minggu, ikut pelayanan komisi-komisi gereja, untuk memberi bantuan diakonia. Oke itu semua. Tapi Yesus melihat ilah mamon ada di hatinya. Ilah mamon itu menduduki takhta hidupnya, bukan Allah yang benar. Maka Yesus langsung menohok, "Juallah segala milikmu, berikanlah kepada orang-orang miskin, maka kamu akan beroleh harta di surga, kemudian ikutlah Aku." Tuhan kita menghujam di jantung takhta hidup orang muda yang kaya itu. Illah mamon harus diturunkan dengan cara menjual miliknya, beri kepada orang miskin, dan ikut Yesus dalam posisi dirinya yang tidak lagi mempunyai harta yang bisa diandalkan, tapi dia akan menerima harta surgawi yang lebih memuaskan.
H : Jadi ini persoalan tentang siapakah yang sesungguhnya menjadi tuan pada orang muda yang kaya itu, apakah Tuhan yang sesungguhnya ataukah ilah mamon itu ya ?
SK : Betul. Dalam hal ini perlu saya tegaskan, bukan berarti Tuhan kita membenci uang. Bukan benci harta, bukan membenci kekayaan. Tidak ! Persoalannya adalah bagaimana cara kita memandang dan mengelolanya, itu yang Tuhan serang. Jadi kalau kita mendewakan uang, ini yang Allah tidak suka. Ini sebuah bentuk penyembahan berhala, allah saingan bagi Allah yang benar.
H : Ada satu kisah lagi di Injil Lukas tentang Zakheus. Ini juga berkaitan dengan uang ya ?
SK : Iya. Menariknya, ketika Yesus mengundang Zakheus turun dari pohon ara karena dia ingin bertamu, Zakheus menyambut dengan sukacita, membuat perjamuan makan dan akhirnya Zakheus berkata, "Tuhan, setengah dari milikku akan ku berikan kepada orang miskin. Dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang, akan kukembalikan empat kali lipat." Kalau kita hitung dengan angka, Pak Hendra, bisa kita simpulkan, sangat mungkin asset Zakheus langsung turun drastik menjadi tinggal sekitar 10%. Dari konglomerat menjadi melarat. Orang yang sangat miskin sekali. Radikal. Tapi menarik, apa yang Yesus katakan ? "Hari ini telah terjadi keselamatan pada rumah ini." Jadi rupanya Tuhan kita menyimpulkan, pendekatan Zakheus yang radikal terhadap uang membuktikan hatinya telah berubah. Inilah yang membuat kita perlu mengoreksi tentang batasan sudah lahir baru atau belum. Oh, kalau kamu sudah berdoa, mengakui dosa-dosa, mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, mengundang dia masuk dalam hati, maka engkau sudah dilahirbarukan. Bagi Tuhan itu tidak cukup. Bukti buahnya adalah ketika ilah mamon itu diturunkan dari takhta hidup, barulah kelahiran baru yang sejati sedang terjadi pada diri seseorang.
H : Memang kadang hal ini kurang disadari oleh sebagian orang. Orang beranggapan bahwa antara uang dan Tuhan itu dua hal yang berbeda. Jadi waktu bertobat ya tidak ada urusan dengan uang, begitu ya Pak ?
SK : Ya. Kita perlu kembali pada standard Tuhan kita. maka tidak heran ada sebuah pernyataan Martin Luther menyatakan yang dibutuhkan oleh setiap kita adalah mengalami tiga pertobatan. Salah satunya adalah pertobatan dompet. Dan itu yang paling sulit untuk kita lakukan dan kita alami. Pertobatan dompet akan meneguhkan apakah sesungguhnya sedang terjadi pertobatan hati kita atau tidak.
H : Kita kembali lagi ke Matius 6:24 tadi. Begitu Tuhan Yesus mengingatkan bahwa kita harus memilih salah satu tuan, berarti kita memang diminta oleh Tuhan untuk menolak ilah mamon dan ini menjadi sebuah prasayarat untuk menjadi murid Tuhan Yesus ya, Pak ?
SK : Betul. Maka dalam hal ini Tuhan memperingatkan di dalam Injil Lukas 14 bahwa sebelum memutuskan untuk mau sungguh-sungguh menjadi murid Yesus, duduk dulu, hitung dulu biayanya, apakah benar kita siap menjadi murid Yesus atau tidak. Dengan cara itulah Tuhan menuntut rasa tanggung jawab kita. Maka dikatakan dalam Lukas 14:33 itu "tiap-tiap orang diantara kamu yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."
H : Mungkin ini bisa membingungkan para pendengar kita, Pak. Maksudnya kalau sudah percaya Tuhan, semua hartanya harus diserahkan kepada Tuhan atau bagaimana ?
SK : Bukan demikian secara bentuknya ya, tetapi sikap hatinya. Sikap hati bahwa kita mau menurunkan ilah mamon dari hati kita, tetapi memang bukan berarti ini suatu keputusan tanpa aksi nyata. Ada aksi nyatanya, misalnya kita mengembangkan gaya hidup memberi. Memberi kepada pekerjaan Allah, kepada orang yang memerlukan. Kita tetapkan rasa berharga kita bukan lagi pada uang dan harta, kita menetapkan gaya hidup kita tidak harus bermewah-mewah. Tapi gaya hidup yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Selebihnya asset yang kita miliki, kita boleh pikirkan bagaimana asset ini bisa memberkati pekerjaan misi, pekerjaan Kerajaan Allah agar Kerajaan Allah dinyatakan. Mungkin kita membuat Yayasan Sosial, kita dukung utusan misi, pekerjaan Allah di pelosok daerah kumuh, gereja-gereja di desa-desa, kita dukung orang-orang percaya lainnya. Maka akan ada perubahan aksi yang dimulai dari perubahan aksi kita.
H : Jadi sekali lagi yang ditekankan adalah sikap kita terhadap uang itu ya, Pak ? Sebelum kita bertobat, kalau uang menjadi tuan, maka segala-galanya akan kita lakukan demi uang. Kita berjuang mati-matian demi uang. Tapi setelah bertobat, sikap ini berubah. Uang jadi hamba kita dan kita tahu bahwa uang yang kita miliki adalah milik Tuhan dan kita siap memberikan kapanpun Tuhan menggerakkan.
SK : Betul.
H : Pak, sedikit perbandingan supaya pendengar lebih bisa memahami antara uang yang sebelumnya menjadi tuan itu dalam konkretnya seperti apa Pak ? Dan seberapa dahsyatnya uang bisa memengaruhi kita di jaman sekarang ini ?
SK : Ketika uang menjadi tuan, maka kita akan memiliki dorongan untuk memburu uang, dorongan untuk mengumpulkan harta, menimbunnya dan memperkaya diri terus menerus, tidak pernah puas. Kita ingin mendapatkan kepuasan lahiriah dari uang. Dengan uang kita merasa lebih dihormati, kita memiliki satu fantasi yang kita wujudkan dalam berbagai kenikmatan di dunia ini. Itu sebuah wujud ketika uang menjadi ilah kita, ketika ilah mamon itu ada dalam hati kita. juga dalam bentuk-bentuk yang lain, kita akan mengurangi waktu ibadah kita, waktu merenungkan firman dan bergaul dengan Allah. Kita menghindari saat teduh, persekutuan dengan orang-orang percaya. Kita ditantang oleh saudara-saudara seiman kita, "Ayo melayani dalam pelayanan kunjungan. Ayo ikut tim PI. Ayo dimuridkan untuk memuridkan orang lain." Tapi kita hindari, "Aku sibuk dengan bisnisku. Aku dukung uang saja, kamu butuh dana berapa ?" ini sebuah tanda-tanda yang perlu diwaspadai. Tuhan bukan hanya menuntut pemberian persembahan uang tapi waktu kita juga. Bukan berarti saya mengajak kita meninggalkan pekerjaan kita atau menjadi pekerja yang tidak bertanggung jawab. Tidak! Lakukan sesuai porsinya tapi juga berikan waktu untuk melayani dengan tubuh dan waktu kita. Ikut dengan pemikiran kita, apa yang Tuhan mampukan kita dengan karunia rohani, berikan itu. Jangan hanya berani modal uang saja untuk mendukung pekerjaan Tuhan. Dalam bentuk yang lain, orang yang menjadikan ilah mamon sebagai tuan atas hidupnya akan sangat mudah mengkompromikan standart kekudusan. "Sudahlah tidak apa-apa memberi uang suap. Menipu itu tidak apa-apa." Atau mungkin akhirnya kita terjerat pada investasi bodong. Ingin cepat kaya, ada tawaran ya mau saja tanpa kita mendoakan atau berdiskusi dengan pasangan atau dengan saudara seiman kita, karena kita sudah dikuasai oleh ketamakan. Ini juga salah satu perwujudan konkret dari orang yang menjadikan ilah mamon sebagai pusat hidupnya.
H : Dan celakanya uang punya kecenderungan hasrat yang tidak pernah puas, ya Pak.
SK : Betul.
H : Jadi dia selalu ingin lebih tinggi, lebih tinggi, dan ada tuntutan untuk menjadi maha kuasa.
SK : Betul. Akhirnya ini akan menyaingi Allah yang benar.
H : Seolah kalau kita punya banyak uang, kita bisa melakukan apapun juga. Ini yang sering ada di benak kita, ya ?
SK : Betul. Dan itu sesungguhnya sebuah mitos. Sebuah penipuan, sebuah kebohongan besar, kalau kita berpikir menjadi kaya, "Nanti ya. Tuhan, aku mau memperkaya diri. Pasti nanti aku akan berikan 30% untuk pekerjaan misi, pendeta-pendeta miskin, sekolah-sekolah Kristen. Aku akan dukung. Tapi berkati dulu. Lima tahun ini aku fokus berbisnis." Ini sebuah pola pikir yang keliru. Justru dari apa yang ada, dari yang kecil, mari setia memberi kepada Tuhan. Dan tidak perlu menunggu jadi kaya raya baru memberi. Justru dari yang kecil ini, sikap hati yang benar ini, kita akan lebih terbebaskan dari sikap tamak. Ketika pun Tuhan memberkati usaha pekerjaan kita dengan penghasilan yang lebih besar karena kita setia dalam perkara kecil, maka lebih pasti kita akan setia dalam perkara besar dalam hal memberi bagi Allah dan pekerjaan-Nya.
H : Jadi kalau boleh disimpulkan, intinya adalah Tuhan meminta kita memilih mau menyembah Tuhan atau menyembah mamon, begitu ?
SK : Betul. Dalam hal ini, di balik itu sebenarnya ada kesalahan berpikir. Kadang kita berpikir bahwa kebahagiaan yang kekal itu tidak ada apa-apanya. "Kebahagiaan dalam Tuhan itu untuk orang yang miskin, itu kebahagiaan orang yang tidak membumi." Itu keliru! Ketika Allah menuntut kita menjual seluruh hak milik kita dan ikut Yesus sepenuhnya, karena Tuhan tahu, Allah menciptakan setiap manusia untuk mendapatkan bahagia hanya dalam hal-hal yang kekal. Yaitu di dalam relasi kita dengan Allah dan melakukan pekerjaan yang bernilai kekal, bukan melakukan hal yang bersifat sementara di dunia ini. Asumsi inilah yang perlu kita pertobatkan. Akuilah bahwa Allah adalah sumber kebahagiaan kita, sekalipun hasil secara finansial kita tidak berkelebihan, karena waktu kita beri kepada Allah hanya akan sisa sedikit, tapi kita belajar menikmati. Sesungguhnya saya berbahagia bersama dengan Allah lebih daripada banyaknya harta di dunia ini.
H : Ini memperjelas bahwa orang sering berpikir uang adalah sumber kebahagiaan. Kalau saya punya banyak uang maka saya akan lebih bahagia. Kalau saya sakit, saya punya uang untuk berobat, tidak perlu pinjam sana sini atau minta sana sini.
SK : Betul. Dalam hal ini berarti kita sedang bergantung pada uang, harta, kekayaan, atau asset kita. Itu tanda bahwa kita sedang menjadikan ilah mamon sebagai tuan atas hidup kita. Yang benar adalah, Allah menuntut kita senantiasa hidup mengandalkan Allah, bergantung pada pemeliharaan Allah. Sekalipun kita tidak miskin, kita punya asset, tabungan, harta; tetap perlu sikap hati yang bergantung kepada Allah. Memercayai bahwa Dia Bapa yang baik dan sempurna yang memelihara kita. Firman Tuhan dalam Kitab Mazmur mengatakan anak cucu orang benar tidak pernah meminta-minta, malahan mereka akan menjadi orang yang memberi. Ini sebuah kebenaran firman Allah, janji Allah yang kadang kita abaikan. "Aku harus berusaha. Tambah lagi, tambah lagi. Timbun sana sini. Punya 2 -3 rumah untuk menjamin diriku dan anak cucuku." Sebenarnya itu sudah sikap menurunkan Allah dan menjadikan mammon sebagai tuan atas hidup kita.
H : Sedikit saja, Pak. mungkin ini juga menjadi pertanyaan para pendengar. Misalnya seperti itu, saat kita bekerja atau berusaha, pasti ada satu dorongan motivasi untuk memeroleh penghasilan yang lebih baik. Saya pikir itu wajar mengingat kebutuhan semakin hari inflasi semakin meningkat dan sebagainya. Bagaimana membatasi agar masih dalam batas kewajaran dan tidak terjebak dalam obsesi mengejar kekayaan terus-menerus, bagaimana membedakannya?
SK : Pertama, kita perlu perjelas motivasinya. Kalau bergerak atas nama kekuatiran, itu sudah satu tanda mamon menjadi pusat hidup kita dan Allah tergeser dari hidup kita. Jadi bergeraknya bukan dari rasa kuatir, karena inflasi, karena ancaman politik, kelaparan, bukan. Bergeraknya justru perlu dimurnikan. "Aku percaya Bapa memeliharaku. Dan aku diberi tanggung jawab untuk bekerja sesuai dengan porsinya. Tapi juga ada waktu untuk keluarga, Allah dan melayani Allah." Koridornya harus jelas dari awal. Bukan membabi buta atas nama ketakutan, atas nama kekuatiran. Ini yang perlu kita perjelas, murnikan sejak awal. Jadi ketika kita menabung, investasi, itu boleh. Bukan berarti karena kita menjadikan Allah sebagai pusat hidup kita, maka kita bekerja sekadarnya, mencari gaji pas-pasan, tidak usah menabung dan investasi. Silakan, tapi bukan berangkat dari kekuatiran itu tadi, dan tetap kita lakukan dalam kebergantungan kepada Allah. Sesuai bagiannya dan tidak mengandalkan tabungan dan investasi ini. Artinya kita lakukan sesuai porsinya. Dan ketika Allah mendorong kita untuk memberi kepada seseorang atau pelayanan, janganlah mengeraskan hati. Percayalah ketika kita memberi karena dorongan Roh Kudus, Tuhan akan sanggup memenuhi kebutuhan kita. Hidup oleh iman tidak pernah boleh dilepas dari gaya hidup kita. gaya hidup oleh iman itu bukan hanya untuk hamba Tuhan dan misionaris. Kita semua adalah anak-anak Allah yang dipanggil hidup berdasarkan iman.
H : Jadi orientasinya bukan karena kecemasan dan juga bukan karena keinginan ya. Maksud saya keinginan untuk membahagiakan diri, untuk mengejar kepuasan.
SK : Tetap kita boleh meningkatkan gaya hidup kita dalam titik tertentu. Tapi jangan lupa dalam titik tertentu kita tetapkan gaya hidup kita tidak akan berubah. Penghasilan bertambah, bukan berarti serta merta bermewah-mewah. Penghasilan bertambah, tandanya Tuhan menginginkan kita memberi banyak lagi bagi pekerjaan Allah dan orang-orang yang membutuhkan. Jadi kita perlu menetapkan standard gaya hidup. Dan kebahagiaan dan status saya tidak ditentukan oleh gaya hidup ini sedari awal perlu kita perjelas. Dan lebih banyak membangun kebahagiaan hidup dalam relasi yang intim dengan Allah dan melayani Allah.
H : Ditandai dengan kesediaan untuk memberi ketika Tuhan menggerakkan ya, Pak?
SK : Betul. Dan memang untuk memberi bukan menunggu Allah menggerakkan ya. Tapi sejak awal kita sudah tentukan sekian persen kita akan memberi bagi Allah, digerakkan atau tidak. Berangkat dari sikap yang taat. Selebihnya baru bila digerakkan memberi untuk kebutuhan insidental ini, kita perlu beri lebih lagi.
H : Terima kasih untuk percakapan kita yang sangat menarik ini, Pak Sindu. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Mewaspadai Ilah Mamon". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.