Saudara–saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Heman Elia, akan berbincang-bincang dengan Bapak Sindunata Kurniawan. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Mekanisme Pertahanan Diri"bagian yang ke-enam.
HE : Sekadar mengingatkan para pendengar, di bagian pertama hingga yang kelima, telah dibicarakan tentang jenis-jenis mekanisme pertahanan diri, yaitu sebanyak 20 jenis yang telah kita bahas. Pak Sindunata, ternyata banyak sekali jenis mekanisme pertahanan diri yang telah kita bahas, Pak. Apakah masih ada jenis yang lain?
SK : Sekarang jenis mekanisme pertahanan diri yang ke-21, Pak Heman, yaitu tawanan altruistik. Kata altruistik sebenarnya sangat baik dimana orang disebut altruistik kalau orang tersebut suka menolong tanpa pamrih, maka dia disebut seorang altruis dan perilakunya disebut altruistik. Disini dikatakan tawanan altruistik apabila ada seseorang yang memiliki suatu kekosongan, kecemasan, rasa tidak aman dengan dirinya, tanpa disadari dia coba mengatasinya dengan mencurahkan hidupnya untuk menolong orang lain, memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain, sebagai cara dia memertahankan dirinya yang kosong, cemas dan tidak nyaman ini.
HE : Jadi dalam hal ini juga ada persoalan ya meskipun dalam bentuk tindakan yang baik, yaitu menolong orang lain.
SK : Betul. Seperti yang pernah kita bahas.Perilakunya tampak baik, tapi yang perlu kita kenali adalah motifnya.Kadang hal ini memang tidak bisa langsung dikenali secara kasat mata. Tapi dari proses mengenal, berdialog, mengenal latar belakangnya dan perilaku menolongnya itu seperti apa, maka kita akan mengenali. Dimana yang mengalami atau yang menerapkan model tawanan altruistik ini, dia menolong tanpa batas, sampai dia sakit-sakitan, sampai sering terlambat makan lalu mengalami sakit maag (lambung), pendarahan di pencernaan, atau mengalami sakit ini dan itu. "Kok bisa kamu menolong orang lain sampai berlebihan sehingga hidupmu jadi kacau?" Bisa kita duga kemungkinan dia mengalami tawanan altruistik ini, Pak Heman.
HE : Menarik ya. Ternyata tingkah laku yang baik seperti menolong tetapi bisa jadi tidak sehat ya, Pak. Mungkin ada jenis yang lain lagi selain tawanan altruistik ini?
SK : Yang ke-22 yaitu fantasi. Fantasi adalah dimana seseorang menerapkan mekanisme pertahanan diri mengatasi rasa cemas dan kekosongan dirinya itu dengan cara menciptakan gambaran-gambaran mental yang tidak nyata atau mustahil sebagai cara untuk dia mengisi kebutuhan psikologisnya itu.
HE : Bapak mengatakan "tidak nyata". Apakah bisa diberi contoh "tidak nyata" itu seperti apa, Pak?
SK : Jadi dia lebih banyak melamun secara berlebihan. "Seandainya aku punya teman.Aku membayangkan aku orang yang digandrungi banyak orang, aku ganteng, orang memuji-muji aku."Kemudian dia menciptakan teman-teman fantasinya."Hei, bagaimana kabarmu?Aku senang lho.Lihat aku dikagumi banyak orang."Jadi dia tenggelam pada lamunan secara berlebihan.Menciptakan khayalan yang tidak ada. Sebenarnya ini memang bentuk, cara dia untuk mengatasi rasa cemas, rasa tidak nyaman. Jadi dia hanyut pada lamunan ini daripada dia melakukan sesuatu yang nyata, dia lebih banyak termenung dan tenggelam kepada lamunannya itu.
HE : Bisa menjadi perilaku yang kurang efektif juga ya, selain ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri yang kurang sehat.
SK : Betul, Pak Heman.
HE : Mungkin ada jenis yang lain lagi, Pak ?
SK : Sejalan dengan fantasi, kita masuk kepada jenis yang ke-23 yaitu mekanisme pertahanan diri yang disebut idealisasi.
HE : Bagaimana itu, Pak?
SK : Berakar dari kata ideal, yaitu mekanisme pertahanan diri dimana seseorang memikirkan sesuatu sebagai yang ideal, yang sempurna, atau mendekati kesempurnaan. Mirip dengan gejala fantasi yang telah kita bahas.Tapi disini lebih nyata lagi.Kalau fantasi lebih ke imajinasi atau khayalan, yang ini lebih tajam lagi yaitu ideal."Wah aku yang hebat.Aku yang punya tinggi badan seperti ini."Atau dia mengidealkan teman-teman, "Aku akan cari teman yang ideal, sangat baik, sangat ramah, aku akan mencari hal-hal yang ideal, lingkungan yang ideal."Disini sebenarnya dia meremehkan sisi-sisi yang terbatas."Apa sih, kamu begitu saja kok dibanggakan, merasa hebat.Itu kurang ideal.Itu kurang sempurna.Yang hebat itu yang seperti ini."Jadi dia mengalihkan sisi-sisi yang dia merasa kurang, yang dia rasa cemas, dialihkan dengan dia menciptakan gambaran yang sempurna dan ideal. Dan itu sebenarnya sebagai bentuk cara dia untuk mengatasi kecemasan yang tidak dia sadari.
HE : Bukan hanya mengganggu diri, tapi juga mengganggu orang lain ya?
SK : Betul! Akhirnya orang merasa, "perkataan dan gambaran-gambaran yang kamu cari kok tidak masuk akal ya." Akhirnya orang lelah berteman dengan orang yang demikian.
HE : Saya membayangkan mungkin ada teman-teman yang kadang-kadang susah sekali mendapatkan pasangan hidup, apakah karena idealisasi ini?
SK : Tepat, Pak Heman. Saya bisa sepakat dengan opini Pak Heman ini.Dia sebenarnya sedang mencari seseorang yang tidak ada dalam kenyataan yang akhirnya menghambat diri dan pertumbuhannya.
HE : Meskipun belum pasti orang yang tidak menemukan pasangan hidup itu melakukan idealisasi.
SK : Betul. Kita tidak bisa balik seperti itu, Pak Heman.
HE : Menarik juga yadan hal ini harus disadari. Apakah ada jenis yang lain lagi, Pak?
SK : Jenis yang ke-24 yaitu devaluasi. Kata ini cukup akrab bagi kita. Devaluasi ini adalah penurunan nilai, artinya seseorang melakukan mekanisme pertahanan diri dimana dia memberikan kualitas atau penilaian yang negatif secara berlebihan kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain. Misalnya, "Aku tidak butuh orang lain. Orang lain itu mengganggu, lebih banyak menimbulkan masalah buat aku. Kenapa bersahabat?"
HE : Wah, ini merendahkan, ya?
SK : Iya! Dia merendahkan, dia menganggap, "Aku bisa hidup seorang diri. Buat apa? Orang lain mengganggu. Aku bahagia dengan diriku. Aku tidak bergantung pada orang lain. Kamu saja yang merasa aku bermasalah."
HE : Bisa terbayang ini seperti menghibur diri, tapi sebetulnya ini bentuk mekanisme pertahanan diri, ya.
SK : Betul. Dalam hal ini sebenarnya dia berlaku tidak jujur dan sedang membohongi dirinya sendiri, mengabaikan, mengesampingkan apa yang sesungguhnya dia butuhkan. Itu mengakibatkan dia tetap berada dalam keterasingan dan keterpisahan dari orang lain, rasa lapar dan haus akan kasih tetap ada pada dirinya. Kenapa?Karena rupanya dia tidak mau mengambil resiko.Resiko yang begitu besar, untuk dikasihi dan mengasihi orang lain.
HE : Dan sulitnya karena dia mengasingkan diri sehingga dia juga akan kurang menyadari tingkah lakunya ini ya, Pak?
SK : Betul. Kalau kita lacak, kemungkinan dia punya pengalaman disakiti dan dia jera.Dia masih menyimpan rasa sakit itu dan akhirnya dia menjaga jarak.
HE : Pak, mungkin ada jenis yang lain lagi?
SK : Jenis ke-25 yaitu somatisasi.
HE : Seperti apa itu?
SK : Somatisasi berasal dari kata soma atau tubuh. Dalam hal ini, ketika seseorang mengalami berbagai hal, kecemasan, tekanan-tekanan psikis, kemudian itu memukul kondisi kesehatan tubuhnya. Misalnya dia memang mengalami hipertensi, serangan jantung, gula darah yang tinggi, migraine, sakit maag (lambung) dan berbagai hal yang lain. Jadi memang ada bukti secara medis.Kita pernah membahas konversi.Kalau konversi, keluhan fisiknya itu sebenarnya tidak ada secara medis, sebenarnya dia tidak mengalami kelumpuhan fisik.Tetapi kalau somatisasi ini memang sakit secara medis, dia memang mengalami gangguan fungsi tubuh tertentu, dokter memang menemukannya.Tetapi sebenarnya akarnya itu adalah persoalan-persoalan psikis, emosi, kecemasan yang tinggi dan itulah yang membuatnya mengalami kondisi kelemahan fisik atau sakit yang demikian.Jadi sebenarnya ini adalah mekanisme pertahanan diri supaya dia punya alasan untuk tidak bekerja, Alasan untuk tidak berbuat sesuatu.Karena tubuhnya memang sakit, tapi ketika diakhir itu ada endapan-endapan atau tekanan psikis, tekanan kejiwaan, kecemasan, rasa tidak nyaman yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tersimpan dalam hatinya.
HE : Iya. Pak, saya juga mengenal cukup banyak orang yang kalau menghadapi masalah tertentu dia sakit kepala.Kadang-kadang sakit kepala sebelah.Dan sakit kepalanya itu begitu kuatnya.Apakah ini juga termasuk somatisasi?
SK : Bisa demikian, Pak Heman. Memang kita tidak bisa memastikan ya.Kembali, hukumnya adalah kita tidak bisa menghakimi berdasarkan perilaku semata.Tapi kita perlu mengenali pola kehidupan orang tersebut secara keseluruhan. Pola relasi, pola emosinya dan peristiwa-peristiwa yang mengitari hidupnya.Dari hal itu, barulah kita bisa melakukan sebuah penilaian, apakah orang tersebut mengalami somatisasi atau tidak.
HE : Mungkin sulitnya disini kadang-kadang orang merasa dirinya sakit dan diperiksa ternyata tidak ada penyakitnya. Tapi kadang juga belum tentu bahwa tidak ada penyakit ya.Kadang penyakitnya masih belum ditemukan. Memang repot juga untuk memastikan itu somatisasi atau bukan.
SK : Betul. Jadi memang perlu pemeriksaan menyeluruh atau ‘general check-up’. Sebenarnya kalau dikaitkan dengan bahasan kita, yang namanya ‘general check up’ atau pemeriksaan medis secara umum, mestinya bukan hanya organ-organ tubuh atau fungsi tubuh lahiriah, mestinya juga mencakup kondisi psikis. Misalnya mengukur tekanan kecemasan yang dialami.Mungkin mengerjakan beberapa penilaian psikologis atau psikotes berkenaan dengan kecemasan atau hal-hal yang tidak nampak secara fisik.Itupun perlu memeriksa riwayat kehidupannya. Memang ini pekerjaan yang kompleks, tapi itu benar-benar akan jadi pemeriksaan yang komprehensif atau menyeluruh dan nyaris holistik. Dari sana kita bisa melihat apa saja bentuk mekanisme pertahanan dirinya. Mungkin baru bisa lebih terbaca, Pak Heman.
HE : Jadi ada banyak masalah kesehatan yang bisa menjadi serius, seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, ternyata juga bisa berkaitan dengan masalah-masalah psikologis seperti ini.
SK : Benar. Tubuh tidak pernah lepas dari kondisi emosi dan jiwa, jadi terpengaruh.Dan tubuh juga bisa mempengaruhi kondisi emosi dan jiwa kita.Apabila tubuh sakit, emosi dan jiwa kita juga bisa mengalami ketertekanan.Jadi saling kait mengait, tidak bisa kita pisahkan begitu saja.
HE : Yang menarik, ini holistik ya. Jadi kita melihat kesehatan secara utuh.
SK : Betul.
HE : Pak, mungkin masih ada jenis yang lain?
SK : Jenis yang ke-26 adalah mania, yaitu mekanisme pertahanan diri dimana seseorang menampilkan kegembiraan yang luar biasa, bahkan seperti kegilaan. Hiperaktif secara mental, berpikir, bekerja secara fisik, tetapi juga disertai dengan bentuk-bentuk kekacauan tertentu, misalnya suasana hatinya yang melambung, sikapnya yang meledak-ledak atau kelihatan bergegas-gegas.Sebenarnya dia mempunyai kondisi kecemasan yang dia tampilkan dalam bentuk keaktifan mental, pikiran, maupun kegiatan fisiknya itu.Misalnya keranjingan bekerja, keranjingan beraktifitas, itu sebenarnya berangkat dari model mekanisme pertahanan diri yang tanpa sadar dia kembangkan.
HE : Saya sering mendengar istilah ‘workaholic’. Apakah ini sama?
SK : Bisa demikian. Workaholic atau kecanduan kerja bisa merupakan ekspresi mania. Memang dalam hal ini tidak serta merta ya, Pak. Mania ini adalah kecanduan kerja yang memang benar-benar sangat nyata, artinya kecanduan kerja yang sangat menguasai kehidupan dia. Sebenarnya itu berangkat dari kondisi penolakan dari perasaan-perasaan cemas, kosong, kegelisahan, yang tanpa sadar dia hindari atau alihkan dengan bentuk keaktifan yang berlebihan dari kehidupan mental dan fisiknya ini.
HE : Tadi bapak menyebut tentang "berlebihan", mungkin ini tentang perasaan. Apakah ini perasaan-perasaan yang di atas ataukah juga termasuk perasaan-perasaan yang di bawah?Perasaan di atas misalnya kegembiraan seperti yang bapak sebutkan.Kalau perasaan yang di bawah itu seperti kesedihan dan lain sebagainya.Bagaimana ini, Pak?
SK : Mania menekankan pada perasaan yang di atas, emosi-emosi positif, aktif, bersemangat, antusias, suasana hati yang gembira dan hidup. Itu yang mewarnainya. Sebenarnya orang tersebut tanpa sadar sedang mengabaikan atau menolak emosi yang di bawah seperti sedih, lesu, letih, lemah, butuh orang lain, merasa terbatas. Dia tanpa sadar menolak dan lebih mengekspos hal-hal di atas atau emosi-emosi yang kelihatan menarik di depan orang lain.
HE : Omong-omong saya punya teman yang penampilannya begitu energik, tidak mudah lelah, perasaan-perasaannya riang, sangat ramah dan selalu menyapa orang. Nah, tampaknya ini suatu hal yang baik, sebelum saya melihat ini.Karena perilakunya itusesuai dengan perkataan Rasul Paulus yaitu bersukacita senantiasa. Menurut bapak bagaimana membedakannya atau menilainya?
SK : Kita mengenalinya melalui keutuhan hidupnya. Apakah sisi-sisi hidup yang tidak nampak oleh kebanyakan orang tetap berjalan dengan baik atau tidak.Apakah dia memiliki istirahat yang cukup, apakah dia memiliki tanggung jawab dalam kehidupan pribadinya atau bila dia sudah menikah, apakah dia memiliki tanggung jawab kepada pasangan hidupnya, anak-anak, orangtua, mertua. Apakah hal-hal itu berjalan dengan baik atau tidak?
HE : Jadi kita perlu meneliti kehidupan pribadinya.
SK : Betul. Kita juga cek dari sisi bagaimana dia berhadapan dengan peristwa-peristiwa kegagalan, peristiwa-peristiwa yang menimbulkan kesedihan, menimbulkan perasaan tidak berdaya.Apakah sikap semangat dan optimisnya itu terlalu dipaksakan atau tidak.Apakah itu sebagai sebuah bentuk penyangkalan atau sebagai bentuk ketenangan yang sehat. Dengan kita mengenali dimensi demikian, kita akan mengenali apakah orang ini sehat atau sedang menjalani suatu bentuk mekanisme pertahanan diri.
HE : Saya kira kalau misalnya orang itu punya kebiasaan yang bersukacita, gembira, ramai, maka ini yang sehat dan seharusnya. Ternyata tidak selalu demikian ya.
SK : Iya. Memang kita perlu berhati-hati. Jangan mengartikan nasehat firman Tuhan "Bersukacitalah senantiasa! Sekali lagi kukatakan bersukacitalah!" itu dalam arti yang dangkal seperti supervisial, dipermukaan, oh berarti saya harus tertawa terkekeh, tersenyum dan muka gembira. Tidak! Kata "joy" atau sukacita itu fakta di dalam hati, bukan fakta fisik.Jadi orang boleh sedih, boleh merasa lesu, kecewa, berduka, merasa sakit hati. Tidak apa-apa, akui itu! Jadi perasaan sukacita yang dimaksudkan oleh Firman Allah yaitu perasaan bahwa hidupku dalam tangan Tuhan, ada penghiburan yang sejati dari Allah dan ketika kita sedih atau berduka pun, sukacita yang dari dalam ini tidak akan pernah hilang. Itu menjadi energi hidupku sehingga bisa melewati dukacita ini bukan dengan membohongi diri tetapi menjalaninya dengan baik sehingga akhirnya bisa melepas dukacita itu dan menjalani hidup kembali, membingkai dengan baik kembali.
HE : Jadi kuncinya adalah dari dalam. Perilaku yang di luar itu tidak selalu mencerminkan yang sebenarnya ya.
SK : Ya, betul.
HE : Bisakah bapak memberikan satu firman Tuhan yang bisa memberikan petunjuk dan memimpin kita menjalani hidup dengan lebih baik, lebih sehat dan lebih efisien?
SK : Ya. Saya bacakan dari 1 Samuel 1 ini adalah kisah tentang Hana.Saya bacakan dari ayat-ayat tertentu.Ayat ke-10 mengatakan, "Dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu."Ayat 12, "… perempuan itu terus menerus berdoa di hadapan Tuhan, …"Ayat 13, "… Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk." Kemudian di ayat 14 Eli bertanya, "... Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk?..." lalu di ayat 15, "Tetapi Hana menjawab: "Bukan, tuanku, aku seorang perempuan yang sangat bersusah hati.; anggur ataupun minuman yang memabukkan tidak kuminum, melainkan aku mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN."Ayat16, "… Sebab karena besarnya cemas dan sakit hati aku berbicara demikian lama." Jadi disini saya menyoroti sisi Hana sebagai gambaran orang yang sehat.Duka, sakit hati, cemas itu tidak dia tutup-tutupi.Dia tidak sedang melakukan rasionalisasi, tidak sedang mengalami konversi, tidak melakukan bentuk proyeksi, atau apapun dari sekian banyak bentuk mekanisme pertahanan diri yang telah kita bahas.Tetapi dia mengakui di hadapan Allah, dia ceritakan, sehingga dia bisa sedemikian lamanya berdoa sekalipun tidak bersuara. Intinya curahkan isi hati kita apa adanya di hadapan Allah dan juga kepada orang-orang yang bisa kita percayai, misalnya konselor, hamba Tuhan, sahabat yang seiman, orangtua, saudara yang bisa menerima kita, mari ceritakan! Dengan cara itu kita menyadari, mengenali dan mengakui perasaan-perasaan negatif, tekanan-tekanan psikis yang kita alami, maka kita akan melepaskannya kepada Allah dan orang lain, dan kita sambut sisi baru yang Allah sediakan. Ada restorasi atau pemulihan sehingga kita tidak terjebak dalam penipuan diri tapi menjadi orang yang otentik, apa adanya, orang yang bisa kita kenali sebagai orang yang manusiawi dan tidak memakai topeng. Saat sedih bisa berbagi kesedihan, saat senang bisa berbagi kesenangan dengan orang lain. Itu akan menjadi tempat yang baru untuk kita mengalami berkat Tuhan sebagaimana Hana bisa tampil apa adanya di hadapan Tuhan maka Tuhan memberkati dengan apa yang Hana butuhkan yaitu anak-anak, Samuel dan adik-adiknya. Karena Hana menjadi orang yang apa adanya, otentik, jujur pada diri sendiri, jujur pada Allah, jujur pada manusia.
HE : Terima kasih, Pak Sindunata, kita telah mengakhiri perbincangan kita dengan topik"Mekanisme Pertahanan Diri". Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Sindunata Kurniawan dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik"Mekanisme Pertahanan Diri" bagian yang ke-enam.Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org.Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org.Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.