Krisis dalam Keluarga Kristen

Versi printer-friendly
Juli

Berita Telaga Edisi No. 95 /Tahun VIII/ Juli 2012


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon




Krisis dalam Keluarga Kristen

Krisis dapat melanda seseorang tanpa pandang bulu termasuk juga keluarga Kristen, walaupun ada sebagian orang yang mencoba menyangkali dan berkata bahwa, "Kami tidak akan mengalami krisis karena kami di dalam Tuhan." Pernyataan ini kurang tepat maka kita mesti belajar bagaimana memahami krisis secara benar.

Krisis dalam Perspektif Alkitabiah

  1. Krisis dapat terjadi dalam setiap lini kehidupan, termasuk keluarga, misalnya keluarga Daud dan keluarga Yakub. Singkat kata, percaya kepada Tuhan dan memeroleh keselamatan-Nya tidak membebaskan kita dari kemungkinan kita mengalami krisis dalam hidup. Alasannya adalah jelas: Kita hidup di tengah ketidaksempurnaan! Di dalam ketidaksempurnaan krisis dapat muncul dan menerpa siapa pun termasuk anak-anak Tuhan.
  2. Krisis dapat timbul dari kesalahan sendiri—seperti dalam keluarga Daud dan Yakub—atau dari luar, seperti keluarga Naomi. Daud dan Yakub menabur benih masalah yang akhirnya meledak menjadi krisis besar dalam keluarga mereka. Naomi dan suaminya, Elimelekh terpaksa membawa kedua anak mereka Mahlon dan Kilyon ke Moab akibat bencana kelaparan yang melanda Betlehem. Namun di sanalah ia kehilangan suami beserta kedua anaknya. Dalam waktu 10 tahun, Naomi seorang ibu dan istri tiba-tiba menjadi janda sebatang kara.
  3. Krisis dipakai Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya. Alkitab dengan jelas memaparkan bahwa apa pun penyebab krisis, pada akhirnya Tuhan memakai krisis untuk menggenapi rencana-Nya. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi rencana Allah. Semua—termasuk krisis—dipakai Tuhan untuk menjalankan dan menggenapi rencana-Nya. Dari krisis dalam keluarga Daud, lahirlah Salomo, raja yang Tuhan tunjuk untuk membangun rumah bagi Tuhan. Dari krisis dalam keluarga Yakub, Tuhan memakai ini untuk membawa Yusuf ke Mesir untuk menjadi penolong bagi Israel pada masa kelaparan. Dari krisis dalam keluarga Naomi, Tuhan mendatangkan Rut ke Betlehem untuk membawa keturunan keluarga Daud dan akhirnya Tuhan kita Yesus Kristus.

Memahami Kinerja Krisis

  1. Krisis dapat datang sekonyong-konyong tetapi juga dapat datang perlahan-lahan. Dalam kasus Daud, krisis bermula sewaktu ia berdosa dengan Batsyeba dan membunuh suaminya Uria. Perlahan namun pasti krisis melanda keluarganya. Amnon, salah seorang putra Daud memerkosa Tamar, salah seorang putrinya. Absalom, saudara kandung Tamar, membalas dendam dan membunuh Amnon. Dalam kasus Yakub, secara perlahan krisis berawal sewaktu ia memberi perhatian berlebih kepada Yusuf putranya dan mengabaikan anak-anaknya yang lain. Setelah Yusuf dijual, dimulailah krisis dalam keluarga Yakub. Namun dalam kasus Naomi, krisis datang mendadak ketika satu per satu suami dan kedua putranya meninggal dunia.
  2. Krisis dapat berisikan dosa tetapi dapat pula tidak. Dalam kasus Daud, terlihat jelas unsur dosa. Dalam kasus Yakub, terdapat unsur ketidakbijaksanaan Yakub yang pilih kasih di antara anak-anaknya. Dalam kasus Naomi, tidak terlihat adanya unsur dosa. Keputusan untuk pindah adalah hal yang wajar dalam kondisi kelaparan. Jadi, tidak benar menuduh orang yang dilanda krisis sebagai orang yang tengah dihukum Tuhan karena dosanya. Belum tentu itulah kasusnya.
  3. Jika bermuatan dosa, bila tidak diakui dan dibereskan, dosa cenderung beranak pinak dan menjadi lebih parah. Dalam kasus Daud, ia tidak mengakui dosa perzinahan malah menutupinya dengan pembunuhan. Ia pun tidak pernah menghukum Absalom, malah membiarkannya berbuat semena-mena. Demikian pula dengan Yakub. Ia tidak mendisiplin anak-anaknya dalam hal yang lain, seperti membunuh Sikhem yang memerkosa putri Yakub, Dina. Alhasil Yusuf ditangkap hendak dibunuh oleh saudaranya sendiri, dibuang menjadi budak dan menjalani hidup penuh derita selama berbelasan tahun.

"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya." Roma 8:28-29

Oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip bisa didapatkan melalui situs TELAGA dengan kode T 281 A


Doakanlah
  1. Bersyukur untuk "love gift" dari Ms. Jennifer Ng melalui Ibu Santy Gunadi sebesar US$ 1,000 (Rp 9.450.000,-) dan dari Ibu Lely di Malang sebesar Rp 100.000,-.

  2. Metanoia telah menyatakan bahwa 6 artikel yang telah lama berada di sana tidak akan diterbitkan dan mempersilakan bila Telaga akan menerbitkannya melalui penerbit lainnya. Doakan agar Visipress mau menerbitkan 6 artikel tersebut.

  3. Doakan agar dalam waktu dekat ada kejelasan dari radio Solusi FM di Kendari, apakah program Telaga bisa disiarkan melalui radio tersebut.

  4. Doakan untuk tim SABDA yang sampai dengan akhir bulan ini belum memberi kejelasan tentang DVD Konseling yang sudah direncanakan sejak 1 tahun yl.

  5. Doakan untuk Bp. Heman Elia yang akan menyelesaikan 1 artikel berjudul "Pergumulan antara Ambisi dan Realita" dalam tahun ini.

  6. Doakan untuk Yayasan SABDA yang telah membeli tanah dan bangunan di depan tempat yang saat ini digunakan, rencananya setelah lebaran akan diadakan renovasi.

  7. Bersyukur untuk penerimaan dana dari donatur tetap dalam bulan ini, yaitu dari : 001 – Rp 100.000,- 011 – Rp 450.000,- untuk 3 bulan


Telaga Menjawab
Tanya

Saya seorang istri yang sudah berumah tangga 7 tahun dan dikaruniai dua orang anak laki-laki dan perempuan. Memang awalnya kami menikah karena beda keyakinan, dan suami beragama berbeda dari saya, karena pernikahan akhirnya suami saya bersedia untuk dibaptis dan menjadi anak Tuhan.

Karena mencari pekerjaan susah, sehingga suami bekerja di sebuah club malam sebagai kapten waitress, sudah 3 tahun lebih bekerja. Dan kemudian masalah baru muncul, suami saya terlibat asmara dengan teman kerjanya. Lama-lama perselingkuhan tercium oleh saya, karena emosi saya mendatangi kost pacar gelapnya itu dan menghajar mereka berdua habis-habisan tapi tidak sampai cedera serius, karena saya sangat emosi. Suami pun takut dan mau kembali ke rumah dan baikan lagi, keluarga saya pun memaafkan perbuatan tersebut meskipun ada kabar yang menyatakan perempuan tersebut hamil. Saya sangat mencintai suami saya dan saya bersedia membina hubungan rumah tangga lagi. Sang suami pun keluar dari pekerjaannya dan mendapatkan pekerjaan di tempat lain yang lebih baik.

Suatu hari ibu mertua saya datang menjenguk, karena hubungan saya dan mertua tidak terlalu baik, ibu mertua selalu menyalahkan saya. Selang waktu berjalan kurang lebih 3-4 bulan suami saya kedapatan SMS atau pun telepon kepada perempuan tersebut. Hanya saja saya mencoba menutup mata. Tanpa diduga keesokan harinya, suami pergi bersama ibunya meninggalkan saya dan anak-anak begitu saja dengan membawa akta pernikahan untuk suami dan membawa semua bajunya. Karena saya bekerja, jadi saya baru mengetahui hal itu setelah pulang ke rumah. Sampai detik ini saya tidak tahu dimana keberadaan suami saya. Pernah menelepon hanya tanya kabar anak-anaknya dan menceritakan bahwa dia berada di Cirebon. Tapi Tuhan itu luar biasa, teman saya ternyata mengenal suami saya dan dia mengatakan bahwa suami saya ternyata berada di Surabaya. Sungguh terlihat suami saya memang sepertinya ingin melepas tanggung jawab terhadap keluarga karena himpitan ekonomi juga.

Apa yang harus saya lakukan, saat ini saya bingung. Ada keluarga saya yang menyarankan untuk melaporkan suami saya ke lembaga hukum supaya jera. Tolong saya diberi nasehat dalam masalah ini, sebelumnya saya ucapkan terima kasih, Tuhan memberkati !

Jawab

Terima kasih untuk kesediaannya menulis surat kepada kami.

Ibu, pada akhirnya kita harus menerima fakta bahwa pernikahan sejati didirikan di atas kesediaan atau kerelaan dua belah pihak untuk berpadu. Dari cerita Ibu, tampaknya si suami sudah memutuskan untuk meninggal-kan istri–keputusan yang didukung oleh ibunya.

Pada saat ini segala usaha untuk memaksanya pulang hanyalah akan berakhir dengan kesia-siaan. Kalau keluarga si istri berhasil menemukannya dan membawanya pulang, yang tersisa dalam pernikahan itu hanyalah raga si suami, bukan hati atau jiwanya lagi.

Jadi, saran kami adalah sebaiknya jangan menggunakan cara apapun–apalagi paksaan—untuk membawa si suami pulang. Juga, hindari reaksi-reaksi emosional atau kekerasan. Sebaliknya, Ibu harus tenang dan melanjutkan hidupnya. Mungkin perubahan inilah yang perlu dilihat oleh si suami untuk meyakinkannya kembali ke rumah.

Memang tidak ada kepastian bahwa dengan cara ini suami akan pulang. Namun setidaknya inilah jalan kasih sebagaimana diajarkan oleh Tuhan kita Yesus. Dan, setidaknya jalan inilah yang sedikit lebih membuka kemungkinan si suami sadar dan bersedia pulang. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, Tuhan memberkati Ibu.


Hanya Sebuah Koin Penyok

Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu. Ia membungkuk dan menggerutu kecewa, "Uh, hanya sebuah koin kuno yg sudah penyok." Meskipun begitu ia membawa koin itu ke bank.

"Sebaiknya koin ini dibawa ke kolektor uang kuno", kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai 30 dollar.

Lelaki itu begitu senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 30 dollar untuk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari 100 dollar untuk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju dan mengembalikan gerobaknya.

Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Tiba-tiba seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, "Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja ‘kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?"

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh.. bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi".

Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.

Dikutip dari RENUNGAN-HARIAN.COM