Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Stella akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini mengenai topik "Kala Suami Berhenti Bekerja". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
St : Pak Sindu, di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit di negara kita, makin banyak suami yang akhirnya berhenti bekerja. Baik mereka yang mengalami PHK dari perusahaan ataupun ada masalah-masalah lainnya. Padahal yang kita tahu penghasilan dari suami itu adalah tiang utama ekonomi keluarga. Dan biasanya karena suami berhenti bekerja, banyak masalah yang muncul. Kira-kira apa saja persoalan yang muncul akibat suami yang tidak bisa bekerja ini, Pak ?
SK : Ini memang suatu masalah yang kian umum, Bu Stella. Dengan kondisi ekonomi negara kita yang kadang cerah kadang suram sehingga lapangan kerja tidak mudah tersedia dan karena tekanan-tekanan globalisasi sehingga kadang perusahaan pun melakukan perampingan tenaga kerja. Ataupun bagi kita yang punya usaha sendiri, misalnya mengalami kegagalan atau kebangkrutan sehingga kita sebagai suami atau ayah kita berhenti bekerja. Ini menimbulkan masalah yang bisa jadi cukup besar, Bu Stella.
St : Berhenti bekerja ini ada beberapa klasifikasinya ya, Pak. maksudnya penyebabnya bukan hanya karena di-PHK tetapi bisa juga kerena ada masalah lain. Apa saja contoh masalah ini?
SK : Masalah ini membesar ketika suami kita atau diri kita sebagai laki-laki ini menjadi soko guru ekonomi keluarga, ketika kitalah yang jadi penentu keuangan keluarga. Itupun bisa tetap menjadi masalah ketika menyangkut soal harga diri pria yang tidak bekerja. Maka masalah-masalah terkait ini bisa dibedakan apakah berhenti bekerja memang bersifat permanen ? Karena kesehatan sangat buruk atau karena mengalami cacat fisik sehingga membuat berhenti bekerjanya bersifat permanen. Atau yang kedua, apakah berhenti bekerja karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK )? Di-PHK karena faktor apa ? Atau memang karena suami mengundurkan diri dari pekerjaannya, misalnya menerima tawaran pensiun dini. Atau karena memang usahanya bangkrut sehingga membuat sang suami berhenti bekerja.
St : Pak, kalau memang berhenti bekerja bersifat permanen, misalnya karena kesehatan buruk atau cacat fisik atau mungkin kecelakaan, apa yang perlu dilakukan oleh keluarga yang mengalami hal seperti ini ?
SK : Salah satunya adalah sang istri perlu mempertimbangkan untuk bekerja, kalau selama ini dia memang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga saja. Baik bekerja mulai dari paruh waktu sampai sepenuh waktu. Mau tidak mau hal ini menjadi pilihan yang perlu dibuka.
St : Mungkin anak-anak yang sudah besar pun perlu dilibatkan ya, Pak ? Misalnya memberi les kepada teman-temannya atau anak yang lebih kecil supaya mereka juga bisa terlibat dalam pemenuhan ekonomi keluarga.
SK : Betul. Mungkin anak seusia SD kelas 4, 5, 6 atau SMP. Dalam arti sesuai dengan kapasitas. Misalnya sang ibu membuat makanan, gorengan, kue basah, kue kering, nah anak yang masih SD pun sudah bisa menawarkan ke teman-temannya di sekolah. Atau mungkin titip di kantin sekolah. Anak ini yang membantu membawa ke sekolah. Tadi Bu Stella menyebutkan ide memberi les, tentunya kalau sang anak sudah SMP dan SMA memiliki potensi akademik yang cukup baik. Dia juga bisa ikut jualan produk dari orang tuanya. Atau dia bisa bekerja di rumah orang lain, satu sampai dua jam yang bisa dilakukannya. Mungkin dia menawarkan cuci piring, membersihkan rumah, bekerja di rumah makan. Anak bisa dilibatkan dalam kapasitasnya tanpa mengabaikan tanggung jawab sekolahnya dan tetap bisa menjaga kesehatan.
St : Mungkin tidak hal ini malah membuat anak merasa malu ?
SK : Bisa jadi. Anak merasa malu, tapi tentunya dengan kita mensosialisasikan gambar diri yang benar, kita bisa membentuk pemahaman yang benar pada anak. Keberhargaan kita bukan karena kita melakukan pekerjaan ini dan itu, keberhargaan kita karena Allah memberi dan justru ini sebuah wujud kemuliaan, kita bisa memberi kontribusi di saat orang tua tidak berdaya. Tapi hati-hati. Jangan lupa kalau ada batas usia ya. Pemerintah sendiri sudah menetapkan perlindungan terhadap anak-anak dari eksploitasi untuk bekerja. Jadi dalam hal ini ada batas beban yang sesuai. Kita tidak boleh mengeksploitasi anak untuk bekerja sebagai soko guru ekonomi. Dia hanya sebatas membantu.
St : Mungkin juga dengan cara ini anak bisa diajari rasa tanggung jawab dan juga sama-sama bela rasa di dalam keluarga ?
SK : Betul.
St : Dan mungkin yang berkaitan dengan rasa malu, apakah orang tua bisa mengajarkan kepada anak bahwa yang mereka lakukan adalah halal jadi mereka tidak perlu malu. Kecuali kalau mereka mencuri atau berbohong, barulah mereka merasa malu dan memang itu tidak perlu dilakukan.
SK : Betul. Saya setuju dengan Bu Stella. Maka dalam hal ini juga bisa dipertimbangkan, sang istri mencari beasiswa atau diakonia dari gereja-gereja. ‘kan sudah berkembang pemberian beasiswa ya. Atau bahkan dari lembaga-lembaga sosial kristiani juga sudah ada layanan itu, silakan cari. Makanya disini pentingnya kita hidup berjemaat, bukan sekadar pokoknya ikut ibadah Minggu pindah-pindah, tapi kita menetap di sebuah gereja. Karena gereja mengenal kita sebagai anggotanya, gereja semakin sadar dan memiliki anggaran pelayanan diakonia termasuk memberi beasiswa bagi keluarga-keluarga yang kurang mampu.
St : Jadi sangat membantu meringankan beban berat ini ya, Pak ?
SK : Betul. Yang penting kalau kita menerima diakonia atau beasiswa jangan disalahgunakan. "Oh ini untuk modal kerja, ini untuk ini dan itu." Nah, hal ini akan menciderai rasa percaya gereja atau lembaga sosial itu. Kalau diakonia itu untuk uang sekolah atau uang buku, ya untuk itu saja. Kalau untuk yang lain, tanyakan dulu kepada donaturnya, apakah boleh dipakai untuk hal lain. Kalau diijinkan barulah kita pakai untuk hal itu. Tapi kalau tidak boleh ya jangan.
St : Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
SK : Tepat ! Bisa dipercaya itu vital sekali.
St : Berkaitan dengan anak, apakah orang tua juga boleh menceritakan keluh kesahnya kepada anak-anak ?
SK : Sebaiknya jangan ya. Karena ada batas atau kapasitas jiwa. Anak kapasitasnya masih sederhana, masih kecil. Jadi sebaiknya dia dilibatkan tapi janganlah orang tua berkeluh kesah kepada anak. Lebih baik cari yang seusia untuk berkeluh kesah. Kecuali kalau anak itu sudah berumur 18 ke atas. Tapi itu pun sebatas sesuai kapasitas anak. Intinya lebih baik orang tua curhatnya ke orang dewasa yang lain, ini jauh lebih sehat. Ini untuk menyelamatkan jiwa anak supaya dia tidak menjadi orang dewasa dini padahal dia masih anak-anak.
St : Dan ini berdampak buruk pada perkembangan emosi dan psikologis anak tersebut.
SK : Betul. Dia akan murung dan depresi. Ini akan memunculkan kerentanan tertentu. Ingat, semakin kecil anak, dia semakin rentan untuk mengalami hal-hal yang buruk kalau kita orang tua tidak mengenali batas-batas yang sehat ini.
St : Selain hal-hal yang sudah kita bicarakan, apalagi yang perlu dilakukan keluarga yang suaminya tidak bekerja lagi karena kesehatan yang buruk atau cacat fisik ini ?
SK : Tentunya perampingan anggaran belanja keluarga ya. Akhirnya untuk hal-hal tertentu kita kurangi, mengutamakan hal-hal primer, seperti uang sekolah, makan dan hal-hal yang penting. Hal-hal rekreasi agak dikurangi dan sebagainya ya. Kita sosialisasikan antara orang tua ke anak secara terbuka. Suami dan istri pun perlu saling terbuka. Jadi saling prihatin, saling mendukung, saling curhat, saling menjaga hati dan perkataan. Jadi jangan saling menyalahkan, "Gara-gara kamu, Pak, sampai aku sebagai istri harus menanggung ekonomi, aku tidak siap !" Wah, dengan kata-kata kemarahan dan emosi suami yang sudah terpuruk akan semakin terpuruk dan maaf, kalau tidak pas dia malah bunuh diri. Karena dia membenarkannya, "Iya ya, aku benalu buat keluargaku." Maka penting mencari kelompok pendukung.
St : Jadi ada teman untuk berbagi ?
SK : Betul. Jadi bagi suami yang tidak bekerja karena kesehatan buruk, cacat fisik, atau kecelakaan silakan cari kelompok para pria. Istrinya silakan cari kelompok wanita, untuk curhat, berdoa bersama, belajar firman bersama. Jadi ada kelompok pendukung.
St : Jadi rasa frustrasi ini tidak hanya ditanggung sendiri dan istilahnya "muncrat" kemana-mana, tapi akhirnya bisa disampaikan dengan baik.
SK : Betul.
St : Tadi ada juga suami yang di-PHK karena pelanggaran yang berat. Apa yang bisa dilakukan oleh keluarga ?
SK : Suami di-PHK karena pelanggaran berat biasanya karena integritas. Tidak bisa dipercayai, dianggap mencuri, memanipulasi, korupsi, atau mungkin karena etos kerjanya buruk, suka bolosan, mabuk dan sebagainya. Kalau begitu ya suami perlu didukung istri untuk menjalani konseling. Suami menjalani konseling, istrinya menjalani konseling, atau bisa konseling suami istri juga jauh lebih baik. Suami juga perlu kelompok pendukung untuk pertanggungjawaban hidupnya, pertumbuhan kualitas dirinya. Istri perlu kelompok pendukung untuk curhat dan mendapatkan dukungan untuk menjalani proses dengan suami yang demikian. Suami perlu mencari pekerjaan baru dan istri silakan mendukung bukannya menuntut semata tetapi mendoakan, memberi dukungan positif. Mungkin istri bisa mengembangkan jejaring, tanya-tanya informasi pekerjaan. Poinnya adalah kalau suami punya pelanggaran berat sehingga di-PHK, maka dia perlu direkonstruksi, dibangun ulang, dipulihkan. Kalau tidak begitu kerja di tempat lain pun dia tetap sama. Masih saja bolosan, mabuk-mabukan, korupsi. Dan itu rentan dipecat sana sini akhirnya tidak ada yang mau menerima dia. Jadi kata kunci yang pertama adalah konseling mendalam pada suami.
St : Tapi, Pak, belum tentu suami mau dikonseling apalagi mengakui bahwa ini kelemahan atau kesulitan mereka. Apa yang perlu dilakukan oleh istri ?
SK : Iya. Ada kemungkinan menolak bahkan bisa jadi melarikan diri. Tambah mabuk, tambah bolos, tambah berjudi dan perilaku buruk lainnya. Maka disini akhirnya istri perlu menetapkan garis batas. Kalau perlu sampai titik puncak tinggalkan suami. Saya tidak mau mendukung perceraian di konteks ini ya. Artinya begini. Kalau suami tidak bertanggung jawab, kita bisa pisah dulu. "Kalau kamu tidak mau menjalani konseling padahal kamu butuh konseling untuk bisa kembali ke tanggung jawabmu sebagai suami dan ayah, kita tidak usah ketemu dulu. Aku pergi ke tempat lain dengan anak-anak, aku bekerja." Supaya suami mendapatkan konsekuensi tertentu untuk memaksa dia secara eksternal untuk dia benar-benar mau menjalani konseling.
St : Dan mau mengambil tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga ?
Sk : Betul. Dalam kasus yang berat suami bisa merongrong istri, melakukan KDRT, atau mencuri uang istri, mengancam istri. Kalau sudah seperti itu, laporkan ke pihak kepolisian, ada undang-undang penghapusan KDRT. Sekalipun saya sadar ini bukan proses sederhana tapi langkah ini perlu dipertimbangkan. Didampingi konselor atau hamba Tuhan untuk menolong. Karena ada proses pembiaran nantinya. Artinya suami tambah parah dan istri dan anak-anak akan makin terpuruk dan makin jadi korban. Satu jatuh, semuanya ikut jatuh. Maka istri silakan ambil keputusan yang bijak. Jangan hanya karena suami, akhirnya mengorbankan dirinya dan masa depan anak-anak yang masih jauh lebih panjang.
St : Jadi istri pun perlu bijak di dalam menghadapi atau menangani suami yang di-PHK karena pelanggaran berat ini ?
SK : Ya.
St : Misalnya sang suami mengajukan pensiun diri, dia berhenti bekerja karena ada tawaran dari perusahaan untuk pensiun dini. Bagaimana ini, Pak ?
SK : Biasanya kalau pensiun dini ada uang pesangon atau uang penghargaan. Bisa berjumlah besar. Jadi hati-hatilah. Kalau tidak pas, "Banyak ya ! Ketiban rejeki ini." Pesta pora, suami terlena untuk tidak bekerja karena ada uang banyak. Hati-hati, uang itu dalam sekejap bisa habis. Silakan suami dan istri berkomunikasi mau berbuat apa. Akan bekerja di tempat usaha lain atau mau berwirausaha. Silakan beri toleransi masa antara. Misalnya satu bulan tidak bekerja tidak apa-apa karena ada uang pesangon dan untuk tenang dulu dan mendoakan. Tapi bulan kedua minimal harus ada aksi. Jadi tidak boleh terlena. Kalaupun mau berwirausaha, berhati-hatilah. Jangan semaunya, buka warung buka toko, itu lebih mungkin gagal kalau kita tidak punya latar belakang pernah berwirausaha. Sebaiknya carilah mentor atau pelatih atau konsultan bisnis. Artinya bukan harus membayar mahal. Alangkah bagusnya kalau gereja punya unit pelayanan ekonomi. Dari pengusaha-pengusaha berpengalaman dalam soal mentoring bisa membantu anggota gereja yang mau buka usaha. Dalam konteks ini bisa juga ke koperasi, Bu Stella.
St : Maksudnya, Pak ?
Sk : Sekarang ini berkembang kredit mikro atau koperasi yang bertanggung jawab. Salah satunya berkembang Credit Union (CU). CU bukan hanya memberi pinjaman uang dengan bunga lunak, tapi juga bimbingan kewirausahaan. Bagaimana menata keuangan, bagaimana soal menghitung modal, menghitung market cukup layak atau tidak untuk memproduksi atau menjual barang dan bagaimana manajemennya. Itu bisa kita dapatkan kalau kita ikut koperasi CU atau kredit mikro yang dikelola oleh LSM atau oleh pemerintah.
St : Jadi, belajar dulu sebelum membuka usaha dari uang pesangon itu ya.
SK : Betul. Belajar dan bekerjanya dibimbing. Ada pertanggungjawaban. Jadi tidak salah langkah, tidak naïf atau sembrono. Hati-hati, memang koperasi simpan pinjam seperti itu ujungnya bisnis. Jadi dengan bunga tinggi yang mengambil pinjaman itu malah dieksploitasi oleh pengusaha yang mendirikan koperasi simpan pinjam. Jadi bijaklah untuk memilih lembaga yang tepat untuk mendampingi dalam berwirausaha.
St : Pak, apakah mungkin suami yang mengajukan pensiun dini ini bisa bekerja lagi?
Sk : Iya. Dia bisa bekerja di sektor yang sama atau juga bisa mengambil kesempatan menambah pengalaman kerja. Mungkin lewat kursus keterampilan tertentu dia menambah keterampilan dirinya untuk melamar di pekerjaan yang baru.
St : Memang suami pun perlu terus meng-upgrade diri ya, Pak. Istri mendukung dan mendoakan.
SK : Iya. Hati-hati terhadap investasi bodong.
St : Apa itu, Pak ?
SK : Investasi bohong-bohongan. "Kalau tanam uang sekian nanti dapat bunga sekian juta." Dan angkanya tidak lazim. Hati-hati ! Biasanya kalau keuntungan besar sekali, spekulasi gagalnya juga cukup besar. Jadi, periksa dulu dan minta pendapat dari beberapa orang dan berhati-hati jangan tergiru dengan keuntungan besar dalam waktu yang instan. Itu lebih mungkin hanya spekulasi dan kita yang rugi. Hati-hati juga dengan permainan perputaran uang (money game), multilevel marketing uang yang sedang berkembang. "Kalau kamu kirim uang ke orang nanti orang lain akan kirim uang ke kamu." Itu bisnis yang haram. Awalnya menguntungkan tapi merugikan untuk berikutnya. Jadi, bekerjalah yang konkret! Jangan bermain-main dengan money game atau investasi bodong. Kita banyak ruginya dan merugikan orang lain.
St : Jadi perlu komunikasi yang baik antara suam dan istri supaya tidak salah langkah ya, Pak.
Sk : Betul. Jadi, istri aktif mendukung, mendoakan, dan memantau. Istri perlu tahu, jangan, "Itu urusan laki-laki. Itu urusan suami." Tidak ! Istri adalah pendamping dan penolong suami. Istri pun perlu aktif ikut berpikir mempertimbangkan dan mendoakan dengan suami.
St : Mungkin juga perlu punya kelompok dimana mereka bisa berkonsultasi atau mendukung satu sama lain ya, Pak ?
SK : Ya. Komunikasi dan kelompok pendukung itu sangat penting.
St : Pak, misalnya ada juga kasus dimana suami berhenti bekerja karena bangkrut atau terjerat utang.
SK : Ya. Ini kasus yang lazim, Bu Stella. Maka dalam hal ini prioritaskan untuk bayar utang. Kalau perlu jual asset, jual rumah, perhiasan, pindah ke rumah kecil, atau kalau perlu ya kontrak rumah. Daripada kita hidup dibayang-bayangi utang, ditagih-tagih oleh ‘debt collector’, dan kalau tidak pas – ‘debt collector’ bisa main kasar, menteror anak-anak kita – maka lebih baik bayarlah utang itu. Minimal kita realistik. Kita memang terjerat utang, kita masih punya asset yang bisa kita jual, minimal kita tidak lagi dikejar-kejar utang. Mulai dari nol lagi tidak apa-apa, mulai dengan modal doa, dengan langkah kecil tapi minimal ada damai sejahtera karena tidak dikejar-kejar oleh utang.
St : Ini pun perlu kesiapan hati dari seluruh anggota keluarga untuk menyesuaikan kembali gaya hidup mereka ?
SK : Betul. Ingat, kalaupun kita tidak punya asset untuk dijual untuk membayar utang, utang tetaplah utang. Maka cicillah dengan apa yang ada. Kalau kita mulai bekerja lagi sebagai karyawan pada orang lain, selain untuk keperluan hidup keluarga, kita serahkan penghasilan kita untuk membayar utang. Jangan pernah menghapus sendiri utang ! Artinya ‘ngemplang’, tidak membayar utang. Itu sangat tidak bertanggung jawab dan Tuhan tidak berkenan. Sampai berani berutang maka harus berani bayar. Minimal berani mencicil dari apa yang bisa kita lakukan. Setia. apa yang setia kita lakukan, Tuhan akan menolong dan membela kita.
St : Kalau bangkrut berarti mereka juga perlu berusaha mencari usaha baru ataupun bekerja di tempat yang memang sesuai dengan kemampuan mereka ya.
Sk : Betul. Jangan terpaku dengan gaya hidup atau standard hidup. Maka penting hidup rohani dan bergaul dengan Tuhan dan komunitas anak-anak Tuhan. Supaya cara pandang kita tidak mengejar uang, tidak memburu uang, tapi kita menjadi hamba kebenaran, hamba Tuhan. Uang sebagai alat fungsi hidup dan bukan yang kita kejar-kejar. Harga diri kita jangan dibangun karena kekayaan kita, tetapi harga diri karena gambar Allah yang kita miliki dalam nama Yesus. Seringkali ini membuat orang ketika tidak memiliki gambar yang benar ini akhirnya tidak menerima kebangkrutannya akhirnya memaksa pinjam uang, menipu, berbohong dan sebagainya. Akhirnya dia semakin terpuruk karena hatinya dikuasai kekuatiran dunia dan tidak mau menjadi hamba kebenaran. Ini satu wilayah kritis yang harus kita sadari terlebih ketika dalam posisi yang terpuruk seperti ini, Bu Stella.
St : Ada juga pertanyaan misalnya suami sedang berhenti bekerja berarti pemasukan juga minim. Apakah kita perlu tetap memberi persembahan atau perpuluhan ?
SK : Ya ! Saya meyakini itu perlu sekali. Itu satu bentuk wujud iman bahwa Allah berdaulat atas hidup saya dan keluarga saya. Allah berdaulat dan berkuasa untuk memelihara dan mencukupkan hidup saya dan keluarga. Allah adalah sumber kehidupan. Jadi tindakan memberi adalah tindakan iman memercayai Allah sumber kehidupan, kecukupan bahkan kelimpahan. Memberi perpuluhan itu sebagai wujud langkah iman. Jadi, beranilah. Dari apa yang kita dapat sekalipun kecil, sepersepuluh berani kita persembahkan. Bukan untuk soal hukum yang hitam putih, tapi sebagai wujud tindakan iman. Yakin apa yang kita lakukan dengan iman yang tulus kepada Tuhan, Dia pasti memberkati dan memberi jalan keluar.
St : Dan ini juga sebagai ungkapan syukur bahwa Tuhan masih memelihara dan tetap memelihara walaupun suami sedang berhenti bekerja.
SK : Betul demikian.
St : Pak, apa yang mendasari pembahasan kita pada hari ini ?
SK : Saya bacakan dari Efesus 5:33, "Bagaimanapun juga bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya". Firman Tuhan mengatakan suami dan istri punya posisi yang sederajat, posisi yang perlu saling mengasihi dan saling menghormati. Ketika suami terpuruk pun dan berhenti bekerja, istri mendampingi suami dengan setia dan bertahan langkah demi langkah bersama dengan Tuhan bangkit kembali.
St : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kala Suami Berhenti Bekerja". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.