Pendidikan Seks dalam Keluarga
Berita Telaga Edisi No. 108 /Tahun X/ Oktober 2013
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Pendidikan Seks dalam Keluarga
Seks sebetulnya hal yang paling banyak memenuhi pikiran anak-anak remaja. Namun hal ini justru enggan untuk dibicarakan.
Pendidikan seks bukanlah sebagai suatu pendidikan formal. Seks kita ajarkan secara berkelanjutan, bertahap dan informal kepada anak-anak kita. Seks di sini bukan saja yang berkaitan dengan moralitas meskipun itu adalah bagian yang penting yang harus kita bicarakan pada anak kita. Tetapi orang tua juga perlu membicarakan aspek fisik atau aspek seksual dari seks itu, jadi anak-anak memunyai gambaran yang jelas tentang apa itu yang dimaksud dengan seks dan tentang kapan seks itu boleh dinikmati dan siapa yang boleh menikmatinya.
Bagi remaja, hal seksual itu bukan saja menjadi hal yang bersifat kognitif, bersifat rasional yang harus dia ketahui, tapi hal itu benar-benar mulai memengaruhi kehidupan dia secara menyeluruh. Dan keinginan-keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik itu mulai ada pada anak-anak remaja, jadi kita sebagai orang tua harus secara proaktif mengambil inisiatif.
Kenapa di rumah kita perlu mengajarkan seks secara keseluruhan? Sebab seks bukan saja perkara fisik atau anatomis tapi seks menyangkut emosi, menyangkut yang terutama kerohanian sebab seks itu adalah salah satu perbuatan fisik yang disoroti Tuhan dan diatur oleh Tuhan secara langsung, maksudnya diikat oleh kaidah rohani.
Dunia cenderung mengajarkan seks adalah sebatas masalah fisik, pemuasan kebutuhan fisik dan kalaupun dikaitkan dengan yang lebih bersifat rohani dunia cenderung memberikan gambaran bahwa :
Seks adalah untuk orang yang saling menyukai, saling mencintai. Dengan kata lain, seks itu makin hari makin dilepaskan dari beberapa cengkeraman yang seharusnya mengatur dan melindungi seks ini. Yaitu seks makin hari makin dilepaskan dari lembaga pernikahan.
Seks makin hari makin dilepaskan dari lembaga komitmen.
Peran orang tua terbesar adalah menekankan bahwa seks bukanlah semata-mata masalah kebutuhan fisik atau masalah saling mencintai. Jauh lebih agung dan lebih berat dari itu adalah masalah komitmen, masalah institusi pernikahan yang diakui masyarakat dan yang paling penting adalah diatur oleh Tuhan sendiri. Sewaktu tidak dilaksanakan sesuai dengan kehendak Tuhan itu menjadi dosa.
Dampak jika orang tua tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anak sbk:
Anak akan mendapatkan informasi dari teman-temannya, dari buku, dari film dan kemungkinan besar mereka tidak mendapatkan gambar menyeluruh mengenai seks itu. Dan bahwa penekanannya seks pada sesuatu yang nikmat belaka tidak ada lagi bobot moral, bobot pernikahan dan komitmen di dalamnya.
I Korintus 6:18, “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.” Tuhan di sini memberikan satu pembedaan antara dosa yang dilakukan di dalam diri dan di luar diri, ternyata percabulan yaitu hubungan seksual di luar nikah adalah dosa yang menyangkut diri kita sendiri, kita berdosa terhadap tubuh kita. Kenapa, karena tubuh kita adalah bait Allah, tempat kediaman Allah, tempat kediaman Roh Kudus. Waktu kita mencabulkan diri, kita itu mencabulkan tubuh Allah. 1 Korintus 6:20 adalah “Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” Jadi kita mendapatkan mandat dari Tuhan, tubuh ini tidak dipakai untuk hal-hal yang cabul.
Oleh : Pdt.Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T12 A
Doakanlah
Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Radio Suara Gratia FM di Cirebon sebesar Rp 200.000,-.
Setelah didoakan beberapa waktu lamanya, bersyukur untuk tambahan 1 radio komunitas, yaitu Radio Gosyen FM di Wlingi - Blitar yang bersedia menyiarkan program Telaga mulai bulan Nopember 2013.
Doakan untuk penjualan 5 buku digital melalui AppStore, agar para peminatnya bisa mendapatkan berkat melalui buku-buku tersebut.
Doakan untuk penyelesaian pencatatan transkrip, ringkasan dan abstrak dari 12 judul rekaman yang direkam pada bulan September yl.
Doakan untuk Bp. Sindunata Kurniawan dan Bp. Hendra agar dalam bulan Nopember 2013 dapat mengadakan rekaman lanjutan.
Doakan untuk penjualan buku “Memahami Remaja dan Pergumulannya” agar beberapa artikel seputar “Pekerjaan” juga bisa diterbitkan oleh P.T. Visi Anugerah Indonesia.
Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari :
001 – Rp 100.000,-
004 – Rp 300.000,- untuk 3 bulan
010 – Rp 500.000,- untuk 2 bulan
011 – Rp 150.000,-.
Telaga Menjawab
Tanya?
Bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak di dalam ajaran Tuhan ? Apakah peranan orang tua untuk bisa menolong anak-anak yang tertekan dalam hajaran dari orang tuanya ?
Mohon dijelaskan secara mendetail dan mendalam sesuai ajaran kekristenan. Terima kasih.
Jawab!!!
Peran orang tua dalam mendidik anak dalam ajaran Tuhan adalah sangat penting dan merupakan peran utama dari orang tua. Saudara dapat membacanya di dalam Amsal 22:6 dan Ulangan 6:4-9.
Teladan hidup dari orang tua.
Libatkan anak-anak dalam kegiatan-kegiatan rohani :
Cara yang dapat dipakai oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya, antara lain :
Cara yang paling sederhana namun efektif adalah teladan hidup dari orang tua kepada anak-anaknya, karena anak-anak akan melihat dan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Maka sebagai orang tua perlu juga untuk menambah pengetahuan dan pema-haman tentang Firman Allah / ajaran Tuhan. Pada saat anak-anak melihat bahwa orang tua mereka percaya dan mengandalkan Tuhan dalam setiap segi kehidupannya, maka mereka pun dapat lebih mudah diajak untuk percaya dan mengandalkan Tuhan di dalam kehidup-an mereka. Pada saat mereka melihat bahwa orang tua mereka takut dan hormat kepada Tuhan maka mereka pun mau untuk takut dan hormat kepada Tuhan. Contoh : orang tua rajin dan setia datang beribadah pada hari Minggu, orang tua mau menceritakan pengalaman hidupnya bersama Tuhan kepada anak-anak, dan lain-lain, sesering mungkin mengucapkan ajaran-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: kejujuran, keberanian, percaya kepada Tuhan, kasih, lemah lembut dan sebagainya.
Perkenalkan anak-anak kepada ibadah anak-anak Sekolah Minggu, bawa mereka, dukung mereka untuk rajin ke Sekolah Minggu, alangkah baik juga apabila orang tua antusias terhadap kegiatan-kegiatan rohani anak-anak.
Sediakan literatur / buku-buku rohani sesuai usia mereka, dengan terlebih dahulu dibaca dan dipelajari oleh orang tua, sehingga ketika anak-anak bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti, orang tua dapat memberi jawab sesuai Alkitab.
Untuk anak-anak yang sudah dapat membaca, alangkah baik kalau mulai diperkenalkan membaca Alkitab.
Adakan ibadah bersama di rumah (menyanyi — membaca Alkitab —membahas bagian Alkitab tersebut — berdoa).
Mendoakan mereka setiap waktu
Saya mengerti bahwa sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi atau apa yang akan mereka alami, maka langkah terbaik adalah menyerahkan mereka senantiasa ke dalam tangan Tuhan, karena kemampuan dan kesempatan kita terbatas untuk melindungi mereka, namun kemampuan dan kesempatan Tuhan lebih besar untuk melindungi mereka. Berdoa juga agar sebagai orang tua kita senantiasa diberi hikmat untuk membina dan mendidik mereka.
Apakah peranan orang tua untuk bisa menolong anak-anak yang tertekan dalam hajaran dari orang tuanya ?
Sedapat mungkin jangan menghajar anak dengan kekerasan disertai emosi atau sebagai pelampiasan kemarahan orang tua, misalnya memukul anak. Bukan berarti anak tidak dapat dipukul (lihat Amsal 13:14; Amsal 19:18; Amsal 29:15), namun kita perlu memerhatikan bagaimana kita memukul mereka, sedapat mungkin jangan menggunakan alat untuk memukul dan juga perhatikan bagian tubuh mana yang kita pukul. Bagian tubuh yang tidak terlalu mengganggu apabila dipukul adalah pantat, jangan memukul di bagian kepala atau muka itu dapat mengganggu anak. Kalau kita tidak suka memukul, mencubit pun boleh asalkan tidak terlalu keras supaya tidak menimbulkan luka. Perlu diingat pula bahwa kita perlu membedakan antara “mendisiplin anak” dengan melampiaskan kemarahan, itu merupakan dua hal yang berbeda.
Kalau sudah terlanjur melakukan hajaran yang keras selama ini, alangkah baiknya kalau orang tua menjelaskan maksud dari hajaran tersebut, tanyakan kepada anak-anak apa yang mereka rasakan setelah menerima hajaran tersebut, orang tua minta maaf kepada anak-anaknya tentang hajaran tersebut, adakan rekonsiliasi atau perbaikan hubungan jangan biarkan mereka terus merasa ketakutan terhadap orang tua mereka.
Untuk selanjutnya usahakan untuk tidak menghajar mereka dengan keras. Lebih baik kalau mereka mulai diajak bicara tentang aturan-aturan di dalam keluarga dan bisa tanyakan kepada mereka apa yang mereka lebih suka alami ketika mereka melanggar aturan-aturan tersebut. Dengan demikian kita sudah mulai mengajari mereka tentang disiplin dan menghargai orang lain serta mengatur diri mereka. Contoh : tentang waktu belajar, kalau dilanggar konsekuen-sinya bagaimana? Kalau mereka melaksanakannya dengan baik, hadiahnya apa yang mereka peroleh? Tentang waktu tidur, waktu bermain dan lain-lain.
Usahakan pula untuk tidak menggunakan kata-kata yang memo-jokkan mereka (bodoh, goblok, banci dan lain-lain), karena hal tersebut dapat membuat anak merasa tertekan dan terluka. Tindakan-tindakan tersebut dapat membuat anak merasa tidak berguna, minder, tidak memunyai inisiatif, pasif, tidak kreatif dan lain-lain. Lebih baik kalau kita menggunakan kata-kata yang langsung menunjukkan perasaan orang tua terhadap tindakan anak-anak, misalnya : “Mama sedih kalau Ani melakukan itu” atau “Papa kurang setuju dengan apa yang Boby lakukan” dan lain-lain.
Apabila memang diperlukan untuk “menghajar anak” maka alangkah baik apabila anak diberi pengertian mengapa orang tua marah, mengapa orang tua tidak setuju terhadap tingkah laku mereka, mengapa orang tua malu terhadap perlakuan anak-anaknya. Dengan bahasa tubuh pun anak-anak akan mengerti bahwa saat itu orang tua sedang marah dan sebagainya. Misalnya dengan sedikit memelototi mereka bila mereka berlaku tidak benar.
Untuk memulihkan anak-anak yang telah mengalami “hajaran” dari orang tuanya:
15 Cara Mendidik Anak Pintar dan Cerdas
Orang tua mana yang tidak mau anaknya pintar dan cerdas? Setiap orang tua pasti mengharapkannya namun banyak diantaranya yang belum tahu caranya. Ini ada 20 cara untuk mendidik agar buah hatinya pintar dan cerdas.
Berikan ASI sampai usia anak 2 th.
Ajaklah bayi Anda bicara sesering mungkin.
Bacakanlah cerita, agar anak senang membaca nantinya.
Ikut bermain untuk mempercepat proses belajar anak.
Mendengarkan lagu agar anak mengenal banyak kosa kata.
Belajar musik untuk meningkatkan pembelajaran otak tengahnya.
Menjaga keseharan dengan berikan makanan yang sehat dan bergizi.
Main games, pilihlah games yang bersifat edukatif
Hindari makanan cepat saji.
Pupuk rasa ingin tahu.
Biasakan sarapan pagi.
Penuhi asupan asam lemak Omega-3
Batasi nonton TV
Kehangatan keluarga
Berdoa, mintalah kepada Tuhan agar anak anda pintar dan cerdas.
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 7698 kali dibaca