Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Perbincangan kami kali ini tentang "Kebahagiaan Keluarga dan Murah Hati". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, tentunya semua pasangan dan semua keluarga berharap kalau mereka membangun keluarganya pastinya ingin bahagia. Sekarang kita mau membicarakan tentang hubungan kebahagiaan dan sikap murah hati. Mungkin Pak Paul bisa menjelaskan tentang kebahagiaan dan murah hati dulu ?
PG : Ada banyak faktor yang terlibat untuk membuat sebuah keluarga bahagia, saya berikan perumpamaan tentang pohon. Waktu kita menanam pohon maka kita harus memberikan pupuk dan harus kita meletakkannya di bawah sinar matahari dan harus memberikan air yang cukup. Kita sendiri tidak bisa membuat pohon itu bertumbuh, tapi dengan kita menyiraminya dan menempatkannya di bawah sinar matahari dan memberinya pupuk maka tiba-tiba pohon itu mulai bertumbuh. Demikian juga dengan pernikahan dan keluarga, kalau kita ingin membuat keluarga sehat dan relasi kita penuh dengan kebahagiaan maka ada hal-hal yang harus kita adakan terlebih dahulu, yang saya ingin angkat adalah sifat atau sikap murah hati. Dengan kata lain, saya mau menegaskan bahwa kalau kita tidak memunyai sikap murah hati maka kita tidak akan bisa membangun pernikahan yang sehat dan bahagia karena orang yang kikir hati tidak akan bisa membangun pernikahan yang bahagia. Jadi maksud saya dengan murah hati adalah hati yang memberi dan hati yang tidak perhitungan, hati yang rela berkorban dan hati yang rela mengedepankan yang lain supaya yang lain mendapatkan lebih dari padanya. Jadi benar-benar sebuah hati yang rela ditempatkan di bangku belakang supaya orang lain ada di bangku depan. Dan salah satu wujudnya adalah misalkan memberi. Jadi kalau kita kikir hati dan tidak suka memberi, semua harus dibatasi dan ditekan, maka tidak mungkin keluarga kita akan bahagia.
GS : Tapi ada orang yang kepada orang lain, dia bisa murah hati tapi kepada anggota keluarganya sendiri tidak, sehingga pasangannya sendiri heran, "Kamu sama orang lain bisa begitu murah hati tapi kepada saya malah kikir sekali".
PG : Kemungkinan besar orang yang seperti itu memang orang yang membutuhkan persetujuan, penghargaan, penerimaan, pengakuan dari orang lain. Itu sebabnya dia tidak mau memerlihatkan sifat yang sesungguhnya, daripada dia tonjolkan sifat sesungguhnya kemudian orang menolaknya, maka lebih baik dia sembunyikan. Tapi di rumah, apa adanya dia akan keluar dan tampak dengan sangat jelas dan ternyata di rumah dia itu sangat kikir. Orang yang kikir artinya tidak suka memberi, sangat perhitungan dan juga tidak rela di nomor duakan dan tidak rela harus menderita menjadi korban, dia tidak mau seperti itu dan bagiannya tidak mau berkurang.
GS : Untuk memperjelas perbincangan ini, apakah ada contoh di dalam Alkitab atau bagian Alkitab yang menceritakan hal ini.
PG : Saya ingin kita belajar dari seorang janda yang miskin, ini cerita diambil dari Markus 12:41-44, "Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memerhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.’" Dari cerita ini, Pak Gunawan, nanti kita akan belajar sekurang-kurangnya tiga hal yang dapat kita contoh dan kita terapkan dalam keluarga kita.
GS : Namun pelajaran apa yang bisa kita ambil dari firman Tuhan itu, Pak Paul ?
PG : Yang pertama adalah sebagaimana dapat kita lihat, tidak ada seorang pun yang memaksa si janda miskin ini untuk memberi persembahan kepada Tuhan, dia memberi dengan sukarela. Hal ini menandakan bahwa ia mendengarkan suara hatinya dan bukan suara pikiran atau logikanya. Jika ia misalnya mendengarkan suara pikirannya mustahil dia akan memberi sebab ia tidak lagi memunyai uang, logikanya akan menyuruhnya untuk menyimpan uang itu dan menunda memberi persembahan kepada Tuhan. Kita melihat di sini dia tidak mendengarkan suara logika atau pikirannya, yang dia dengarkan adalah suara hatinya, gara-gara dia mendengarkan suara hatinya maka dia memberi semua yang dimilikinya. Jadi dari sini kita bisa memetik suatu pelajaran, orang yang murah hati adalah orang yang mendengarkan suara hati ketimbang suara pikiran saja. Jadi benar-benar orang yang murah hati itu adalah orang yang mau juga digerakkan oleh perasaannya, belas kasihannya dan itulah yang nanti akan menjadi motor dari tindakannya.
GS : Tentunya suara hati ini tidak muncul dengan begitu saja dan saya yakin sekali bahwa memang janda ini sudah terbiasa, sudah terlatih, sudah terkondisi untuk memberikan persembahan kepada Tuhan, karena dia sudah terbiasa memberikan maka pada saat itu pun suara hati itu tetap mengingatkan, "Kamu harus memberikan, ini yang terbaik untuk Tuhan".
PG : Betul sekali dan saya setuju meskipun Alkitab memang tidak mengatakannya tapi saya bisa menyimpulkan bahwa kalau orang sampai seperti ini maka dapat dipastikan bahwa dia adalah orang yang terbiasa memberi kepada Tuhan, karena dia terbiasa memberi maka meskipun saat itu dia tidak lagi punya uang yang banyak, yang tersisa adalah sangat sedikit tapi tetap dia memberi kepada Tuhan, jadi dengan terencana dan sengaja melanggar suara pikirannya karena dia mendahulukan suara hatinya yaitu dia tetap mau memberi kepada Tuhan.
GS : Seringkali yang terjadi justru dalam kondisi seperti itu orang tidak mendengar suara hatinya bahkan membungkam suara hatinya dan mencari alasan yang logis. Orang juga bisa menerima alasan kalau dia tidak memberi.
PG : Betul sekali. Jadi akhirnya kalau kita simpulkan, coba kita melihat diri kita, bukankah berapa seringnya kita tergerak melakukan sesuatu yang menuntut pengorbanan kita dan mengharuskan kita memberi dan kita berpikir membuat hal-hal yang mulia, dan suara hati menggerakkan kita melakukan hal yang mulia itu tapi langsung dibungkam oleh suara pikiran kita, "Untuk apa, orang itu tidak perlu dan Tuhan mengerti, tidak perlu diberikan kepada Tuhan karena Tuhan juga tidak marah", jadi langsung dibungkam oleh suara pikiran kita.
GS : Berarti suara hati ini harus betul-betul dikuasai oleh Roh Kudus karena suara hati itu juga kadang-kadang sering menyesatkan kita juga, Pak Paul.
PG : Betul. Kita ini tidak melakukan apa yang suara hati kita katakan tanpa meneropongnya dari kacamata firman Tuhan. Kalau suara hati menyuruh kita melakukan hal yang sangat salah dan berlawanan dengan kehendak Tuhan maka kita jangan dengarkan, tapi kalau kita mengetahui suara hati ini dan menyuruh kita melakukan sesuatu yang memuliakan Tuhan, meskipun pikiran kita mencoba membungkamnya tapi kita harus tetap mendengarkan suara hati kita. Ini yang menjadikan kita seseorang yang murah hati.
GS : Selain itu pelajaran apa lagi yang bisa kita pelajari, Pak Paul ?
PG : Dari cerita ini dapat kita simpulkan bahwa si janda miskin memberi dari kekurangan dan bukan kelimpahan. Memberi adalah sebuah tindakan yang mengharuskan kita keluar dari diri sendiri dan masuk ke dalam diri orang yang akan menjadi penerima pemberian kita. Si janda miskin tidak melihat dirinya pada saat itu, yang dilihatnya adalah Tuhan dan bahwa Tuhan layak dan seharusnya menerima persembahannya. Dengan kata lain, dia memberi sebab dia tidak lagi memikirkan dirinya, kalau dia terus memikirkan dirinya maka dia tidak akan memberi dan dia akan berkata, "Nanti bagaimana saya, bukankah saya butuh makan ?" Tapi karena dia tahu bahwa Tuhan yang meminta dia memberi dan bahwa ini adalah kewajibannya sebagai anak Tuhan untuk memberi persembahan kepada Tuhan, maka dia berikan. Jadi kita melihat dia keluar dari dirinya dan masuk ke dalam diri yang akan menerima pemberian-Nya dan dalam hal ini adalah Tuhan. Dari sini kita bisa memetik satu prinsip yaitu orang yang memberi adalah orang yang berego kecil, fokus perhatiannya bukan pada dirinya atau egonya, tapi pada orang lain. Orang yang murah hati selalu melihat orang, memandang orang, mengerti penderitaan orang, mengetahui kebutuhan orang dan itulah yang akan menjadi fokus perhatiannya dan bukan dirinya sendiri. Orang yang kikir, orang yang tidak peduli dengan orang lain, dia akan mementingkan dirinya sendiri.
GS : Kisah ini mengingatkan saya, akan seorang janda yang di Sarfat, di mana Nabi Elia memang meminta, "Buatkan bagi kami terlebih dahulu, barulah kalian" maksudnya dia dan anaknya. Bagi saya janda miskin yang ada di Injil Markus ini lebih sulit karena tidak ada orang yang meminta dia, kalau janda yang di Sarfat memang diminta oleh Nabi Elia. Dan sebenarnya apa yang paling mendasar di dalam diri seorang janda ini, karena sebenarnya dia juga punya ego dan dia juga punya kepentingan yang seharusnya dia mendahulukan dirinya.
PG : Ini membawa kita kepada pelajaran yang ketiga yaitu orang yang mempertaruhkan hidupnya sepenuhnya pada kemurahan hati Tuhan. Jadi kenapa dia memberikan dan bukan hanya itu, tapi dia memberikan semua sisa uangnya dan dia tidak menyisakan apa-apa sebab dia yakin kalau Tuhan akan memelihara hidupnya. Di sini kita bisa melihat kalau dia adalah orang yang sunguh-sungguh beriman, dia tidak hanya mengatakan dia beriman tapi dia sungguh-sungguh mempertaruhnya dirinya pada kemurahan hati Tuhan, berdasarkan iman yang dimilikinya. Jadi bisa kita simpulkan, Pak Gunawan, orang yang murah hati adalah orang yang memang beriman. Kalau kita tidak punya iman maka kita susah untuk murah hati karena kita selalu hitung-hitung maka ujung-ujungnya kita selalu merasa tidak cukup. Jadi harus ada lapisan pengaman kedua dan ketiga dan lapisan itu tidak pernah habis-habis. Akhirnya kita tidak memikirkan orang lain dan memberikan sepenuhnya kepada Tuhan. Jadi belajarlah dari si janda yang miskin ini, Tuhan sanggup memelihara hidupnya kendati dia tidak lagi memunyai uang sepeser pun.
GS : Tapi pada saat itu janda mendapat perhatian khusus dari komunitas bait Allah ini karena di peraturan orang Yahudi, seorang janda akan dihidupi oleh orang-orang lain.
PG : Masalahnya adalah dia memang harus bergantung pada belas kasihan orang, memang Tuhan meminta kerabat untuk menolong janda, tapi tidak selalu kerabat akan bersedia menolong. Maka dalam kasus misalkan Naomi dan Rut, pada waktu mereka kembali ke Betlehem Efrata setelah Naomi kehilangan kedua putranya dan salah satunya adalah suami dari Rut, Rut harus memungut padi atau gandum yang tercecer. Kenapa ? Sebab memang tidak ada yang akan bisa memberi mereka makan, jadi dengan kata lain, tidak jauh berbeda dari kehidupan seorang pengemis dan itulah yang menjadi nasib dari kebanyakan janda saat itu, kalau keluarganya tidak memelihara mereka. Namun apakah keluarganya memeliharanya atau tidak, kenyataannya tetap sama yaitu dia tidak punya uang. Kenyataannya dia hanya punya uang dua peser yang merupakan mata uang terkecil, itu membuktikan kalau pun dia ada kerabat yang peduli, ternyata saat itu mereka tidak dipedulikan, buktinya dia tidak punya uang sama sekali dan tidak ada yang memberikan kepadanya. Jadi benar-benar dia dalam kondisi di ujung tanduk dan kematian itu benar-benar terbayang di depan matanya. Namun dia tetap mempertaruhkan hidupnya kepada kebaikan Tuhan bahwa Tuhan akan memelihara hidupnya.
GS : Yang mengatakan memang Tuhan Yesus sendiri dan ditujukan kepada para murid dan saya yakin para murid akan meyakini apa yang Tuhan Yesus katakan tapi mungkin orang juga berkata, "Yang kelihatan dia berikan segitu tapi mungkin di rumah masih ada simpanannya". Bagaimana itu bisa diketahui ? Ada yang mengatakan, "Kalau diberikan hanya segitu maka semua orang juga bisa memberikan".
PG : Memang ini adalah perkataan Tuhan Yesus sendiri, karena Tuhan yang mengatakannya maka kita tahu Dia yang mengetahui sesungguhnya apa yang menjadi kondisi si janda dan Tuhan berkata, "Sebab mereka semua yaitu orang-orang kaya memberi dari kelimpahannya tapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya yaitu seluruh nafkahnya". Dapat kita simpulkan bahwa si janda itu mungkin bekerja dan nafkahnya hanya segitu dan hidupnya memang penuh dengan kekurangan, jadi dia mempertaruhkan semua di tangan Tuhan.
GS : Sikap murah hati itu sebenarnya berasal dari mana, Pak Paul ?
PG : Kalau saya simpulkan ada tiga sumbernya, murah hati itu keluar dari lebih banyak hati, lebih banyak iman dan lebih sedikit diri sendiri atau ego. Jadi kalau kita mau belajar murah hati maka kita harus belajar lebih banyak menggunakan suara hati, lebih banyak menggunakan iman dan lebih sedikit memikirkan diri sendiri dan barulah nanti kita bisa memunyai sikap murah hati dan sikap murah hati ini yang nantinya juga akan berperan sangat besar untuk membangun keluarga yang bahagia.
GS : Apa kaitannya murah hati dan kebahagiaan keluarga, Pak Paul ?
PG : Yang pertama kita bisa simpulkan bahwa pernikahan membutuhkan lebih banyak hati. Yang saya maksud hati di sini adalah bagian terlembut pada diri kita. Ini adalah bagian diri kita yang berisikan kasih, berisikan belas kasihan, berisikan simpati. Lebih seringlah berbuat sesuatu kepada pasangan berdasarkan suara hati. Saya berikan contoh misalnya beberapa waktu yang lalu saya mau menelepon istri saya karena saya diundang untuk memimpin sebuah acara retreat dan saya ditempatkan di sebuah kamar yang nyaman di tempat retreat tersebut. Saya berpikir ingin menelepon istri saya untuk memberitahu bahwa hotel ini begitu nyaman dan enak, saya ingin memberi tahu dia, "Kalau saja ada kamu di sini mungkin kita bisa senang dan bahagia menikmati suasana yang indah ini" tapi kemudian saya berpikir lagi, waktu di sana masih pagi hari dan terlalu pagi kalau saya membangunkan dia karena di sana sekitar jam 5 pagi, tidak perlulah kasihan dia. Tapi tiba-tiba saya terpikir lagi bukankah memang buat istri saya, dia lebih rela dibangunkan dan mendengarkan kabar sebaik itu dari saya dari pada tidak dan dia tidak keberatan dibangunkan. Jadi suara hati saya berkata, "Teleponlah dia pasti senang" tapi pikiran saya berkata, "Jangan, dia sedang tidur". Kemudian akhirnya saya paksa untuk mendengarkan suara hati saya dan memang dia masih tidur karena di sana masih jam 5 pagi, waktu dia terbangun dan mendengar suara saya dan saya katakan, "Aduh, Siang kalau kamu ada di sini pasti akan sangat senang sekali menikmati hotel ini" reaksi dia senang sekali dan benar-benar merasa tersayangi dan terhibur oleh saya dan dia katakan, "Terima kasih kamu telepon saya dan beritahu saya". Jadi sekali lagi sering-seringlah kita menggunakan dan mendengarkan suara hati, bagian terlembut dan yang terdapat banyak rasa sayang dan kasih.
GS : Tapi dalam hal itu seperti yang Pak Paul katakan, Pak Paul mengenal betul istri Pak Paul, jadi yakin kalaupun dibangunkan karena telepon itu pasti reaksinya positif dalam hubungan Pak Paul dan istri. Tapi ada orang yang tidak berani melakukan hal itu karena tanggapan istrinya selalu negatif. Jadi dia sudah mencoba memberitahukan dengan baik tapi tanggapan istrinya, "Pagi-pagi kenapa telepon, kalau hanya berkata seperti itu, nanti siang ‘kan bisa". Jadi lama-lama suara hati orang ini juga mati.
PG : Betul. Jadi kita simpulkan dua-dua harus sering-sering mendengarkan suara hati dan melakukan apa yang suara hati katakan, sehingga dalam pernikahan maupun keluarga kita akan lebih banyak kebahagiaan. Mungkin untuk anak kita, kita memberikan makanan pada malam hari karena mungkin dia sudah menunggu, memang akan sedikit repot harus jalan sedikit jauh untuk membelikan makanan tapi tidak apa-apa karena pasti dia senang karena ada kejutan. Jadi hal-hal kecil seperti itu. Tapi saya juga mengerti dan kadang saya berbuat yang sama, "Tidak perlulah, saya dan dia sudah capek". Namun sekali lagi kalau saja kita lebih sering mendengarkan suara hati dan melakukannya maka benar-benar kita akan lebih banyak melihat senyum dalam keluarga kita.
GS : Berarti itu harus ada tanggapan yang positif dari pihak yang menerima kemurahan hati kita, begitu Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Sebab kalau terlalu lama maka keinginan itu akan padam.
GS : Bagaimana untuk membangkitkan semangat murah hati dari pasangan dan anak-anak atau orang tua kita ?
PG : Mungkin langsung kita katakan, "Maaf saya membangunkanmu, mungkin kamu mau tidur tapi saya sengaja melakukan apa yang suara hati saya katakan, sebab saya seringkali mencegah perbuatan-perbuatan seperti, jadi akhirnya jarang saya bisa mengutarakan kasih sayang saya kepada kamu dengan cara yang lebih spontan, saya tadi secara spontan menelepon". Waktu kita menjelaskan itu maka pasangan kita bisa lebih mengerti, "Itu maksudmu, kamu ingin lebih spontan menunjukkan kasih sayangmu kepadaku". Ketika orang melihat itu maka besar kemungkinannya dia akan menerima. Jadi waktu orang mengerti itu maka lebih besar kemungkinannya dia akan menerima karena waktu kita mengetahui maksud di belakang perbuatan seseorang, maka kita lebih jelas mengerti maksudnya yang baik untuk kita, dan kita akan lebih mudah menerimanya.
GS : Jadi seperti membelikan makanan, itu bisa juga ditanggapi negatif sebagai pemborosan, Pak Paul. Tapi kalau kita katakan, "Ini ada tambahan pemasukan sehingga kita mau menyenangkan" itu mungkin orang lebih mengerti. Perlu bagi kita untuk mengkomunikasikan kemurahan hati kita secara lisan.
PG : Betul. Jadi mungkin dalam hal makanan kita bisa berkata, "Saya mengerti kita hati-hati di dalam pengeluaran, tapi tadi saya sangat tergerak dan ingin membuat kamu bahagia dan ini memang kejutan supaya kamu bahagia, tolong diterima kejutan ini".
GS : Ada hal lain, Pak Paul, yang harus diterapkan di dalam kehidupan pernikahan ?
PG : Tadi saya sudah garis bawahi pentingnya kita menggunakan suara hati di dalam keluarga supaya dapat menciptakan kebahagiaan dan yang kedua adalah kita tidak bisa mementingkan diri kita, tapi harus mengurangi diri sendiri. Jadi pernikahan memerlukan sedikit diri atau ego, tapi kita harus memberikan perhatian yang lebih besar kepada pasangan kita. Jadi berusahalah memenuhi kebutuhannya dan perbuatlah lebih banyak untuk membahagiakannya. Sering-seringlah bertanya apa yang membuatnya bahagia ? Apa yang membuatnya tersenyum ? Jadi sering-seringlah bertanya seperti itu. Apa yang dapat saya lakukan untuk membuatnya tersenyum hari ini ? Kalau kita bisa mengingatkan diri kita 2 hari sekali saja, apa yang bisa membuat pasangan kita tersenyum, Maka pernikahan kita akan benar-benar diperkuat dan kita akan lebih sering melihat pasangan kita tersenyum.
GS : Tentu ini tersenyum bahagia, Pak Paul. Kalau tersenyumnya tersenyum sinis maka akan menimbulkan masalah lagi dalam keluarga kita. Kadang-kadang kita justru menuntut supaya kita dibuat tersenyum oleh pasangan kita dari pada kita bisa lebih membuat pasangan kita berbahagia.
PG : Makanya kita yang harus memulainya karena kita yang tahu terlebih dahulu. Dan kalau kita tidak mendapatkan tanggapan maka tidak apa-apa, biarlah kita tetap memulainya dan sering-seringlah mengkomunikasikan dan kita mau melatih diri kita lebih sering memikirkan apa yang membuat pasangan tersenyum, dan kita mau mencoba itu. Waktu pasangan kita mendengar bahwa kita ini berusaha membuatnya tersenyum atau membuatnya bahagia, maka dia akan senang atau tersentuh dan besar kemungkinan dia akan mau membalasnya pula.
GS : Jadi sifat murah hati ini tidak bisa berdiri sendiri. Ada sifat-sifat lain yang harus mendukung misalkan kerendahan hati, mau mengalah dan sebagainya menyenangkan hati orang lain. Hal-hal itulah yang akan membantu untuk menonjolkan supaya murah hati ini terbentuk di dalam diri seseorang dan tidak jatuh dari langit.
PG : Betul sekali. Memang perlu unsur-unsur itu, kalau tidak maka kita tidak bisa murah hati. Point ke dua adalah kita harus mengecilkan ego kita.
GS : Yang ketiga apa, Pak Paul ?
PG : Yang ketiga pernikahan membutuhkan lebih banyak iman. Ada banyak hal yang dapat memicu pertengkaran namun sebagian darinya berasal dari kurangnya iman, misalnya oleh karena kurang beriman maka kita mengkhawatirkan kondisi keuangan dan mulai mengeluh dan menyalahkan pasangan. Oleh karena kurang iman kita terlalu mencemaskan masa depan anak sehingga terlalu membatasi ruang gerak anak. Itu sebabnya kita harus lebih beriman dan berserah kepada Kristus dan kesetiaan-Nya, makin kita berserah kepada-Nya maka makin sedikit tekanan hidup dan akan makin besar pula sukacita. Jadi orang yang beriman dan tidak khawatir tidak akan menimbulkan stres, berarti murah hati itu akan dapat diterapkan pula.
GS : Mewujudkan iman seperti yang Tuhan Yesus katakan, "Kalau iman itu tanpa perbuatan maka tidak ada gunanya", maka dikatakan iman itu mati. Mewujudkan iman di tengah-tengah keluarga ini seolah-olah memadukan antara kepala dan hati kita, kadang-kadang hati kita memang seperti itu tapi kepala itu seperti yang Pak Paul katakan seringkali bertentangan dengan hati dan kita tidak lakukan apa-apa akhirnya.
PG : Jadi kalau kita mau membahagiakan keluarga kita maka kita harus menanamkan sifat murah hati dan murah hati itu didirikan sekurang-kurangnya tiga sumber ini yaitu lebih banyak hati yang berperan, lebih banyak iman yang berperan dan lebih sedikit diri atau kepentingan pribadi yang berperan.
GS : Itu salah satu alasan kenapa firman Tuhan selalu mengingatkan agar kita berpasangan dengan orang yang seiman, kalau tidak seiman ini bisa menjadi masalah, Pak Paul.
PG : Betul dan memang kalau tidak seiman, tidak selalu kita sepaham dalam hal seperti ini walaupun seringkali dikompromikan tetapi seringkali memicu pertengkaran baru sehingga tidak ada gunanya atau sulit sekali, Pak Paul.
PG : Betul.
GS : Dari semua perbincangan ini, kesimpulan kita apa, Pak Paul ?
PG : Jadi murah hati berasal dari lebih banyak hati, lebih banyak iman dan lebih sedikit diri. Kita harus mengingat itu, murah hati berarti lebih banyak hati, lebih banyak iman dan lebih sedikit diri. Ini adalah resep kebahagiaan pernikahan.
GS : Dari yang ketiga ini rasa lebih sedikit diri agak sulit karena menyangkut diri kita. Kalau lebih banyak hati mungkin kita masih bisa lakukan tapi untuk membuat diri sendiri kita terus mengalah, terus menjadi kecil maka ini menjadi tantangan tersendiri. Tapi saya percaya kalau Dia menyuruh kita melakukan hal itu maka Dia pasti akan memberikan kekuatan-Nya kepada kita.
PG : Amin.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kebahagiaan Keluarga dan Murah Hati". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
insan
Min, 04/09/2011 - 12:03am
Link permanen
kebahagian keluarga & murah hati
TELAGA
Sen, 12/09/2011 - 12:40pm
Link permanen
Kebahagiaan Keluarga dan Murah Hati