Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Daniel Iroth akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "UANG DAN HARTA" bagian pertama. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
DI : Pak Sindu, saya melihat topik uang dan harta ini sesuatu yang sangat menarik. Menurut Pak Sindu mengapa topik ini perlu diangkat?
SK : Kalau kita menyelidiki Alkitab kita akan menemukan bahwa 15% dari segala sesuatu yang Yesus katakan ternyata berhubungan dengan topik uang dan harta. Ini jauh lebih banyak dari pada pengajaran Yesus sendiri tentang surga dan neraka.
DI : Menarik sekali. Karena Tuhan Yesus melihat hal ini membicarakan hal ini 15% berarti itu sangat penting. Mengapa Tuhan Yesus memberi perhatian sedemikian besar terhadap uang dan harta, Pak Sindu?
SK : Rupanya Tuhan Yesus melihat ada suatu keterkaitan yang erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana kita berpikir dan mengolah uang. Kita bisa saja berpikir mencoba memisahkan antara iman kita dan keuangan kita. Namun rupanya Allah melihatnya sebagai hal yang tidak terpisahkan.
DI : Bisakah Pak Sindu memberikan bagian Alkitab yang menjelaskan tentang hal ini?
SK : Bisa kita lihat sepintas di Injil Lukas 3. Di Injil Lukas 3 ini Yohanes Pembaptis sedang berkhotbah kepada orang banyak di tepi sungai Yordan. Orang banyak ini berkumpul untuk mendengarkan khotbah Yohanes Pembaptis dan kemudian sebagai responsnya mereka memberi diri dibaptis. Kemudian ada tiga kelompok yang berbeda yang bertanya kepada Yohanes Pembaptis tentang apa yang harus mereka lakukan sebagai buah pertobatan. Yang menarik, Yohanes memberi 3 jawaban kepada 3 kelompok yang berbeda ini. Yang pertama kita lihat di Lukas 3:11, Setiap orang harus membagikan pakaian dan makanan kepada orang-orang miskin. Yang kedua di ayat 13, Hai para petugas pajak, Engkau tidak boleh memungut uang ekstra. Yang ketiga di ayat 14, Hai para tentara, para prajurit, para serdadu, Engkau harus puas dengan gajimu dan tidak boleh memeras. Kita bisa lihat dari 3 jawaban kepada orang yang bertanya ini, ternyata ada benang merahnya. Yaitu setiap jawaban berhubungan dengan uang dan harta. Padahal tidak ada seorang pun dari tiga kelompok yang berbeda ini – kelompok orang banyak, kelompok petugas pajak, kelompok tentara – yang memertanyakan tentang uang dan harta.
DI : Benar, Pak Sindu. Mereka bertanya apa yang harus dilakukan untuk menunjukkan buah pembaharuan rohani. Lalu kenapa Yohanes Pembaptis tidak berbicara hal lain?
SK : Disini jelas bahwa pendekatan kita tentang uang dan harta tidak hanya penting melainkan hal yang bersifat sentral/pusat bagi hidup rohani kita. Uang dan harta menempati skala prioritas yang tinggi bagi Allah sehingga Yohanes Pembaptis tidak bisa bicara tentang hidup rohani, tentang kerohanian, tentang kehidupan manusia baru, tanpa berbicara tentang bagaimana kita mengelola uang dan harta.
DI : Saya jadi ingat dengan Zakheus yang mengatakan, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."
SK : Benar Pak Daniel. Itu tercatat dalam Injil Lukas 19:8. Kalau kita membuat pemisalan, jumlah kekayaan Zakheus adalah 2 milyar Rupiah meliputi rumah, kendaraan dan harta lainnya maka berarti 50% nya adalah 1 milyar dan itu yang langsung diberikan kepada orang miskin. Sisanya 1 milyar. Kemudian misalnya harta hasil pemerasan itu jumlahnya 200 juta, maka Zakheus akan mengembalikan 4 kali lipat yaitu 200 x 4 = 800 juta ! Dia kembalikan dengan kelipatannya itu kepada orang-orang yang pernah diperasnya. Berarti asset kekayaan Zakheus dari 2 milyar tersisa 200 juta. Tinggal 10 %. 90 % diserahkan kepada Allah lewat pemberian kepada orang miskin dan orang-orang yang pernah diperas oleh Zakheus.
DI : Zakheus begitu berani berkorban dalam hal harta ya.
SK : Ya. Inilah yang membuat Yesus di ayat 9 mengatakan, "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham." Kita melihat pendekatan radikal dari seorang Zakheus terhadap uang dan harta membuktikan bahwa hatinya memang telah berubah.
DI : Jadi, kalau boleh disimpulkan dari dua bagian Alkitab ini, apa yang bisa Pak Sindu berikan ?
SK : Dari dua bagian kisah yang kita lihat tadi, baik tentang Yohanes Pembaptis maupun tentang Zakheus, kita bisa melihat sekali lagi keterkaitan erat antara uang dan harta dengan hidup rohani kita.
DI : Kalau dari sisi Alkitab, apa yang Pak Sindu mau ulas ?
SK : Dari bagian yang lain kita bisa lihat dari Injil Lukas 12 mulai ayat 13. Injil Lukas 12:13-48. Perikopnya oleh Lembaga Alkitab Indonesia diberi judul "Orang Kaya yang Bodoh". Bagian ini secara ringkas berkisah tentang seorang yang datang kepada Yesus minta supaya Yesus menjadi penengah/mediator supaya saudaranya mau membagikan warisan kepadanya. Maka kemudian Yesus melanjutkan dengan komentarnya dan mengisahkan sebuah perumpamaan tentang seorang kaya yang berlimpah hartanya, merombak lumbungnya untuk menampung harta yang semakin banyak itu untuk ditimbun lebih banyak lagi supaya bisa berleha-leha tetapi kemudian Tuhan mengatakan "Engkau orang bodoh dan jiwamu akan diambil hari ini" dan ternyata orang itu meninggal. Allah mengomentari, "Untuk siapakah orang ini mengumpulkan hartanya dan apa artinya kalau dia tidak kaya di hadapan Allah?" itu ringkasan dari perikop ini.
DI : Jadi, kita melihat pandangan Yesus tentang uang disini ya?
SK : Ya. Memang dari bagian ini kita bisa melihat satu sudut pandang Yesus tentang uang dan harta. Ada tiga pelajaran yang bisa kita tarik dari perikop ini tentang uang dan harta, Pak Daniel.
DI : Apa poin yang pertama, Pak Sindu?
SK : Poin pertama, KITA HIDUP BUKAN BERGANTUNG DARI KEKAYAAN DI DUNIA. Dari ayat 21 kita bisa lihat janganlah serakah, hidup itu bermakna bukan karena kita punya harta benda di dunia. Tapi hidup itu bermakna ketika kita memiliki Kristus. Sebaliknya kalau kita hanya punya uang dan harta namun tidak memiliki Kristus maka hidup kita sia-sia. Hidup kita sepenuhnya bergantung pada anugerah Allah.
DI : Menarik sekali bahwa hidup manusia tidak bergantung pada hartanya. Memang menunjukkan bahwa manusia tidak bisa dipuaskan oleh hartanya.
SK : Iya. Tak heran pada Lukas 12:15 Yesus mengatakan kepada orang banyak, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan. Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu." Pernyataan Yesus ini merupakan tanggapan Yesus terhadap keluhan seseorang yang mungkin mengeluh karena kakaknya tidak mau berbagi warisan. Memang kalau kita melihat latar belakang adat istiadat Yahudi pada masa itu, seorang anak sulung tidak diwajibkan membagi-bagi warisan. Maka ketika Yesus diminta menjadi penengah, pembela agar mau membagi warisan, sesungguhnya bisa dianggap permintaan orang itu bukan timbul dari kemiskinan tapi keduanya kakak beradik ini mungkin orang yang cukup berada.
DI : Tadi ada ayat firman Tuhan mengatakan hidup kita tidak bergantung pada kekayaan kita. Apakah berarti kalau orang sakit, uang yang banyak pun tidak akan menolong orang sakit kalau dia memang akan mati. Kira-kira begitu, Pak Sindu ?
SK : Bisa. Memang ada pernyataan apa artinya obat, kita punya uang banyak bisa beli obat, tapi obat itu tidak serta merta menyembuhkan semua penyakit. Apa artinya kita memiliki tempat tidur yang nyaman tapi kita tidak bisa membeli tidur itu. Memang rahasia kebenaran yang sejati, damai sejahtera, kebahagiaan dan hidup kita memang bukan berpusat pada uang dan harta.
DI : Melihat posisi harta memang harta itu di bawah kita, Pak Sindu. Yang di bawah kita tidak bisa memuaskan yang di atasnya.
SK : Itu sudut pandang yang menarik, Pak Daniel.
DI : Berikutnya berarti dengan perkataan yang pedas, Yesus menolak mencampuri perkara itu. Yesus mengerti bahwa perkara dua saudara itu timbul dari keserakahan, keinginan untuk memiliki lebih dan perkara itu menjadi titik pijak Yesus mengarahkan para pendengarnya kepada sesuatu yang lebih penting daripada soal warisan.
SK : Benar, Pak Daniel. Yesus meminta semua pendengar-Nya untuk waspada terhadap berbagai bentuk keserakahan. Kita bisa melihat di sekitar kita atau mungkin kita pernah mengalaminya. Karena keserakahan maka hubungan keluarga jadi terputus, persahabatan yang baik menjadi renggang, terjadi pembunuhan bahkan negara dirugikan. Cukup mudah kita temukan kasus-kasus pembunuhan bahkan pembunuhan berantai di Indonesia yang usut punya usut terjadi karena keinginan memiliki harta yang dipunyai para korban. Bahkan sudah terbukti berulang kali pejabat pemerintahan termasuk anggota parlemen di Senayan kedapatan membuat negara rugi milyaran rupiah oleh para koruptor. Bukan karena mereka kurang gaji, gajinya sudah luar biasa dengan segala fasilitasnya, tapi karena mereka serakah.
DI : Bahkan saya mendengar ada anak-anak yang berebutan warisan di depan ayahnya yang mau meninggal. Itu sangat menyedihkan sekali, Pak Sindu.
SK : Betul.
DI : Saya sepakat bahwa keserakahan itu lahir dari keyakinan bahwa saya hanya bisa hidup dan puas kalau punya harta yang melimpah-limpah.
SK : Betul. Keserakahan memang berangkat dari sebuah "iman" atau keyakinan yang salah. Di dalam perumpamaan orang kaya yang bodoh itu, isu yang Yesus sorot bukanlah pada kekayaan tetapi sikap terhadap uang dan harta, sikap terhadap kekayaan. Pria tuan tanah yang kaya ini dalam Injil Lukas 12 tadi sedang panen raya. Dia memutuskan untuk menimbun hasil panennya ini untuk bisa pensiun dini. Bukankah ini isu yang minimal 10 tahun terakhir menjadi percakapan umum. Wah saya ingin pensiun dini di usia 50 bahkan 40 tahun. Ini juga dialami oleh pria yang kaya raya ini. Maka dia merombak lumbungnya dan membangun lebih besar. Kesalahannya adalah karena dia menjadikan dirinya jadi pusat. Kita bisa lihat di ayat 17-19, lima kali kata "aku" diulang-ulangi. Dia sama sekali tidak memedulikan Allah dan orang lain. Pokoknya aku bisa santai, aku bisa menikmati hidup. Maka hal inilah yang menyebabkan kesalahan fatal: sikap terhadap uang dan harta yang keliru.
DI : Sebetulnya tidak ada yang salah dengan pensiun ya. Masalahnya adalah ketika orang itu mau pensiun dini tapi fokusnya pada diri sendiri. Itu yang salah ya?
SK : Betul. Dia pensiun dini lebih berfokus untuk hidup bagi dirinya sendiri. Dia tidak menghadirkan Allah dan orang lain dalam hidupnya. Sisi yang lain, lahirnya keserakahan, aku dan aku yang harus dipuaskan, tidak memberi tempat bagi Allah dan orang lain.
DI : Karena itu tidak heran di Efesus 5:5 diingatkan, "Karena itu ingatlah baik-baik, tidak ada orang sundal, orang cemar, atau orang serakah artinya penyembah berhala yang mendapat bagian dalam kerajaan Kristus dan Allah."
SK : Benar. Memang Efesus 5:5 ini memeringatkan kita sejalan dengan Injil Lukas tadi tentang egoisme, berpusat pada diri sendiri, itu yang menggagalkan orang kaya ini dan dia tidak sempat menikmati harta bendanya karena Allah mengambil nyawanya pada malam itu juga. Yesus juga menyebutnya sebagai orang yang bodoh karena kaya bagi diri sendiri tetapi tidak kaya di hadapan Allah. Jadi, apa artinya kaya dihadapan Allah ? Artinya bagaimana kita menanggapi kehidupan dan berkat sesuai dengan cara yang Allah inginkan yaitu lewat hidup yang melayani, hidup yang berbelas kasihan kepada orang lain sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Efesus 4:28, dikatakan "Baiklah setiap kita bekerja keras dan melakukan apa yang baik dengan tangannya sendiri supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan."
DI : Kalau demikian berarti keserakahan itu berbeda dengan kekayaan itu sendiri ya?
SK : Ya. Penting bagi kita untuk membedakan antara keserakahan dengan uang dan harta. Tidak ada masalah tentang uang dan harta. Kita butuh uang, kita butuh harta untuk menjalani hidup kita. Uang dan harta bersifat fungsional, dipakai sesuai dengan kebutuhan hidup kita. Tetapi menjadi hal yang salah ketika uang dan harta, ketika kekayaan di dunia ini, menjadi pusat hidup kita. bukan lagi fungsional tetapi menjadi penentu utama hidup kita, maka lahirlah keserakahan, hidup bagi diri sendiri, dan itulah yang Yesus cela.
DI : Pertanyaannya, bagaimana kita menggunakan harta yang sudah Tuhan berikan kepada kita? Apakah mengumpulkan kekayaan boleh untuk diri sendiri atau bagaimana?
SK : Memang kita hidup tanpa sadar zaman berkembang, artinya menjadi hal yang lumrah kita punya kecenderungan untuk terus menumpuk atau menimbun. Lewat iklan media cetak dan elektronik, iklan di dunia maya, membentuk gaya hidup kita sebagai gaya hidup yang konsumtif. Ada banyak godaan, istilahnya sale atau diskon, penjualan-penjualan dengan diskon yang melimpah, godaan untuk membelanjakan uang kita, godaan untuk menimbun dalam berbagai investasi. Mulai dari investasi emas, deposito, unit link, saham, reksa dana, dan ada banyak macam. Bisa jadi keputusan-keputusan yang kita ambil itu bukan lagi didorong oleh iman memercayai pemeliharaan Allah tapi oleh ketakutan yang kuat tentang masa depan. Ini yang jadi andalan kita, maka tanpa sadar akhirnya orang lebih banyak terus menerus berpikir tentang menambah dan menambah, menumpuk dan menumpuk.
DI : Dengan menumpuk itu orang menjadi serakah ya, kita tidak puas.
SK : Ya. Semula seperti bersikap rasional. "Aku ‘kan menabung. Menabung itu ‘kan baik." Betul! Jadi, bukan berarti percakapan ini mengatakan Tuhan menolak kita menabung, menolak kita punya asuransi jiwa, menolak kita punya investasi untuk hari tua, menolak menabung untuk pendidikan anak-anak kita. Poinnya adalah ketika orang menjadikan itu andalan akhirnya menimbun dan menimbun, semua yang bersifat rasional akhirnya berubah menjadi kalap. Inilah yang menjadi soal, Pak Daniel.
DI : Kalau demikian salahkah kita melakukan perencanaan keuangan seperti yang sekarang ini marak diajarkan dimana-mana?
SK : Bukan berarti Tuhan melarang kita untuk membuat perencanaan hidup termasuk perencanaan keuangan. Kita ingat bagian Amsal mengatakan belajarlah pada semut yang bekerja di musim panas supaya dia punya cadangan makanan di musim dingin. Perencanaan keuangan, sedia payung sebelum hujan, itu sangat Alkitabiah, sesuai kehendak Allah. Tetapi poinnya adalah ketika kita menjadikan perencanaan keuangan itu sebagai pusat hidup dan bukan Allah yang kita gantungkan adalah timbunan-timbunan itu dan bukan Allah. Akhirnya allah kita adalah uang dan harta dan bukan Allah yang sejati di dalam Kristus. Disinilah yang menjadi soal kita menjadikan diri kita hamba dari ketakutan dan akhirnya keserakahan. Kita hamba dari ketakutan yang berubah menjadi hamba keserakahan akan uang dan harta. Bukankah firman Tuhan di bagian yang lain mengingatkan kita bahwa kita adalah pengembara, kita orang asing, kita pendatang di bumi ini, kita adalah duta besar Allah bagi dunia ini dan kewarganegaraan kita adalah di dalam sorga, sebagaimana yang salah satunya tercatat di dalam Filipi 3:20.
DI : Percakapan ini sangat menarik, Pak Sindu. Kita akan lanjutkan di kesempatan yang kedua. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "UANG DAN HARTA". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.