Dampak Rohani pada keluarga
Pada 2008 terjadi sebuah peristiwa yang menggemparkan di kota Oxnard, California. Seorang anak berusia 14 tahun menembak mati temannya, berusia 15 tahun. Apakah yang membuat anak tersebut tega menghabisi nyawa temannya itu? Anak yang ditembak itu adalah Larry, seorang anak yang berperilaku feminin, yang kerap menggoda teman-teman prianya dengan komentar genit. Salah seorang yang mendapat komentar tidak menyenangkan itu adalah Brandon, seorang pemain basket di sekolah. Komentar genit itu membuat Brandon begitu marah. Suatu hari Brandon datang ke sekolah membawa pistol. Di dalam pelajaran bahasa Inggris ia duduk di belakang Larry, lalu menembakkan dua peluru ke belakang kepala temannya itu. Larry pun mati seketika. Siapakah remaja Larry dan siapakah Brandon? Larry, remaja yang feminin itu adalah seorang anak laki-laki yang diadopsi oleh sebuah keluarga pada usia 2 tahun. Ibunya pecandu narkoba dan ia tidak mengenal siapa ayahnya. Sedang Brandon adalah seorang anak yang dibesarkan dalam rumah yang penuh dengan kekerasan. Ayah dan ibunya sering bertengkar. Dalam pertengkaran terjadi kekerasan. Akhirnya orangtua Brandon bercerai. Satu hal yang menyedihkan adalah kedua anak itu sebenarnya adalah korban orangtua. Larry, si remaja yang feminin, kerap mencari perhatian karena rupanya ia haus perhatian sedangkan Brandon hanya tahu mengungkapkan kemarahan lewat kekerasan akibat relasi orangtua yang buruk.
Mungkin kita tidak pernah menjadikan orang korban kejahatan. Sayangnya sering kali kita menjadikan anak korban perbuatan kita. Akibat relasi yang buruk dan mungkin pula akibat karakter yang tak terpuji, kita menjadikan anak korban sehingga sampai bertahun-tahun kemudian, anak mesti menanggung akibatnya. Itu sebabnya kita harus membangun dan memelihara relasi yang sehat di dalam keluarga. Untuk itu diperlukan kehidupan pribadi yang sehat pula. Dan, kehidupan pribadi yang sehat berawal dari dan harus didukung oleh kehidupan rohani yang sehat pula. Di 2 Korintus 1:12, Rasul Paulus membagikan resep untuk memiliki kehidupan rohani yang sehat. Memang konteks pembicaraan Paulus di sini adalah relasi dengan sesama, namun saya kira kita dapat menerapkan prinsip yang sama ke dalam keluarga. "Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah, bukan oleh hikmat duniawi , tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah."
PERTAMA, KEHIDUPAN ROHANI BERTUMPU PADA PERTANGGUNGJAWABAN KITA KEPADA TUHAN KITA YESUS KRISTUS.
Perhatikan, Paulus merujuk kepada suara hati atau hati nuraninya untuk mengkonfirmasi apa yang dikatakan-nya. Dengan kata lain, Paulus tidak menyebut orang lain untuk membenarkan pengakuannya; ia merujuk kepada suara hatinya sebab memang, suara hati tidak berbohong. Tuhan telah menitipkan hati nurani kepada setiap kita dan lewat nurani, Tuhan menuntun kita ke jalan yang benar. Jika kita ingin hidup sesuai kehendak-Nya maka kita perlu menaati suara Tuhan dan mempertanggungjawabkan perbuatan kita kepada Tuhan.
KEDUA, KEHIDUPAN ROHANI BERTUMPU PADA KEHIDUPAN YANG KUDUS.
Paulus mengatakan bahwa ia telah hidup tulus. Sebenarnya kata "tulus" di sini dapat juga diterjemahkan "kudus" atau "bersih." Kekudusan adalah tulang punggung kehidupan Kristiani. Tuhan memerintahkan kita untuk hidup kudus, berarti berbeda dari dunia dan serupa dengan Kristus. Kekudusan berawal dari rasa takut akan Allah dan diwujudkan dalam rasa takut berdosa. Langkah pertama menuju dosa yaitu melihat-lihat dosa. Mulai dari melihat-lihat dosa, akhirnya kita membelokkan arah, berjalan menuju dosa. Banyak korban berjatuhan akibat perbuatan kita yang bergelimang dosa. Ada anak yang telantar gara-gara orangtua hidup dalam dosa. Ada anak menderita gangguan kepribadian dan jiwa oleh karena orang tua hidup dalam dosa. Ada anak kehilangan masa kecil dan masa depan, karena orangtua hidup dalam dosa. Itu sebabnya kita harus hidup takut akan Tuhan dan takut berdosa.
KETIGA, KEHIDUPAN ROHANI BERTUMPU PADA KEBENARAN.
Paulus mengatakan bahwa ia telah hidup dalam kemurnian dari Allah. Kata "kemurnian" dapat pula diterjemahkan "ketulusan" dan kita tahu arti kata "ketulusan" adalah, sama luar dan dalam. Dengan kata lain, tulus berarti "benar, tidak munafik, tidak ada kepalsuan." Beberapa tahun yang lalu, pimpinan lembaga riset Barna di Amerika mengadakan penelitian di antara kawula muda untuk mengetahui alasan mengapa begitu banyak pemuda yang meninggalkan iman Kristiani. Hasil temuannya dibukukan dengan judul, "Unchristian." Ia menemukan, ternyata salah satu alasan mengapa begitu banyak kaum muda meninggalkan iman Kristen adalah dikarenakan kemunafikan yang mereka saksikan di dalam kehidupan orang Kristen. Di dalam berkeluarga kita mungkin harus melewati krisis. Salah satu krisis adalah krisis yang terjadi dalam hubungan orang tua - anak. Pada saat krisis terjadi, besar kemungkinan anak akan tergoda untuk melawan kita. Bila kehidupan kita berbeda dari iman yang kita yakini, besar kemungkinan ia makin termotivasi untuk memberontak sekuat tenaga. Namun, bila ia melihat bahwa kita telah hidup tulus, ia cenderung menahan diri dan tunduk kepada kita.
KesimpulanMemang kehidupan berkeluarga didirikan di atas banyak faktor, bukan semata-mata hanya kerohanian. Namun demikian, kerohanian memainkan peran yang vital sebab kerohanian merupakan kemudi yang mengarahkan sikap dan perilaku kita. Hidup yang bertanggung jawab langsung kepada Tuhan, hidup yang kudus, dan hidup yang tulus akan menebarkan berkat besar kepada keluarga.
Oleh: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T 331 A.
Pertanyaan:
Salam sejahtera dalam kasih Yesus Kristus,
saya sangat senang karena dapat mendengarkan acara telaga di Radio Batam FM. Melalui acara ini juga saya mendapatkan teguran yang membimbing. Lewat firman Tuhan juga iman saya pun boleh dikuatkan karena saya bisa tidak pergi ke gereja dikarenakan pekerjaan saya sebagai pramuwisma. Saya seorang gadis berumur 20 tahun. Sejak kecil saya dipelihara oleh nenek karena keluarga saya berantakan. Ayah saya seorang penjudi. Ayah dan ibu tidak pernah memerhatikan saya sehingga nenek yang memenuhi kebutuhan saya. Saya sering bertengkar dengan orangtua, dan saya tahu hal itu menentang firman Allah. Yang ingin saya tanyakan: 1) bagaimana seharusnya sikap saya terhadap orangtua yang tidak memerhatikan saya selama ini; sedangkan nenek sudah meninggal setelah saya berada di Singapura? 2) Sekarang saya sering memberontak dan melawan mereka, apakah itu salah? 3) Sikap apa yang harus saya ambil jika setelah nenek meninggal ternyata orangtua meninggalkan jalan Tuhan? 4) Mengapa selama 20 tahun saya tidak merasakan kebahagiaan dalam keluarga? 5) Saya ingin menjadi alat Tuhan, masih adakah kesempatan buat saya? Saya rindu menjadi alat Tuhan karena saya yakin disitu ada kebahagiaan walau keluarga saya berantakan. Walaupun keluarga saya telah meninggalkan Tuhan, saya akan tetap berjalan bersama-Nya.
Salam sejahtera dalam kasih Kristus,
Terima kasih untuk surat yang kami terima beberapa hari yang lalu dimana Saudara menceritakan permasalahan yang dihadapi. Kami bersyukur pula, meskipun pekerjaan tidak memungkinkan untuk pergi ke gereja tapi Saudara masih bisa mendengar firman Tuhan melalui radio.
Menurut hemat kami, sikap yang sering memberontak dan melawan orangtua merupakan ungkapan dari rasa kecewa dan tidak puas pada mereka, karena sejak kecil Saudara dipelihara oleh nenek sedangkan orangtua sama sekali tidak memerhatikan Saudara. Memang seharusnya orangtua yang memelihara anaknya, namun itu sudah lewat dan kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Terimalah itu sebagai pengalaman yang tidak akan Saudara ulangi kelak ketika Saudara berkeluarga.
Mintalah kepada Tuhan agar Saudara dapat memaafkan orangtua. Hal ini tidak mudah, namun kami percaya apabila Saudara bersungguh-sungguh dan meminta pertolongan Tuhan maka hal itu bisa dilakukan. Kalau kita mengingat Doa Bapa Kami, berbunyi: "Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami" (Matius 6:12). Dengan demikian Saudara akan bisa menjadi alat Tuhan bagi orangtua. Jadi kesempatan selalu masih ada. Tinggal kita apakah mau melakukannya?
Setelah Saudara bisa mengampuni, maka Saudara akan merasa lega, ada damai dan sukacita. Tuhan mengambil segala kepahitan dan keberatan hati kita. Selanjutnya Saudara bisa menyampaikan pada orangtua agar mereka tidak meninggalkan jalan Tuhan. Itu merupakan usaha kita, usaha kita diiringi doa kepada Tuhan, namun kita tetap tidak bisa memaksa orangtua harus mengikuti apa yang kita katakan. Tugas kita adalah mengingatkan dan selanjutnya menyerahkan pada Tuhan, biarkan Tuhan bekerja menurut cara dan waktu-Nya.
Demikianlah jawaban yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan bisa menolong Saudara mengatasi permasalahan yang ada.
Teriring salam dan doa kami,
Tim TELAGA
- Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dalam bulan ini yaitu dari Ibu Gan May Kwee di Solo (Rp 500.000,-) dan dari NN di Tangerang (Rp 600.000,-).
- Bersyukur dengan kehadiran Ev. Sindunata Kurniawan di Malang sejak tgl. 12 Agustus yl. Telah diadakan rekaman di Pastorium dengan Ibu Yossy sebagai penanya. Berarti ada tambahan 3 judul rekaman dalam bulan ini. Doakan untuk kebersamaan dengan keluarga, dimana pada tgl. 4 September yad. Pak Sindu akan kembali melanjutkan studi di Manila.
- Tetap doakan untuk kerjasama dengan C.V. Evernity Fisher Media yang rencanakan akan menerbitkan 1 buku berjudul "Mengapa Menikah ?"
- Bersyukur untuk pertemuan dengan Sdri. Tjoa Lie Bing di sekretariat Telaga pada hari Jumat, 23 Agustus yl. untuk menjajagi kerjasama dengan LBKK. Proposal Kesepakatan Kerjasama telah disampaikan dan masih akan dipelajari. Pertemuan ini masih akan dilanjutkan setelah ada pembicaraan di antara tim Sdri. Lie Bing.
- Kita doakan agar apabila Tuhan berkenan, ada tambahan radio yang bersedia bekerjasama menyiarkan program Telaga dalam sisa 4 bulan terakhir dari tahun 2019 ini.
- Radio Nafiri FM di Tasikmalaya telah kembali mengudara sejak bulan Mei 2019 yang lalu namun ada perubahan kepengurusan, sehingga bahan rekaman Telaga telah dikirim ulang dari awal dan masih menunggu berita dari Manajer Operasional radio tersebut.
- Sebagaimana kita ketahui, sejak pertengahan bulan April 2019 yang lalu, hasil biopsi Bp. Paul Gunadi menyatakan adanya kanker prostat stadium 1 yang diderita, kita doakan agar Tuhan mengatur langkah yang paling tepat untuk perawatan selanjutnya.
- Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap di Malang yang diterima dalam bulan ini, yaitu dari :
011 – Rp 300.000,- untuk 2 bulan
Oleh: Rev. Thomas A. Dorsey (1899-1993)
(Ringkasan)Di tahun 1932, saya berumur 32 tahun dan belum lama menikah, saya dan istri tinggal di sebuah apartemen di selatan Chicago. Di suatu hari di bulan Agustus, saya harus pergi ke St. Louis dimana saya bernyanyi solo di sebuah kebaktian. Saya tidak ingin pergi karena Nettie hamil tua anak pertama kami. Namun banyak orang yang mengharapkan saya untuk datang. Saya menciumi Nettie untuk pamit.
Ketika sampai di luar kota Chicago, saya lupa membawa kotak musik, karena tadi saya tergesa-gesa pergi. Jadi saya memutar mobil untuk kembali mengambil kotak tersebut. Sesampainya disana, saya melihat Nettie sedang tertidur pulas. Awalnya saya ragu-ragu untuk meninggalkan Nettie sendiri karena ada dorongan kuat dalam diri saya untuk menyuruh saya tetap tinggal. Karena saya ingin sekali ke St. Louis dan tidak mau menganggu Nettie, saya menghiraukan perasaan itu lalu perlahan keluar dari kamar dengan kotak musik saya.
Keesokan malam di St. Louis orang banyak meminta saya untuk bernyanyi lagi dan lagi. Ketika akhirnya saya duduk, seorang pembawa pesan memberikan saya sepucuk surat. Lalu di dalam surat itu dikatakan: istrimu baru saja meninggal. Orang di sekeliling saya menyanyi dengan sukacita namun saya menangis keras-keras. Lalu saya berlari untuk menelpon rumah. Hanya kata-kata "Nettie meninggal. Nettie meninggal" yang bisa saya dengar di telpon itu.
Sesampainya di apartemen, saya mendengar bahwa Nettie melahirkan seorang bayi laki-laki. Perasaan saya terombang-ambing antara sedih dan bahagia. Namun malam itu juga, anak saya meninggal. Sehingga saya menguburkan Nettie dan bayi laki-laki itu dalam peti yang sama. Saya ambruk. Saya merasa Tuhan tidak adil kepada saya. Saya tidak mau lagi melayani Tuhan atau menulis lagu-lagu rohani. Saya hanya ingin kembali ke dunia jazz yang dulu dimana saya bekerja.
Suatu ketika saya makan siang sendiri di apartemen. Hari-hari itu hanya diliputi kesedihan. Saya teringat kembali peristiwa dimana saya pergi ke St. Louis. Sesuatu terus berkata pada hati saya untuk tetap tinggal bersama Nettie. Apakah itu Tuhan? Jika saya lebih memperhatikan Dia waktu itu, saya akan tinggal dan berada bersama Nettie ketika ia meninggal. Sejak saat itu saya berjanji untuk lebih dekat mendengar suara-Nya.
Tetap saja saya masih terbenam dalam kesedihan. Meskipun semua orang baik kepada saya, terutama teman saya Prof. Frye yang tampaknya dia tahu apa yang saya butuhkan. Sabtu malam berikutnya dia membawa saya ke Poro College milik Madam Malone yang merupakan sebuah sekolah musik. Saat itu sepi. Saya duduk di piano dan jari-jari saya mulai memainkan tangga nada. Saat itu sesuatu terjadi pada saya. Saya merasa damai, seolah-olah saya dapat menggapai dan menyentuh Tuhan. Tanpa sadar saya memainkan melodi yang belum pernah saya dengar atau mainkan sebelumnya. Kata-kata ini mengalir ke benak saya:
"Tuhanku, pimpinlah, tanganku peganglah,
‘ku letih, ‘ku lesu, ‘ku lemah.
Lewat malam gelap ke terang yang tetap,
Tuhanku, pimpinlah ke seb’rang."
Tuhan memberikan kata-kata ini kepada saya dan menyembuhkan jiwa saya. Saya belajar bahwa ketika kita berada dalam kesedihan terdalam, ketika kita merasa sangat jauh dari Tuhan, itulah saat Dia berada paling dekat, dan saat kita paling terbuka bagi kuasa-Nya yang memulihkan. Dan begitulah saya meneruskan hidup bagi Tuhan dengan rela dan sukacita, sampai saatnya tiba ketika Dia dengan lembut menuntun saya pulang ke rumah-Nya.
Sumber: http://imankristiani.com/370/video-riwayat-lagu-precious-lord-take-my-hand
- 3501 kali dibaca