Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S. Psi. dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, kami akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan dan pasti sangat menarik dan bermanfaat, yang kami beri judul "Menerima Kelebihan dan Kekurangan kita." Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, semua orang menyadari bahwa dirinya itu pasti ada kekurangan dan kelebihannya, tetapi kenapa sering kali kita (saya sendiri juga sering kali merasakan) rasanya lebih enak menjadi orang lain di luar diri kita sendiri. Padahal masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya, tetapi kita merasa tidak puas dengan keberadaan kita, kenapa saya tidak seperti orang itu, sebenarnya perasaan semacam itu apa, Pak Paul?
PG : Ada beberapa penyebabnya Pak Gunawan, yang pertama mari kita melihat tentang kelebihan. Saya memberi definisi kelebihan adalah suatu kemampuan atau karakteristik atau ciri tentang diri ita yang kita anggap lebih baik daripada kemampuan-kemampuan atau aspek-aspek lain dalam diri kita.
Artinya begini, misalkan kita pandai sekali dengan matematika namun kita lemah dalam misalnya bahasa atau sejarah, nah kita katakan itu kelebihan kita. Sebab dibandingkan dengan kemampuan-kemampuan kita yang lain, kemampuan kita dalam matematika-lah yang paling tinggi. Nah, masalahnya adalah adakalanya kita sendiri tidak menghargai kemampuan kita itu di mana, kita lebih dalam hal matematika misalnya atau yang lainnya. Kenapa kita tidak menghargai kelebihan kita itu, sebab kita menginginkan kita mampu dalam bidang yang lain. Saya berikan contoh: ada orang yang sangat cekatan dengan tangannya, begitu cekatan sehingga dia banyak mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kerajinan tangan. Namun dia tidak suka, dia hanya cekatan dengan tangannya, dia ingin misalnya bisa menghafal banyak karena dia mau terpandang sebagai seorang dokter. Nah, memang dia tidak mempunyai kemampuan menghafal, tapi itulah yang menjadi fokus utamanya sehingga kelebihannya dalam bidang kecekatan tangan dia abaikan. Jadi salah satu penyebab kenapa kita ini sulit menerima kelebihan kita, kadang kala karena memang kita tidak mau kita lebih dalam hal itu, maunya lebih dalam hal yang lain.
ET : Kadang kala juga ada orang yang sulit mengakui kelebihannya, karena dia selalu melihat orang lain yang lebih hebat dalam bidang yang dia rasa sebenarnya lebih.
PG : Betul, jadi yang kita sebut kekurangan maupun kelebihan sebetulnya relatif. Kelebihan relatif, karena kita mungkin merasa lebih dibandingkan dengan 5 orang, kita mungkin di kelas dari 2 anak kita lebih dalam hal tertentu misalnya dalam hal sejarah.
Kemudian kita kuliah, kita bertemu dengan teman-teman yang lain yang ternyata lebih pandai dari kita dalam hal-hal yang kita dulu sangat baik. Akhirnya yang kita anggap kelebihan berhenti menjadi kelebihan, sebab dibanding dengan teman-teman yang lain mereka lebih tinggi lagi.
GS : Bagaimana halnya dengan kekurangan atau segi negatifnya, Pak Paul?
PG : Nah kekurangan adalah kemampuan yang sebenarnya kita harapkan untuk lebih baik dari kondisi sesungguhnya, namun ternyata tidak. Jadi yang kita anggap kurang, biasanya adalah hal yang kia inginkan lebih baik.
Misalkan kita tidak begitu peduli tentang kemampuan mereparasi mobil, kita tidak pusing kita ini bisa atau tidak dengan mesin-mesin mobil. Orang lain mungkin bisa montir, tapi kita tidak merasa terganggu, namun mungkin kita terganggu sekali karena kita tidak bisa bermain musik, teman-teman kita misalnya bisa bermain musik. Nah, kenapa kita terganggu tidak bisa bermain musik, namun tidak terganggu tidak bisa membetulkan mobil, alasannya sederhana yaitu kita menganggap seharusnya kita ini bisa bermain musik, kita mengharapkan kita ini mampu bermain musik, tapi kita tidak mengharapkan kita mampu membetulkan mobil, makanya kita tidak dipusingkan waktu kita tahu kita tidak bisa membetulkan mobil. Jadi sekali lagi kekurangan adalah kemampuan yang sebenarnya kita harapkan untuk lebih baik dari kondisi sebelumnya, namun ternyata tidak. Nah, kekurangan ini biasanya melahirkan rasa malu dan rasa minder. Kenapa, sebab kita akhirnya menganggap karena saya tidak bisa bermain musik misalnya saya tidak dihargai oleh orang. Jadi membuat kita akhirnya merasa malu atau merasa minder karena anggapan pada diri kita bahwa orang memandang tinggi orang yang bermain musik, yang tidak bermain musik orang anggap rendah, nah otomatis kita merasa rendah.
GS : Nah, dalam hal itu dia tidak membandingkan lagi dengan kelebihan-kelebihan yang dia miliki, Pak Paul?
PG : Nah sering kali inilah anehnya kita, kita ini kalau sudah terpaku pada kekurangan kita, kita akhirnya luput melihat kelebihan kita. Kita hanya menyoroti di mana kita kurang dan sekali lgi yang namanya kurang adalah waktu kita melihat seharusnya kita memiliki kemampuan itu.
Tadi saya sudah singgung bahwa kelebihan dan kekurangan itu relatif dibandingkan dengan orang-orang di sekitar kita. Di tengah orang yang lebih berbakat, kelebihan kita biasa-biasa saja dan di tengah orang yang berbakat, kekurangan kita semakin terasakan. Aduh rasanya kita benar-benar kurang karena kita di tengah-tengah orang yang kemampuannya tinggi. Tapi kalau misalkan kita di tengah-tengah orang yang kemampuannya di bawah kita, kemungkinan kita tidak akan merasa begitu, kita akan merasa OK saja.
GS : Dalam hal ini memang kadang-kadang ada kesalahpahaman antara kerendahan hati dan kerendahan diri itu. Jadi karena khawatir dikatakan sombong dan sebagainya, dia menganggap saya ini bukan apa-apa, saya ini tidak bisa apa-apa, tidak ada sesuatu kontribusi yang bisa saya berikan dan sebagainya.
PG : Kalau hanya sebatas retorika atau perkataan-perkataan, saya kira bisa diterima. Untuk sopannya kita berkata: "Ya, saya tidak bisa kok," asal dalam hati kita memang percaya kita tahu kemmpuan kita.
Nah yang jangan sampai terjadi adalah bukannya retorika, benar-benar mempercayai kita tidak mampu.
GS : Jadi karena khawatir dikatakan sombong, khawatir dikatakan mau menguasai segala sesuatu.
PG : Jadi akhirnya kita mengundurkan diri.
ET : Atau justru seperti mencari dukungan, maksudnya ada orang-orang yang melihat dirinya begitu kurang. Akhirnya mungkin sebagai pelampiasannya mencari orang-orang yang lebih kurang lagi dai dia, yang akhirnya justru dia tidak terpacu untuk mencapai atau mengembangkan sisi-sisi kelebihan yang lain.
Jadi sebenarnya kalau dia mau belajar masih bisa mengembangkan kemampuan yang dia miliki, tapi akhirnya dia bandingkan dengan orang lain untuk memuaskan pokoknya saya bisalah sehingga dia tidak terpacu untuk menjadi lebih.
PG : Banyak hal yang kita lakukan untuk menyangkali keberadaan diri kita, itu anehnya kita Ibu Esther. Jadi salah satunya yang kita lakukan adalah karena kita mau menyangkali bahwa kemampuankita terbatas dan kita tidak mau orang lain melihatnya, kita akhirnya berteman dengan yang lebih kurang dari kita.
Atau kita menyembunyikan kebisaan kita karena kebisaan itu pun terbatas. Nah masalahnya bukannya kita ini terlalu rendah hati atau apa, bukan! Persoalannya kita malu, kita hanya mampu sampai sebegitu. Sekali lagi intinya adalah kita tidak mau menerima, kita menyangkali itu, bahwa kita hanya bisa sebegini, kita tidak terima sebab kita beranggapan seharusnya lebih. Nah ini salah satu sumber konflik batiniah dalam diri kebanyakan kita.
(2) GS : Konflik itu yang membuat seseorang tidak bisa menerima diri apa adanya. Nah dalam hal ini apakah Alkitab memberikan prinsip-prinsip atau pedoman bagi kita, bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap kelebihan dan kekurangan diri kita itu?
PG : Salah satu pasal yang menjelaskan dengan mendetail tentang penerimaan terhadap satu sama lain adalah I Korintus 12:21-25, "Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: "Akutidak membutuhkan engkau".
Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus. Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan". Nah ini dalam perumpamaan tubuh, yang Tuhan ingin katakan adalah bahwa kita sesama anggota tubuh Kristus seharusnya saling mendukung, saling menopang dalam perbedaan-perbedaan kita. Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik di sini, yang pertama adalah kita bisa melihat jelas bahwa kita tidak diciptakan sama, ada yang menjadi mata, kaki, telinga dan sebagainya. Nah tidak sama dalam 2 hal, yang pertama adalah dalam hal jenis kemampuan, tidak semua orang itu bisa filsafat, tidak semua orang bisa matematika, tidak semua orang bisa cekatan dengan tangan, jadi itu memang adalah desain Tuhan untuk kehidupan manusia di bumi ini. Berikutnya, manusia itu tidak sama juga dalam segi tingkat kemampuan, misalnya teman kita mempunyai jenis kemampuan yang serupa, sama-sama misalnya bisa Fisika tapi tidak berarti kita ini mempunyai tingkat kemampuan yang sama. Jadi point pertama, Tuhan memang sudah menjelaskan kita tidak diciptakan sama. Dan dalam kehendak Tuhan Dia menetapkan siapa mempunyai apa dan berapa banyaknya dipunyai oleh orang itu. Dan kita sebagai anak-Nya, ciptaan-Nya menerima hal itu.
GS : Nah yang sulit adalah menemukan jati diri Pak Paul, misalnya tadi dalam Korintus dikatakan sebagai mata, sebagai telinga dan sebagainya, menyadari fungsinya dia sebagai apa. Jadi selama dia tidak menemukan fungsinya, saya rasa akan sulit menerima keberadaan dirinya itu, Pak Paul.
PG : Salah satu pemikiran yang saya kira sering kali membuat kita itu bingung dengan diri kita waktu memikirkan kita bisanya apa adalah kita memikirkan sesuatu yang belum pernah terjadi dala hidup kita.
Nah saya kira Tuhan itu realistik, Tuhan tidak mengharapkan kita bisa melakukan sesuatu yang kita tidak pernah tahu itu apa. Yang saya ingin katakan adalah temuilah kebisaan kita dari hal-hal yang telah terjadi pada diri kita, kalau memangnya belum terjadi kita tidak tahu apa itu, kita tidak usah mencari-cari. Nah kadang-kadang saya melihat ini salah satu sumber masalah, orang itu sepertinya membuka-buka lemari, mencari-cari saya bisanya apa, dia tidak melihat yang sudah dia lewati, yang sudah pernah dia hadapi dalam hidup ini. Yang dia lihat adalah yang belum terjadi, yang belum pernah dia temukan, seolah-olah nun jauh di sana terdapatlah bakatnya yang masih tersembunyi, tidak. Tuhan menempatkan kita di dalam situasi-situasi kehidupan, kita ini tidak kebetulan melewati situasi kehidupan kita, Tuhan yang memang menempatkan dan dari situasi yang Tuhan telah tempatkan itulah kita perlu mengacak dan mengeksplorasi di manakah kira-kira saya itu telah masuk dengan baik, di manakah saya bisa bersumbangsih, di manakah saya bisa menyumbangkan kemampuan saya, apa kemampuan yang telah saya temui dalam hal-hal yang telah saya lewati itu. Jadi mulailah dari hal-hal yang sudah kita lewati.
ET : Katakanlah jenis kemampuan itu sudah mulai kita temukan Pak Paul, tapi untuk mengetahui batasan tingkat kemampuan ini yang kadang-kadang susah. Maksudnya ada orang yang masih bisa terusberkembang lagi, tapi ada orang yang juga terus dipacu sesuai tingkat kemampuannya.
Tapi untuk kita bisa mengetahui OK-lah saya memang hanya sampai sebegini, ini yang sulit.
PG : Saya kira memang tidak bisa dengan cepat kita pastikan o.....ini batasnya saya, jadi akan selalu ada tarik-menarik sampai seberapa jauhnya kita masih bisa mengembangkan diri. Tapi saya ira kita akan mengetahui kalau kita sudah mencobanya beberapa kali dan sudah mentok, kemungkinan memang kemampuan kita di sini.
Jadi kalau terlalu kita paksakan, kita sendiri juga akan mengetahui bahwa ini bukan diri saya lagi, saya sudah tidak lagi normal, ini mulai terlalu tertekan atau apa berarti sudah kita sabar dulu sampai di situ.
GS : Selain prinsip bahwa kita harus menyadari bahwa kita memang berbeda dengan yang lain, apakah ada prinsip yang lain di dalam pembacaan Korintus tadi Pak?
PG : Yang berikutnya adalah ternyata Tuhan menuntut yang lebih berbakat atau lebih berkarunia untuk memperhatikan yang lebih lemah. Tuhan berkata bukan saja kita ini perlu menoleransi keberaaan atau kehadiran seseorang yang lebih lemah dari kita, Tuhan menuntut kita memberi penghormatan yang khusus.
Nah ini sesuatu hal yang memang bertentangan dengan jiwa atau sistem hidup di dunia ini. Di dalam dunia yang kompetitif, kita tidak akan berkata o.....ini prinsip yang betul, dalam dunia kompetitif kita akan berkata: siapa yang tidak bisa mengikuti, biarlah dia terpental, dan siapa yang tidak bisa berlari secepat kita hendaklah dia tinggal di belakang. Itulah falsafah dunia yang kompetitif. Tapi Tuhan menghendaki kita berbeda dari dunia, Tuhan justru berkata kepada yang lebih lemah, "perhatikan dan toleransilah kehadirannya, berilah dia penghormatan yang lebih khusus," jadi bukannya menginjak, membuang, tapi Tuhan ingin kita menyayangi, menghormati, jangan sampai kita itu akhirnya tidak lagi menghargai dan menghormatinya. Nah dari sini kita bisa belajar sekurang-kurangnya satu point, Pak Gunawan dan Ibu Esther, yaitu Tuhan menginginkan kita melihat manusia bukan dari kegunaannya, itu salah satu prinsip yang ditekankan sekali dalam Alkitab. Tuhan menginginkan kita memandang manusia bukan dari segi kegunaannya tapi dari segi bahwa dia adalah orang yang Tuhan sudah ciptakan dan tempatkan di samping kita, dan siapapun yang Tuhan sudah tempatkan dan ciptakan di samping kita, itu adalah ciptaan Tuhan yang kita mesti juga hormati.
GS : Nah di dalam kaitannya menerima kelebihan dan kekurangan, Apakah prinsip tersebut yang mesti kita gunakan Pak Paul?
PG : Begini, kalau kita memang mempunyai kekuatan dalam bidang-bidang tertentu dan dia memang kurang, Tuhan meminta kita untuk sebaiknya memberikan bantuan kepada orang yang kita anggap lebi lemah itu.
Jangan malah kita melecehkannya atau membuangnya; sumbangkanlah, bagilah, tolonglah yang lebih lemah itu. Dalam hal inilah kita menghormati, memperlakukan dia dengan khusus seperti itu.
GS : Dan mungkin sekaligus mensyukuri bahwa kita mempunyai kelebihan itu Pak Paul dibanding yang lain, prinsip yang lain apa Pak Paul?
PG : Yang lainnya lagi adalah Tuhan berkata justru yang lebih lemah itu yang lebih dibutuhkan. Jadi ini suatu hal yang memang ganjil, firman Tuhan berkata justru anggota-anggota tubuh yang nmpaknya paling lemah yang paling dibutuhkan atau justru penting.
Wah kita ini bisa dibuat pusing dengan firman Tuhan ini, sebab bukankah dalam hidup kita, kita berkata yang lemah, yang tidak bisa apa-apa itu menyusahkan kita, mengganggu, bukannya penting, tapi Tuhan berkata itu penting. Nah ini membuat kita bertanya-tanya, kok Tuhan berkata yang lemah itu penting, pentingnya untuk apa? Saya tidak bisa menemukan kesimpulan yang lain kecuali satu. Saya kira tema yang mengalir secara deras di Alkitab yaitu yang lemah akan Tuhan pakai untuk membentuk kita agar kita lebih menyerupai Tuhan, sebab tujuan Tuhan adalah membentuk kita menjadi serupa dengan Dia. Sebab firman Tuhan berkata kita dibentuk untuk serupa seperti Kristus, waktu saya bersabar dengan yang lebih lemah saya lebih menyerupai Tuhan, waktu saya menolong yang lebih lemah bukan menekan atau membuangnya, saya lebih menyerupai Tuhan, waktu saya menahan mulut saya daripada mencaci maki yang lebih lemah saya lebih menyerupai Tuhan.
ET : Tampaknya memang konsep ini untuk diterapkan dalam nilai dunia yang begitu kompetitif, berat ya Pak Paul? (PG : Sangat berat) karena selama ini orang dibesarkan selalu berusaha untuk leih baik, lebih baik dan belajar dari orang yang lebih baik.
Dan dengan pandangan ini kita cenderung mengabaikan yang lebih lemah dan akhirnya seperti yang Pak Paul katakan, kita dalam bergaul atau bahkan melihat diri kita selalu dari nilai guna.
PG : Betul, jadi salah satu pelajaran yang penting yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita adalah ingatlah bahwa kemampuan yang engkau miliki pemberian Tuhan. Misalkan kita mempunyai 10 teman da punya 1, jangan kita berbangga sebab kita punya 10 dia punya 1, sebab Tuhan sudah menetapkan dalam kemurahan-Nya kita memiliki 10 dan dia hanya memiliki 1, bukannya karena kita lebih hebat.
Kalau Tuhan memutuskan kita diberikan IQ 50, kita harus terima 50 dan kita tidak mungkin mengembangkannya seperti apapun. Di dalam kemurahan Tuhan misalkan Tuhan memberikan kita IQ 135, sehingga kita belajar lebih cepat dan belajar lebih banyak, bisa meraih prestasi yang lebih tinggi, tapi itu bukan karena kita yang menentukan IQ kita dari awalnya, itu pemberian Tuhan, jadi itu yang Tuhan ingin kita sadari bahwa yang kita miliki adalah pemberian Tuhan. Jadi waktu Tuhan memberikan yang lebih kecil pada orang lain, jangan kita memandangnya rendah, sebab sebetulnya Tuhan bisa membalik, kita menerima yang kecil. Satu hal yang saya simpulkan adalah, Tuhan tidak terlalu berminat mengubah lingkungan luar, Tuhan lebih berminat mengubah diri kita. Betapa indahnya kalau tidak ada lagi orang yang minder di dunia ini, karena tidak bisa menerima dirinya dan sebagainya. Memang Alkitab tidak pernah membahas hal itu, yang Tuhan minta adalah kita menoleransi orang yang lebih lemah. Kenapa? Sebab waktu kita bisa menoleransi, membangun, memperlakukan orang yang lebih lemah dengan hormat, kita menjadi lebih seperti Tuhan, lebih sabar. Nah orang yang lebih sabar terhadap orang yang lemah, lebih bisa menerima orang yang lemah dan orang yang lemah kalau dia diterima dia tidak minder lagi, itu intinya. Sebab sebetulnya kita ini minder atau tidak minder, menghargai atau tidak, kebiasaan kita itu bergantung pada respons yang kita terima dari orang lain. Kita ini sebetulnya sesama orang yang berhutang, kita semua ini pemberi hutang sekaligus penerima hutang dari satu sama lain. Kita tahu kita bisa menyanyi karena orang mengatakan suara kita baik, kita tahu kita bisa Fisika, guru kita memberikan angka yang baik. Jadi kita tahu siapa kita, kemampuan kita dari pemberian orang, orang menerima kita, memuji kita itu akan membangun harga diri kita, orang mencela kita, kita akan lebih mempunyai harga diri yang lebih rendah. Jadi yang Tuhan ubah, sekali lagi bukannya tiba-tiba tidak ada orang lagi yang minder bukan, yang Tuhan ubah adalah yang mempunyai banyak apakah bisa mengasihani dan menolong yang lebih lemah, menerima yang lebih lemah. Sebab waktu kita lakukan itu yang lebih lemah nggak minder lagi.
GS : Berarti kepada seseorang yang diberikan lebih banyak itu ada tuntutan lebih banyak pula Pak Paul?
PG : Betul, dan ini memang susah karena yang lebih banyak sering kali tidak berpikir begitu.
GS : Tapi di samping itu kita juga tidak diminta bersikap pasif karena menganggap bahwa memang diri saya cuma seperti itu pada hal sebenarnya tadi ibu Esther katakan bisa dikembangkan Pak?
PG : Ya jadi selama masih ada ruang, berkembanglah, bergeraklah. Ada suatu pepatah Inggris ya yang bagus sekali yang berkata : "Be your self but be the best of you" artinya jadilah dirimu jngan jadi diri orang lain, jadilah dirimu tapi jadilah dirimu yang terbaik.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini yang pasti akan memberikan rangsangan, memberikan semangat kepada para pendengar dan kita semua untuk mensyukuri segala kelebihan yang Tuhan sudah berikan kepada kita, sekaligus menerima kekurangan-kekurangan yang ada di dalam diri kita.
Saudara-saudara pendengar, demikianlah tadi kami telah menyampaikan ke hadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga).
Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menerima Kelebihan dan Kekurangan Kita". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA