Saudara–saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Heman Elia, akan berbincang-bincang dengan Bapak Sindunata Kurniawan. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Mekanisme Pertahanan diri"bagian yang kelima.
HE : Sekadar mengingatkan para pendengar, di bagian satu hingga bagian yang keempat telah dibicarakan tentang jenis-jenis mekanisme pertahanan diri. Pak Sindunata, kita sudah membicarakan cukup banyak jenis mekanisme pertahanan diri, ada 15 jenis yang sudah kita bicarakan. Apakah masih ada jenis yang lain, Pak?
SK : Jenis ke-16 adalah pembatalan. Pembatalan disini ketika seseorang membatalkan tindakan atau ucapan yang dia lakukan atau lontarkan dengan melakukan tindakan atau ucapan yang lain dan seolah-olah orang tersebut merasa atau berpikir bahwa kedua tindakan atau ucapan itu sama sekali tidak ada hubungannya. Jadi tanpa sadar dia di tengah kecemasannya, melakukan tindakan lain yang dia maksudkan untuk membatalkan tindakan atau ucapan yang pertama.
HE : Kenapa bisa begitu, Pak?
SK : Iya. Misalnya ini terjadi dalam suatu kasus ketika seorang gadis berpacaran. Dia menyatakan dengan hangat, merespons bahwa "Iya, saya cinta sama kamu, mas." tetapi dia merasa bersalah atau tidak pas. Kemudian dia meyakinkan dirinya sendiri, "Aku hanya bercanda.Pernyataanku kemarin kepada pria ini hanya gurauan semata." Sehingga hari-hari ke depan, dia memerlakukan pria itu dengan sopan tetapi sekaligus bersikap dingin. Dia seperti melakukan pembatalan dengan apa yang sudah dia lontarkan sebelumnya.
HE : Ini kadang seperti sungguh-sungguh, ya?
SK : Betul. Misalnya lagi ada seseorang yang mengkritik orang lain. Mengkritik dengan tajam dan keesokan harinya dia merasa bersalah atau berdosa." Kenapa aku mengkritik setajam itu di hadapan orang lain?" apa yang terjadi saat dia bertemu lagi dengan orang yang dikritiknya ini? Dia memuji-muji orang itu! Dia puji di depan orang lain, "Dia hebat, luar biasa." Tanpa dia mengingat bahwa semalam dia sudah mengkritik orang ini.Mungkin dia sendiri kaget, "Kenapa aku bisa memuji dia ya?Kemarin kok kritik, sekarang kok sanjungan?" dia tidak menyadari kenapa demikian. Rupanya memang sebagaimana akar yang sama dari kebanyakan mekanisme pertahanan diri adalah kecemasan. Jadi sebenarnya ada rasa bersalah, tapi dia tidak berani menyebutkan, tidak berani mengakui, tidak berani meminta maaf. Tanpa sadar kecemasan ini dia tolak dan kemudian dia melakukan cara lain yang berbeda. Yang kemarin tindakan negatif, sekarang tindakan positif, yang dia pikir ini bisa membatalkan tindakan keliru yang sudah terjadi pada hari sebelumnya.
HE : Kadang kita menghargai orang, memuji orang, dan kita merasa itulah pujian yang tulus. Ternyata bisa juga berbeda, ya?
SK : Betul. Kasus pembatalan ini juga bisa terjadi pada seseorang yang punya keyakinan kuat, "Aku dipanggil menjadi hamba Tuhan atau utusan misi.Aku mau terjun melayani suku-suku." tapi kemudian dia sadar, " Kalau aku pergi ke ladang misi, aku meninggalkan orangtua, ini ‘kan menjadi situasi yang sulit, akanada banyak kesulitan." Kemudian dia mencoba meyakinkan diri, "Tidak kok, itu tidak sungguh-sungguh.Itu terlalu emosional.Aku terlalu mengikuti dorongan sesaat.Aku tidak sungguh-sungguh kok. Itu hanya tindakan impulsif, meledak-ledak dan emosi sesaat." Akhirnya dia terjun bekerja di bidang umum.Tapi rupanya hatinya untuk menjadi utusan misi itu begitu kuat dan tetap ada dan tanpa sadar dia lakukan dalam bentuk menjadi Ketua Departemen Misi di gerejanya.Sebenarnya ini mekanisme pertahanan diri yang disebut pembatalan, Pak Heman.
HE : Ini baik atau tidak, Pak?
SK : Sebetulnya ini bentuk yang kurang baik. Artinya ada bentuk yang dia abaikan tentang kondisi hati yang sesungguhnya.Perasaan cemas, tidak nyaman, tidak aman.Semestinya dia perlu mengenali dan mengakui lalu menyelesaikan perasaan itu, perlu menghadapi. Dan kalau memang membutuhkan tindakan permintaan maaf, tindakan untuk mengatasi rasa cemas atau ketakutan itu, dia akan memunculkan tindakan yang lebih murni, daripada menutupi seakan-akan yang tadi itu tidak pernah terjadi atau sekadar tindakan sambil lalu, hanya sesuatu yang emosional dan dia lalukan tindakan pembatalan dari tindakan sebelumnya.
HE : Jadi kuncinya yaitu harus mengenali lalu mengakui?
SK : Betul.
HE : Apakah masih ada jenis mekanisme pertahanan diri yang lain, Pak? Banyak sekali ya jenis-jenisnya.
SK : Iya,yang ke-17 yaitu asketisme.
HE : Apa itu asketisme, Pak Sindunata?
SK : Asketisme merupakan jenis mekanisme pertahanan diri yang jarang kita kenal namun bisa sangat relevan di jaman sekarang dengan banyaknya
gangguan anoreksianervosa. Memang lebih banyak terjadi di luar Indonesia ya.Kasus-kasus yang terjadi dimana wanita cantik dicitrakan dengan wanita yang berbadan kurus, berbobot rendah, 10 – 15 kg lebih rendah dari berat ideal.Dia terlalu mengejar hal itu sehingga menolak makan atau asupan yang dia butuhkan, kebablasan, sehingga terjadilah fenomena gadis-gadis yang sangat kurus dan tidak sehat secara fisik dan mental.Atau kasus pada anak remaja.Dia merasa bersalah dengan dorongan seksual yang dialaminya.Sehingga dia mencoba melindungi diri, bukan hanya menolak dorongan seksual, tapi segala bentuk dorongan nafsu seperti nafsu makan, nafsu mengalami kenikmatan ini dan itu, dia buang itu.Asketip.Gaya hidup seperti seorang rahib. Jadi dia menolak gaya hidup yang bisa dinikmatinya sebagai seorang manusia.
HE : Kebablasan ya. Tapi agak susah ya membedakan kebablasan dengan yang tidak ya. Karena dari luar kita melihat itu justru hal yang baik orang yang mengendalikan diri, orang yang berusaha untuk tidak memuaskan nafsu dengan semaunya sendiri.
SK : Memang dalam hal ini kita bisa melihat disisi lain. Tidak bisa berdasar pada perilakunya yang tampak di depan mata tapi kita perlu mengenali motif. Jadi para rahib yang memang memilih hidup dalam biara, memilih hidup berpuasa, tidak menikah, itu sebagai bentuk penyembahan kepada Tuhan, kita hormati pilihan hidupnya. Tidak bisa kita hakimi, "Kamu sudah melakukan mekanisme pertahanan diri asketisme."Intinya kita perlu mengenali motif yang melatar belakangi orang tersebut melakukan ini.Jadi kalau itu sesuatu yang murni, berangkat dari hati yang mengasihi Tuhan, itu bukan mekanisme pertahanan diri. Tapi kalau berangkat dari sisi penolakan terhadap dorongan seksual atau melebar kepada dorongan yang lain, itu bentuk mekanisme pertahanan diri yang tidak sehat. Dan kita katakan bukan itu solusinya.
HE : Meskipun tidak mudah, tapi kuncinya adalah mengenali motifnya ya, Pak. Apakah ada jenis yang lain, Pak?
SK : Jenis yang ke-18 yaitu penghapusan. Mekanisme pertahanan diri dimana seseorang melakukan suatu gerak tubuh, atau ritual tertentu yang bersifat "magis" yang bertujuan untuk menghapus pikiran atau perasaan tidak nyaman yang tidak mengenakkan diri orang tersebut.
HE : Bukan menebus, tapi menghapus. Berusaha membersihkan.
SK : Betul. Misalnya pada seorang anak laki-laki yang muncul fantasi-fantasi seksual di pikirannya."Aku merasa bersalah. Aku tidak layak, kenapa aku begini?" Apa yang dia lakukan? Ketika muncul pikiran seksual itu, dia berusaha melawan pikiran-pikiran tersebut dengan membaca suatu kalimat dari kata paling belakang ke depan. Dia melakukan perlawanan dengan cara seperti itu. Atau misalnya orang yang karena merasa berdosa, akhirnya dia mencuci tangannya. Misalnya dia salah ucap, dia pukul mulutnya! Jadi ini seperti ritual tanpa sadar untuk menghapus dosa, kesalahan, perasaan tidak enak ini. Atau kasus ekstrem, seorang ayah yang pemabuk merasa bersalah kepada keluarganya.Pada hari raya dia membawa banyak hadiah buat istri dan anak-anaknya.Dia merasa, "Aku bisa menghapus kesalahanku telah mengabaikan istri dan anak-anakku dengan melakukan kebaikan ekstra di hari istimewa ini."Tapi kemudian setelah hari raya itu usai, dia kembali menjadi pemabuk.Dan dia mengatakan, "Memang istri dan anakku tidak tahu terima kasih. Ini yang membuat aku kembali stres dan jadi pemabuk." Ini sebenarnya mekanisme pertahanan diri penghapusan.
HE : Wah, munculnya gejala ini bisa bermacam-macam ya. Mulai dari menyakiti diri sampai berbuat kebaikan dengan berlebihan.Semua ini bisa berasal dari penghapusan ini?
SK : Iya. Bisa juga dia melakukan suatu tata cara tertentu. Kalau dia merasa tidak enak, dia pegang-pegang atau mengusap-usap bajunya sambil berkata, "Tidak apa-apa....tidak apa-apa.." itu sebetulnya bentuk ritual penghapusan. Ritual itu bukan berarti ritual klenik atau kuasa gelap ya. Tapi ritual itu seperti tandakepercayaan bahwa dengan melakukannya kita jadi lega, pikiran yang mengganggu ini tidak muncul lagi.
HE : Tapi kadang ini terjadi secara otomatis. Bagaimana ketika kita menghadapi rasa bersalah yang berlebihan, bagaimana menghadapinya, Pak?
SK : Mengakui bahwa itu ada. Pengakuan itu penting."Saya memang punya perasaan bersalah.Memang fantasi-fantasi itu muncul."
HE : Secara rohani, apakah ini juga terkait? Saya ingin bertanya kepada Pak Sindu.Misalnya saya merasa berdosa, hidup saya begitu kotor. Lalu sekadar supaya perasaan saya lebih enak, maka saya berbuat baik.Atau saya menghukum diri.Tuhan tahu hati saya. Saya sangat menyesali, saya berusaha mengekang diri dengan cara yang ekstrem. Bagaimana sebaiknya kalau dalam hal seperti ini, apakah tindakan seperti ini kurang baik?Apabila kurang baik, jadi harus bagaimana?
SK : Jadi yang tadi Pak Heman jelaskan sudah nampak bahwa itu hanya tindakan di permukaan semata. Hanya tindakan menghibur diri.Tetapi hiburan yang kosong, dangkal dan itu tidak mengarah kepada akar yang sesungguhnya yaitu rasa bersalah atau rasa tidak nyaman itu. Orang perlu menukik kepada lembah akar situasinya apa. Akui itu dosa dan benar-benar mengambil langkah pengakuan dosa dan pertobatan yang nyata.
HE : Dan bukan dengan cara-cara ciptaannya sendiri, ya?
SK : Iya. Itu kebohongan kepada diri sendiri dan akan lebih melestarikan perasaan tidak nyaman atau perasaan bersalah itu.
HE : Oh, justru melestarikan ya, Pak?
SK : Betul. Justru akan berputar-putar dan berulang-ulang kembali.
HE : Tidak menyelesaikan persoalan ya, Pak.
SK : Betul.
HE : Mungkin ada jenis yang lain, Pak?
SK : Jenis yang ke19 adalah melawan diri sendiri. Ini jenis mekanisme pertahanan diri dimana seseorang menjadikan dirinya sebagai target rasa benci, amarah, agresifitas, dia lampiaskan kepada dirinya sendiri. Ada kemiripan dengan penghapusan, namun ini lebih nyata lagi yaitu dia menghukum dirinya. Mungkin dengan memukul-mukul kepalanya dihadapan orang yang memarahinya, atau dalam bentuk depresi berat karena dia telan rasa marah itu. Depresi kita kenal sebagai amarah yang ditelan.Dia menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran kemarahan itu, akhirnya muncul depresi, rasa bersalah yang berkepanjangan dan terus-menerus, rasa rendah diri, "Memang aku ini sialan, pencipta masalah, aku ini benalu, parasit !" jadi dia menghakimi diri dengan kata-kata ataupun secara fisik.Sebenarnya ini sebuah bentuk mekanisme pertahanan diri juga.
HE : Rupanya kita sering melakukan mekanisme seperti ini ya, melawan diri untuk menghukum diri. Sebenarnya ini kurang sehat ya, Pak?
SK : Betul, lebih baik kita perlu mengakui, menjalani satu fase pertobatan dan akan lebih baik bila ada orang yang mendampingi kita. Kita membuat pengakuan dan menjalani suatu proses penerimaan akan kasih karunia Allah. Tuhan yang sudah mati di kayu salib itu sudah menanggung kesalahan kita, jadi kita tidak perlu terus menyimpan rasa bersalah dan menghukum diri terus-menerus.Itu bukan rencana penebusan Kristus.Dari rasa bersalah, dari pengampunan dosa yang kita terima, kita menjalani suatu fase pembentukan manusia baru dan itu yang jauh lebih penting.
HE : Ini menarik. Masalahnya memang tidak mudah untuk kita menerima diri ya.Padahal Tuhan sudah menerima kita, tetapi kita sendiri seringkali tidak bisa menerima diri ya, Pak. Ternyata ini bisa dijelaskan dengan mekanisme pertahanan diri. Pak Sindunata, apa masih ada contoh yang lain lagi untuk mekanisme pertahanan diri ini?
SK : Jenis mekanisme pertahanan diri ke-20 adalah konversi. Konversi berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu convertion, yang artinya pengubahan atau pengalihan.Jadi dalam hal ini, merupakan mekanisme pertahanan diri dimana rasa cemas, rasa takut, rasa tidak nyaman itu tanpa disadari diubah dengan bentuk kelumpuhan pada organ-organ tubuh tertentu.
HE : Oh, organ tubuhnya sampai lumpuh? Ini ekstrem.
SK : Betul. Sebenarnya kalau dikaji secara medis misalnya, "Bapak tidak buta kok.Matanya sehat, bisa melihat." Atau "Kaki bapak baik-baik saja.Setelah diperiksa, syaraf-syarafnya bagus, bapak bisa berjalan."Atau dicek secara seksual karena keluhan impotensi, "Setelah dicek aliran darahnya, semestinya bapak tidak mengalami impotensi."Ini berarti orang-orang tersebut sebenarnya mengalami konversi.
HE : Jadi secara medis sebetulnya dia baik-baik saja, tidak ada masalah organ, tapi ternyata tidak bisa berfungsi.
SK : Betul. Jadi itu lebih karena ada tekanan.Misalnya rasa takut, rasa bersalah.Misalnya seorang suami yang melakukan perselingkuhan secara seksual kemudian dia merasa bersalah, sehingga setiap kali berhubungan seksual dengan istrinya dia tidak berdaya.Akhirnya mengenal diri, "Saya memang impoten."Padahal ada rasa bersalah yang membuat dia sepertinya mengalami impotensi.Atau misalnya seorang yang merasa bersalah, begitu berdosa dan dia tidak bisa ceritakan kepada siapa pun.Akhirnya itu membuat dia merasa, "Aku tidak bisa apa-apa, aku lumpuh, aku menyeret-nyeret badanku untuk melakukan sesuatu."Padahal sebenarnya dia ini baik-baik saja, fisiknya sehat.Tapi dia merasa lumpuh tidak berdaya karena dia memiliki perasaan bersalah yang disimpan dalam batinnya.
HE : Dan ini tidak mudah. Karena seringkali orang yang merasa lumpuh ini dia yakin memang dia sakit.
SK : Betul. Dia yakin sekali, "Aku memang tidak bisa melihat.Coba aku lihat tanganmu.Tanganmu terlihat kabur." Padahal tidak! Mungkin dia pernah melihat satu peristiwa tragis dan dia merasa menolak fakta yang dia saksikan di depan matanya itu, sehingga sejak peristiwa itu dia mengalami kebutaan psikis. Kebutaan yang terjadi karena tekanan emosi yang begitu kuat sehingga dengan konversi menjadi buat dia iniseolah berkata, "Lebih baik aku tidak melihat apapun daripada aku melihat peristiwa yang begitu tragis dan menghantam hati dan jiwaku ini.Aku memilih untuk tidak melihat apapun sejak peristiwa itu."
HE : Tidak mudah ya. Misalnya kita orang yang dekat dengan dia, tidak mudah untuk menghadapi atau melayani dia, ya.
SK : Ya. Memang dalam hal ini membutuhkan pihak ketiga.Seorang konselor yang mengerti atau orang yang bisa membuat penderita konversi ini merasa aman untuk bercerita.Apa yang sesungguhnya tersimpan dalam hati, yang dia tekan atau yang dia abaikan ini, akan digali tanpa membuatnya terintimidasi atau merasa dipersalahkan. Memang orang-orang terdekat tidak mungkin untuk menjadi tempat yang aman karena sudah ada sejarah relasi.Jadi lebih baik dibawa ke konselor sehingga dia bisa membuka diri perlahan-lahan. Konselor pun perlu memakai proses tertentu supaya orang tersebut cukup nyaman untuk memunculkan hal-hal yang sedang dia berusaha tolak atau tekan itu.
HE : Jadi kuncinya adalah menciptakan rasa aman. Dan mungkin keluarga juga perlu bantuan, Pak ?
SK : Betul. Keluarga sebagai bagian dari bagian penderitaan itu pun perlu dikenali beban-beban emosionalnya. Mungkin juga bisa mengungkapkan data-data, misalnya sejak kapan hal itu terjadi, apa yang dialami oleh orang tersebut atau apa yang terjadi pada keluarga yang dikenainya juga.
HE : Terima kasih, Pak Sindunata. Mungkin ada ayat firman Tuhan yang bisa menguatkan hati kita, Pak?
SK : Iya. Saya bacakan dari Matius 15:3,"Tetapi jawab Yesus kepada mereka: Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?Dan ayat 9, "Percuma mereka beribadat kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia." Kita mengenali mekanisme pertahanan diri itu bukan hal yang mendadak, melainkan sebuah proses yang panjang termasuk berakar dari keluarga atau lingkungan terdekat dimana kita dibesarkan. Memang sesungguhnya keluarga diciptakan Allah untuk menjadi suatu sistem rohani atau spiritual untuk mengenal hukum rohani yang Allah berikan. Sayang memang, keluarga kita, lingkungan terdekat terdekat kita, bukanlah keluarga atau lingkungan yang sempurna sehingga tanpa sadar kita menyerap dan terbentuk aturan-aturan yang Alkitab sebut sebagai tradisi nenek moyang, aturan-aturan yang diajarkan oleh manusia yang bukan sesuai dengan jalan Allah. Maka dalam hal ini, berbicara tentang mekanisme pertahanan diri, kita perlu mengakui sekian hal ini bukan rancangan Allah, ini adalah hal yang salah dan kita perlu mengenali dan mengakui serta bersedia meninggalkannya untuk kita membangun sistem rohani, sistem berpikir, sistem merasa yang sesuai dengan kebenaran firman Allah.
HE : Baik, Pak Sindunata, kita akan melanjutkan perbincangan kita ini di kesempatan berikut. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Sindunata Kurniawan dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mekanisme . Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org.Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org.Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.