Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama dengan ibu Ester Tjahja. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengambil Keputusan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, walaupun hampir tiap hari kita itu harus memutuskan sesuatu tetapi ternyata mengambil keputusan itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan; apalagi untuk keputusan-keputusan yang cukup berarti, misalnya pindah pekerjaan, pindah rumah, memutuskan untuk menikah atau tidak, itu kadang-kadang merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Ini bagaimana Pak?
PG : Buat semua orang mengambil keputusan tergantung ya, ada yang keputusannya berat yang berarti perlu waktu pergumulan yang lebih berat, kalau lebih ringan pergumulannya juga akan jauh lebih ingan.
Tapi ada sebagian orang yang akan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan. Pada pembicaraan yang lampau kita telah membahas orang yang mudah cemas. Orang yang mudah cemas ini akan mengalami kesukaran di dalam mengambil keputusan. Jadi kita mau mencoba menolong pribadi yang mudah cemas ini dalam mengambil keputusan. Karena apa? Karena pada umumnya mereka takut mengambil keputusan karena takut salah, takut nanti harus membayar risiko yang mereka tidak sanggup membayar, jadi mereka menunda-nunda mengambil keputusan. Atau bersembunyi dibalik orang lain, tidak berani menghadapi fakta kenyataan, jadi minta orang lain yang maju ke depan. Bukankah ini gaya hidup yang tidak sehat, jadi kita mau memberikan masukan kepada para pribadi yang mudah dilanda kecemasan agar dapat hidup lebih sehat, hidup lebih efektif. Salah satunya hidup efektif adalah mampu mengambil keputusan dengan lebih cepat.
GS : Misalnya mengambil keputusan dalam hal apa Pak Paul yang sebenarnya bisa dilakukan dengan cepat, tapi karena orang ini dilanda kecemasan sehingga keputusannya tertunda-tunda?
PG : Ada banyak contoh misalkan, membeli rumah. Kita tahu membeli rumah itu memerlukan waktu untuk melihat beberapa contoh, tapi orang-orang yang mudah dilanda kecemasan, sering bingung di dalm mengambil keputusan sudah melihat misalkan 10 rumah, masih belum sanggup mengambil keputusan dan akan meminta untuk melihat lagi dan melihat lagi.
Jadi orang capek, sampai kapan bisa menemukan rumah yang disukainya. Atau dalam hal memilih pasangan hidup (memang ini lebih berat), sudah berjalan bersama-sama, sudah saling mengenal dan memang sudah melihat banyak kecocokan tapi terus bingung, tidak bisa mengambil keputusan apakah orang ini yang harus saya nikahi. Jadi contoh-contoh seperti inilah yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, ada orang-orang yang tidak mudah untuk mengambil keputusan.
GS : Jadi apa yang harus dia lakukan?
PG : Langkah pertama adalah karena kita adalah anak-anak Tuhan, kita mesti berdoa; berdoa sampai kita berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Maksud saya adalah jangan asal berdoa misalnya "Tuhan, tlong saya."
Tapi sungguh-sungguh berdoa hingga kita dapat berkata apapun yang terjadi akan ada Tuhan yang mengatur segalanya. Jadi benar-benar tahap pertama adalah tahap pergumulan, dan kita bergumulnya dalam doa dengan Tuhan. Kita benar-benar mesti bisa berkata, "Tuhan, kalau misalkan ini tidak beres, kalau ini misalkan tidak sesuai masih ada Engkau; Engkau dapat mengaturnya." Kalau kita bisa sampai ke titik itu baru kita melangkah ke tahap berikutnya dalam pengambilan keputusan.
GS : Tapi disamping berdoa mungkin juga perlu membaca Alkitab sebagai jawaban Tuhan kepada dia.
PG : Betul, jadi kita meminta orang ini untuk benar-benar terjun, masuk ke dalam Firman Tuhan, masuk ke dalam hadirat Tuhan dalam doa sampai dia mencapai sebuah titik di mana dia bisa berkata, Apa pun Tuhan, apa pun saya terima, apa pun nanti kalau yang terjadi tidak sesuai masih ada Engkau dan Engkau akan dapat mengatur dan menolong saya."
ET : Kadang-kadang untuk mencapai titik ini tidak gampang Pak Paul, atau misalkan kita datang kepada Tuhan sudah dengan, "Tuhan, saya maunya yang ini (jadi sudah dengan permintaan yang spesifik, kalau bisa jangan digantikan dengan yang lain."
PG : Memang waktu kita berkata "APA PUN", kita harus bersedia melepaskan, selama kita masih menggenggam akan susah untuk kita melepaskan dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Jadi harus sampaipada titik di mana kita melepaskan dan berkata "Apa pun Tuhan saya akan terima, saya akan jalani dan apa pun hasilnya masih ada Engkau, Engkau akan menolong, Engkau akan bisa mengatur segalanya."
GS : Tetapi berserah itu sesuatu yang aktif, harus ada yang dia lakukan; apa yang bisa dia lakukan?
PG : Justru setelah dia berserah dalam doanya baru dia melakukan hal lainnya yang lebih konkret, yang lebih manusiawi. Tetapi tetap saya mau tegaskan langkah pertamanya itu dia harus sampai ketitik ini dulu yaitu penyerahan total.
Setelah itu dia barulah berkonsultasi dengan orang lain, menanyakan masukan-masukan orang dan sebagainya. Tapi saya minta jangan lakukan kebalikannya, jangan berbicara dulu dengan orang, bertanya kiri-kanan baru berdoa, maka tidak akan ada damai sentosa. Itu tidak bisa, karena kalau belum sampai tahap penyerahan kita sudah kalang kabut tanya ke kiri-ke kanan; kita makin kacau, kita makin bingung. Si A berkata apa, si B berkata apa, kita makin bingung. Tapi kalau kita bertanya atau berkonsultasi setelah kita berserah, semua jawaban atau masukan yang kita terima itu akan kita bingkai dalam satu bingkai yaitu Tuhan mengatur, Tuhan berkuasa. Dan saya sudah berkata apa pun nanti Tuhan akan bisa atur, maka berkonsultasi ini kita harus letakkan sebagai langkah kedua, bukan langkah pertama. Langkah pertama adalah datang kepada Tuhan sampai bisa berserah sepenuhnya kepada Dia.
GS : Berarti kalau dia masih merasakan belum menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan, lebih baik dia tidak berkonsultasi dengan sesama?
PG : Saya berpikir begitu, sebab kalau tidak akan tambah bingung. Dia berbicara dengan si A, si A bilang kiri; dia berbicara dengan si B, si B bilang kanan. Kalau semuanya bilang kiri mungkindia akan lebih tenang, tapi kalau yang satu bilang kiri dan yang satu bilang kanan, dia akan bingung karena dia belum mempunyai penyerahan itu.
Kalau dia sudah mempunyai penyerahan meskipun yang satu bilang kiri dan yang satu bilang kanan, dia tidak terlalu bingung. Karena tidak lagi bersandar sepenuhnya pada masukan-masukan orang lain, dia tahu ada Tuhan yang mengatur segalanya.
GS : Lalu peran konsultasi itu sendiri apa Pak?
PG : Membuat orang itu berpikir lebih jernih, ada hal-hal yang mungkin tidak dilihatnya, jadi konsultasi itu membukakan pemikirannya sehingga bisa berpikir dengan lebih jernih. Atau menolong mlihat dari perspektif yang berbeda.
Kadang-kadang karena kita itu sepertinya berkubang dalam lumpur jadi kita tidak bisa melihat lagi. Kita mesti keluar dan melihat dari sudut yang lain baru kita bisa memandang masalah. Kadang-kadang konsultasilah yang membuat orang bisa melihat dari kacamata yang berbeda.
ET : Misalnya seperti tadi Pak Paul katakan setelah konsultasi ada yang bilang ke kiri, ada yang bilang ke kanan, berarti ada dua pilihan ke kiri atau ke kanan. Nah bagaimana memutuskan untuk langkah berikutnya?
PG : Kita memang harus menyadari bahwa itulah sesungguhnya proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan sebetulnya adalah proses menentukan pilihan dari beberapa alternatif yang ersedia.
Dengan kata lain kita memang mesti melihat apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan pada setiap alternatif itu. Namun kita mesti mengingat satu kebenaran ini, apa pun keputusannya Tuhan tetap dapat bekerja melaluinya. Jadi kadang-kadang kita takut sekali, kalau kita sudah pertimbangkan kelebihan dan kekurangan pada setiap alternatif dan perbedaannya sedikit sekali, itu yang membuat kita bingung. Jangan sampai kita itu menjadi takut untuk membuat kesalahan, ya karena jaraknya sedikit-sedikit dan bedanya juga tidak banyak, kita seolah-olah harus teliti dan teliti lagi. Sudah tentu harus berhati-hati tapi sampai titik tertentu setelah kita berhati-hati kita harus mengambil keputusan. Kita harus berkata, "Tuhan, apa pun keputusannya, pilihan apa pun yang saya buat, dalam keterbatasan saya ini saya harus membuatnya dan Engkau akan dapat bekerja lewat alternatif itu." Sebab Tuhan jauh lebih berkuasa daripada yang kita bayangkan. Mungkin buat kita kalau kita mengambil keputusan ini, wah tidak ada lagi jalan keluar atau tidak ada lagi jalan untuk putar balik. Tuhan lebih berkuasa, cara-Nya tidak bisa kita selalu cerna jadi akan ada cara Tuhan kalau misalkan itu kurang tepat atau keliru, akan ada cara Tuhan untuk bisa mengarahkan kita kembali. Sehingga pengetahuan ini memberikan kepada kita rasa damai.
ET : Mungkin kalau misalnya berkaitan dengan hal-hal yang tidak bersifat jangka panjang, masih bisa lebih mudah untuk memutuskan tapi kalau tadi misalnya berkaitan dengan pasangan hidup memang anyak sekali pertimbangan, kekuatiran kalau ternyata mungkin bukan salah pilih tetapi mungkin ini bukan yang terbaik.
Mungkin ini untuk komitmen seumur hidup yang menakutkan untuk orang-orang tertentu.
PG : Ibu Ester mengangkat satu topik yang memang penting yaitu sering kali dalam mengambil keputusan menjadi susah sekali. Kenapa? Karena kita terobsesi mengambil keputusan yang terbaik. Masaahnya adalah keputusan yang kita anggap terbaik atau yang paling ideal itu tidak ada atau jarang sekali, jadi yang lebih realistik adalah waktu kita menimbang-nimbang antara beberapa alternatif, pada akhirnya yang kita temukan adalah alternatif ini sedikit lebih baik dari alternatif yang lain.
Kalau alternatif ini jauh berbeda, sangat baik-ini sangat buruk, itu akan lebih gampang dan tidak membingungkan. Bukankah yang membingungkan itu justru yang bedanya sedikit; ini sedikit lebih baik dalam hal ini tapi dalam hal yang lain yang satunya ini lebih baik sedikit dari yang lainnya lagi. Ini situasi yang sering kali kita hadapi yang membuat kita bingung. Jadi saya katakan, kita mesti percaya bahwa Tuhan bisa memakai baik yang kiri maupun yang kanan. Selama kita dalam koridor tidak di dalam dosa, koridor kebenaran, koridor jalan Tuhan bukan jalan dosa; perbedaan-perbedaan seperti itu kita tidak terlalu pikirkan sebab Tuhan bisa bekerja baik melalui pintu yang kiri maupun melalui pintu yang kanan. Jadi pikiran kita tidak lagi terobsesi dengan mana yang terbaik, yang di atas sana yang paling ideal; kita hanya melihat ok-lah ini memang sedikit lebih baik dan ok-lah yang sedikit lebih baik ini nanti yang akan saya pilih sebagai keputusan saya.
GS : Itu berarti tidak ada keputusan yang sempurna atau yang mutlak?
PG : Tidak ada, jangan-jangan kita menunggu-nunggu. Kadang-kadang kita terus menunggu-nunggu yang ideal, yang terbaik datang, ya sampai kapan pun tidak akan datang.
GS : Karena yang ideal pun akan berkembang terus, kita melihat yang lain kita akan tingkatkan lagi kebutuhan itu.
PG : Dan kita akan melihat yang lebih baik lagi.
GS : Mungkin ada yang lain Pak Paul?
PG : Yang lain saya akan tawarkan adalah gunakan kriteria prioritas terbatas. Yang saya maksud dengan prioritas terbatas adalah untuk saat ini lihatlah apakah yang lebih baik bagi kita. Selai pernikahan, jarang sekali kita harus mengambil keputusan untuk jangka waktu yang sangat panjang.
Kebanyakan pilihan dalam hidup ini terbatasi oleh waktu dan kondisi, tidak ada yang selama-lamanya. Jarang kita memilih sesuatu yang akan bertahan selama-lamanya, baju yang kita pilih hanya bertahan untuk beberapa tahun; sepatu yang kita pilih hanya bertahan untuk beberapa tahun. Ada orang yang mau membeli sepatu pun dia bisa pergi ke 10 mall dan satu mall ada 5 toko sepatu, berarti dia kunjungi 50 toko sepatu. Kenapa, sebab dia pikir-pikir seakan-akan dia akan memakai sepatu itu sampai dia meninggal dunia padahal tidak, dia hanya akan memakai sepatu itu untuk beberapa tahun. Yang saya maksud dengan prioritas terbatas adalah untuk saat ini, untuk penggalan hidup kita sekarang ini, untuk fase kehidupan kita sekarang ini, yang memang tidak berlangsung selama-lamanya. Nah apakah pilihan yang lebih baik itu, itulah yang kita ambil. Jadi mungkin kita misalnya pertimbangkan kegunaannya dan kepentingannya untuk saat ini. Tapi tadi saya sudah katakan kalau pernikahan tidak boleh kita gunakan kriteria ini, sebab pernikahan bukan untuk 5 tahun kemudian kita ganti lagi, pernikahan adalah untuk seumur hidup. Jadi selain dari keselamatan kita percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus dan pernikahan, akan lebih banyak hal yang lainnya itu bersifat sementara, temporer. Kita tidak hidup dengan keputusan itu selama-lamanya.
GS : Yang sulit dalam mengambil keputusan selain menggunakan akal sehat kita pikiran kita, perasaan juga berperan di sana; dan kadang-kadang ini tidak singkrun. Pikiran kita sudah mengatakan mestinya ini tapi perasaan kita lain lagi, tidak mendukung.
PG : Apakah kita langsung mengabaikan perasaan? Jangan juga, sebab kadang-kadang waktu kita menghadapi sesuatu sebetulnya ada dua aparatus, atau indra yang bekerja pada diri kita. Yang pertam itu yang lebih bersifat rasional, kita bisa lihat, kita bisa pastikan ada dasar-dasarnya, landasan dasar atau bukti-buktinya.
Tapi kadang-kadang ada sesuatu itu yang kita tidak bisa pikirkan secara rasional tapi ada reaksi yang lebih bersifat instingtif. Kita perlu dengarkan, jadi saya tidak mau mengabaikan faktor firasat, pertimbangkan firasat itu. Kenapa kita merasa tidak damai, kok kita merasa tidak aman kenapa ya? Nah apakah ini dari Tuhan, kalau misalkan, oh......ya mungkin dari Tuhan. "Yang lain-lain saya pilih tidak begini, tapi kali ini begini." Nah ada baiknya kalau firasat itu begitu kuat dalam pengambilan keputusan, mungkin sebaiknya kita tunda dulu sampai beberapa waktu sampai kita melihat dengan lebih jelas tentang alternatif tersebut. Dan setelah kita lihat memang tidak ada apa-apa, kita berani melewati firasat kita yang telah muncul itu.
ET : Tapi seberapa jauh kita bisa memercayai atau tidak memercayai semua ini Pak, sebab kadang-kadang ada yang bilang itu hanya insting sesaat atau firasat sesaat.
PG : Kalau memang hanya sesaat otomatis kita bisa lebih tenangkan diri kita, kita akhirnya tidak terlalu dikuasai oleh firasat itu. Namun kalau misalnya firasat itu makin hari makin menguat, kta harus dengarkan dengan lebih berhati-hati, mungkin ada apa-apanya.
Namun sekecil apa pun firasat, tidak ada salahnya kita mengecek ulang, tidak ada salahnya kita mengkaji ulang. Sekali lagi saya mau kita menjadi manusia yang utuh, kadang-kadang ada hal-hal yang tidak bisa kita cerna tapi firasat kita mengatakan sesuatu, kita tidak bisa jelaskan tapi rasanya ada sesuatu. Dan setiap kali kita tidak begini, kalau kita mau makan pun pikir-pikir ada firasat apa, kalau kita orangnya seperti itu berarti kita ada masalah. Tapi kalau kita tidak biasanya begitu namun kali ini firasatnya kok begitu kuat, mungkin kita harus kaji ulang apakah kita memang telah mengambil keputusan yang benar. Kenapa, sebab saya yakin kita ini diisi dan dikuasai oleh Roh Tuhan, dan itulah salah satu cara Roh Tuhan berbicara kepada kita pula. Jadi kalau memang ada firasat-firasat atau suara-suara seperti itu jangan langsung tabrak dan kita tidak hiraukan.
ET : Masih berkaitan dengan perasaan Pak Paul, misalnya ini ada dua pilihan; yang satu mungkin perhitungan logikanya sudah OK, tapi rasanya secara kesenangan hati kurang. Sedangkan satunya lag menurut hati rasanya senang untuk pilihan itu tapi secara logika rasanya perhitungannya kurang pas.
Nah kalau dalam kedua hal ini bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira kita harus mengambil keputusan yang kecil kemungkinan kita akan sesali. Jadi kalau kita ambil keputusan dan kita tahu tidak akan sesali, lebih baik jangan. Berarti belum tentu tu sebuah keputusan yang salah atau yang buruk, tapi yang pasti adalah kita belum siap mengambilnya.
Belum siap mengambilnya tidak berarti keputusan itu salah atau tidak seharusnya kita ambil. Tapi kalau kita belum siap ya kita belum siap dan kalau kita belum siap meskipun itu keputusan yang tidak salah dan benar tetap kita akan dirundung oleh penyesalan itu, karena kita belum siap dan kita belum mau. Saya berikan contoh, misalkan orangtua meminta anak pergi studi ke luar kota, dan memang belum siap jiwanya masih rapuh, jadi dia bilang jangan dia belum siap. Ini baik buat kamu, kamu sekolah di sekolah yang baik dan sebagainya, tapi anak ini belum siap dipaksa juga pergi. Sebetulnya secara logika keputusan ini tidak salah, pergi ke sekolah yang baik, tapi memang dia belum siap. Jadi keputusan sebaik apa pun, kalau hatinya belum siap biasanya nanti akan berantakan, kita biasanya akan dirundung rasa penyesalan dan tidak bahagia. Jadi sebenar apa pun keputusannya tetap itu tidak membuat kita jadi benar juga, hidup kita tidak efektif. Jadi menjawab pertanyaan Ibu Ester, saya memang akan mempertimbangkan faktor hati itu, apakah hati kita bisa senang dan menerimanya. Kalau tidak, lebih baik jangan dulu sampai hati kita bisa siap dan menerimanya.
GS : Tapi setelah kita mengambil keputusan kadang-kadang juga masih timbul kebimbangan dalam diri kita; betul atau tidak yang saya putuskan tadi.
PG : Dan itu adalah sebuah reaksi yang wajar Pak Gunawan, jadi jangan takut untuk bimbang setelah mengambil keputusan. Ini wajar, dan saya kira justru seharusnya kita merasakan kebimbangan itu Kenapa kita bimbang, sebab kita itu mau sekali lagi memastikan kita telah mengambil keputusan yang benar.
Jadi kita mau mulai mencari-cari apakah ada data tambahan, itu sebabnya kalau memungkinkan-misalkan kita harus mengambil keputusan pada hari Sabtu, cobalah secara mental kita telah mengambil keputusannya pada hari Selasa sehingga ada jedah 3 hari sebelum hari Sabtu. Misalkan selama 3 hari itu kita mulai bingung, kita mulai ragu-ragu; coba cari lagi data tambahan, cari informasi lagi apakah mungkin ada yang keliru dalam keputusan ini. Tapi kalau kita sudah berikan waktu 3 hari itu kita bingung kemudian kita mencari lagi konfirmasi dan ternyata semuanya benar, tidak ada lagi yang keliru, tidak ada lagi yang bisa ditambahkan, tidak ada lagi yang bisa diubah, berarti setelah kita ragu melewati jedah 3 hari itu dan kita mencari lagi apakah ada informasi lain yang memang bisa mematahkan keputusan pertama kita, justru kita makin mantap. Jadi dengan kata lain jangan takut untuk merasa bimbang, yang perlu kita lakukan adalah setelah mengambil keputusan yang penting itu, kita berikan jedah sampai keputusan itu kita serahkan kepada orang lain atau kita jawab kepada orang lain atau kita tindak lanjuti. Jadi antara keputusan dan tindak lanjut atau pelaksanaan sebaiknya kita berikan jedah, sehingga rasa bingung atau bimbang muncul, kita masih bisa bergumul lagi apakah itu mengkonfirmasi atau justru mendiskonfirmasi apa yang telah kita putuskan. Misalkan kita bisa mengkonfirmasi, kita akan lebih tenang lagi melaksanakan keputusan tersebut.
GS : Berkaitan dengan orang yang memang mempunyai perasaan bimbang, selain dia bisa terlalu lama mengambil keputusan, tapi kadang-kadang bisa terlalu cepat mengambil keputusan. Karena dia kuatir kalau tidak saya putuskan sekarang nanti diambil orang sehingga kesempatannya hilang jadi cepat-cepat diputuskan. Ini bagaimana Pak Paul?
PG : Kalau memang dia mempunyai kecenderungan seperti itu, dia bisa berkata, "Berapa besar kemungkinannya saya keliru meskipun dia harus cepat, kalau dia bisa berpikir dengan cepat pula bahwa kmungkinan besar dia benar ya tidak apa-apa.
Jadi memang nantinya itu yang dia harus lakukan adalah secara rasional melihat presentasinya, berapa besar presentasinya dia benar. Kalau misalkan presentasinya itu hampir setengah-setengah lebih baik jangan. Karena apa, kemungkinan dia salah juga bisa setengah, tapi kalau memang kemungkinannya lebih besar dia benar ya tidak apa-apa, silakan saja. Sebab kadang-kadang memang logika atau pemikiran seperti itu benar juga. Kalau kita lambat nanti itu diambil orang ya sudah kita kehilangan kesempatan, namun kita tahu bahwa kita tidak selalu begini, kalau selalu begitu berarti kita memang terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Setiap hal kita putuskan dengan pemikiran kalau tidak diambil sekarang nanti diambil orang, berarti kita kurang bijaksana.
ET : Atau kalau tidak mengambil keputusan sekarang maksudnya kalau tidak cepat-cepat nanti berubah lagi; sebelum berubah cepat-cepat diputuskan.
PG : Ada orang yang seperti itu.
GS : Ya, sebab dia sendiri cemas, ingin cepat-cepat melepaskan kecemasannya dengan mengambil keputusan.
PG : Betul, dan tidak tahan hidup dalam kecemasan sehingga buru-buru diputuskan akan lebih tenang. Ini berbahaya, sebetulnya kalau orang mempunyai masalah seperti itu agak bahaya, dia perlu seali orang disampingnya untuk bisa menjadi pembimbing.
Mengatakan kepada dia, "OK, ini keputusanmu beri saya waktu beberapa hari untuk memikirkannya, sudah kamu tidak usah pikir lagi, ini keputusanmu saya sudah terima saya akan pikirkan lagi." Nah itu caranya untuk menolong dia dari cemas, jadi dia tidak usah lagi putuskan, bebanmu sudah turunkan ke saya, sekarang saya yang akan memikirkan keputusanmu tadi itu. Beri saya 3 hari, setelah 3 hari saya akan beritahukan kamu, bagaimana hasil pemikiran saya. Mungkin itu cara kita bekerja sama kalau kita hidup dengan orang yang mudah dilanda kecemasan.
GS : Ya memang ini sesuatu yang sulit di dalam mengambil keputusan, tentu firman Tuhan ada yang membimbing kita.
PG : Saya akan bacakan dari Mazmur 103:13-14, "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat bahwa kita ini debu."
Kita adalah anak dan Allah adalah Bapa kita, dan alkitab mengatakan Tuhan sayang kepada kita orang-orang yang takut akan Dia. Ini ayat yang sangat-sangat memberikan kesejukan, Tuhan sendiri tahu siapa kita, dia ingat kita ini debu. Artinya Tuhan tahu kita ini tak sempurna, jauh dari sempurna, sangat terbatas. Jadi Bapa di sorga itu tidak akan membiarkan kita salah dan tersesat, yang penting kita takut akan Dia, mencari kehendak-Nya, berdoa meminta pimpinan-Nya, setelah itu ambillah keputusan; Bapa di sorga akan terus mengiringi kita. Jangan sampai kita takut seolah-olah nanti akan berantakan, hidup ini akan hancur; ada Tuhan, yang penting kita gunakan hikmat, takut akan Dia sudah jalani saja. Ada Bapa di sorga yang dapat memelihara kita.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Ester terima. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengambil Keputusan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.