Menuntut Seketika

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T514A
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, MK.
Abstrak: 
Kebanyakan orangtua suka menuntut anaknya melakukan sesuatu saat itu juga. Ternyata bila menuntut seketika menjadi pola kebiasaan, hal ini dapat berakibat buruk pada tumbuh kembang anak.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Menuntut seketika merupakan gejala yang dialami beberapa orangtua saat berhadapan dengan anak mereka. Dalam situasi sesekali atau insidental, masih tertoleransi untuk orangtua menuntut seketika atau menuntut hal yang tidak bisa ditunda, yaitu bila sedang mengalami kondisi darurat dan memerlukan kesegeraan. Misal, orangtua melihat sepeda anak terparkir di luar pagar rumah dan rawan dicuri, sementara orangtua tak bisa menunggui sepeda anak. Atau misal, orangtua mengalami kondisi darurat dan membutuhkan bantuan: ada seseorang yang jatuh pingsan, tiba di rumah dengan banyak barang bawaan di becak/ delman/ taksi dan membutuhkan bantuan segera untuk membawa ke dalam rumah. Namun, menjadi persoalan ketika tuntutan seketika itu menjadi pola kebiasaan orangtua terhadap anak. Mengapa bisa menjadi masalah, jika menuntut seketika menjadi pola kebiasaan orangtua terhadap anaknya?

Berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak. Anak bisa menjadi pribadi yang :

  1. Mudah gugup, mudah panik dan gelagapan terhadap hardikan dan suara keras. Anak terdidik, begitu ibu memanggil, Anak harus langsung hentikan apapun yang dikerjakan, daripada Ibu mengomel dan mengamuk. Padahal anak mungkin sedang capek, atau konsentrasi mengerjakan PR atau hal penting lainnya Perasaan. dan kepentingan anak sama sekali kalah penting.

  2. Ujung-ujungnya anak tumbuh terlalu tunduk pada otoritas, sulit berpendapat dan sulit berkata tidak.

    Rasa diri yang tidak penting sesungguhnya meruntuhkan struktur vital diri anak. Ketika seseorang merasa diri tidak penting dan yang lebih utama adalah kepentingan orang lain, lebih rawan mengalami perundungan (bullying), lebih rentan untuk dimanfaatkan orang lain, kesulitan menerapkan prioritas yang sehat, lebih mudah menekan perasaan daripada asertif mengungkapkan dengan cara sehat, tumpul dan kesulitan mengenali aspirasi, kemauan diri dan perasaannya.

  3. Anak menjadi agresif, pemberontak

    Penjelasan: Awalnya anak tunduk dalam ketidakmengertian, lalu sejalan usia berkembang diri anak merasa terusik, terganggu, ketika anak berusia 10 tahun ke atas apalagi remaja, mulai menunjukkan perlawanan.

  4. Anak tumbuh menjadi pribadi otoriter, tanpa toleransi dan fleksibilitas, kaku, berfokus pada kepentingan diri, mudah marah, serta menindas orang lain, sebagaimana diri orangtuanya.

Penyebab orangtua menuntut seketika:

  1. Capek dan kelebihan beban

  2. Dulu dibesarkan demikian

  3. Menganggap anak sebagai properti dan kepemilikan orangtua. Anak tidak dihargai orangtua.

  4. Arogan: "kami orangtua dan kamu anak. Apapun yang kami minta, lakukan, tanpa mempertanyakan, membantah ataupun menunda." Orang asing mengatakan: "because I say so." Mirip dengan satir, Pasal pertama, orangtua tidak pernah bersalah, Pasal kedua, kalau orangtua melakukan kesalahan, lihat pasal pertama.

Solusi:

  1. Mengubah pola pikir sebagai orangtua. Bahwa anak adalah milik Allah, orangtua sebagai manajer yang dipercayakan Allah dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Bahwa anak adalah pribadi yang sama berharga dengan orangtua. Menindas anak berarti menindas kekasih Allah.

  2. Hayati keintiman dengan Bapa Surgawi sebagai Bapa yang mengasihi pribadi kita. Mungkin dulu kita terasuh oleh orangtua yang serba menuntut seketika. Berarti ada luka hati kita sebagai anak, perasaan dimatikan, sehingga kita mati rasa terhadap anak kita.

  3. Beri waktu rehat dan "me time".

  4. Beri alternatif kepada anak dan buat kesepakatan: 5 menit lagi, 10 menit lagi, atau jam berapa untuk melakukan aktivitas yang dimintai orangtua.

Relasi yang baik dari orangtua dengan Allah menjadi suatu pola yang diteruskan kepada anak. Jika orangtua toleran dan luwes, anak tumbuh menjadi sosok toleran dan luwes.

Efesus 6:4, "Dan bapa-bapa jangan bangkitkan amarah didalam hati anak-anakmu tetapi didiklah mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan". Firman Tuhan mengingatkan kita para orangtua untuk menghormati perasaan anak, bahwa anak juga memunyai pikiran, perasaan dan kehendak. Anak kita adalah pribadi yang membawa gambar Allah yang mulia.