Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Membentuk Etos Kerja Anak". Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, tema hari ini menarik ya. Membentuk Etos Kerja Anak, biasanya kita mengidentikkan kerja atau pekerjaan itu dengan orang dewasa, Pak. Mengapa atau apa etos kerja anak, lalu bagaimana kita membentuknya ?
SK : Bu Yosie, tepat, dalam persepsi kita kerja itu lebih identik kerja yang berbayar.
Y : Professional !
SK : Ya, jadi itu biasa dilakukan terutama oleh orang yang sudah berusia dewasa awal, 18 tahun ke atas bekerja untuk mendapatkan uang dan penghasilan. Namun sesungguhnya, kerja yang hakiki adalah seluruh aktifitas tubuh dan jiwa kita. Ketika kita beraktifitas di dalam rumah, di luar rumah, beraktifitas baik dalam dunia kerja atau pun dunia sekolah, atau pun dunia bermain, itu semua adalah kerja. Disinilah kata "kerja" itu bukan semata-mata pada hari kerja, 8 jam kerja di sebuah perusahaan, bukan ! Anak-anak pun menjalani hidup yang bekerja, beraktifitas. Dalam hal ini saya mau memerjelas tentang etos kerja. Etos kerja yang dimaksud adalah gabungan antara pemikiran, semangat, motivasi yang melandasi seseorang beraktifitas dan bekerja. Pada dasarnya setiap kita manusia, termasuk setiap anak-anak dengan sendirinya memiliki etos kerja. Ada hal-hal tertentu yang menggerakkan dia untuk beraktifitas dan bekerja. Ada hal tertentu yang menggerakkan dia untuk kemudian memengaruhi nilai-nilai itu, keyakinan itu pada hasil kerjanya, atau tampilan kerjanya atau model apa yang dihasilkannya dari aktifitasnya itu. Dalam hal ini, nantinya yang perlu kita pertanyakan juga, atau bentuk pada anak, bahwa etos kerja itu yang kita tanamkan dan kita tumbuhkan pada anak haruslah sepatutnya sesuai dengan jati diri kita sebagai orang percaya yaitu etos kerja Kristiani, karena etos kerja merupakan ekspresi dari identitas kita, jati diri kita. Kalau kita adalah orang percaya, anak-anak kita, kita asuh sebagai anak-anak miliknya Tuhan, maka perlu ditumbuhkan dari anak-anak itu etos kerja Kristiani sejak masa balita.
Y : Sejak masa balita, ya Pak ? Lalu bagaimana maksudnya, prakteknya dan mungkin pertama apa kepentingannya, baru prakteknya?
SK : Jadi dalam hal ini, Bu Yosie, kepentingannya bahwa etos kerja itu ekspresi dari jati diri kita. Ketika kita menanamkan, menumbuhkan etos kerja Kristiani pada anak-anak kita sejak mereka balita, dengan sendirinya kita juga sedang menanamkan sebuah nilai-nilai, jati diri mereka sebagai anak-anak Allah, sebagai murid Kristus. Dalam bahasan kita saya mau merangkum tiga etos kerja utama yang perlu kita hidupi sebagai orang percaya dan yang perlu kita tanamkan sejak masa kanak-kanak. Yang pertama, bekerjalah dengan hati gembira dan kreatif bersama Allah.
Y : Bagaimana menanamkan atau mengenalkan pengertian bekerja di tengah dunia anak yang masih dunia bermain, ya Pak ?
SK : Kembali yang saya sampaikan di awal, definisi bekerja disini definisi yang luas, artinya aktifitas. Apa pun yang kita lakukan di dalam rumah, di luar rumah, itu adalah ekspresi bekerja. Jadi bermain pun adalah bekerja. Kembali etos kerja yang perlu kita tanamkan dan tumbuhkan sejak masa kanak-kanak adalah bekerjalah dengan hati gembira dan kreatif bersama dengan Allah. Sejak kecil mari kita dorong anak-anak kita menjadi anak-anak yang beraktifitas secara positif dengan hati yang gembira dan kita beri ruang menstimulasi, merangsang mereka untuk mengekspresikan kreatifitas mereka. Jadi dalam hal ini ada banyak implikasinya, yang pertama misalnya jangan biarkan kita menjadi konsumen loyal dari sebuah game elektronik. Jangan jadikan anak kita konsumen loyal dari sebuah acara televisi.
Y : Karena itu tidak kreatif, ya Pak.
SK : Game elektronik dan televisi itu membunuh kreatifitas. Anak tidak aktif, anak tidak bekerja, dia hanyalah pribadi pasif, menunggu dan imajinasinya dan fantasinya dibajak oleh game elektronik dan tayangan televisi. Kalau kita mau punya anak yang sehat, yang sesuai dengan desain Allah, jauhkan dari tontonan televisi, video atau pun game elektronik. Bahkan kalau bisa, saya berani menantang, 10 tahun pertama bebaskan dari tontonan televisi dan game elektronik.
Y : Itu agak sulit, Pak.
SK : Kalau kita mampu, yakinlah itu akan menjadi sebuah warisan yang bernilai luar biasa, kekayaan luar biasa bagi anak kita, karena game elektronik dan televisi dan video atau tayangan apa pun yang dikatakan film, video edukatif, itu palsu dan membunuh kreatifitas dan daya kerja, daya kreasi anak kita. Justru kembali lakukan aktifitas fisik, bermain yang sehat adalah ada bendanya yang dia bisa manipulasi, yang bisa dipegang olah sana olah sini, baik itu boneka, mobil-mobilan, tanah liat, malam, tepung diberi minyak sedikit, diolah, pasir dan sebagainya. Dan juga bersama orang lain. Kalau mau punya anak yang sehat, bermainnya jangan hanya diberi mainan kemudian dikunci. Sesekali boleh, dia akan berfantasi, tapi jam jam yang lain, berani punya anak berani menemani bermain. Disanalah etos kerjanya, dia akan gembira bukan hanya karena ada bendanya, karena bersama orang lain, apalagi bersama orangtuanya. Relasi emosional akan terbentuk. Kreasi, berikan kertas gambar, berikan bahan-bahan lukisan, maka jangan, "Eh, tidak boleh, corat coret di dinding, nanti kotor, ini rusak". Oke, kalau kita melindungi, berikan satu ruang, satu petak, "kamu boleh corat coret disini, tembok dicorat-coret tidak apa-apa". Karena ada masanya keinginan corat-coret itu akan lenyap, tapi kreatifitas sudah ditanamkan masa itu. Kalau kita serba membatasi, jangan….jangan….jangan dan tidak memberikan saluran yang positif, terpasunglah masa keemasan, kreatifitas anak kita dan kita sedang menggagalkan dalam arti tertentu desain Allah pada anak kita. Jadi bekerjalah dengan hati gembira dan kreatif bersama dengan Allah. Cari apa minatnya, apa potensinya, "Oh menyanyi, ajari menyanyi. Menggambar, berikan. kalau perlu kita punya uang, berikan guru les untuk menggambar, untuk menari". Tidak apa-apa, eksplorasi, berikan tempat. Itu membentuk etos kerja sejak masa kanak-kanak. Aku bisa berekspresi, aku bisa berkreasi dengan hati gembira. Kalau dia terbiasa berekspresi dengan gembira sejak kecil, dari bermain termasuk dalam dunia sekolah pun. "Learning must be fun", belajar harus menyenangkan. Kalau bisa kita bisa pilih sekolah yang memang menggabungkan filosofi Alkitab ini, bahwa belajar pun perlu menyenangkan. Belajar bukan sebuah penindasan, itu paradigma pendidikan yang lama, kejar kurikulum bahannya banyak, hafalkan, kalau angkanya jelek dihukum berdiri, dimarahi orangtua. Itu membunuh etos kerja yang benar, yang dari Allah, bahwa bekerja perlu dengan hati gembira dan kreatif bersama dengan Allah. Maka studi pun kita upayakan, upayakan supaya sekolah anak menjadi sekolah yang menyenangkan, tidak ada tekanan, tuntutan, tapi kita sesuaikan. Kalau anak kita memang tidak mampu, tidak apa-apa, yang penting sekadar naik tapi dia gembira, daripada kita tuntut harus les ini dan les itu di luar jam sekolah, dia tertekan, stres, jiwanya terobek. Angkanya boleh tinggi tapi jiwanya rusak. Etos kerjanya kita bunuh. Bekerja adalah sebuah kutukan, bekerja adalah sebuah penindasan. Kita bersalah terhadap Allah dengan pola yang keliru dalam mendidik anak.
Y : Wow menarik sekali ya, Pak. Jadi benar-benar menanamkan etos kerja sejak kecil bukan masalah nantinya, tapi mulai dari kecil itu pemahaman-pemahaman yang benar tadi, desain Allah dalam kehidupan manusia. Dan yang kreatif tadi, saya menangkap berarti harus mulai dari orangtua, kita sendiri harus selalu belajar, terbuka, kreatif, sehingga kita bisa membawa anak-anak kita kreatif.
SK : Betul, maka dalam hal ini diperlukan orangtua yang mau belajar. Berani punya anak, beranilah menjadi orangtua yang mau belajar. Banyak hal kita tidak paham. Dengarkan selalu, simak, pelajari apa yang dibagikan lewat berbagai topik lewat Telaga atau dari buku-buku dan seminar-seminar, pendampingan anak, pendidikan anak supaya kita menjadi orangtua yang efektif sebagai wakilnya Allah untuk menanamkan etos kerja Kristiani ini.
Y : Poin berikutnya, Pak.
SK : Etos kerja Kristiani yang perlu kita tanamkan, tumbuhkan sejak masa kanak-kanak, adalah yang kedua, bekerjalah secara unggul untuk Allah. Secara unggul tidak sama dengan "perfeksionistik". "pokoknya kamu harus dapat nilai 100, apa itu angka 90, 10. 10,. 100, 100, 100. Itu perfeksiontik. Unggul artinya kita memberikan yang terbaik untuk Allah. Memberi yang terbaik untuk Allah bukanlah perfektionistik, Allah kita yang menghargai kegembiraan dalam kita memberikan sesuatu untuk Allah. Allah yang menghargai kesempatan dan potensi yang kita miliki. Apa pun yang muncul sesuai dengan potensi dan talenta kita, Allah hargai. Kenali potensi kita, kalau memang anak kita kemampuannya tidak terlalu unggul untuk satu bidang, misalnya matematika, bahasa Inggris atau IPA, ya tidak apa-apa, yang penting prosesnya. Kalau pun anak sudah setia pada prosesnya dia belajar dari hari ke hari sesuai dengan jam belajarnya dan mengerjakan PR dengan setia, namun ujungnya nilainya memang tidak mencapai standard yang dikehendaki sekolah. Terimalah bahwa itu memang potensi yang diberikan Allah kita kepada anak kita. Kalau pun sampai tidak naik kelas, terimalah dan kalau perlu pindahkan ke sekolah lain. Dalam hal ini saya ingin sedikit menyisipkan tentang konsep ‘sekolah rumah’ (home schooling) karena kita perlu menyadari di tengah perkembangan zaman, kita sudah melihat bahwa ada tipe-tipe sekolah. Maaf ada sekian banyak sekolah, kalau saya katakan dengan bahasa yang terlalu ringan, sekolah jadoel. Yang ditekankan kontennya, isinya yang sebanyak itu menurut kurikulum Pemerintah. Yang paling penting kesuksesan siswa ditentukan oleh nilai ulangannya dan ranking rapornya, maaf saya katakan, itu paradigma yang keliru. Itu paradigma yang hanya berbasis bahwa kesuksesan ditentukan oleh kecerdasan tunggal dan kecerdasan tunggal adalah kecerdasan yang bersifat akademis, logis matematis. Soal hal-hal yang bersifat logika rasional semata, padahal akhirnya para ahli sudah menemukan kecerdasan bisa majemuk dan justru orang-orang yang dianggap gagal dalam dunia akademis dengan sistim yang jadoel itu adalah orang-orang yang sukses di bisnis, di universitas dan di dalam masyarakat. Malah orang-orang yang terlalu fokus hanya pada nilai-nilai akademis, dia mungkin bisa dapat S3 tapi tidak cukup unggul dalam sekian hal yang lain. Ada hal yang keliru dalam paradigma sekolah kita, kalau anak kita memang tidak mampu masuk dalam sistim sekolah jadoel yang klasikal ini, tidak apa-apa, ada pilihan sekolah-sekolah yang lebih memberi ruang kreatifitas dan mungkin ‘home schooling’. Sekarang dalam kultur Indonesia, ‘home schooling’ sudah diakui oleh negara. Ada sekian anak-anak produk ‘home schooling’ mereka dari SD sampai SMA bisa kuliah di Perguruan Tinggi Negeri atau swasta yang bereputasi, S1, S2 atau bahkan S3. Jadi sesuaikan dengan potensi yang Allah berikan kepada anak kita. Kembali etos kerja yang pertama, bekerjalah dengan hati gembira dan kreatif bersama Allah. Yang kedua, yang perlu kita tanamkan pada anak kita, bekerjalah secara unggul untuk Allah. Unggul bukan hanya angka yang hebat tapi adalah proses yang benar dan hasil yang sesuai dengan potensi anak kita.
Y : Menarik sekali ya, Pak. Tadi yang tentang kecerdasan majemuk, misalnya anak kita tidak berpotensi di akademik, kita sebagai orangtua harus mengeksplor kemampuannya di bidang yang lain.
SK : Dan jangan lupa orangtua itu ibarat kacang yang lupa pada kulitnya. Dia sendiri sebagai orangtua…..
Y : Kita sendiri dulu tidak juara, bagaimana anak menuntut menjadi juara !
SK : Bagaimana susah payahnya dulu di usia yang sama, tidak sanggup untuk mencapai nilai yang baik, sekarang menuntut anaknya. Lupa ini anaknya siapa? Atau mungkin ada dua hal, kurikulum yang semakin berat. Yang ketiga, usia anak, kadang kita tanpa sadar melakukan "push parenting". Pola asuh yang memaksa anak, anak belum masanya sekolah sudah kita masukkan sekolah. Dia belum usia belajar untuk materi-materi itu, tapi dia sudah belajar lebih dini, bukan anak kita tidak mampu tapi memang usianya belum sesuai. Jadi dalam hal ini lihatlah etos kerja Kristiani itu titik pusatnya, desainnya Allah. Kita tidak boleh menindas anak-anak yang sesungguhnya adalah milik Allah. Jangan sampai di dalam kita mendampingi anak belajar melakukan kekerasan fisik atau pun emosional pada anak. "Kamu bodoh, kamu goblok, kamu dungu", dipukul, ditendang, ditampar. Wah kita salah, kita berdosa pada Allah, itu berarti kita tidak sanggup. Mundur dulu, break dulu, time-out dulu, tenangkan jiwa kita. Kita lelah, serahkan pada pasangan kita kalau pasangan kita pun tidak mampu karena waktunya, karena bekerja dan sebagainya untuk penghidupan keluarga. Carikan guru les untuk membantu bukan menggantikan orangtua. Dan anak kita kalau tidak mampu pindahkan kesekolah lain yang lebih sesuai.
Y : Tidak perlu gengsi ya, Pak. Yang menarik tadi saya garisbawahi, pentingkan proses berarti didalam proses itu kita harus mengajarkan nilai-nilai yang benar misalnya kejujuran. Yang penting ‘kan proses bukan hasil karena takutnya kalau kita hanya menekankan hasil, mendapat nilai 100 tapi nyontek, untuk apa? Lalu tekankan tanggungjawab, kerja keras seperti itu,ya Pak ?
SK : Kerja keras bukan berarti belajar, kerja pagi sampai malam tapi ada kesungguhan. Maka disinilah menanamkan etos kerja pada anak, ada poin kejujuran, ada poin rasa tanggungjawab. Ini bukan hanya soal sekolah, dia sekolah tapi juga beri tanggungjawab kecil di rumah, misalnya ketika kita belanja dan dia bisa membawa sesuatu,"ayo kamu yang bawa ini". Anak kita sudah usia kelas 3 SD, tolong ya kamu bukankan pintu, Tolong bukakan pintu, ada tamu datang. Kita ajari untuk menyambut tamu. Tolong cuci piring, cuci baju. Kita lakukan sambil bergurau, senang, bekerja dengan hati gembira. Kita beri ruang yang tidak sempurna, yang penting dia terlibat.
Y : Walaupun ketika anak-anak cuci piring, mamanya bekerja dobel. Habis itu dicuci lagi, karena tidak bersih.
SK : Tidak apa-apa yang penting melatih. Semakin usia bertambah, tangannya, motoriknya semakin lebih bagus. Misalnya mulai kelas 4 SD, serahkan cuci piring seminggu 1x, atau seminggu 2x atau kalau liburan tiap malam. Tapi jangan kerja saja tetap diselingi dengan waktu bermain, supaya kita tidak melakukan "child abuse", kekerasan pada anak dengan menghentikan atau mengurangi secara drastik jam bermain dan menggantikan dengan jam bekerja ala orang dewasa. Itu kita sudah melakukan kekerasan pada anak, pelanggaran hak asasi anak untuk bermain. Kita melakukan itu, tanggungjawab jadi dengan demikian anak tidak lagi manja. Bekerja adalah bagian dari hidup, bekerja sebuah keseharian, bekerja secara fisik adalah sifat alami, bagian dari keseharian, sehingga pada waktu dewasa, anak akan peka, tanggap membantu orang lain. Tanpa dia harus diminta atau bersungut-sungut karena dari kecil sudah dilibatkan. Kadang menyapu, mengepel, kadang hari libur dua hari sekali menyapu, mengepel, sambil kita berikan "reward", terima kasih kamu sudah mencucikan ! Bukan berarti kita sedang memanjakan anak, tidak, kita sedang mengajari anak sebuah etos kerja bahwa ketika kita meminta seseorang melakukan sebuah hal untuk kita, kita pun sepatutnya berterima kasih, menghargai. Bukan karena kamu ‘kan sudah mendapat gaji, ‘kan tidak usah mengucapkan terima kasih. Oh, lain !
Y : Kamu sudah diberi makan oleh papa mama…..
SK : Hal-hal itu, perlakuan itu bagian dari proses yang unggul untuk Allah. Allah juga menghargai kita sebagai manusia, karena itu sebagai manusia kita perlu menghargai.
Y : Menarik sekali, Pak. Walaupun prakteknya antara ini, Pak. Sebagai ibu rumah tangga yang sulit adalah antara suasana ceria dan memberikan penugasan untuk anak. Kadang kalau kita fokus di tugasnya, anak ini tetap bisa malas tidak bertanggungjawab. Bagaimana kita bisa tetap ceria ?
SK : Kembali sesuai porsinya, artinya kita bisa naik turun. Anak kita juga bisa naik turun sesuai kondisi emosi, suasana hati. Dalam konteks ini kita perlu ingat, anak kita bukan usia yang sudah mapan.
Y : Sudah matang, ya.
SK : Kita punya kesanggupan memikul stres yang tinggi karena kita secara emosi sudah final. Tinggal kita kelola, tapi anak bila mendapatkan tekanan, kemarahan, bentakan, itu menggoyahkan struktur dasar jiwanya, hati-hati ! Tetap anak itu masa training, masa magang, bukan bekerja yang sesungguhnya. Jangan perlakukan anak kita seperti asisten atau pembantu rumah tangga yang usianya sudah 20 tahun ke atas. Jadi tetap kita harus perhatikan kapasitas anak, ini masa pencetakan jiwa, ini sedang latihan, training jadi lebih berikan toleransi. Kalau kita merasa kewalahan, memang anak kita tidak mampu, ya sudah, suruh dia mundur, kita lakukan atau kita tunda. Atau kalau kita memang benar-benar kewalahan, panggil orang lain bekerja mungkin 1 atau 2 jam untuk melakukan hal itu daripada kita merusak struktur jiwa anak kita.
Y : Berarti kita harus bijak untuk tarik ulur.
SK : Tepat.
Y : Baik, poin yang ketiga, atau terakhir Pak Sindu, silakan.
SK : Poin ketiga, etos kerja Kristiani yang perlu kita tanamkan pada anak-anak, rayakanlah hari-hari kerja pula lewat perhentian sabat. Anak pun perlu mengerti artinya istirahat, memahami artinya sabat. Ketika sudah mencapai sebuah hal tertentu misalnya mengakhiri satu semester, buat perayaan kecil, bersyukur, bukan karena dia juara kelas tapi dia sudah setia dengan apa yang dia lakukan. Syukuri, jangan tunggu kalau dia juara dulu, baru dihargai. Hal-hal yang masih belum sempurna juga perlu dihargai. Dia sudah berupaya, untuk itu kita rayakan, syukuri.
Y : Kadang diberi hadiah kalau juara, kalau tidak juara, "Apa nilainya jelek begitu".
SK : Dengan begini dia akan belajar tentang kemurahan hati Allah. Kemurahan hati Allah diekspresikan oleh kemurahan hati orangtua kepada anaknya. Sukacita Allah diekspresikan oleh sukacita orangtua terhadap anaknya. Jadi berikan hal-hal yang menyenangkan sebagai penghargaan, sebagai imbalan. Dan kita juga bisa melakukan sebuah evaluasi, terima kasih kita bisa makan sedikit istimewa atau papa belikan ini, mama belikan ini untuk kamu sebagai bentuk syukuran. Setelah itu, apa yang bisa kamu syukuri? Berikutnya apa yang bisa kamu perbaiki untuk masa depan ? Untuk semester ke depan, catur wulan berikutnya ? Dengan begitu kita tetap proporsional ada hal yang perlu diperbaiki, tapi dengan kemasan yang positif. Nilai esensi perayaan itu tidak hilang.
Y : Jadi menggali anak agar bisa menjadi yang terbaik untuk dirinya.
SK : Menjadi yang terbaik sesuai dengan kesempatan dirinya. Juga dalam hal ini pada tiga etos kerja Kristiani yang telah kita bahas ini; bekerjalah dengan hati gembira, bekerjalah secara unggul untuk Allah, yang ketiga rayakan hari-hari kerja pula lewat perhentian sabat. Di dalamnya juga mengajak dia menghayati semangat "Ora et Labora", berdoa dan bekerja, berdoa dan belajar, berdoa dan bertumbuh. Jadi hari-hari doa kita tanamkan, untuk apa belajar di sekolah, les yang dia lakukan, kursus yang dia jalani, keterampilan untuk masa liburan sekolah, bersyukur mengundang berkat Tuhan. Jadi semangat iman ini menempel terus, melekat.
Y : Dalam kehidupan sehari-hari, tidak di kotak-kotak ya Pak.
SK : Betul tidak menunggu namanya Tuhan hanya hari Minggu, kalau hari Senin sampai dengan Sabtu tidak ada Tuhan, yang ada hanya orangtua. Tidak, Tuhan hadir secara nyata.
Y : Saya percaya ketika orangtua memunyai pemahaman yang benar dan mempraktekkannya pasti nanti menghasilkan anak-anak yang unggul.
SK : Amin. Saya akhiri pembahasan ini dengan Amsal 22:6, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu".
Y : Terima kasih banyak, Pak Sindu untuk penjelasannya. Saya percaya ini memberkati para pendengar. Para pendengar sekalian, terima kasih. Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membentuk Etos Kerja Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.