Ketika Pernikahan Anak Bermasalah
Berita Telaga Edisi No. 105 /Tahun IX/ Juli 2013
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Ketika Pernikahan Anak Bermasalah
Ketika anak kecil, anak memunyai masalahnya tersendiri. Setelah anak dewasa dan berkeluarga, anak memunyai masalahnya yang lain. Salah satu masalah yang kadang dialami adalah masalah dalam pernikahannya. Sebagai orang tua, apakah yang harus diperbuat dan sejauh manakah kita boleh mencampuri urusannya?
Berikut akan diberikan beberapa masukan untuk menolong kita sebagai orang tua, menjalankan peran dengan benar.
Sampai kapan pun anak tetaplah anak dan sebagai anak, ia tetap memunyai rasa sungkan dan hormat kepada kita. Itu sebabnya tidak jarang, selama kita masih hidup, anak tetap memertahankan pernikahannya namun setelah kita pergi, anak memutuskan untuk meninggalkan keluarganya. Fenomena ini memer-lihatkan bahwa anak merasa sungkan kepada orang tua. Nah, kita harus memanfaatkan celah ini untuk masuk ke dalam hidupnya. Jangan ragu atau sungkan untuk memberi nasihat kepada anak sebab mungkin saja, pada titik itu, tidak ada orang lain yang didengarkannya selain kita.
Firman Tuhan di Galatia 6:2 berkata, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” Datanglah kepada anak dengan sikap ingin membantunya. Bagikanlah pengalaman hidup yang mungkin mirip dengan masalah yang tengah dihadapinya. Berbagi pergumulan hidup akan jauh lebih efektif ketimbang mengkuliahinya. Bersikap sensitiflah dengan kondisi yang dihadapinya. Mungkin ia tengah berada dalam tekanan yang berat, jadi, berhati-hatilah sewaktu berbicara dengannya.
Tahanlah kalimat yang menghakimi sampai kita mengetahui dengan jelas permasalahannya. Kadang kita terlalu cepat bereaksi melihat perbuatannya sehingga menjatuhkan vonis terlalu dini. Sikap seperti ini pastilah membuatnya makin tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Kendati demikian, bila memang jelas ia berada di pihak yang salah, jangan ragu untuk mengatakannya demikian. Jangan sampai kita membela anak yang salah sebab tugas kita adalah membela kebenaran, bukan membela keturunan. Sewaktu menantu melihat bahwa kita berdiri di atas kebenaran, ia pun makin percaya kepada kita. Di sini kita harus menyatakan dengan jelas kepada keduanya bahwa kita hanya ingin berdiri di atas kebenaran. Kita tidak berniat memihak pada siapa pun kecuali kebenaran itu sendiri. Hal ini penting dilihat oleh mereka sebab pada umumnya masing-masing akan cepat menuduh bahwa kita berat sebelah.
Apabila jelas anak berada di dalam dosa, kita harus memberinya peringatan yang keras. Kita harus mengingatkannya akan konsekuensi perbuatannya di hadapan Tuhan. Kendati kita tetap memelihara jalur komunikasi dengannya, kita harus sering-sering memberinya teguran. Jangan sampai ia memperoleh kesan bahwa kita menerima dan telah melupakan perbuatannya. Tidak ! Kita justru harus menyampaikan kepadanya dengan jelas bahwa selama ia hidup dalam dosa, relasi dengan kita, orang tuanya, juga akan terus terganggu dan tegang. Tuhan meminta kita untuk menjadi wakil-Nya di dunia. Kepada siapa pun—termasuk kepada anak—kita harus memberi sikap jelas bahwa dosa merusak relasi, baik dengan kita mau pun Tuhan.
Kesimpulan: Tuhan Yesus berkata, “Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:35-37). Kepada anak, pada usia berapa pun, kita harus mengkomunikasikan kasih dan penerimaan Allah serta keadilan dan kekudusan Allah secara berimbang.
Oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T303B
Doakanlah
Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Radio Suara Gratia FM di Cirebon sebesar Rp 200.000,-.
Bersyukur Perjanjian Kontrak Kerja Sama telah ditandatangani pada akhir bulan Juni 2013 antara P.T. Mahoni dengan LBKK dalam rangka menerbitkan buku “Bantal Keluarga” dan “Mencintai dan Berpacaran” dalam bentuk digital (e-Book).
Bersyukur dalam bulan Juli ini telah diadakan 3x rekaman bersama Ev. Sindunata Kurniawan dan Bp. Hendra.
Bersyukur untuk royalty yang diterima dari Metanoia, meskipun dari tahun ke tahun jumlah buku yang terjual semakin sedikit.
Bersyukur Yayasan Lembaga SABDA dari Solo yang telah mengajak Telaga untuk membuka stand di SAAT, Malang mulai tgl. 22 – 25 Juli 2013 dalam rangka Konsultasi Misi ke-2 dimana hadir sekitar 180 orang dari berbagai gereja/Yayasan.
Tetap doakan agar ada tambahan radio yang mau bekerjasama mengudarakan program Telaga. Saat ini ada 54 radio di tanah air dan 1 radio di Hongkong yang menyiarkan program Telaga.
Dalam bulan Agustus 2013 akan diadakan pembenahan judul-judul rekaman yang telah ada. Doakan agar judul-judul yang belum sinkron bisa dilengkapi pada waktu rekaman bulan September yang akan datang.
Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari :
001 – Rp 200.000,- untuk 2 bulan
003 – Rp 1.000.000,- untuk 5 bulan
004 – Rp 100.000,- untuk 1 bulan
006 – Rp 200.000,- untuk 4 bulan
015 – Rp 1.500.000,- untuk 3 bulan
Telaga Menjawab
Tanya?
Syalom...
Saya ingin bertanya, apakah setelah bercerai seseorang boleh menikah kembali dengan orang lain?
Apakah itu termasuk zinah?
Jawab!!!
Terima kasih.
Tentang cerai dan zinah, mestinya perlu dibicara-kan secara panjang lebar dalam sebuah ceramah. Jika harus dijawab secara singkat mungkin agak sulit, tapi akan kami coba dengan cara sebagai berikut :
Yang pertama, pada dasarnya Tuhan tidak menyukai perceraian. Dalam Maleakhi 2:16 “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel” dan dalam Matius 5:32 “Tetapi Aku (Tuhan Yesus) berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Di sini Tuhan menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menceraikan pasangannya, kecuali kalau pasangannya itu berzinah dengan orang lain, berarti dengan berzinah ia sudah merusak pernikahan itu. Tapi kalau tanpa alasan yang kuat seperti itu, seseorang berinisiatif melakukan perzinahan ia dilarang oleh Tuhan, sebab bisa menyebabkan pasangannya itu berzinah dan di kemudian hari menikah dengan orang lain, padahal pernikahan pertamanya masih mengambang, karena perceraiannya tidak sah (bukan karena perzinahan). Maka kalau menikah lagi, berarti berzinah.
Sekarang kembali kepada pertanyaan Anda, apakah sesudah bercerai boleh menikah lagi? Kalau tetap menikah juga apa tidak termasuk berzinah?
Jawabannya : Harus dipertanyakan mengapa bercerai? Karena berbuat zinahkah, sehingga diceraikan oleh pasangannya? Atau justru sebab pasangannya yang berzinah lalu diceraikan dia? Atau bercerai karena sebab lain? (hal ini dilarang oleh Tuhan).
Jika karena zinah lalu bercerai, harus diketahui siapa yang salah (berzinah), yang menceraikan atau yang diceraikan? Jika ia yang bersalah (berzinah) lalu cerai, kemudian menikah lagi maka pernikahan kedua ini ditandai dengan zinah. Jika dia tidak berzinah tapi tetap diceraikan juga oleh pasangannya, jadi diperlakukan tidak adil, tentunya ia berhak memulai lembar hidup yang baru dengan orang lain.
Sekarang kita berhadapan dengan peraturan gerejawi :
Di gereja tertentu, orang yang bercerai harus ditangani oleh Majelis Gereja. Yang bersalah akan digembalakan secara khusus, ini memakan waktu lama sebab tahap demi tahap. Setelah penggembalaan khusus oleh Majelis Gereja berakhir (ada penyesalan, pertobatan dan penerimaan), maka dimungkinkan untuk menikah (dengan orang lain) tanpa dianggap berzinah, sebab sudah bertobat. Ada gereja yang tetap tidak setuju kalau dilakukan peneguhan dan pemberkatan, cukup dalam suatu bidston(persekutuan doa) atau pesta (dan tentu tetap dengan Catatan Sipil). Ada pula yang beranggapan pernikahan ke-2 ini perlu diteguhkan dan diberkati lagi. Terlebih jika dulu waktu bercerai ia diperlakukan tidak adil oleh pasangannya.
Catatan ke dua : Karena Tuhan membenci perceraian, maka sebaiknya jika rumah tangga retak sebab perzinahan hendaknya diupayakan pemulihan kembali, ditandai pertobatan dan penerimaan oleh pasangan. Hindari perceraian. Yang paling baik adalah selalu memupuk hidup harmonis, jauhi segala bentuk perpecahan, apalagi perceraian. Memikirkan perceraian pun jangan, kita pikirkan dan usahakan hidup harmonis dengan mohon pertolongan Tuhan!
Demikian tanggapan yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan cukup jelas.
Judul Baru
T361 Depresi dan Bunuh Diri (I)
Depresi dan Bunuh Diri (II)
T362 Gaya Hidup Sehat (I)
Gaya Hidup Sehat (II)
T363 Segitiga Cinta
Cinta Pandangan Pertama
T364 Mengadakan Perubahan
Perubahan yg Mendatangkan Kebaikan
T365 Sumber dan Dampak Kecemasan
Langkah Pemulihan dari Kecemasan
T366 Menghadapi Hidup tak Bermakna
Depresi : Bawaan atau Lingkungan ?
T367 Kata Hati
Nurani : Terhilang atau Tercemar ?
T368 Berpisah Tidur dengan Anak
Mematahkan Sayap Anak
T369 Mengawasi Perkataan
Racun dalam Perkataan
T370 Trauma Masa Kecil
Mengatasi Trauma
T371 Bisakah Mengubah Pasangan ?
Sikap Hidup Reaktif
Sepuluh Kali Lebih Cerdas
Siapa yang tidak mengenal tokoh bernama Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego? Tentunya semua tidak asing dengan nama-nama tadi. Mereka adalah 4 pemuda Israel yang bekerja di Babel. Jika kita membaca perikop demi perikop kitab Daniel, kita akan semakin terkagum-kagum dengan mereka. Bagaimana tidak, dalam Daniel 1:20 dijelaskan bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan ahli jampi di seluruh kerajaan Babel. Mereka bekerja di tempat asing dengan kebudayaan dan kepercayaan berbeda. Dengan tekanan yang sangat luar biasa dari berbagai kalangan, karena tentulah banyak orang-orang Babel yang merasa iri dengan mereka sehingga melakukan berbagai macam cara untuk menjatuhkan mereka. Tetapi apa yang terjadi dengan mereka? Bukannya mereka terpuruk atau lari menghadapi tantangan Tuhan tersebut, melainkan raja Babel mendapati mereka 10x lebih cerdas dari rakyat yang lain. Dapat dibayangkan bagaimana luar biasanya mereka. Mereka dapat menjadi pemimpin yang dapat mengatur hidup mereka sendiri.
Apa sebenarnya kunci keberhasilan mereka? Karena mereka hidup disiplin. Disiplin merupakan sebuah kemampuan untuk menguasai dan mengontrol diri sendiri. Walaupun mereka berada di negeri asing mereka tetap disiplin, sama ketika mereka berada di Israel. Mereka tidak terlena dengan kenikmatan duniawi. Buktinya ketika mereka diberi makanan seperti apa yang dimakan raja, mereka hanya meminta sayur untuk makan dan air putih untuk minum (Daniel 1:12). Selain itu mereka juga taat berdoa kepada Tuhan, 3 kali sehari mereka berdoa. Bahkan ketika keluar undang-undang untuk menyembah patung yang didirikan Nebukadnezar, tetapi mereka tetap setia kepada Tuhan (Daniel 3:12).
Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah, maukah kita menjadi seperti Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang memiliki kecerdasan yang luar biasa? Kita sudah tahu apa yang menyebabkan mereka memiliki kemampuan di atas rata-rata. HIDUP DISIPLIN! Jadi jika kita ingin menjadi orang yang luar biasa di lingkungan sekitar kita, kita harus disiplin, tata ulang setiap jadwal kita, jangan sekali-kali melanggar komitmen kita. Waktu bangun jangan bermalas-malasan, waktu kerja / sekolah / kuliah harus disiplin dan lain-lain. Dalam hal rohani, jangan menunda waktu berdoa, saat teduh, membaca Alkitab, ibadah, memberi perpuluhan dan lain-lain.
Jika kita terbiasa berdisiplin pastilah kita juga akan siap ketika ada masalah datang.
Bangkitlah Daniel - Daniel masa kini !!
dikutip dari www.renunganhariankristen.net
- 3759 kali dibaca