Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Sayang dan Berharga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pada kesempatan yang lalu Pak Paul, kita memperbincangkan perubahan yang harus dialami oleh pasangan suami istri yaitu dari sayang menjadi berharga. Dan waktu itu Pak Paul juga memberikan uraian tentang apa yang harus kita sadari dan apa saja yang harus diubah. Supaya para pendengar kita kali ini juga bisa mengikuti perbincangan kita secara utuh mungkin Pak Paul secara singkat bisa mengulas apa yang kita perbincangkan pada kesempatan yang lampau.
PG : Sekurang-kurangnya ada tiga yang bisa saya bagikan. Yang pertama adalah supaya cinta kita bisa bertumbuh dari level menawan menuju ke arah berharga maka kita harus menumbuhkan cinta dari lvel fantasi ke level realitas, artinya kita tidak lagi berkubang pada fantasi atau angan-angan, bahwa pasangan kita seharusnya seperti ini dan seperti itu.
Maka ada hal-hal yang kita harus terima dan kita tidak persoalkan lagi, dan yang kita perlakukan justru mengembangkan bagian-bagian lain dalam relasi kita yang baik dan positif. Yang kedua adalah cinta itu harus bertumbuh dari jasmaniah ke rohaniah artinya kita tidak lagi menekankan pada penampilan, bagaimana orang melihat kita, bagaimana orang mengagumi kita, apakah orang memandang kita baik. Kita tidak lagi menekankan pada posisi pasangan kita yang terhormat supaya dinilai orang juga baik, atau kita juga tidak menekankan pasangan kita harus tampil prima secara fisik, enak dilihat. Maka akhirnya kita harus bertumbuh dari level jasmaniah ke level rohaniah, kita menghargai pasangan kita karena kebaikannya karena karakter-karakternya yang memang indah. Dan yang terakhir adalah kita juga harus menumbuhkan cinta dari level nafsu ke level sayang. Jangan sampai kita menjadi orang yang terus menyorotinya dari sudut kepuasan seksual, meminta pasangan harus seindah mungkin, secantik mungkin supaya tampil seksi, semua disoroti dari segi nafsu. Cinta yang didasarkan pada nafsu tidak akan bisa bertumbuh dan akhirnya nanti pada usia tertentu kita akan kehilangan kasih itu karena kita tidak mungkin tertarik secara seksual kepada pasangan kita. Maka cinta itu harus bertumbuh dari level nafsu kepada level sayang.
GS : Masalahnya sekarang bagaimana kita membangun cinta kita ? Bagaimana cinta pasangan suami istri bisa tumbuh ?
PG : Sekurang-kurangnya ada 5 hal yang ingin saya bagikan pada kesempatan ini, Pak Gunawan dan kelima-limanya saya ambil dari firman Tuhan. Yang pertama adalah agar cinta atau pernikahan kita ertumbuh menjadi sayang karena dia berharga, kita sendiri harus menumbuhkan kemurahan dalam hidup kita jadi kita harus murah hati.
Firman Tuhan berkata di Amsal 17:9, "Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangki perkara, menceraikan sahabat yang karib." Artinya kita harus murah hati sehingga kita tidak fokus pada kesalahan pasangan tapi kepada kebaikannya, dan kita tidak menyimpan-nyimpan kemarahan dan kebencian atau dendam atas kesalahan pasangan kita. Firman Tuhan jelas berkata, "Siapa membangkit-bangkitkan perkara menceraikan sahabat yang karib" atau kalau kita terapkan dalam keluarga, menceraikan suami istri yang karib menjauhkan kita. Maka kita jangan menyimpan-nyimpan kesalahan namun selesaikanlah, kalau sudah selesai jangan lagi diungkit-ungkit. Juga orang yang murah hati tidak berorientasi pada masa lalu, dia tidak melihat ke belakang tapi mereka melihat ke depan. Sehingga kalau sampai ada masalah mereka mencoba menyelesaikan, supaya lain kali tidak harus menghadapi masalah yang sama. Jadi semua dibingkai dari bingkai masa depan, "supaya masa depan kita lebih baik, relasi kita tambah kuat dan tidak harus mengalami gejolak yang lama lagi." Jadi sekali lagi fokus terus pada masa depan bahwa dia bisa berubah dan kita percaya kepadanya. Dan yang terakhir tentang kemurahan, berusaha mengampuni bukan pendendam. Ada orang kalau ada apa-apa selalu menyimpannya karena dia berkata bahwa, "Orang yang berbuat salah kepada saya, tidak akan saya lupakan dan saya akan terus mengingat kesalahannya." Seolah-olah itu adalah hobinya, jadi hobinya benar-benar bagaimana bisa menyimpan kesalahan orang dan bagaimana nanti kalau ada kesempatan dia ingin membalasnya atau menghukum orang tersebut ? Ini adalah contoh yang buruk, jangan sampai kita menjadi orang seperti itu. Sekali lagi kemurahan seperti inilah maka cinta itu pada akhirnya bisa bertumbuh dari level yang menawan, jasmaniah ke level rohaniah, karena dia berharga buat kita.
GS : Tapi ada kekhawatiran sebagian orang kalau dia terlalu bermurah hati kepada pasangannya maka dia menjadi objek penderita ini, Pak Paul. Jadi disalah mengerti, kemurahannya itu menjadi suatu kekalahan buat dia.
PG : Memang sudah seyogianya dua-duanya seperti ini, Pak Gunawan. Baik suami maupun istri berusaha keras mengembangkan sifat pemurah dalam hatinya. Karena kalau tidak, memang akan menjadi susahkarena yang satu akan terus mengembangkan sifat pemurah namun yang satu tidak menghargai, malah hidup seenaknya, mengambil kesempatan, memanfaatkan, maka hatinya akan terus berdarah karena tertusuk.
Tapi sekali lagi untuk kita menjadi orang yang bisa dianggap berharga oleh pasangan kita, ini adalah jalannya, Pak Gunawan, yaitu kita harus menjadi seorang suami, harus menjadi seorang istri yang pemurah sehingga dari hidup kitalah pasangan kita akan benar-benar diberkati.
GS : Hal yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Kita harus menumbuhkan kebijaksanaan, firman Tuhan berkata di Amsal 19:14 "Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN." Saya percayaini bukan saja ditujukan kepada istri tapi juga kepada suami.
Jadi baik suami atau istri yang berakal budi atau yang bijaksana adalah karunia Tuhan. Apa jadinya yang harus kita lakukan agar makin hari kita makin menjadi orang yang bijaksana, misalnya yang pertama "Berpikirlah sebelum berbuat dan berkata-kata," janganlah setelah kita menikah lima tahun atau lima belas tahun, tapi sama seperti yang dulu yaitu kalau ada apa-apa selalu berbicara dulu, komentar dulu, menghakimi dulu, menuduh dulu; belum mendengarkan dengan tuntas, belum tahu keseluruhannya namun sudah bereaksi seperti itu. Ini adalah sebuah ciri ketidakbijaksanaan, Pak Gunawan. Dan kalau terus seperti ini bagaimana pasangan bisa sayang dan melihat kita itu berharga, itu tidak akan terjadi ! Karena kita tidak lagi berharga atau bernilai. Sudah pasti kalau ingin bijaksana maka harus takut kepada Tuhan jangan sampai berdosa dan menghormati sesama, dua hal ini saya jadikan satu paket. Kalau kita takut kepada Tuhan maka kita harus menghormati sesama. Kita tidak bisa berkata, bahwa kita takut kepada Tuhan atau tidak mau berdosa kepada Tuhan, tapi kita menginjak-injak sesama, bicara seenaknya kepada istri atau sesama kita. Itu tidak bisa ! Kalau kita takut kepada Tuhan maka kita juga harus menghormati sesama dan orang yang bijaksana belajar dari pengalaman, dia tidak buta terhadap kesalahannya dan dia mengakui andilnya dalam masalah yang telah terjadi, tidak defensif, tidak menutupi diri, tidak membela atau membenarkan dirinya. Hal-hal seperti itu tidak dia lakukan, dan mengakui bahwa dia salah di mana kemudian dia belajar. Bagaimana pasangan bisa melihat kita berharga kalau kita bebal, tidak pernah belajar dari pengalaman, sudah jatuh berkali-kali tapi tetap saja mengeraskan hati tidak mau belajar dari pengalaman. Maka susah bagi pasangan untuk melihat bahwa dia berharga.
GS : Bijaksana ini nampak ketika orang mengambil keputusan atau langkah tertentu, maka pasangannya akan melihat bahwa suami atau istrinya ini bijaksana. Ataukah ada jalan lain untuk menunjukkan semua itu, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Seringkali hikmat itu muncul dalam pengambilan keputusan, keputusan yang salah berulangkali dilakukan dan tetap salah, maka itu menunjukkan bahwa orang itu kuran berhikmat.
Orang yang tidak bisa belajar dari pengalamannya atau mungkin tidak mau mendengarkan dari pasangannya atau dari orang lain selalu menganggap diri benar tidak perlu lagi nasehat orang lain, ini adalah ciri-ciri orang tidak bijaksana. Dan kalau hidup kita seperti itu yaitu tidak bijaksana, maka jangan mengharapkan pasangan kita untuk bisa mengembangkan rasa hormat atau penghargaan kepada kita. Pasangan kita akan melihat kita tidak berharga, sebab kita menjadi sumber kerugiannya. Jadi kita harus mengerti kenapa pasangan kadang-kadang tidak bisa menghargai kita dan kita pun juga harus sadar diri "kenapa", sebab kita lebih banyak membawa kerugian kepadanya.
GS : Jadi bijaksana memang kita terima dari Tuhan tapi pelaksanaannya juga tergantung dari kita, Pak Paul ?
PG : Betul. Sehingga firman Tuhan berkata, "Awal dari hikmat adalah takut akan Tuhan," dan takut akan Tuhan adalah porsi kita dan kita yang harus takut berdosa. Orang yang tidak takut dosa sembrangan hidup berarti orang yang tidak takut Tuhan dan akhirnya dia menjadi orang yang sering tersandung-sandung.
Dan tadi saya juga tekankan kita harus menghormati sesama manusia terutama pasangan kita sendiri, cobalah dengarkan masukannya, cobalah perhatikan perasaannya. Jadi kalau kita berbicara harus berhati-hati dan jangan sembarangan. Itu semua menunjukkan kebijaksanaan dalam diri kita.
GS : Hal lain apa lagi Pak Paul, yang kita butuhkan untuk menumbuhkan relasi yang sehat antara suami istri ini ?
PG : Yang ketiga adalah kita harus menumbuhkan kesetiaan, artinya di dalam firman Tuhan di Amsal 20:6 berkata, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukanya ?" Jadi firman Tuhan memang mengakui bahwa susah dan langka mencari orang yang sungguh-sungguh setia.
Jadi banyak orang akan mengklaim diri baik, tapi kebaikannya bisa dibuktikan lewat kesetiaannya. Memang akan banyak orang yang mengklaim "saya mengasihi" tapi kasih itu juga dibuktikan lewat kesetiaan. Jadi sungguh-sungguh bukti dari semua ini adalah kesetiaan. Kita kalau ingin dihargai oleh pasangan, sehingga nanti di hari tua pasangan mencintai kita karena melihat kita berharga maka kita harus menjadi orang yang setia. Jadi apa saja ciri-ciri kesetiaan, yaitu tidak mementingkan kepentingan diri sendiri, melainkan mementingkan pasangan dan keluarga. Waktu dia mengambil keputusan dia tidak hanya mementingkan dirinya, tapi dia juga mementingkan dampaknya pada istri atau pada suami dan pada anak-anaknya, "Kalau saya seperti ini, kalau saya seperti itu, nanti yang terkena adalah anak-anak, yang terkena nanti pasangan saya maka jangan saya lakukan." Orang yang setia intinya tidak hidup untuk dirinya sendiri, dia hidup untuk keluarga. Yang lain, hidupnya konsisten artinya dia tetap sama baik di depan atau di belakang pasangan. Jadi apa pun yang kita hendak lakukan, maka kita harus bertanya, "Kalau ada istri atau kalau ada suami, apakah kita akan melakukan hal yang sama," sudah tentu ini dalam koridor bahwa kita tidak berdosa. Sebab memang ada orang yang hidupnya berdosa dan berkata, "Saya tidak peduli suami atau istri saya tahu" bukan itu yang saya maksud, yang saya maksud bukan orang yang ingin bersenang-senang dalam dosa. Tapi kalau kita ini ingin berbuat sesuatu tanyalah, apakah istri atau suami kita bisa terima, kalau kita merasa tidak lebih baik jangan dilakukan. Jadi hidup kita konsisten jangan sampai hidup kita ini hidup yang terbelah seperti pemain sandiwara, di belakang pasangan berbuat apa dan di depan pasangan juga berbuat apa. Yang terakhir tentang kesetiaan, kita harus memelihara batas yang jelas antara diri kita dan lawan jenis, jangan melewati batas entah itu telepon atau mencari kesempatan berkencan dan sebagainya, itu adalah awal dari ketidaksetiaan. Maka kita harus menjaga batas dalam berhubungan dengan lawan jenis.
GS : Tapi kesetiaan itu justru teruji ketika pasangannya dalam masalah, Pak Paul. Entah masalah keuangan atau masalah keluarga dan sebagainya, namun pasangannya tetap mencintai dia, dan itulah kesetiaan, Pak Paul.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi orang yang setia adalah orang yang tidak mudah lari atau meninggalkan pasangannya tatkala mengalami masalah. Justru kalau dia begitu mudah lari atau keluar etika masalah datang, maka dia menunjukkan ketidaksetiaannya, waktu dia jaya, maka dia dekat dan sayang kepadanya namun ketika dia ambruk kemudian kita tidak menghargai dia.
Cinta yang seperti itu tidak mungkin bertumbuh menjadi sebuah cinta yang didasari atas rasa berharga, kalau kita ingin dihargai pasangan maka jadilah orang yang setia baik susah maupun senang, baik dalam keadaan sehat maupun sakit dan kita mendampingi pasangan kita.
GS : Jadi kesetiaan ini memang perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh supaya tercipta di dalam diri kita yaitu sikap setia, Pak Paul.
PG : Betul sekali dan tidak selalu mudah, sebab siapa yang mau menanggung kesusahan ? Pada umumnya kita tidak mau. Justru di situlah kesetiaan diuji dan waktu pasangan melihat bahwa kita begitusetia, dalam kondisi seperti ini kita tetap setia kepadanya.
Maka di situlah rasa sayang itu akan bertumbuh. Sayang atas dasar apa ? Dia berharga dan dia orang yang setia.
GS : Kalau kita mau mengajarkan kesetiaan itu pada pasangan, maka kita harus lebih dahulu setia pada pasangan kita.
PG : Tepat sekali. Kita tidak bisa menuntut pasangan untuk terlebih dahulu setia kemudian barulah kita setia, itu salah ! Sejak dari pertama kita menikah kita harus buktikan bahwa kita setia.
GS : Apakah ada hal lain yang kita butuhkan untuk menumbuhkan hidup pernikahan ini ?
PG : Yang berikut adalah ini, Pak Gunawan. Kita harus menumbuhkan kelemahlembutan, firman Tuhan di Amsal 15:1, "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membankitkan marah."
Itu adalah lemah lembut. Contoh-contoh konkretnya untuk menunjukkan kelemahlembutan, yang pertama adalah tenggang rasa dan berempati artinya dapat menempatkan diri pada posisi pasangan. Orang yang lemah lembut tidak hanya mementingkan dirinya, tapi orang yang lemah lembut akan selalu mencoba menempatkan diri pada posisi pasangannya, dia akan melihat apa yang akan dirasakan pasangannya dan dia makin hari akan makin berempati. Empati itulah yang akan menjadi modal untuk nantinya muncul kele- mahlembutan dalam pernikahan. Atau yang berikut, orang yang lemah lembut akan mengembangkan rasa malu terhadap pengumbaran emosi, justru dia harus berhati-hati sehingga tidak sembarangan mengumbar emosi. Jangan sampai kita menjadikan pengumbaran emosi sebagai gaya hidup kita, kalau kita sedang merasa sesuatu kemudian kita langsung mengekpresikan, itu tidak! Justru kalau kita harus mengumbar emosi, maka kita harus tanamkan rasa malu, kenapa saya masih seperti itu, "Kenapa saya masih mengumbar emosi-emosi saya" jadi kita harus menjaga emosi. Yang terakhir adalah untuk membuat diri kita lemah lembut maka kita harus menyadari kelemahan diri sendiri. Orang yang tidak lemah lembut adalah orang yang buta dengan kelemahannya, jadi hanya melihat kelemahan pasangannya, menyorotinya, mengkritiknya. Benar-benar membuat pasangannya seolah-olah hanya dia yang bermasalah sedangkan kita sendiri tidak bermasalah, kita harus sadar bahwa kita pun penuh dengan kelemahan.
GS : Biasanya kita sebagai kaum pria, menuntut pasangan kita atau istri kita bersikap lemah lembut. Tapi kita juga menuntut dia untuk menerima kita bahwa kita tidak bisa lemah lembut sebagai kaum pria.
PG : Seringkali kita tidak adil, Pak Gunawan. Jadi kita bisanya hanya menuntut orang tapi kita tidak bisa menuntut diri sendiri untuk bisa lemah lembut dan ini juga tidak benar. Maka kita harusmelihat diri kita bahwa kita pun juga banyak kelemahan, jangan hanya bisa menuntut pasangan.
Apa yang ada dalam diri kita yang bisa kita perbaiki ? Orang yang menyadari kelemahannya pada akhirnya lebih mudah bersikap lemah lembut karena dia tahu diri.
GS : Kelemahlembutan bukan berarti kita tidak boleh marah terhadap sesuatu yang kita tidak sukai.
PG : Sudah tentu ada waktu untuk kita marah dan kita tidak selalu bisa mengatur nada bicara kita rendah saat marah, itu betul. Tapi jaga jangan sampai keterusan, jangan sampai emosi itu meledakledak, terutama jaga pembicaraan atau perkataan kita.
Jangan akhirnya menghancurkan pasangan kita lewat kata-kata kita, tapi kita mesti ingat bahwa apa yang kita ucapkan tidak dapat ditarik kembali walaupun sudah minta maaf sebanyak apa pun, tapi itu sudah terjadi dan akhirnya makin menusuk perasaan pasangan dan itu makin menyulitkan dia untuk menyayangi kita atas dasar kita ini berharga, kalau kita sering menyakiti dia.
GS : Kalau kita menyadari akan kelemahan diri kita sendiri, maka mau tidak mau kita akan menjadi orang yang lemah lembut, tidak ada yang kita sombongkan kalau kita sendiri sadar bahwa kita sendiri banyak kesalahan terhadap pasangan.
PG : Betul sekali. Maka kita harus bercermin diri sebelum kita menegur dan ingat bahwa kita juga punya banyak kelemahan. Dengan cara itu mungkin kita bisa lemah lembut pada pasangan.
GS : Mungkin masih ada lagi hal yang kita butuhkan, Pak Paul ?
PG : Ada satu lagi yaitu kita harus menumbuhkan kebaikan, firman Tuhan di Amsal 11:16 berkata, "Perempuan yang baik hati beroleh hormat; sedangkan seorang penindas beroleh kekayaan." Jadi sekal lagi firman ini tidak harus untuk perempuan tapi juga laki-laki, "Perempuan atau laki-laki yang baik hati beroleh hormat" jadi kita ingin pasangan kita menghormati kita, melihat kita sebagai orang yang berharga dan mengasihi kita.
Atas dasar itu maka kita harus menjadi orang yang baik hati. Artinya baik hati adalah misalnya yang pertama dapat membaca kebutuhan orang lain. Ada pasangan yang tidak peka akan apa yang terjadi di luar dirinya, dia tidak tahu pasangannya membutuhkan apa karena dia tidak mau tahu atau cuek urusan orang dan akhirnya orang seperti itu susah dihormati, susah disayangi atas dasar dia itu berharga. Karena bagaimana pun kita sebagai manusia menghargai orang yang memang peduli dan dapat memerhatikan, dapat membaca kebutuhan atau perasaan kita. Dan sudah tentu bukan hanya sensitif dengan apa yang kita rasakan atau butuhkan. Tapi dia pun juga harus berusaha atau berinisiatif melakukan segala sesuatu tanpa pamrih. Orang yang kita katakan baik adalah orang yang melakukan kebaikan tanpa pamrih atau balasan. Begitu ada pamrihnya kemudian kita langsung berkata, "Kamu bukan orang yang baik, kamu sudah menghitung-hitung bahwa kamu akan mendapat imbalannya." Maka kebaikan bukan diukur lewat perbuatan baiknya, tapi kebaikan diukur lewat berapa nol pamrihnya, makin nol pamrih maka makin besar kebaikan itu. Kalau kita balik semakin besar kebaikan, tapi pamrihnya juga besar sama sekali tidak ada artinya. Yang terakhir adalah orang yang baik tidak terpengaruh oleh reaksi orang. Artinya apa pun yang dilakukan pasangannya, dia akan tetap melakukan hal yang sama yaitu berbaik hati, dia tidak terpengaruh. Ada orang yang terpengaruh, "Kamu baik dengan saya maka saya baik dengan kamu" cinta susah bertumbuh dari cinta dan berharga kalau kita terus berkubang di level itu, "Kamu baik dengan saya maka saya baik dengan kamu" tidak seperti itu, melainkan "Kamu tidak baik dengan saya tapi saya masih tetap ingin baik dengan kamu". Dengan cara itulah pasangan akan melihat orang ini berharga, lain dari yang lain, "Orang bisa melakukan hal seperti ini dan seperti itu tapi kamu tidak ! Dan kamu tetap baik hati kepada saya." Dan dengan cara inilah cinta akhirnya makin bertumbuh menjadi sayang karena berharga.
GS : Dalam menumbuhkan kebaikan ini, ada orang yang bisa baik kepada orang lain tetapi tidak bisa baik kepada pasangannya sendiri. Kenapa bisa seperti itu ?
PG : Mungkin jawaban yang pertama adalah hubungan pernikahannya tidak baik lagi, itu sebabnya dia tidak baik kepada pasangannya. Dia mungkin merasa sering disakiti sehingga dia susah sekali untk berbaik hati kepada pasangannya.
Kalau itu yang terjadi maka harus dibereskan dan dia harus menyadari bahwa ada masalah dalam rumah tangganya, dia harus mencari pertolongan supaya benang yang sudah kusut itu bisa diurai kembali, relasinya bisa diperbaiki kembali.
GS : Mesti ada kesepakatan antara suami istri bahwa kebaikan ini penting, karena saya rasa ini menjadi hambatan terbesar untuk kita mewujudkan kebaikan. Sering pasangan mengatakan, "Kamu jangan terlalu baik dengan orang, nanti kita akan dirugikan orang", tetapi kalau kita tidak mengembangkan sikap baik, kita juga tidak bisa menjadi baik terhadap pasangan kita sendiri juga.
PG : Betul sekali. Jadi kita harus menjadi orang yang pada dasarnya baik, firman Tuhan tidak berkata, "Kita harus baik hanya kepada pasangan," tapi Tuhan meminta kita untuk mengasihi sesama mansia.
Untuk itu kita memang harus berusaha baik kepada semua orang, bukan hanya baik kepada pasangan kita. Dan orang yang pada dasarnya baik, sudah tentu akan baik pula kepada pasangannya. Jadi kalau kita membuat pasangan baik hanya kepada kita dan jahat kepada orang lain, artinya kita membuat dia menjadi orang yang tidak baik. Maka senanglah dan bersukacitalah kalau pasangan kita pada dasarnya baik.
GS : Apakah Pak Paul, bisa menyimpulkan seluruh perbincangan kita ini baik yang terdahulu maupun yang sekarang ?
PG : Saya akan simpulkan dalam empat butir, dan yang pertama adalah sebenarnya rasa sayang dan berharga itu muncul sebagai akibat pengalaman mengarungi hidup bersama, jatuh bangun, suka duka, phit manis, kekecewaan dan sebagainya.
Kesetiaan bisa terus bersama mengarungi hidup, maka itulah yang bisa melahirkan sayang dan berharga. Yang kedua, sayang dan berharga ini muncul dari pengalaman merasakan betapa baiknya pasangan dan betapa beruntungnya kita dikasihi olehnya. Jadi kita itu benar-benar bisa berkata, "Saya ini beruntung karena memiliki pasangan sebaik dia dan beruntung bahwa dia juga mengasihi saya, dia mungkin bisa mengasihi orang lain tapi dia memilih untuk lebih mengasihi saya, jadi saya adalah orang yang begitu beruntung dikasihi oleh orang yang sebaik dia." Yang ketiga, sayang dan berharga ini muncul dari rasa bersyukur memilikinya dan dikasihi olehnya. Kita ini merasa, "Tuhan saya bersyukur saya mempunyai dia," bukan orang lain yang mempunyai dia, tapi kitalah yang mempunyai dia, kita memilih suami atau istri yang tepat. Jadi kita mensyukuri sekali, "Tuhan telah menuntun saya untuk memilih pasangan yang sebaik ini" jadi kita bersyukur hidup bersamanya. Dan yang terakhir adalah rasa sayang dan berharga muncul dari kepastian melihat rencana dan kehendak Allah yang sempurna di dalam pernikahan ini. Artinya kita bisa melihat bahwa Tuhan telah bekerja, merajut hidup kita ini hidup dengan pasangan dari nol sampai sekarang dan dari dulu sampai sekarang dan semua itu indah, Tuhan bersama kita dan kita melihat tangan Tuhan yang terus bekerja. Waktu kita melihat semuanya, rencana Tuhan digenapi dalam hidup kita dengan pasangan kita, maka pastilah kita merasa bahwa kita ini adalah orang yang diberkati Tuhan dan karena pasangan saya jugalah, saya diberkati Tuhan dan hidup di dalam rencana Tuhan.
GS : Saya percaya perbincangan kita ini akan mendorong lebih banyak pasangan untuk menghargai pasangannya dan menilai bahwa pasangan yang diberikan Tuhan kepadanya adalah sangat berharga. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sayang dan Berharga" bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.