Penentu Keharmonisan Pernikahan

Versi printer-friendly
Agustus

Berita Telaga Edisi No. 117 /Tahun X/ Agustus 2014


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Rr. Fradiani Eka Y. Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon




Penentu Keharmonisan

Pernikahan

Ada banyak hal yang dapat menentukan keharmonisan pernikahan, namun di antara semua itu, ketiga faktor berikut ini merupakan yang terpenting: (a) Relasi dengan Tuhan yang otentik dan dinamis, (b) Kesamaan dalam hal yang penting dan (c) Kesehatan jiwa masing-masing.

(a) Relasi dengan Tuhan yang Otentik dan Dinamis

Yang dimaksud dengan relasi dengan Tuhan yang otentik adalah sebuah relasi yang akrab dan apa adanya. Di dalam relasi yang otentik dengan Tuhan, kita dapat mengakui kelemahan kita di hadapan-Nya dan membawa keluhan kita kepada-Nya. Kita tidak bersembunyi di balik kedok iman—bilamana kita sedang tidak beriman. Dan, kita pun tidak malu membeberkan kegagalan kita. Singkat kata, relasi yang otentik adalah sebuah relasi yang aman dalam kasih karunia Tuhan.

Yang dimaksud dengan relasi dengan Tuhan yang dinamis adalah sebuah relasi yang ditandai dengan ketaatan untuk melakukan kehendak Tuhan. Jadi, di dalam relasi yang dinamis dengan Tuhan, kita akan selalu terpanggil untuk melakukan sesuatu buat Tuhan sesuai dengan pimpinan-Nya. Kita pun senantiasa berpikir lewat teropong Kerajaan Allah sehingga lebih memusatkan perhatian pada kepentingan-Nya ketimbang kepentingan diri sendiri.

Nah, bilamana baik suami maupun istri mempunyai relasi yang otentik dan dinamis dengan Tuhan, maka hal-hal berikut ini akan terjadi di dalam pernikahan:

  • Oleh karena relasi yang hidup mesti bertumbuh, maka relasi pernikahan yang dihuni oleh dua orang yang memiliki relasi yang otentik dan dinamis dengan Tuhan, akan juga hidup dan bertumbuh. Pada waktu Tuhan duduk di puncak pimpinan, Ia pasti akan memimpin anak-anak-Nya menuju kehendak-Nya. Dan ini akan membuat relasi tidak statis. Akan ada tantangan baru yang mesti dihadapi tetapi setiap tantangan akan membuka lembar kesempatan untuk bertumbuh. Alhasil relasi pun akan bertumbuh. Cinta akan makin mengakar dan ketahanan menghadapi tekanan akan menguat.

  • Oleh karena ketaatan menjadi ciri utama relasi dengan Tuhan yang otentik dan dinamis, maka tidak bisa tidak, baik suami maupun istri menjadi pribadi yang makin hari makin hidup buat Tuhan dan bukan buat kepentingan sendiri. Singkat kata kepentingan yang lebih luas akhirnya menjadi penentu keputusan, bukan kepentingan pribadi yang sempit. Di dalam relasi seperti ini konflik menjadi lebih jarang terjadi sebab makin persentase konflik yang tidak terselesaikan makin hari makin mengecil.

  • Oleh karena di dalam relasi yang otentik dan dinamis dengan Tuhan, Ia menjadi pusat segalanya, maka tidak bisa tidak, baik suami maupun istri juga akan makin menyerap nilai-nilai rohani yang bersumber dari Firman Tuhan. Makin banyak yang terserap, maka makin besar pula dampak yang ditimbulkan dalam setidaknya, penggunaan waktu dan uang. Di bawah payung yang sama, maka keputusan yang berkaitan dengan waktu dan uang akan jauh lebih mudah diambil, tanpa harus didahului oleh perkelahian.

(b) Kesamaan dalam Hal-Hal yang Penting

Di dalam bahasa Inggris ada perkataan yang berbunyi, "Opposite attracts." Artinya, kita cenderung tertarik kepada orang yang berbeda dari diri kita sendiri. Tidak bisa disangkal pada awalnya memang kepribadian dan gaya hidup yang berbeda mempunyai daya tarik tersendiri. Namun pada akhirnya pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan akibat perbedaan tidaklah sedikit. Makin besar perbedaan, makin berat usaha untuk memahami dan menyesuaikan diri.

Itu sebab, sesungguhnya resep yang lebih tepat bukanlah mencari yang berbeda, melainkan mencari yang serupa dengan kita. Pada kenyataannya hampir selalu semua kesamaan berperan besar dalam mengharmoniskan relasi, kecuali sifat keras kepala dan egois. Dua orang yang keras kepala dan egois tidak mungkin hidup bersama dalam keharmonisan.

Nah, kembali kepada faktor kesamaan, kita mesti membedakan antara kesamaan dalam hal sepele dan kesamaan dalam hal penting. Yang saya maksud dengan kesamaan sepele adalah kesamaan yang berkaitan dengan gaya hidup sehari-hari. Misalkan kita sama-sama orang “pagi”—tidak suka tidur larut malam dan lebih suka bangun dini hari. Atau, kita sama-sama suka makan soto atau sama-sama suka pergi ke bioskop.

Sekali lagi, kesamaan—apa pun itu—berdampak positif dalam mengharmonis-kan relasi. Namun, kesamaan dalam hal yang penting akan memberi dampak yang lebih besar dibanding kesamaan dalam hal yang sepele. Yang dimaksud dengan kesamaan penting adalah kesamaan dalam cara berpikir atau menilai sesuatu yang terjadi. Ada orang yang berpikir jauh ke muka dan ada yang berpikir pendek. Ada orang berpikir dalam dan ada yang berpikir praktis. Cara berpikir yang berbeda akan meng-akibatkan cara menilai yang berbeda dan pengambilan keputusan yang berbeda pula.

Sayang, banyak pasangan yang terlalu cepat berkesimpulan bahwa mereka sepadu-padan padahal kesamaan yang mereka temui bukanlah kesamaan dalam hal yang penting. Ketidaksamaan dalam cara berpikir, tidak bisa tidak, akan memengaruhi komunikasi. Untuk mencegah konflik, kita harus berusaha memahami cara pikir pasangan. Namun sebagaimana kita tahu keharmonisan tidak saja dibangun di atas “tidak ada konflik” melainkan juga—dan terutama—di atas “keintiman.” Dan, keintiman baru dapat bertunas bila kita mulai dapat melihat dan menilai dengan cara pikir yang sama.

(c) Kesehatan Jiwa Masing-Masing

Pepatah “Tidak ada gading yang tak retak” berlaku untuk semua manusia. Kita tidak sempurna dan tidak dibesarkan dalam lingkungan yang sempurna pula. Kita masih memunyai pekerjaan rumah untuk membereskan persoalan pribadi kita masing-masing. Sungguhpun demikian ada yang memunyai sedikit pekerjaan rumah namun ada pula yang memunyai banyak pekerjaan rumah. Singkat kata, bak gading, ada yang retak sedikit tetapi ada pula yang retak banyak. Dan, kita masuk ke dalam pernikahan membawa keretakan itu.

Sebagai contoh, bila kita dibesarkan dalam rumah yang sarat konflik, besar kemungkinan kita pun akhirnya bertumbuh besar membawa api kemarahan di dalam diri kita. Akhirnya kita senantiasa mengalami kesulitan mengen-dalikan emosi tatkala beradu pendapat dengan pasangan. Begitu cepat emosi naik dan setelah naik, kita tidak berhasil mengen-dalikannya dengan baik. Alhasil kita sering menyakiti hati pasangan dan luka yang tertimbun di hati membuatnya dingin dan menjauh dari kita.

Atau, kita sering menerima kritikan dari orang tua. Hampir semua yang kita lakukan salah atau kurang cukup baik di mata mereka. Akhirnya kita bertumbuh besar menjadi pribadi yang selalu memastikan bahwa kita telah mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. Kita tidak mau dan tidak suka dikritik sebab kritik, bagi kita, sama dengan disalahkan. Di dalam pernikahan kita sulit menerima masukan apa pun yang kita tafsir sebagai kritikan. Akhirnya hampir setiap pembicaraan menjadi ajang untuk membenarkan diri dan menyalahkan pasangan.

Contoh terakhir, kita tidak mendapatkan perhatian dan pengakuan yang cukup dari orang tua. Kita pun tidak memperoleh pengakuan dan rangkulan dari teman. Sebagai akibatnya kita mengembangkan rasa ditolak dan ini membuat kita peka dengan segala tindakan yang kita anggap sebagai penolakan. Di dalam pernikahan kepekaan ini menjadi duri yang menusuk relasi. Misalkan, pasangan ingin pergi melakukan sesuatu dan tidak menerima bantuan kita setelah kita menawarkannya. Ia menolak tawaran kita karena ia tidak memerlukannya. Tetapi bagi kita, penolakan itu merupakan penolakan terhadap diri kita.

Sebagaimana dapat kita lihat, kesehatan jiwa menentukan keharmonisan pernikahan. Makin sehat, makin sehati ! Di dalam jiwa yang sehat semua masalah di atas tidak perlu muncul sebab hampir semua masalah dapat dihadapi bersama. Namun inilah penghiburan kita: Tuhan dapat memulihkan keretakan! Proses pemulihan akan berjalan lama dan tidak mudah, tetapi yang pasti adalah Tuhan sanggup. Kuncinya adalah kesediaan untuk melihat diri sebagaimana diutarakan oleh Pemazmur dalam Mazmur 139:23-24.

Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi

Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T379 A dan T379 B




Doakanlah...

  1. Bersyukur untuk 2x rekaman bersama Ev. Sindunata Kurniawan sebagai nara sumber dan Bp. Heman Elia sebagai penanya, alat rekam yang baru telah dilengkapi dengan 1 buah mixer, sehingga hasilnya bisa lebih baik.

  2. Doakan untuk rekaman selanjutnya yang akan diadakan pada tgl. 5 September 2014 dan juga rekaman bersama Bp. Paul Gunadi yang akan dimulai tanggal 8 September yad.

  3. Bersyukur hasil Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 21 Agustus yl. telah menetapkan Ir. Joko Widodo sebagai presiden terpilih untuk periode 2014 – 2019. Doakan untuk semua persiapan sebelum pelantikan yang direncanakan pada tgl. 20 Oktober 2014.

  4. Doakan untuk Literatur SAAT yang dalam tahun ini akan menerbitkan booklet berjudul “Membentuk Anak Perempuan Menjadi Wanita Dewasa”.

  5. Doakan juga untuk P.T. Visi Anugerah Indonesia yang akan menerbitkan buku yang terdiri atas 5 artikel seputar “Pekerjaan dan Karier”.

  6. Doakan agar ada tambahan radio yang mau bekerjasama menyiarkan program Telaga dalam tahun 2014 ini.

  7. Doakan untuk CD Telaga dengan kemasan baru, sementara ini beberapa contoh dititipkan di Pastorium, SAAT. Apabila memang diminati oleh pembeli maka akan lebih dilengkapi dengan judul-judul lainnya.

  8. Doakan untuk Sdri. Betty T.S. yang telah kembali ke Belanda dan pelayanan dalam tahun 2014 ini serta kecukupan dana yang diperlukan.

  9. Bersyukur untukl penerimaan dana dari donatur Tetap dalam bulan ini, yaitu dari :

          001 – Rp 100.000,-
          006 – Rp 300.000,- untuk 4 bulan
          011 – Rp 150.000,-



Telaga Menjawab

Tanya?Dear TELAGA,

Dimana batasan pergaulan seorang laki-laki yang sudah menikah dengan lawan jenisnya?

Ada suami yang kalau ditelepon oleh lawan jenis, dioper ke istrinya. Ada juga istri yang memperbolehkan suaminya yang pergi berduaan dengan lawan jenis asal “lapor” kepadanya. Yang mana yang benar? Sebenarnya apa batasannya dan apakah Alkitab memberi panduan tentang hal ini? Terima kasih.

JawabSalam sejahtera,

Menjawab pertanyaan Anda, sikap yang bijak dalam berhubungan dengan lawan jenis jika kita sudah menikah adalah berteman namun menjaganya agar tidak mendalam.

Ada dua hal yang dapat dilakukan supaya tidak mendalam. Pertama, jangan membicarakan masalah pribadi, baik itu pribadi sendiri atau keluarga sebab membicarakan masalah membukakakan pintu kebergantungan. Kebergantungan mudah terjalin apabila ada pihak yang memberi sikap mendengarkan dan mendukung, apalagi bila sanggup memberikan solusi. Kedua, jangan menghabiskan waktu yang lama dengannya, baik melalui telepon apalagi pergi berdua dengannya. Mengha-biskan waktu yang lama memberi kita kesempatan untuk menikmati kebersamaan dengannya. Apalagi bila pergi berdua, kita akan makin menikmati kebersamaan dengannya. Jadi pada intinya, jangan memberi ruang bertumbuhnya kenikmatan bersamanya.

Demikian tanggapan yang dapat kami berikan, semoga bisa menolong. Tuhan memberkati!

Salam : Pengasuh Program TELAGA



QUOTES

The Gift of Work

"He who loves his work never labors."

The Gift of Gratitude

"In those times we yearn to have more in our lives, we should dwell on the things we already have. In doing so, we will often find that our lives are already full to overflowing."

The Gift of Learning

"Education is a lifelong journey whose estination expands as you travel."

The Gift of Laughter

"Laughter is good medicine for the soul. Our world is desperately in need of more medicine."

The Gift of Giving

"The only way you can truly get more out of life for yourself is to give part of yourself away."

The Ultimate Gift

"In the end, life lived to its fullest is its own Ultimate Gift."

- Jim Stovall