Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th. kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Pulih Setahap Demi Setahap", kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, saya pernah membaca salah satu bagian dari surat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang mengatakan: Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Nah yang ingin saya tanyakan Pak Paul perubahan itu terjadi secara drastis atau bertahap Pak Paul?
PG : Secara bertahap Pak Gunawan, jadi firman Tuhan mengatakan secara status kita adalah ciptaan yang baru, kita adalah anak Allah sekarang, kita sudah dikeluarkan dari maut dan masuk ke dalam ehidupan.
Namun untuk kita menjadi serupa dengan Tuhan, itu memerlukan waktu dan kita dituntut dari pihak kita untuk berusaha, bekerja keras bersama dengan kuasa Roh Kudus untuk memperbaharui hidup kita ini.
GS : Ya berarti ada suatu perjuangan di dalam proses itu yang harus kita lewati.
PG : Betul sekali, dan perjuangan ini memang tidak mudah, namun kadang kala Pak Gunawan perjuangan ini dipersulit oleh kesalahapahaman-kesalahpahaman kita akan konsep mengenai pulih, konsep menenai sembuh, kita ingin sembuh, kita ingin pulih dengan cepat.
Nah konsep inilah yang saya kira kadang kala menyusahkan kita.
GS : Jadi perjuangan itu yang pertama-tama adalah melawan diri kita sendiri.
PG : Betul, ini semuanya memang kembali kepada diri, kepada apa yang telah menjadi bagian dalam hidup kita sebelum kita mengenal Tuhan.
GS : Tetapi faktor di luar kita sering kali menghambat proses pemulihan itu Pak Paul?
PG : Sudah tentu ada pengaruhnya dari luar, kalau lingkungan mendukung kita otomatis kita akan bisa lebih mudah bertumbuh tapi kalau memang lingkungan tidak mendukung kita ya kita akan lebih labat untuk berubah.
GS : Sebenarnya pulih itu dalam arti apa Pak Paul?
PG : Yang pertama adalah pulih itu tidak berarti hilang, kita kadang kala mengkonsepkan pulih itu sama dengan menghilangkan bagian diri kita yang tidak kita inginkan lagi, kita seolah-olah tida akan lagi harus berurusan dengan problem kita yang terdahulu itu, tidak ya.
Pulih itu sering kali hanyalah berarti kita dapat mengatasi dan tidak lagi dikuasai oleh problem itu. Nah ini saya gunakan untuk semua kasus kecuali dalam kasus kecanduan. Misalkan kita ini alkoholik, waktu kita pulih kita itu memang harus lepas 100% dari alkohol itu atau kita pengguna narkoba kita harus lepas 100% dari narkoba itu, kita tidak bisa berkata ya saya boleh pakai sekali-sekali asal saya bisa menguasainya, tidak bisa. Khusus untuk kecanduan kita harus putuskan hubungan dan menghilangkan kecanduan itu sendiri, tapi untuk hal-hal yang lain saya kira tidak ya, pulih itu tidak berarti menghilangkan, pulih hanyalah berarti mengatasi, kita tidak lagi dikuasai.
WL : Tapi Pak Paul di 2 Korintus 5:17 yang tadi dibacakan oleh Pak Gunawan, jelas-jelas disebutkan ciptaan baru begitu ya new creation terus ditambah lagi penjelasan bahwa kalau ciptaan baru itu yang lama sudah berlalu, dan yang baru sudah datang. Tapi kalau misalnya tadi Pak Paul mengatakan tidak hilang, berarti yang lama itu masih ada, berarti belum berlalu Pak Paul?
PG : Dalam proses, memang ayat ini harus kita soroti dari kacamata proses. Kalau boleh saya gunakan tafsiran saya, jadi yang lama sedang berlalu, yang baru juga sudah datang tapi dalam pengertin datang untuk menguasai kita itu juga akan perlu proses, yang lama berlalu tapi tidak semuanya berlalu secara seketika, yang baru sudah datang tapi yang baru itu belum menguasai kita secara keseluruhan dan akan memerlukan waktu untuk menguasai kita secara keseluruhan, itu cara pertama untuk melihatnya.
Cara kedua adalah untuk melihat bahwa yang dimaksud di sini adalah kita telah menjadi manusia baru dalam pengertian kita mempunyai nilai hidup yang baru, cara pandang yang baru sehingga kita tidak sama lagi karena cara pandang kita sudah berbeda. Kita bisa berkata ini dosa, ini tidak akan saya lakukan, ini benar, ini salah, nah itu yang berubah dan itu yang langsung ada dalam diri kita.
WL : Pak Paul, ilustrasi yang sering digunakan berkaitan dengan ayat ini yang saya sering dengar dan saya pernah gunakan metamorfosanya ulat, dari kepompong ulat menjadi kupu-kupu. Yang lama itu sepertinya ulat itu, kepompong itu terus yang baru itu kupu-kupu. Nah ditekankan bahwa ketika sudah menjadi kupu-kupu, tidak ada 'kan seekor kupu-kupu yang mau balik lagi menjadi seekor cacing yang lingkup hidupnya berbeda sekali, kupu-kupu bisa terbang ke mana-mana dan sebagainya begitu yang kontras sekali. Nah disebutkan kalau kita sudah menjadi ciptaan baru itu seperti kupu-kupu itu, mau tidak kita ditantang untuk balik ke situ begitu. Berarti salah kalau ilustrasi yang sering digunakan ini Pak Paul, 'kan kalau ini berarti sama sekali tidak ada cacingnya lagi, benar-benar kupu-kupu baru begitu?
PG : Boleh saja menggunakan ilustrasi itu tapi dalam pengertian kepompong atau kupu-kupu itu merujuk pada cara pandang kita, cara pandang yang lama itu kepompong, cara pandang yang baru itu kup-kupu, yaitu sekejap memang berubah.
Karena setelah kita menjadi anak Tuhan kita mengadopsi nilai-nilai yang Tuhan ajarkan.
GS : Tetapi orang yang sudah mempunyai cara pandang baru pun masih bisa kembali ke cara pandang yang lama Pak Paul.
PG : Betul, jadi secara keseluruhan perubahan itu akan memakan waktu tapi sentranya atau pusatnya itu langsung berubah. Kita mulai menyadari bahwa kita orang berdosa nah itu perubahan yang baru dulu kita berbuat dosa tidak menyadari kita orang berdosa, sekarang kita tahu kita orang berdosa kita mengaku kepada Tuhan, nah itu perubahan yang drastis.
Jadi pusatnya, sentranya berubah dengan drastis, pinggiran-pinggirannya akan memakan waktu yang lebih panjang.
GS : Apa ada pengertian yang lain tentang pulih itu Pak?
PG : Pulih juga berarti kita ini sekarang mempunyai pilihan reaksi yaitu yang saya sebut reaksi kedua dan tidak hanya reaksi pertama. Saya jelaskan yang saya maksud reaksi pertama, reaksi pertaa adalah reaksi yang pertama kita berikan tatkala kita menghadapi peristiwa tersebut untuk pertama kalinya.
Nah misalkan ketegangan tatkala mendengar kemarahan dan keinginan untuk lari dari situasi itu. Ini mungkin reaksi yang kita berikan waktu kita masih kecil, mendengar orang tua kita bertengkar kita tegang sekali dan kita ingin keluar dari rumah. Nah setelah kita dewasa, setiap kali kita mendengar orang misalkan marah atau suaranya meninggi, kita tegang sekali nah itu yang saya panggil reaksi pertama. Namun kita sekarang memiliki reaksi kedua, reaksi kedua adalah reaksi yang kita pilih untuk kita berikan sekarang. Jadi kita berpikir ini reaksi saya yang pertama saya takut, saya lari, saya tidak tahan dengan ketegangan ini namun kita berhenti dan kita berkata sekarang saya tidak dalam keadaan berbahaya seperti dulu lagi, jadi berarti saya tidak perlu lari, nah saya bisa diam, saya bisa tetap tidak mengacuhkan, tidak mempedulikan apa yang sedang terjadi, saya bisa mengerjakan hal-hal yang lain. Nah itu pilihan, itu adalah reaksi kedua dengan kata lain kita pulih sekarang karena kita mempunyai reaksi kedua. Dalam praktek saya, saya kadang-kadang bertemu dengan orang yang pernah mengalami trauma masa kecil, macam-macam traumanya. Dan adakalanya harapan mereka setelah melewati konseling adalah mereka tidak akan pernah lagi memberikan reaksi-reaksi ketakutan itu. Saya tekankan tidak, reaksi ketakutan itu reaksi pertama dan akan selalu ada. Ada yang misalnya mengatakan perutnya tiba-tiba mules, atau tiba-tiba jantungnya degup-degup, nah itu reaksi pertama dan reaksi pertama tidak bisa kita kontrol, akan muncul dengan alamiah, dengan sendirinya meskipun kita tidak menginginkannya, tapi akan ada. Namun pengharapan kita setelah kita melewati proses pemulihan, kita sekarang mempunyai reaksi kedua, dulu tidak punya. Sekarang reaksi keduanya adalah kita bisa berkata pada diri sendiri tenang, engkau dalam keadaan aman, engkau tidak dalam keadaan bahaya, engkau tidak usah merasa begitu, nah itu reaksi kedua. Nah inilah yang saya maksud dengan pulih memiliki reaksi kedua.
WL : Apakah reaksi kedua itu bisa dilatih Pak Paul, saya beberapa kali mendengar hal-hal yang praktis itu, misalnya saja ketika menghadapi kemarahan diri kita waktu mendengar sesuatu yang sangat tidak enak buat kita wah langsung pengin nyembur reaksi pertamanya, lalu ada hal-hal praktis disarankan coba tarik nafas dalam-dalam atau minum air terus didiamkan di mulut beberapa detik nah itu bisa menolong lebih reda, seperti itu Pak Paul?
PG : Betul, dengan cara-cara praktis seperti itu kita memang melatih diri untuk tidak langsung dikuasai oleh reaksi pertama.
GS : Dan itu berarti yang Pak Paul sebutkan reaksi kedua bukan tunggal Pak Paul, berarti bisa macam-macam reaksi kedua itu.
PG : Betul, ini yang penting, orang yang tidak punya reaksi kedua dikuasai oleh reaksi pertamanya. Orang berbuat sesuatu dia marah langsung dia pukul, nah dia tidak memiliki reaksi kedua, yang arus kita kembangkan adalah reaksi kedua ini.
GS : Tapi biasanya reaksi pertama itu merupakan suatu pertahanan tubuh atau pertahanan diri itu Pak Paul?
PG : Sangat alamiah karena kita terbiasa berbelasan tahun bahkan berpuluhan tahun memiliki reaksi itu.
GS : Dan terbiasa dengan kehidupan yang seperti itu, sudah terpola. Kalau menghadapi ini jawabannya ini, menghadapi ini sikap kita begini.
PG : Betul, namun sekali lagi karena kita di dalam Tuhan, kita mengerti sekarang apa yang Tuhan inginkan, kita sekarang memiliki pilihan kedua ini nah tergantung kita mau atau tidak menaati pilhan kedua ini.
Tuhan berkata : jangan, nah kita stop, kita paksa diri kita untuk berkata jangan.
WL : Pak Paul, kalau untuk pria-pria yang suka memukul istrinya, bukankah itu terkadang seolah-olah tidak bisa mengontrol reaksi pertama ini, begitu reaksi kedua juga tidak bisa kontrol. (PG : Tidak ada reaksi kedua sebetulnya) tidak ada ya, bisa atau tidak ditolong, maksudnya orang-orang seperti ini bisa sembuh atau tidak Pak?
PG : Bisa, dan kalau dianya sendiri juga mengakui problem dia dan dia ingin sembuh. Tidak semua orang ingin sembuh, kita harus sadari itu, sebagian dari mereka tidak ingin sembuh, kenapa? Sebabenak kok, menikmati, dia dapatkan yang dia inginkan.
Dia berteriak, dia maki, dia jambak istrinya, istrinya lakukan yang dia inginkan kenapa dia susah-susah harus merendahkan diri berbicara baik-baik dan sebagainya. Atau ada orang yang mempunyai ketakutan, kalau dia baik istrinya akan misalnya menginjak-injak dia, tidak menghormati dia nah ketakutan itu reaksi pertamanya. Mungkin dia dulu melihat ayahnya diinjak-injak oleh mamanya sehingga reaksi pertamanya selalu adalah takut dikuasai oleh istri, nah ini yang harus berubah. Dan kenapa kita mau berubah, sekali lagi motivasi kita adalah karena kita mau menaati Tuhan, dialah yang memberikan kita kesempatan memiliki reaksi kedua ini.
GS : Berarti orang yang hidup dalam ciptaan sebagai ciptaan baru itu ketika dia hidup pada pilihan-pilihan yang kedua itu tadi Pak.
PG : Betul, dia tidak lagi hidup dalam pilihan pertama.
GS : Tetapi apakah kalau seseorang sudah masuk kepada pilihan yang kedua artinya dia sudah ciptaan baru itu tidak bisa set back atau mundur kembali ke yang awal lagi itu Pak?
PG : Saya kira bisa, ini bagian dari pertumbuhan kita. Seorang pendeta di Amerika yang bernama Charles Swindoll pernah menulis satu buku judulnya "Dua Langkah Maju Satu Langkah Mundur,&quo; kalau tidak salah begitu.
Dalam pengertian kita ini kadang kala setelah maju kita akhirnya mundur, kita mengalami kejatuhan dan itu saya kira bukannya hal yang bagus, tapi itu saya kira bagian dari pertumbuhan itu sendiri. Yang penting adalah kita bangkit kembali, Petrus pernah jatuh menyangkal Tuhan sampai tiga kali, tapi dia bangkit kembali dia tidak diam di dalam kejatuhannya. Nah Yudas diam dalam kejatuhannya maka akhirnya sampai membunuh diri. Kemunduran itu sebetulnya adalah penggunaan cara menghadapi stres yang kita pakai sewaktu dulu masih kecil. Saya berikan contoh yang klasik Pak Gunawan dan Ibu Wulan, yaitu misalnya sakit, waktu kita kecil kita itu takut ulangan terus kita sakit tidak masuk sekolah, akhirnya setelah dewasa kita lebih sadar jangan begitu akhirnya kita tidak begitu lagi. Namun kita sudah berumur misalnya 40 tahun kita menghadapi suatu situasi yang benar-benar berat dan kita harus menghadapi seseorang, nah pada hari kita mau menghadapi orang tersebut kita jatuh sakit, nah itu salah satu contoh kemunduran. Nah dalam bahasa psikologisnya istilah yang Fruid gunakan adalah regresi kita akan mundur ke cara penanganan yang lebih awal, yang lebih primitif.
WL : Pak Paul, kalau dalam istilah theologi saya sering mendengar istilah progressive sanctification begitu, mungkin seperti itu yang Pak Paul maksudkan jadi walaupun kita ada kadang-kadang lemah, jatuh tapi harus terus progresif ada kemajuan-kemajuan tidak boleh terus stagnan di situ, atau bahkan mundur amat sangat jauh dan tidak balik lagi begitu. (PG : Betul).
GS : Tapi apakah seseorang itu sebenarnya bisa menyadari kemundurannya itu Pak Paul?
PG : Ya mudah-mudahan dia sadar memang tidak selalu kita menyadari, tapi mudah-mudahan dia sadar. Nah seberapa jauhnyakah orang bisa misalnya sampai sebegitu mundurnya. Contohnya adalah dalam kmarahan seseorang bisa lepas kendali dan misalnya memukul orang lain, nah kemunduran itu hal yang mungkin dia lakukan waktu dia terakhir kali lakukan itu misalnya 6, 7 tahun dia berantem dengan siapa dan tidak pernah lagi berkelahi sampai usia misalnya 35 tahun.
Jadi kita bisa mundur seperti itu, kita menggunakan cara yang lebih primitif untuk menghadapi stres tapi itu adalah bagian dari pertumbuhan manusia juga. Nah pulih berarti kadang kala kita bisa mundur, jangan waktu kita mundur berkata sudah semua sia-sia dan saya akan terus di sini, jangan. Yang Tuhan minta adalah coba lagi, bangkit lagi.
GS : Sebenarnya apakah Pak Paul tujuan Tuhan meminta kita supaya kita itu pulih, dipulihkan oleh Tuhan itu apakah sebenarnya tujuannya?
PG : Nomor satu itu Tuhan menginginkan kita serupa dengan Dia. Jadi tujuan kita berubah agar kita makin sama seperti Bapa kita yang di sorga. Dia ingin kita itu mengalami perubahan-perubahan inernal secara batiniah.
Dan juga yang kedua dalam proses ini yang memang jatuh bangun Tuhan menginginkan kita bergantung kepadaNya, bahwa kekuatanNyalah yang akan menolong kita bukan kekuatan kita sendiri. Maka firman Tuhan di
2 Korintus 4:7 berkata: Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. Jadi Paulus mengibaratkan dirinya itu bejana tanah liat, dan kita tahu bejana tanah liat itu mudah sekali retak dan pecah. Kita itu bejana tanah liat, jadi kekuatan kita dari Tuhan sendiri.
GS : Tadi Pak Paul sampaikan bahwa pemulihan itu tidak sekaligus artinya bertahap, nah tahapan-tahapan itu apa saja Pak?
PG : Yang pertama adalah mengakui permasalahan yang ada, jangan menyangkal, jangan mengecilkan masalah. Perlu keberanian, perlu keberanian yang sangat besar mengakui, inilah masalahnya. Sering ali kita lari kanan-kiri mengecilkan masalah, melemparkan masalah, jangan, akui apa adanya masalah itu.
WL : Pak Paul, bagaimana kita mengakui permasalahan itu, padahal ini titik point pertama. Karena permasalahannya justru kita sering kali tidak menyadari bahwa kita punya masalah, seperti tadi Pak Gunawan sudah singgung.
PG : Saya kira waktu orang berbicara, reaksi dari lingkungan kita juga mendukung dan kita itu cukup beranilah berdiam diri dan mengaca. Kalau kita berani berdiam diri dan mengaca, seharusnya kia sadar kita salah.
Jangan sampai seperti contoh-contoh yang kadang-kadang saya dengar dari suami yang memukuli istri, nah sebagian dari mereka berkata o......kami tidak ada masalah, baik-baik saja; hubungan kami normal-normal, ya bertengkar itu 'kan bumbu pernikahan, tapi itu bukannya bumbu, istri bengep-bengep. Dia tidak mau mengakui ada masalah, nah ini berkaitan dengan langkah berikutnya Pak Gunawan yaitu kita mesti mengakui andil kita dalam permasalahan itu. Kembali kepada contoh yang tadi, sebagian dari mereka akan berkata begini Bu Wulan: "O.......saya sebetulnya tidak ingin marah, tapi istri saya membuat saya marah makanya saya pukul dia. Kalau saja dia tidak membuat saya marah, saya tidak akan memukul dia." Sekarang pertanyaannya begini, banyak orang membuat kita marah atau membuat orang lain marah tapi orang lain itu tidak pukuli dia, kenapa mesti pukuli istrinya, dengan kata lain memang tidak mau mengakui andil. Jadi langkah kedua harus kembali ke diri sendiri apa andil saya dan kalau ada andil akui.
GS : Banyak orang yang mengatakan bukan tidak mau berubah Pak Paul, tetapi untuk berubah dengan drastis itu yang dia merasa tidak mampu.
PG : Dan itu saya kira salah satu pemikiran yang membuat kita akhirnya lumpuh tidak berjalan. Karena kita membayangkan kita harus secara serentak dan mengambil langkah yang drastis untuk berubah. Jadi langkah berikutnya yang ingin saya bagikan adalah mulailah dengan langkah yang kecil, kalau memang tidak bisa mengambil langkah yang besar. Misalkan biasanya kita langsung marah, nah ini dari semua hal-hal yang membuat kita marah, kita marah semuanya kecuali satu kali kita tidak marah. Jadi jangan berkata hari ini saya tidak mau marah misalnya, jangan, katakanlah saya akan kurangi satu saja kemarahan saya, jadi misalnya biasanya dia lima kali marah sehari nah sekarang empat kali dan ada satu kali dia sadar dia harus marah karena memang dia maunya marah, tapi dia berkata: tidak, saya tidak mau marah saya diam, nah yang berikutnya dia tidak tahan dia marah lagi. Jadi kuranginya satu, ambillah langkah kecil. Yang membuat kita mau maju adalah keberhasilan akan langkah kecil itu, yang membuat kita tidak mau maju adalah kita melihat ke belakang dan tidak melihat keberhasilan sama sekali.
WL : Pak Paul, tapi mungkin ada kategori tertentu yang mesti dibedakan Pak Paul. Maksud saya misalnya saya pernah mendengar kesaksian seorang mantan narapidana, memberikan kesaksian di depan: "Saya sekarang sudah bertobat, saya menjadi orang yang baru, kalau dulu saya bunuh 10 orang sekarang saya hanya bunuh 5 orang begitu Pak Paul.
PG : Otomatis dalam hal-hal yang drastis seperti itu tidak ya, kita akan menghilangkan.
GS : Langkah kecil itu kadang-kadang kalau terlalu kecil dia tidak merasa bahwa dia sudah maju.
PG : Kadang-kadang orang ingin pulih itu terlalu berpikir besar, jadi akhirnya kemajuan yang kecil itu tidak diakui sebagai kemajuan karena dia terlalu berpikir di awan-awan, nah ini penting seali untuk dia sadari.
Bahkan kembali kepada point yang semula tadi, kemajuan itu berarti dia bisa mundur dan dia harus terima hal itu. Jadi langkah berikutnya kita harus berkata pada diri kita, bila hari ini mundur besok maju, jangan besok mundur lagi tambah mundur. Waktu kita mundur akui kita mundur dan terima ini andil kita jangan kita menyalahkan kiri-kanan, tapi besok kita berkata saya mau maju lagi.
WL : Tapi Pak Paul, lingkungan justru sering kali menuntut lebih daripada yang tadi Pak Paul sudah ajarkan. Misalnya seseorang tiba-tiba lahir baru di tengah-tengah keluarga yang semuanya belum Kristen. Keluarga ini menuntut harus ada perbedaan, misalnya seseorang yang biasa marah terus dia tidak berubah. Sering kali nada sinis muncul: "Apa bedanya kamu, sebelum Kristen sama sudah Kristen tidak ada bedanya, buat apa saya juga menjadi Kristen," mereka maunya melihat suatu perubahan yang drastis, yang bisa dilihat nyata begitu Pak Paul.
PG : Saya kira kita ini memang secara manusia kadang-kadang terbuai oleh impian-impian hidup tidak dalam realitas, kita mengharapkan orang bisa berubah dengan seketika, melupakan bahwa kita seniri pun tidak begitu, kita sendiri pun tidak berubah dengan seketika.
GS : Mungkin itu pengaruh mode instan Pak, kita maunya cepat-cepat semua. Minum kopi cepat, makan mie cepat begitu Pak.
PG : Dan kadang kita mengharapkan orang lain yang berubah dengan seketika, sementara kita akan sangat bersabar dengan diri sendiri, tidak apa-apa tidak berubah.
GS : Dalam kaitan sabar itu Pak Paul, sebenarnya kalau majunya terlalu sedikit, itu merasa jengkel dengan diri kita sendiri Pak Paul?
PG : Itu saya kira reaksi yang wajar, kadang-kadang kita marah dengan diri sendiri kenapa masih begini saja, kenapa belum maju, tidak apa-apa. Saya rasa itu reaksi yang normal tapi jangan sampa kejengkelan kita memadamkan api untuk mau terus berkobar dan untuk maju.
Jadi point terakhir yang ingin saya bagikan adalah jangan menyerah, jangan meninggalkan Tuhan, tetap pegang kaki Tuhan, apapun yang terjadi kita melihat diri kita mundur, kita melihat diri kita terjungkal jangan lepaskan kaki Tuhan, terus pegang kaki Tuhan. Sebab yang akan memberikan kita kesempatan lagi adalah Dia, yang akan memberikan kita kekuatan adalah Dia juga, kalau kita lepaskan kaki Tuhan kita terlepas, benar-benar terlepas dan tidak lagi ada pengharapan.
GS : Memang ini membutuhkan ketekunan yang luar biasa Pak Paul?
PG : Ya betul, tekun dan misalkan kita ini tidak malu berdoa walaupun ada rasa malu kenapa masih begini terus tapi jangan berhenti berdoa. Bahkan dalam doa katakan: "Tuhan, saya malu datan kepada Engkau, karena saya masih seperti ini."
Jadi jangan karena malu tidak berdoa, justru berdoalah dan katakanlah Tuhan saya malu justru begitu.
GS : Berarti proses itu yang Tuhan hargai Pak Paul?
PG : Betul, betul, dan Dia inginkan kita berbagi susah dan duka dengan Dia.
GS : Jadi pemulihan setahap demi setahap ini pasti akan mencapai sasarannya, pada akhirnya nanti dengan bantuan dan pertolongan dari Tuhan itu sendiri.
Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini juga Bu Wulan terima kasih, para pendengar sekalian kami berterima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pulih Setahap Demi Setahap". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda dapat juga menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.END_DATA