Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Stella, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Orang Dewasa, Bermainlah!". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, topik kita menarik sekali tentang orang dewasa yang diberi perintah untuk bermain. Kita seringkali mengidentikkan bermain dengan dunia anak-anak. Apakah orang dewasa juga harus bermain, Pak ?
SK : Iya, Bu Stella. Memang kita akrab dengan ungkapan "masa kecil kurang bahagia" dan dijadikan lelucon. Karena masa kecil kurang bermain maka orang dewasa yang suka bermain dianggap masa kecilnya kurang bahagia. Jadi sebuah sindiran. Memang ungkapan itu ada benarnya. Kalau masa kecilnya kurang bermain, masa dewasanya seperti ingin terus bermain. Tetapi kebenarannya tidak demikian, Bu Stella. Kita memiliki tahap perkembangan berdasarkan usia ya. Bayi, anak, remaja, dewasa awal, dewasa menengah, dan dewasa lanjut (lansia). Memang masa dewasa lebih banyak diidentikkan dengan masa bekerja, masa untuk serius tentang kehidupan.
St : Maksudnya bermain itu urusan anak-anak ya, orang dewasa lebih serius dan bekerja untuk kehidupan. Bermain itu urusan sepele.
SK : Betul. Bermain memang dianggap sebagai hal yang kekanak-kanakan dan patut ditinggalkan ketika kita menginjak usia dewasa. Tapi sesungguhnya ada pernyataan menarik yaitu manusia adalah homo ludens.
St : Homo ludens itu apa, Pak ?
SK ; Homo ludens adalah bahasa Latin yang berarti manusia adalah makhluk bermain. Kita memang mengenal istilah zoon politicon (manusia sebagai makhluk sosial), ada juga yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, bernalar, makhluk rasional. Ada juga yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bekerja atau berkarya. Hal-hal itu benar tapi ada satu kebenaran lain yaitu sesungguhnya manusia adalah makhluk bermain.
St : Saya jarang sekali mendengar istilah manusia adalah makhluk bermain.
SK : Betul. Memang istilah ini jarang tapi ada buku tertentu yang mengekspos tentang istilah homo ludens ini. Pernyataan ini hendak mengungkapkan bahwa bermain sesungguhnya merupakan sifat alamiah dari manusia sejak dari kandungan bahkan hingga lanjut usia. Begitu, Bu Stella.
St : Kalau begitu, bermain itu sebenarnya apa, Pak ?
SK : Bermain bisa kita definisikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya.
St : Jadi, supaya kita merasa senang dan bahagia, Pak ?
SK : Betul. Disamping itu ciri khas bermain adalah dilakukan secara sukarela tanpa unsur paksaan.
St : Caranya bebas dan tidak perlu disuruh-suruh harus bermain ya.
SK : Ya. Dalam bermain kita mendapatkan suatu bentuk kebebasan dan tidak begitu memedulikan hasil akhir, baik itu menang atau kalah.
St : Itu agak sulit, Pak. kita orang dewasa selalu memandang hidup sebagai kompetisi. Saya harus menang, kalau tidak saya kalah.
SK : Iya. Memang waktu kecil kita hidup untuk hari ini. Pokoknya senang, cara apapun akan kita nikmati, sesederhana apapun akan kita nikmati, yang penting adalah prosesnya. Tapi sejalan dengan pendidikan formal di sekolah dan mungkin dengan situasi keluarga asal, masyarakat kita yang makin kompetitif, akhirnya kita berorientasi pada hasil akhir. Itu berlawanan dengan hukum bermain.
St : Jadi, bermain bermaksud hanya untuk kesenangan ya ? Selain itu apa lagi karakteristik bermain ?
SK : Ciri yang kedua, bermain itu bersifat spontan.
St : Maksudnya spontan ?
Sk : Spontan artinya kita bisa menampilkan diri kita apa adanya.
St : Jadi, di dalam bermain kita tidak perlu ‘jaim’ (jaga image) ?
SK : Tepat! Tidak perlu jaga image.
St : Jadi, seperti merdeka dan lepas ya ?
SK : Betul. Makanya sifat yang sejalan dengan spontan, bermain itu bersifat seolah-olah.
St : Apa maksudnya ?
SK : Artinya orang yang bermain, khususnya orang dewasa yang bermain, perlu berani keluar dari kehidupan nyata dan masuk ke dunia permainan. Kita sebagai orang dewasa membentuk satu penghayatan hidup bahwa hidup ini merupakan kumpulan peran-peran diri. Minimal ada 3 peran dalam hal ini. Pertama, peran sebagai orang tua. Kalau kita menampilkan diri sebagai orang yang berusia lanjut atau orang yang berusia tua, maka kita akan menampilkan diri sebagai sosok yang suka menasehati, mengarahkan atau mungkin mengkritik, berperilaku mengikuti aturan baku, atau kadang kita bisa menjadi orang yang mengalah. Sebagai orang yang lebih tua, lebih berhikmat, lebih bijaksana, maka kita berperan sebagai diri orang tua dengan tampilan-tampilan tadi.
St : Jadi, sepertinya di dalam hidup orang dewasa kita berperilaku berdasarkan peran kita. Misalnya apa peran kita di rumah atau di kantor ya kita bersikap seperti peran kita.
SK : Iya. Dalam hal ini yang pertama peran diri sebagai orang tua. Yang kedua, sebagai orang dewasa kadang kita berperan menampilkan diri sebagai orang dewasa. Peran orang dewasa ditandai dengan sifat-sifat atau tampilan diri yang tampak bernalar, berlogika, logis, sistematis, terukur, tenang. Itu ciri khas tampilan diri orang dewasa. Sisi yang lain, sesungguhnya ada diri yang ketiga yang dipunyai setiap orang, yaitu diri sebagai anak-anak.
St : Diri sebagai anak-anak ini maksudnya seperti apa, Pak ?
SK : Menurut Bu Stella, diri anak-anak itu ciri khasnya apa ? Silakan bagikan.
St : Biasanya mereka spontan, Pak. Kalau mau sesuatu langsung tunjuk. Kadang-kadang kalau sedang sedih bisa menangis. Anak-anak juga senang bermain karena itu selalu ceria.
SK : Tepat! Sisi anak atau diri anak itu punya sifat spontan, apa adanya – nangis ya nangis, tertawa ya tertawa lepas. Mungkin kalau orang dewasa tertawa lepas akan dibilang tidak sopan atau tidak kenal sopan santun. Anak-anak punya rasa ingin tahu, terus menggali, mengeksplorasi, cenderung intuitif tidak selalu mengikuti hukum-hukum logika rasional. Apa yang dia rasakan akan dia ungkapkan begitu saja. Hidup tidak serba logis rasional. Itulah sisi diri anak-anak yang sesungguhnya juga dimiliki oleh setiap orang dewasa, Bu Stella.
St : Jadi, karena kita memiliki itu maka kita perlu memberi ruang untuk sisi anak-anak itu ?
SK : Tepat! Untuk menjadi orang dewasa yang sehat kita perlu memelihara 3 sisi kepribadian ini, Bu Stella. Kadang kita menampilkan sisi kepribadian sebagai orang tua, kadang kita perlu menampilkan diri sebagai orang dewasa dan kadang kita memang perlu menampilkan diri sebagai diri anak-anak. Tiga sisi ini perlu kita beri tempat dan kita nyatakan untuk bisa menjadi orang dewasa yang sehat. Bermain merupakan wadah, muara, outlet, wujud dari menampilkan sisi anak-anak dalam diri setiap kita.
St : Bukankah di dalam bermain selalu ada aturannya, Pak. Mungkin ini juga bermanfaat ya ?
SK : Bermain juga memiliki sisi aturan. Artinya aturan itu membuat proses bermain menjadi menantang, ada keadilan, saling memberi dan menerima, ada sportifitas di dalamnya. Makanya ada semacam peraturan yang disepakati di dalam bermain itu.
St : Kalau memang demikian, artinya bermain itu banyak manfaatnya ya ?
SK : Ya. Bermain memang membuat pikiran kita lebih rileks, untuk sesaat melepaskan diri kita dari ketegangan hidup sehari-hari apalagi kalau kita bisa asyik bermain. Bermain akan merangsang kita melatih otot-otot jiwa untuk berani melangkah, berani menggali, berani mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Memang dikatakan bahwa bermain itu merdeka. Tapi sebenarnya kemerdekaan ini memiliki efek samping yang bagus, yaitu mengembangkan jiwa kita sebagai orang dewasa yang menampilkan diri dan berani menjelajahi wilayah-wilayah baru. Itu terbentuk kalau kita punya kebiasaan bermain.
St : Tapi bukankah sebagai orang dewasa kita harus bekerja ? Bahkan ada yang ekstrem dengan terus bekerja tanpa bermain, tapi ada pula yang ingin terus bermain tanpa bekerja.
SK : Memang dua sisi ini perlu ada ya. Dalam bekerja, hasil akhir itu penting sekali. Bahkan demi hasil akhir itu minimal penghasilan yang kita dapatkan – kadang kita berani melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak menimbulkan perasaan senang dalam diri kita. Kita bosan, jenuh, tetap kita lakukan semi hasil akhir. Dalam hal ini, kalau kita terus hidup dalam wilayah ketegangan-ketegangan itu, jiwa kita lebih terpuruk dan tubuh jadi mudah sakit. Tapi kalau kita punya ruang-ruang bermain yang lebih menekankan kegembiraan, kebebasan, menjadi diri apa adanya, merawat jiwa anak-anak di dalam diri orang dewasa kita, itu malah membuat hidup kita lebih berwarna, lebih utuh, lebih seimbang, lebih cerah dan ini menyehatkan jiwa dan tubuh kita, Bu Stella.
St : Jadi, kita tidak hanya mengerjakan tanggung jawab terus menerus, tapi juga memiliki waktu bermain. Tapi ya jangan bermain terus sampai melalaikan tanggung jawab kita.
SK : Betul. Tentu itu bukan yang diharapkan.
St : Kalau begitu, adakah contoh-contoh untuk orang dewasa bermain ?
SK : Misalnya kalau dulu kita punya hobi olahraga dan sudah kita tinggalkan, mari hidupkan kembali. Misalnya bermain bulutangkis, tenis atau sepakbola. Kita bisa lakukan lagi. Tentunya kalau kita bermain dalam bentuk olahraga, jangan mengejar skor atau prestasi ! Kalau tidak ya jadi sama seperti bekerja yang menekankan hasil ! Kita malah tegang, berlaku curang dan bisa kehilangan semangat bermainnya
St : Rileks saja apapun hasilnya ya.
SK : Betul.
St : Selain olahraga, apakah ada hal lain yang bisa dilakukan ?
SK : Misalnya dalam konteks ini kita punya hobi. Misalnya hobi mengoleksi perangko, mengoleksi barang-barang kenangan dari artis, mengoleksi miniatur kendaraan atau boneka, hobi melukis, menggambar, membuat pot tanah liat atau berkebun. Itu bisa jadi wujud bermain kalau kita lakukan dengan sikap gembira dan menikmati apa yang sedang dikerjakan itu. Kita menikmati prosesnya. Lakukan hobi-hobi itu seolah kita sedang bermain, bukan seperti bekerja.
St : Berarti bisa juga seperti memelihara ikan atau burung ?
SK : Betul. Kita menikmati spontanitas dan kegembiraannya. Jangan jadikan sarana kompetisi ! "Kenapa burung dia lebih bagus ?", "Kenapa bunganya lebih mekar, bungaku seperti ini ? Aku kalah!" kita bisa kehilangan semangat bermain. Yang lain lagi, mungkin kita punya anak, keponakan atau cucu. Nah, mari kita bermain dengan mereka. Kita mengikuti apa yang mereka lakukan, misalnya bermain monopoli, bermain game elektronik, bergulat, bermain tebak-tebakan, petak umpet dan lain-lain. Kita bisa menyerap spontanitas dan kegembiraan mereka. Itu juga indah dan merupakan wujud bermain juga.
St : Kalau bisa bermain dengan mereka sebenarnya anak-anak juga senang karena kita bisa menemani mereka.
SK : Iya! "Wah, ayah dan ibu bisa seperti kami ya!" Anak-anak merasa ada kesetaraan, ada pertalian jiwa yang terbentuk karena kita mau bermain dengan mereka yang seringkali kita anggap remeh ini. Anak-anak malah merasa senang kalau kita mau bermain bersama mereka.
St : Selain itu apalagi yang bisa dilakukan ?
SK : Kita bisa pergi ke tempat-tempat rekreasi, ikut kegiatan misalnya membuat pot tanah liat, menari, menggambar, fotografi dan lain-lain. "Aku bukan penari. Aku kaku !" atau "Aku tidak bisa menyanyi, suaraku fals!" tidak apa-apa! Ayo! Justru kalau kita bergerak, ikut menari, main drama, pentingnya spontanitas dan tidak usah jaga image, itulah bermain yang nyata lewat hal-hal demikian.
St : Menonton film apakah juga termasuk ?
SK : Bisa ! Kalau itu film komedi yang bisa membuat kita tertawa lepas. Kita rayakan tertawa sebagai karunia spesial dari Allah lewat menonton film yang membuat kita tertawa. Tentunya ini bukan satu-satunya ya. Akan lebih bagus lagi kalau tidak bermain sendirian. Lebih baik jika ada relasi, berdua atau berempat. Menonton juga bentuk bermain, tapi silakan kembangkan bermain bersama-sama. Kalau kita masih dikaruniai kekuatan fisik, kenapa tidak mengambil kegiatan bermain bersama orang lain.
St : Inti bermain adalah kita bisa rileks dan menikmati waktu-waktu yang kita lewatkan bersama orang-orang di sekitar kita.
SK : Termasuk. Sekalipun itu tidak wajib. Bermain sendirian juga bisa. Intinya kita bermain spontan, lepas, kita menjadi diri sendiri, menampilkan sisi anak-anak di dalam diri kita – yang serba ingin tahu, yang mudah kagum, terpesona, menghargai hal-hal kecil. Itu sudah bermain.
St : Pak Sindu, apakah bermain itu termasuk hal yang rohani ?
SK : Pertanyaan bagus, Bu Stella. Kalau kita memelajari sejarah gereja – terutama Bapak-Bapak gereja – mereka memandang hidup rohani sebagai suatu yang serius, karena harus menyangkal diri, pikul salib, ikut Yesus. Jadi, identik dengan hidup yang serba menderita dan tampil murung. Memang ada kebenarannya tapi bukan satu-satunya kebenaran. Filipi 4:4 Tuhan memerintahkan, "Bersukacitalah senantiasa! Hendaklah engkau bersukacita." Sesungguhnya bersukacita tidak selalu ditandai dengan tertawa tapi ada hati yang gembira yang menetap. Karena kita tahu walau kita pikul salib dan menderita, kita tahu ujungnya adalah mahkota kemuliaan dari Allah, karena kita tahu akhir hidup kita adalah kemuliaan bersama dengan Allah, mengapa dalam rangka pikul salib ikut Yesus kita tidak mewujudkan kegembiraan? Bermain adalah wujud disiplin rohani untuk hidup dalam kerajaan Allah, hidup dalam pengharapan akan datangnya Kristus yang kedua kali. Sesungguhnya bermain itu rohani.
St : Saya jadi ingat satu pernyataan di Katekismus Westminster sewaktu ditanya, "Apa tujuan utama manusia? Yang pertama adalah memuliakan Tuhan dan menikmati Tuhan selama-lamanya." Berarti bermain juga salah satu cara kita bisa menikmati Tuhan ?
SK : Tepat! Hidup dalam kerajaan Allah, memercayai Allah sebagai Bapa yang memelihara dan melindungi kita, sebenarnya memberi rasa aman di tengah hidup ekonomi yang naik turun, situasi politik yang kadang tidak jelas, kita ditindas, tapi ada Bapa yang memelihara dan memberi rasa aman. Kegembiraan yang tiada akhir yang tiada dipengaruhi oleh cuaca kehidupan. Bermain adalah wujud iman yang diwujudkan dalam tindakan-tindakan spontan, kegembiraan dan itulah yang membuat bermain menjadi tindakan ketaatan kepada Allah, tindakan rohani.
St : Saya ingat dalam satu buku dikatakan bahwa kita hidup seperti ada di sebuah taman bermain dan Bapa di Surga mengawasi kita sehingga kita bebas untuk lepas dan bermain.
SK : Ya. Tepat. Dalam hal inilah bermain menjadi bagian yang menyatakan iman kita kepada Allah yang mengasihi, melindungi apapun situasi nyata yang saat ini sedang kita alami, Bu Stella.
St : Lalu bagaimana dengan keamanan di dalam bermain, Pak?
SK : Maksudnya ?
St : Kadang saya dengar ada orang dewasa bermain lalu kecelakaan.
SK : Oh, betul. Memang ada perbedaan antara orang dewasa dengan anak-anak. Badan anak-anak lebih lentur, tulangnya tulang rawan sehingga kalau patah masih lebih mudah pulih. Faktor keselamatan dan keamanan memang perlu jadi pertimbangan. Saya ingat ada rekan berusia 50-an tahun. Beliau diajak bermain voli. Beliau begitu bersemangat ingin menjadi seperti orang muda. Dia melompat dan terpelecok! Dokternya berkata, "Pak, ingatlah, kalau sudah usia 30 ke atas, atau usia 50 tahun otot dan tulangnya sudah berbeda dengan orang umur belasan tahun." Memang kita perlu mengukur diri. Kalau kita bukan seorang atlet yang biasa berlatih maka resiko-resiko itu perlu kita hindari, kita jangan sama persis seperti anak-anak atau yang berumur belasan tahun. Sesuaikanlah.
St : Tidak usah terlalu ekstrem ya!
SK : Betul! Untuk mengurangi cedera otot, tulang dan lainnya.
St : Baik, Pak. Apakah di dalam Alkitab ada ayat yang benar-benar menyatakan tentang bermain ini, Pak ?
SK : Ya. Saya akan bacakan dari Injil Markus 10:14-16, "Yesus berkata: Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku. Jangan menghalang-halangi mereka sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya kerajaan Allah. aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Lalu Yesus memeluk anak-anak itu dan sambil meletakan tangan-Nya atas mereka, Ia memberkati mereka." Disini kita lihat bahwa Yesus menampilkan anak-anak sebagai wujud kepribadian, sifat, sikap dari pemilik kerajaan Allah. Padahal kita tahu anak-anak berciri khas rasa ingin tahu yang kuat, energi tak terbatas, spontan, mengejar kesenangan, menghibur diri, menikmati bahkan penemuan-penemuan sederhana. Sifat-sifat demikian perlu kita miliki sekalipun kita sudah berusia dewasa. Karena dengan memiliki sifat-sifat seperti inilah kita menghayati sebagai pemilik kerajaan Allah dan kita menikmati suatu iman tentang kedatangan Kristus kedua kali, kerajaan yang sempurna itu akan datang. Dimana ada kegembiraan, spontanitas, sukacita yang tiada henti. Iman itu diwujudkan dengan bermain.
St : Kalau begitu bermain juga merupakan salah satu bentuk bahwa kita ini seperti anak-anak kecil yang percaya kepada Tuhan yang memelihara dan tidak terlalu memegang kontrol atas diri kita sendiri.
SK : Betul. Sebagian Bapak-Bapak Gereja sempat salah memahami bahwa ikut Kristus harus serius, sebab hidup ini penuh penyangkalan diri, pikul salib ikut Yesus. Justru sesungguhnya bermain adalah tindakan penyangkalan diri juga. Kenapa ? Dengan bermain kita berhenti untuk terlalu serius dan menjadi lebih lepas untuk menikmati hidup, menikmati rasa aman di dalam Allah. Jadi, bermain ini tindakan penyangkalan diri untuk orang dewasa. Bagi anak kecil, untuk duduk tenang, diam menerima, itu sebuah ‘salib’. Buat kita orang dewasa, bermain adalah ‘salib’ untuk kita yang terbiasa serius menjalani hidup ini. Jadi, marilah kita taat kepada Kristus dengan ‘Hai, orang dewasa, bermainlah !’
St : Baik. Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Orang Dewasa, Bermainlah!". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.