Diusia Tua Takut pada Anak
Berita Telaga Edisi No. 72 /Tahun VII/ Agustus 2010
Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagaindo.net.id Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account : BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon
Pada masa anak kecil, anak takut kepada orang tua namun tatkala anak besar dan kita telah tua, kitalah yang malah takut kepada anak. Sebenarnya apakah yang terjadi sehingga hal ini terjadi? Berikut akan dijelaskan mengapa hal seperti ini terjadi dan apakah yang seharusnya menjadi sikap kita sebagai orang tua.
- Hubungan dengan anak selama ini baik dan kita tidak ingin merusak hubungan yang baik ini. Itu sebabnya kita berusaha keras untuk menoleransi sikap anak kepada kita kendati kadang sikap itu tidak terlalu positif.
- Hubungan dengan anak selama ini kurang baik dan kita ingin menyelamatkan apa yang tersisa dari hubungan ini. Itu sebabnya kita cenderung mengikuti kehendak anak supaya relasi kita tidak memburuk.
- Kita menyadari bahwa kita bersalah kepada anak dan sekarang kita ingin menebus kesalahan. Kita menjadi tidak berani bersikap tegas kepada anak dan cenderung menuruti kehendaknya.
- Kita bergantung penuh pada anak secara finansial. Kita menjadi sungkan bersuara kepada anak karena kita sadar bahwa kita adalah tanggungan anak.
- Makin kita tua, makin kita membutuhkan anak. Kalau bukan karena faktor ekonomi, kita bergantung pada anak untuk hal lainnya seperti antar-jemput, belanja dan kebutuhan kesehatan lainnya. Di usia tua kita pun membutuhkan anak secara emosional karena kesepian. Semua kebutuhan ini membuat kita takut kehilangan anak.
Jika demikian, apakah yang seharusnya menjadi sikap kita?
- Kendati anak telah besar, ia tetap manusia berdosa. Ia dapat melakukan kesalahan dan berbuat dosa. Kalau bukan kita, siapakah yang akan memberitahukannya? Jadi, tegurlah dosa namun tegurlah dengan kasih. Firman Tuhan berkata, "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri supaya kamu juga jangan terkena pencobaan" (Galatia 6:1).
- Kendati kita bergantung pada anak dalam segala bidang, tetap fokuskan mata pada kebenaran ini: Tuhanlah yang memelihara hidup kita. Perhatikanlah Firman Tuhan, "Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata, ‘Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu" (Matius 6:31-32)
- Tuhan memerintahkan anak untuk menghormati ayah dan ibu. Kata "hormat" di sini juga mencakup tanggung jawab memelihara kehidupan orang tua di masa tua. Jadi, anak bertanggung jawab kepada Tuhan dalam hal ini. Bahkan secara langsung Tuhan mengaitkan tanggung jawab anak memelihara orang tua dengan berkat-Nya yaitu, "supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu" (Keluaran 20:12). Kita tidak perlu takut akan reaksi anak, sebab masing-masing bertanggung jawab kepada Tuhan. Firman Tuhan menegaskan, "Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri" (Galatia 6:5).
- Bila memang kita bersalah kepadanya, kita mesti meminta maaf kepadanya. Ini adalah pertanggung-jawaban kita di hadapan Tuhan. Kalaupun anak tidak menuntut permintaan maaf, tetap kita harus melakukannya demi Tuhan. Firman Tuhan mengingatkan, "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh" (Yakobus 5:16).
Kesimpulan
Kita tidak perlu takut kepada anak. Relasi orangtua-anak di masa tua tidak harus berubah menjadi sebuah relasi takut. Kita perlu saling menghormati, bukan merasa takut. Dan, hormat keluar dari kehidupan yang benar di hadapan Tuhan.
Oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Catatan : Audio dan transkrip bisa didapat melalui situs kami dengan kode T303 A
Mengenal Lebih Dekat
Doakanlah
- Bersyukur untuk sumbangan sebesar Rp 500.000,- dari Ibu Nanik Rahayu dan Rp 500.000,- dari Bp. Choi Sam Il.
- Bersyukur untuk tambahan 2 radio yang bekerjasama dengan Telaga di Kediri dan Tarutung, yaitu radio Surya Sejahtera FM dan STAR FM. Ini merupakan radio yang ke-59 dan 60.
- Bersyukur 1 booklet lagi berjudul "Menolong Anak Menghadapi Stres" sudah terbit.
- Doakan untuk Bp. Andrew A.Setiawan yang berusaha menyelesaikan 1 artikel berjudul "Anak Adopsi dan Permasalahannya" sebelum perte-ngahan September 2010.
- Bersyukur untuk 43 booklet Telaga yang terjual pada waktu diadakan Seminar "Finalitas Kekristenan" di STT Salem pada tgl. 18 Agustus 2010. Demikian pula persembahan dari 73 kaset yang diambil oleh peserta seminar. Saat ini sisa kaset di Malang dan Surabaya ada 299 buah.
- Doakan untuk seminar yang akan diadakan oleh The Living Waters di Malang Youth Center dan GKKK Semeru Malang pada tgl. 25 September yad. Diharapkan para hamba Tuhan, aktifis gereja dan juga jemaat di kota Malang bisa menghadirinya. Pembicara seminar ini : Toni Dolfo dan Kathrine Alarie.
- Doakan untuk Sdri. Dewi Kunti Megawati yang akan melangsungkan pernikahannya dengan Sdr. Wawan Kurnianto pada hari Rabu, 15 September 2010 yad.
Telaga Menjawab
Tuhan meminta kita menghormati orang tua tanpa syarat. Apakah itu berarti, Tuhan meminta kita menghormati orang tua kendati berdasarkan kehidupannya, mereka belum tentu layak dihormati?
Saya membaca di Keluaran 20:12, kata hormat, dari terjemahan kamus Oxford adalah person or thing that brings respect dan tidak ada tambahan tanpa syarat.
Saya pun mencuplik nasehat Bapak di sebuah artikel "Penghormatan kita kepada orang tua menunjukkan penghormatan kita kepada Tuhan yang telah memberi perintah itu". Kalau penghormatan yang di maksud sama seperti kita hormat kepada bendera atau lambang negara mungkin kita bisa melakukannya, tapi kalau hormat yang dimaksud adalah harus menuruti atau menaati orang tua tanpa syarat jadinya ‘kan otoriter. Dan di Kolose 3:20 tercatat jelas bahwa "anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan".
Perintah menghormati orang tua di Keluaran 20:12 tidak mengharuskan kita menaati orang tua secara membabi buta sebab bagaimana pun juga orang tua tetap manusia yang tak lepas dari ketidaksempurnaan. Di atas semua dan segalanya, kita harus menaati Tuhan sendiri (Matius 15:3-6).
Perintah itu juga menempatkan relasi orang tua-anak sebagai dasar relasi dengan sesama. Sebagaimana dapat kita lihat, perintah ke-6 s.d. ke-10 berhubungan dengan relasi dengan sesama dan mendahului semua itu adalah perintah ke-5 yang secara spesifik berkaitan dengan orang tua. Singkat kata, bila dasar ini bermasalah, besar kemungkinan relasi dengan sesama turut terimbas dan bermasalah pula.
Apa pun kondisi orang tua dan seburuk apa pun perlakuan atau kehidupannya, kita tidak boleh bersikap kurang ajar. Begitu kita bersikap kurang ajar, kita telah melanggar batas yang Tuhan gariskan untuk kita.
Dapat kita lihat di Ulangan 21:18-21 Tuhan menjatuhkan sanksi berat kepada anak yang kurang ajar kepada orang tuanya.
Definisi "menghormati" dalam bahasa Ibrani adalah "memuliakan" atau "memberi imbalan." Berdasarkan definisi sekurangnya ada empat makna "menghormati" yang dapat kita petik:
- Tidak memermalukan orang tua. Amsal 10:1 dan 5 memberi contoh perbuatan anak yang dapat memermalukan orang tua yaitu hidup tidak berhikmat.
- Memerhatikan kebutuhannya. Di Matius 13:3-6 kita bisa melihat Tuhan Yesus menegur orang Farisi yang melencengkan Firman Tuhan agar bisa bebas dari tanggung jawab merawat orang tua.
- Tidak bersikap kurang ajar. Imamat 20:9 memaparkan perintah Tuhan yang tegas terhadap anak yang mengutuk orang tuanya.
- Tidak membabi buta menaatinya. Perintah orang tua bukanlah perintah Tuhan, jadi bila perintah mereka berlawanan dengan perintah Tuhan, kita berkewajiban menaati perintah Tuhan. Lukas 12:52 menjelaskan bahwa adakalanya relasi dengan keluarga putus karena nama Kristus.
Melihat Kekuatan dari Pengambilan Keputusan
Ada orang yang berpendapat supaya kita jangan nekad dalam mengambil keputusan. Tetapi yang pasti tidak berani mengambil keputusan akan lebih merugikan kita. Mari kita melihat beberapa kekuatan dari pengambilan keputusan.
- Mengambil keputusan memberi keyakinan
- Mengambil keputusan dapat meringankan beban
- Kita harus Komit
- Kita dapat belajar sesuatu hal baru
Kalau kita berani mengambil keputusan maka kita akan memunyai kekuatan untuk bertindak. Dalam mengambil keputusan, kita akan menentukan arah hidup dan pengaruhnya kepada kita. Mengambil keputusan adalah melakukan tindakan. Kalau kita tidak mengambil keputusan kita tidak akan pernah bertindak. Sewaktu Toyota bergabung dengan Daihatsu menciptakan mobil yang sama, Avanza dan Xenia, Toyota tidak berpikir akan merugikan citra mereka. Mereka mengambil keputusan sinergi untuk meningkatkan penjualan Daihatsu.
Dengan menunda pengambilan keputusan, kita akan menambah beban yang akan mengganggu arah kemajuan kita. Mengambil keputusan berarti melepaskan ikatan beban itu. Ketika kita memiliki beban hutang, bayar saja maka beban akan menjadi ringan. Kalau kita senang berhutang, hidup kita akan penuh dengan beban. Kadang-kadang beban itu dibawa sampai akhir hayat dan menjadi beban anak-anak kita kelak. Kita harus berani mengambil keputusan melepaskan diri dari ikatan ini. Mungkin dengan cara mengikat pinggang dan selalu menyicil hutang meskipun harus menderita sesaat. Hidup Anda pasti akan terasa lebih ringan kalau Anda terbebas dari beban. Hasilnya, Anda memunyai semangat lagi untuk bertumbuh, memunyai pengharapan bahwa Anda dapat melakukan hal besar. Oleh karena itu, jangan menunda untuk mengambil keputusan bagi hal yang membebani hidup Anda.
Kalau sudah mengambil keputusan, kita harus komit kepada keputusan itu. Komitmen adalah suatu tindakan dimana kita tidak akan mundur dari keputusan kita sampai apa yang kita putuskan terwujud. Para olahragawan adalah ciri orang yang komit kepada keputusan. Mereka kadang-kadang berani mengorbankan masa remaja dan studi untuk mencapai apa yang mereka cita-citakan. Para juara telah membayar harga dari keputusan mereka. Susi Susanti dan Alan Budikusuma menjadi juara Olympiade di Barcelona pada tahun 1992 karena tekad mereka yang luar biasa.
Sesakit apapun suatu pengambilan keputusan, kita harus belajar sesuatu yang baru. Ragu-ragu, takut, tidak yakin dalam mengambil keputusan, hanya akan merugikan kita. Kita tidak perlu mengulangi kegagalan yang sama. Thomas Alva Edison berkata, "Saya tidak pernah kecil hati karena tiap tindakan salah yang saya lupakan akan menjadi satu langkah maju." Itulah sebabnya, ia berhasil dalam hidupnya, ia berkata telah belajar 10.000 cara untuk menciptakan bola lampunya yang terkenal. Ia tidak mengatakan 10.000 kegagalannya yang telah menghancurkan harapannya.
Saya harap Anda berani mengambil keputusan sekarang juga, betapa pun mahal harganya.
Business by the BOOK edisi 2
- 3869 kali dibaca