Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hidup Tabah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, akhir-akhir ini kita sering mendengar banyak orang termasuk orang Kristen sekalipun, berputus asa di dalam menghadapi tantangan kehidupan yang makin lama makin berat. Tidak jarang mereka mengambil jalan pintas dengan cara bunuh diri atau pun lari ke hal-hal yang sebenarnya Tuhan tidak kehendaki. Nah di tengah-tengah tantangan yang berat seperti ini bagaimana seseorang itu bisa bertahan atau bisa tabah menghadapi semua itu, Pak Paul?
PG : Pertama-tama kita ingin melihat dulu tentang ketabahan itu sendiri. ketabahan bukanlah sesuatu yang dapat kita peroleh dengan hanya berdoa, terus tiba-tiba dari sorga Tuhan turunkan sesatu yang bernama ketabahan.
Ketabahan sebenarnya hasil dari penggemblengan karakter lewat proses waktu dan tekanan hidup. Sekali lagi saya ingin menegaskan bahwa ketabahan bukanlah sesuatu yang dapat kita peroleh dari luar diri kita. Tuhan akan menerjunkan kita ke dalam situasi-situasi yang berat atau keras sebab melalui penggemblengan itulah akhirnya akan keluar ketabahan dari dalam diri kita. Untuk kita bisa belajar bertahan di dalam penggemblengan itu sehingga akhirnya bisa membuahkan karakter yang tabah, kita perlu melihat firman Tuhan. Saya akan melihat kehidupan Paulus dan tekanan-tekanan yang harus dihadapinya.
II Korintus 11:23 dst, Paulus memaparkan penderitaan yang pernah dilewatinya. Dia berkata: "Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam pernjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat. Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?" Maka kemudian Paulus menyimpulkan, "Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku. Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tuhan kita, yang terpuji sampai selama-lamanya, tahu, bahwa aku tidak berdusta." Kalau kita ingin membanggakan diri, kita akan menyebut-nyebut keberhasilan kita Pak Gunawan, tapi Paulus ini bukannya menyebut-nyebut keberhasilannya tapi dia menyebut-nyebut penderitaannya. Dan ini adalah cuplikan dari penderitaannya bukannya seluruh dari penderitaan yang dialaminya. Tapi yang ingin dia tekankan adalah bahwa dia berhasil melewati semua itu, dan kenapa dia berhasil sebab dia berkata memang dia menyebut-nyebut Allah, yaitu Bapa dari Yesus Tuhan kita yang terouji sampai selama-lamanya. Dan dia katakan jika aku harus bermegah, aku akan bermegah atas kelemahanku. Nah ketabahan muncul dari gesekan, itu pelajaran pertama yang kita bisa timba. Dalam menghadapi kesulitan biasanya reaksi awal kita adalah melarikan diri atau mencari jalan keluar secepat mungkin. Kadang memang kita berhasil, tapi adakalanya kita gagal mendapatkan solusi yang kita inginkan, pada akhirnya kita harus menghadapi kesulitan itu dan menanggung derita. Apa yang harus kita lakukan jika kita berhadapan dengan situasi seperti ini; kita harus diam, kita harus berdiri tegak, kita harus menahan derita dan sakit. Kalau kita mau belajar untuk bertahan sehinga bisa melahirkan ketabahan dalam diri kita, kita tidak boleh mencari jalan pintas yang salah atau membentengi diri agar tidak terjerumus dalam penyelesaian masalah yang berdosa.
GS : Memang gesekan dengan kesulitan itu bisa menimbulkan ketabahan, tapi kalau gesekan itu terlalu keras, sehingga orang itu tidak siap menghadapi gesekan yang sedemikian keras lalu dia menjadi orang yang tidak tabah lagi menghadapi itu, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Adakalanya dalam menghadapi gesekan dengan kesulitan, kita akhirnya lepas perspektif, kita luput melihat Tuhan. Saya kira orang yang akhirnya jatuh atau remuk adalah orang yang tidak lai melihat Tuhan dalam menghadapi gesekan dengan kesulitan itu.
Kalau kita tetap menatap Tuhan, tetap berpegangan padaNya, tidak meninggalkan dan melepaskan genggaman tangan Tuhan, maka kita tidak akan jatuh, kita tidak akan remuk karena tangan Tuhan akan terus menuntut kita. Dan buktinya adalah Paulus, dia menderita seperti itu tapi dia tidak kehilangan Kristus dalam hidupnya, dia terus-menerus memegang tangan Kristus. Nah waktu dia tetap berpegangan dengan tangan Kristus, ketabahanlah yang mulai muncul dalam dirinya dan karakter tabah itulah yang akhirnya menjadi karakter yang sangat cemerlang dalam kehidupan Rasul Paulus.
GS : Berarti seperti beberapa waktu yang lalu kita membicarakan tentang hidup bersukacita bahwa itu dasarnya adalah Kristus sendiri, di sini juga hal yang sama harus terjadi Pak Paul, yang menjadi dasar kekuatan kita itu adalah Kristus sendiri.
PG : Betul sekali, sebab sungguh-sungguh kalau kita pikir-pikir, di luar Kristus siapakah yang bisa menjadi sumber kekuatan kita seperti itu? Tidak ada, orang yang paling kita andalkan sekalpun bisa mengecewakan kita.
Orang yang kita gantungi, sandarkan tapi akhirnya bisa mengecewakan hati kita, memang tidak ada yang lain selain dari Kristus. Selain ketabahan itu muncul dari gesekan dan kesulitan, kita juga harus belajar bahwa ketabahan muncul dari keputusan kita untuk tidak terikat oleh waktu. Saya akan jelaskan apa yang saya maksud di sini. Sering kali kita menetapkan batas waktu dalam penderitaan bahwa kita hanya akan menderita sampai batas waktu tertentu. Misalkan kita berkata sampai bulan depan atau sampai dua bulan lagi atau sampai tahun depan, seolah-olah kita itu mempunyai kuasa menetapkan kapan penderitaan itu akan berakhir. Masalahnya adalah kita tidak selalu tahu sampai kapan kita akan menderita. Jadi kita harus berkata kepada diri sendiri bahwa kita tidak tahu kapan semua ini akan berakhir dan kita mesti berhenti menduga-duga. Kenapa, sebab setiap dugaan yang meleset akan memperburuk kekecewaan kita dan malah memperlemah daya tahan kita.
GS : Tapi orang itu berharap besok pasti sudah lewat masalah ini atau besok juga sudah bisa terselesaikan, bukankah itu suatu harapan, Pak Paul?
PG : Harapan tidak apa-apa tapi jangan kita menjadikan harapan itu sebagai sesuatu yang pasti bahwa besok saya akan lepas dari penderitaan ini. Ketabahan muncul bukan dari harapan-harapan seerti itu, ketabahan muncul tatkala memang kita memutuskan kita harus tinggal bersama penderitaan ini, kita harus menerimanya bahwa ini adalah bagian dari hidup kita dan kita tidak lagi menetapkan batas waktu kapan derita ini harus berakhir.
Sekali lagi ini saya perlu angkat karena memang kecenderungan kita adalah menetapkan batas waktu, seolah-olah kita tahu kapan penderitaan akan berakhir atau seolah-olah kita mempunyai kuasa untuk mengakhirinya. Tidak, kita tidak tahu dan kita tidak mempunyai kuasa. Jadi kita harus berkata: "OK, saya akan hidup hari lepas hari; hari ini saya hidup dengan penderitaan saya minta kepada Tuhan untuk memberi kekuatan kepada saya untuk melewati hari ini, besok Tuhan juga akan memberikan kekuatan yang sama." Dan itulah caranya kita menghadapi penderitaan.
GS : Dan itu akan menumbuhkan ketabahan dalam diri seseorang, Pak Paul?
PG : Betul sekali, nah tadi Pak Gunawan sudah menyinggung tentang pengharapan, dan saya mengatakan bahwa kita boleh berharap bahwa besok kita akan lebih baik lagi tapi kita mesti belajar hidp dengan penderitaan itu hari lepas hari.
Namun saya juga ingin menekankan satu hal yang lain bahwa kita juga harus tetap berharap pada kebenaran janji Tuhan. kita bukannya berharap bahwa besok saya pasti lepas, besok penderitaan ini akan berakhir, tidak. Itu belum tentu merupakan janji Tuhan atau rencana Tuhan atas hidup kita. Jadi saya ingin menekankan bahwa ketabahan adalah buah dari pengharapan pada kebenaran janji Tuhan. Janji Tuhan yang mana yang kita harus pegang, dan jangan sampai kita keliru menafsir janji Tuhan. saya akan bacakan dari
II Korintus 12:9 dan 10, Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." Apa janji Tuhan? Di mana kita boleh menyandarkan harapan kita pada janjinya. Bahwa kasih karuniaKu cukup bagimu, ini janji Tuhan. kita tidak tahu bagaimana cara Tuhan menyelesaikan penderitaan kita atau kesusahan kita. Yang kita tahu adalah bahwa Ia akan menyelesaikannya tapi bagaimana caranya kita tidak tahu.
GS : Berarti kalau seseorang itu memiliki ketabahan, dia akan bersikap aktif khususnya menanggapi apa yang Tuhan kerjakan dalam dirinya. Karena ada orang yang berkata tabah tapi sebenarnya bukan tabah, hanya memendam perasaan.
PG : Saya kira itu tepat sekali, jadi orang yang tabah itu memang dia harus berdiam, tidak lari dari penderitaan tap bukannya berarti dia pasif tidak berbuat apa-apa. Dia juga akan terus memeri tanggapan kepada Tuhan, apa yang Tuhan lakukan, jalan keluar apa itu yang mungkin Tuhan sedang bisikan kepadanya.
Nah dia juga terbuka, sebab memang dia tidak tahu pasti sesungguhnya dengan cara apakah Tuhan akan menolongnya. Jadi apa yang Tuhan sedang kerjakan dia akan tanggapi, dia akan lakukan karena dia tahu bahwa Tuhan bisa memkai cara-cara yang belum terpikirkan olehnya.
GS : Ada orang yang mengartikan ketabahan itu sebagai kekuatan dirinya, apakah itu betul?
PG : Ketabahan tidak berarti selalu merasa kuat, ini adalah kesalahanpahaman yang kita harus luruskan. Misalkan sering kali kita beranggapan bahwa orang yang tabah itu selalu kuat atau kita arus merasa diri kuat baru kita menganggap diri kita tabah.
Tidak, berkali-kali Paulus berkata di dalam kelemahanku aku merasa lemah, dengan kata lain Paulus pun mengenal paham dengan perasaan lemah ini. Tapi yang dia ingin tekankan adalah pada waktu dia lemah kekuatan Kristus dinyatakan, artinya waktu dia benar-benar tergeletak di dalam kelemahan Tuhan akan mengangkatnya, Tuhan memberikan kekuatan dengan cara yang tak pernah terpikirkan olehnya. Jadi yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa tabah dan lemah bergandengan tangan. Bukannya kalau kita tabah, kita tidak boleh sekalipun merasa lemah. Perjalanannya jadi seperti ini, dari kelemahan kita beralih pada pengharapan akan janji Tuhan bahwa kasih karuniaNya cukup untuk kita. Nah dari pengharapan kita akan menerima kekuatan, karena janji Kristus tadi itu kasih karuniaKu cukup bagimu.
GS : Sebenarnya Tuhan Yesus memperagakan dengan bagus sekali ketika menghadapi salib, Dia menunjukkan ketabahannya tetapi sekaligus kita melihat pergumulannya sampai menangis, sampai berpeluh seperti itu. Itu ´kan menunjukkan ketabahan yang betul.
PG : Betul sekali, dan waktu Dia memasuki taman Getsemani, Dia tidak besorak-sorai dan berkata saya kuat, saya tidak akan berpengaruh oleh penderitaan ini. Dia justru meminta murid-muridNya erdoa untuk Dia.
Kenapa, sebab sebagai Anak Allah namun juga sebagai manusia sama seperti kita, Dia bisa merasa lemah, Dia merasa takut sebab kata yang Dia gunakan hatiku itu susah. Kata yang memang sarat dengan muatan emosi, ketegangan, ketakutan, kelemahan, ini semua bercampur menjadi satu. Dan Dia mengakui itulah yang Dia rasakannya tatkala dia harus berhadapan dengan salib, maka Dia perlu berdoa. Dan kita melihat kuasa Tuhan dinyatakan, Dia mendapatkan kekuatan secara supernatural. Ini juga janji buat kita bahwa waktu kita menghadapi kesusahan, penderitaan, Tuhan akan menyatakan kekuatanNya untuk kita. Prinsip yang saya juga akan angkat di sini adalah Tuhan menyatakan kekuatanNya untuk kita hari ini. Ini acap kali kita barharap kekuatan ini akan berlangsung terus-menerus; besok, besoknya lagi terus akan kuat. Tidak demikian, kekuatan Tuhan diberikan kepada kita hari lepas hari, setiap hari kita merasa lemah, setiap hari kita datang kepadaNya untuk berserah dan berharap kembali dan setiap hari kita akan dikuatkan. Jadi jangan sampai kita berputus asa dan berkata: "Kemarin saya kuat tapi sekarang saya lemah." Betul, anugerah Tuhan cukup untuk kita hari ini dan besok minta lagi kekuatan Tuhan untuk menghadapi hari esok.
GS : Tadi Pak Paul mengemukakan tentang Tuhan Yesus yang meminta murid-muridNya berdoa buat Dia di Taman Getsemani, nah di sini apakah memang begitu besar peran orang-orang di sekeliling kita yang seiman dengan kita mendukung kita untuk tetap tabah dalam situasi yang berat seperti itu?
PG : Sangat besar sekali Pak Gunawan, dalam penderitaan kita itu sangat membutuhkan uluran tangan teman-teman. Kita tidak membutuhkan penghakiman dari teman-teman karena itu akan makin mempelemah daya tahan kita, kita membutuhkan uluran tangan mereka.
Perhatian mereka itu sangat-sangat menghibur kita, apalagi kepedulian mereka yang dinyatakan secara konkret yaitu mereka mau membantu kita; nah itu akan sangat memberikan kita semangat untuk melanjutkan kehidupan ini. Jadi dengan kata lain sering kali ketabahan itu kita terima, kita pinjam dari orang lain, kita tidak bisa mendapatkannya dengan sendirian, kita perlu mendapatkan dukungan-dukungan. Tapi sekali lagi saya tekankan bahwa tetap sumbernya atau fondasinya bukan orang lain, jangan kita terlalu menggantungkan diri pada pertolongan orang karena belum tentu datang. Yang harus kita gantungi dan sadari adalah kekuatan Kristus sendiri, sebab janjiNya adalah kasih karuniaKu cukup bagimu.
GS : Jadi itu juga terjadi di Getsemani, di mana para murid itu tertidur, sampak Tuhan Yesus berkata tidak bisakah kamu berjaga-jaga.
PG : Betul dan waktu tentara datang menangkap Tuhan, mereka bahkan melarikan diri dan Tuhan harus menjalani Via Dolorosa perjalanan kesengsaraan itu sampai ke kayu salib.
GS : Itu menggambarkan kalau kita menggantungkan diri pada orang lain, berapa pun besarnya itu akan menimbulkan kekecewaan, Pak Paul?
PG : Dan ketabahan yang murni memang bukanlah ketabahan yang dipinjamkan oleh orang. Kadang-kadang kita merasa lebih kuat karena ada orang-orang yang mendukung kita. Namun kalau kita hanya kat kalau ada orang berarti kita tetap belum memproduksi ketabahan itu.
Ketabahan yang murni hanya akan muncul tatkala kita memang tidak lagi bergantung pada yang lain tapi hanya pada Kristus. Nah di situlah ketabahan akan bertunas.
GS : Tetapi mengapa ada beberapa orang sudah pada puncaknya itu putus asa, kemudian orang ini mengambil jalan pintas untuk bunuh diri, kenapa Pak Paul?
PG : Sering kali orang yang berputus asa adalah orang yang tidak lagi memiliki pengharapan sebagaimana yang telah kita bahas dalam siaran yang lampau, bahwa kita mesti bersyukur. Bersyukur brarti menghitung apa yang Tuhan telah berikan kepada kita dan bersyukur berarti kita berharap, berpengharapan bahwa Tuhan tetap menyertai kita dan Dia akan menolong kita.
Orang yang berputus asa sebenarnya orang yang telah berhenti berharap bahwa Tuhan itu masih ada dan akan menolongnya. Tuhan masih ada dan Tuhan akan menolong, waktuNya Tuhan bukanlah waktunya kita, itu yang mesti kita sadari tapi pada waktunya Tuhan akan bertindak melepaskan kita dengan cara Tuhan yang paling sempurna itu.
GS : Berarti ada kaitan yang sangat erat antara ketabahan, ketahanan, pengharapan dan sebagainya Pak Paul?
GS : Sangat-sangat berkaitan semuanya dan memang menjadi sebuah kesatuan. Orang yang tabah adalah orang yang mempunyai pengharapan. Kenapa dia mempunyai pengharapan karena dia tahu kebenaran janji Tuhan yang telah berjanji bahwa anugerahKu, kasih karuniaKia, cukup bagimu. Jadi dia percaya bahwa janji Tuhan itu benar, kasih karunia Tuhan cukup untukku maka berarti saya masih bisa melewati ini. Nah akhirnya dia berjalan lagi, semakin dia berjalan semakin dia tabah. Karena keluarlah ketabahan dari dalam dirinya; dia tidak lagi mudah mundur, jatuh, dia terus bertahan dan terus bertahan. Kenapa dia terus bertahan, karena dia bisa melihat melampaui penderitaannya. Nah orang yang berputus asa tenggelam di dalam penderitaan, dia tidak mampu melihat apa yang masih ada di balik atau di luar dari penderitaannya itu.
GS : Atau orang yang hanya bertahan tanpa pengharapan itu pada suatu saat tertentu akan kehabisan tenaga untuk bertahan dan dia pasti jatuh.
PG : Betul sekali, kita memang tidak bisa terus-menerus bertahan tanpa memiliki pengharapan. Jadi memang perlu adanya pengharapan bahwa di luar penderitaan ini, setelah melewati penderitaan ni akan ada hari yang lain; akan ada anugerah Tuhan yang lain untuk kita.
GS : Kalau contoh seperti Jusuf di Perjanjian Lama yang begitu mengalami banyak penderitaan dan dia bisa bertahan, ini seorang contoh dari seorang yang hidupnya tabah Pak Paul?
PG : Betul sekali, dan kita bisa kontroversikan dia dengan Yudas. Yudas memang membuat kesalahan yang besar sekali, dia menjual gurunya, Tuhannya, kepada orang-orang Farisi. Nah dalam penyeslannya dia tahu dia salah, dia tenggelam dalam penderitaan itu.
Dia tidak bisa melihat apa itu yang ada dibalik penderitaannya. Pandangan matanya tidak bisa melampaui penderitaannya, dia stop di penderitaan, tidak adanya harapan, maka akhirnya dia membunuh dirinya. Tapi lain dengan Jusuf, dia tahu Tuhan tidak meninggalkan dia meskipun saat-saat itu dia masih dalam penjara. Dan berbelasan tahu dia harus menjadi seorang budak dan tahanan, namun matanya bisa melihat melampaui penderitaan itu. Jadi orang yang bisa melewati penderitaan adalah orang yang bisa memandang melampaui penderitaan itu.
GS : Di saat-saat seperti sekarang ini memang perbincangan seperti ini memang sangat penting sekali. Di mana kita berharap ada banyak orang yang bisa memiliki ketabahan dalam hidup ini. jadi Pak Paul banyak terima kasih untuk perbincangan pada kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup Tabah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.